Anda di halaman 1dari 31

Ilmu 'Arudh adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk mengetahui benar atau tidaknya sebuah

wazan syi'ir, dan juga perubahan wazan syi'ir dari beberapa zihaf atau illat. Penggagas Ilmu
'Arudh menurut qoul masyhur yang pertama kali adalah Imam Kholil bin Ahmad al Farohidi Al
bashri syekh Sibawaih. Ia dilahirkan di bashrah pada tahun 100 H dan meninggal pada tahun 170 H.

Beberapa istilah yang perlu diketahui dalam ilmu 'arudh:


Wazan, yang dimaksud disini adalah kumpulan dari untaian nada yang harmonis bagi kalimat -kalimat
yang tersusun dari satuan-satuan bunyi tertentu yang meliputi harakah (huruf hidup)
dan sakanah (huruf mati) yang melahirkan taf'ilah-taf'ilah dan bahar syi'ir.

Zihaf, adalah perubahan yang ditentukan oleh huruf yang keduanya sabab (sabab khofif / tsaqil) secara
muthlaq. Sedangkan zihaf tidak bisa msuk kepada huruf awal dan huruf ke tiga juga huruf ke enam dari
juz tafa'il.

'Illah, pengertian 'illah dalam ilmu 'Arudh adalah perubahan yang terjadi pada sabab dan watad
dari taf'ilah 'arudh dan taf'ilah dharab. 'illah sifatnya lazim, artinya apabila terjadi pada 'arudh dan
dharab atau pada salah satunya maka semua bait harus mengikutinya.

Syi'ir, adalah ucapan yang berwazan dan berqafiyah yang mengandung makna. Yang berarti sebuah
syi'ir harus mengandung 4 unsur, yaitu: Lafadz, Wazan, Makna, dan qafiyah.

Qafiyah, adalah sebuah ilmu yang membahas ujung kata di dalam bait syiir yang terdiri dari huruf akhir
yang mati di ujung bait sampai dengan huruf hidup sebelum huruf mati.

Bait, menurut istilah dalam ilmu 'arudh Bait adalah suatu ungkapan sastra yang kata-katanya tersusun
rapi untuk mengikuti not-not yang tersedia dalam taf'ilah-taf'ilah dan diakhiri dengan qafiyah.

Bahar, adalah wazan (timbangan) tertentu yang dijadikan pola dalam menggubah syi'ir arab.
Menurut Imam Kholil, jumlah bahar ada 15, sedangkan menurut imam Akhfasy jumlah bahar ada 16,
dengan menambahkan satu bahar lagi, yakni bahar mutadarik.

Macam-macam Bahar dalam 'Ilmu 'Arudh:


1. Bahar Thowil
Juz Tafa'ilnya adalah: ‫ فعولن مفاعيلن فعولن مفاعيلن‬# ‫فعولن مفاعيلن فعولن مفاعيلن‬
2. Bahar Madid
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ فاعلتان فاعلنفاعلتان فاعلن‬# ‫فاعلتان فاعلنفاعلتان فاعلن‬
3. Bahar Basit
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ مستافعلن فاعلنمستافعلن فاعلن‬# ‫مستافعلن فاعلن مستافعلن فاعلن‬
4. Bahar Wafir
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ مفاعلتان مفاعلتان مفاعلتان‬# ‫مفاعلتان مفاعلتان مفاعلتان‬
5. Bahar Kamil
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ متافاعلن متافاعلن متافاعلن‬# ‫متافاعلن متافاعلن متافاعلن‬
6. Bahar Hazj
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ مفاعيلن مفاعيلن مفاعيلن‬# ‫مفاعيلن مفاعيلن مفاعيل‬
7. Bahar Rajaz
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ مستافعلن مستافعلن مستافعلن‬# ‫مستافعلن مستافعلن مستافعلن‬
8. Bahar Raml
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ فاعلتان فاعلتان فاعلتان‬# ‫فاعلتان فاعلتان فاعلتان‬
9. Bahar Sari'
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ مستافعلن مستافعلن مفعولتا‬# ‫مستافعلن مستافعلن مفعولتا‬
10. Bahar Munsarah
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ مستافعلن مفعولتا مستافعلن‬# ‫مستافعلن مفعولتا مستافعلن‬
11. Bahar Khofif
Juz tafa'ilnya adalah:‫ فاعلتان مستافع لن فاعلتان‬# ‫فاعلتان مستافع لن فاعلتان‬
12. Bahar Mudhori'
Juz tafa'ilnya adalah:‫ مفاعيلن فاع لتان مفاعيلن‬# ‫مفاعيلن فاع لتان مفاعيلن‬
13. Bahar Muqtadhob
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ مفعولتا مستافعلن مستافعلن‬# ‫مفعولتا مستافعلن مستافعلن‬
14. Bahar Mujtats
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ مستافع لن فاعلتان فاعلتان‬# ‫مستافع لن فاعلتان فاعلتان‬
15. Bahar Mutaqarib
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ فعولن فعولن فعولن فعولن‬# ‫فعولن فعولن فعولن فعولن‬
16. Bahar Mutaqarib
Juz tafa'ilnya adalah: ‫ فاعلن فاعلن فاعلن فاعلن‬# ‫فاعلن فاعلن فاعلن فاعلن‬

Mungkin dengan hanya membaca tulisan ini masih belum cukup untuk memahamkan anda. Karena
masih banyak hal-hal yang ada dalam Ilmu 'Arudl yang belum dibahas dalam tulisan ini. Namun
setidaknya tulisan ini bisa menjadi bekal awal bagi anda yang ingin tahu tentang ilmu 'arudl, mengingat
ilmu satu ini sudah terbilang langka, sangat jarang diajarkan di Pondok-pondok, Madrasah-madrasah,
apalagi di sekolah-sekolah..

Bila anda ingin lebih mendalami mengenai ilmu 'Arudh, bisa membaca kitab ‫تاسهيل الطلبا‬, yang disusun
oleh Abu Muhammad Nasihin al Qudsi yang tak lain adalah guru 'Arudh saya sewaktu masih menimba
ilmu di Madrasah 'Aliyah Tasywiquth Thullab Salafiyah Kudus. Beliau merupakan seorang guru yang
'menakutkan', setidaknya bagi saya. Paling tegang ketika beliau menunjuk salah seorang siswa untuk
maju kedepan, guna menjawab pertanyaan atau disuruh membuat sebuah bait. Seketika itu langsung
memalingkan pandangan, menunduk. Dan berharap supaya tidak ditunjuk..:)
Kitab ‫تاسهيل الطلبا‬, bisa diperoleh di Koperasi MA NU TBs Kudus, atau bisa juga membeli di Toko
Mubarakatan Thayyiban Kudus.

Dibawah ini adalah beberapa contoh syi'ir Gubahan saya. Syiir-syiir ini saya gubah sebagai bentuk tugas
yang diberikan oleh guru saya. Waktu itu kami sekelas diberi tugas untuk membuat sedikitnya 10 syiir,
dan dilarang untuk men-copas dari syiir orang lain maupun mengambil dari kitab-kitab. Berikut Syiir-
syiirnya:

(‫)البحر الطاويل‬

‫تا لكلنلحكواللجْجلنكد لوالللمالككك الللملل‬ ‫اللللللتالنلم كفيِ لاللف ل‬


‫ لوسك ل‬# ‫صكل لوالسلملع جْملدرَرسسا‬
“Ingat ! Jangan tidur di kelas, dengarkanlah bapak ibu guru, dan diamlah seperti prajurit
dihadapan seorang raja yang berwibawa”

(‫)البحر الهزج‬

‫ص‬ ‫ كبجْحلرلما ص‬# ‫ضلعجْتالم لعللىَ اللششليكخ‬


‫تا لوكالخلل ص‬ ‫لتالو ش‬
“Kalian semua telah bertawadhu terhadap sang guru dengan hormat dan ikhlas”

(‫)البحر الطاويل‬

‫ لوكالن لكالن لجاكهلس لفجْحلسلنىَ كبلساكك ص‬# ‫لوكالن لكالن لعالكسم لفجْحلسلنىَ كبلقاكئصل‬
‫تا‬
“Ketika engkau adalah seorang alim maka lebih baik berbicara, Ketika engkau adalah orang
bodoh maka lebih baik diam”

(‫)البحر الهزج‬

‫لتالوشكللجْتالم لعللىَ ا‬
‫ كالذاجْكلنجْتالم كبلللح لوصل‬# ‫ا‬
“Kalian semua telah bertawakkal kepada Allah SWT ketika kalian semua sudah tak ada daya
upaya”
‫)البحر الرجز(‬

‫صلدكق جْكلل‬ ‫كالجلعل لكلساكنليِ لسالكسم ‪ #‬للككلذ ل‬


‫با لبلل كباال رَ‬
‫‪“Ya Allah, jadikanlah lisanku penyelamat, tiada berbohong melainkan penuh dengan‬‬
‫”‪kebenaran‬‬

‫)البحر الرمل(‬

‫با ‪ #‬جْكلل كالذالكالن كبلجا كئصع لشاكبسعاكق ل‬


‫ف‬ ‫جْكلل لطلعاسما كبلحللصل لطرَي ص‬
‫‪“Makanlah makanan dengan cara yang halal lagi baik, makanlah ketika lapar dan ketika‬‬
‫”‪sudah kenyang berhentilah‬‬

‫)البحر البسيط(‬

‫ضلس ‪ #‬لوالنكق ل‬
‫ص لكللسما كبلما لللناكفسعا‬ ‫حكبليِ قجْلل لكللسم لف ك‬
‫صا ك‬
‫ليا ل‬
‫‪“Hai Kawan, Bicaralah pembicaraan yang utama, dan kurangilah pembicaraan yang tiada‬‬
‫”‪manfaat‬‬

‫)البحر الكامل(‬

‫صسيا‬ ‫تا كبلبلعكدكه لل ل‬


‫ك لعا ك‬ ‫تا لملرألسة لل ل‬
‫ك كنلعلمةة ‪ #‬لولكلما لنلظلر ل‬ ‫لوكالذا لنلظلر ل‬
‫‪”Tatkala kamu melihat wanita (yang pertama) adalah nikmat bagimu # Sebagaimana kamju‬‬
‫”‪melihat setelahnya, kamu adalah orang yang bermaksiyat‬‬

‫)البحر الوافر(‬

‫تا لحكبليلبجْة لعلن ‪ #‬لوكظليلفجْتالها كبلكاكمللصة‬


‫لللقلدلعلملل ل‬
‫”‪“Sungguh, sang kekasih telah melakukan peranya dengan begitu sempurna‬‬

‫)البحر الطاويل(‬

‫حلقكد ‪ #‬لكلساةن لكلللحصم كفيكه لسليةفق لشكديصدلحلد‬ ‫ك كملن اللككلذ ك‬


‫با لوالل ك‬ ‫س لكلسالن ل‬
‫لولحرَر ل‬
‫‪“Jagalah lisanmu dari bohong dan hasut, karena lisan seperti daging yang di dalamnya‬‬
‫”‪terdapat pedang yang sangat tajam‬‬

‫‪BELAJAR ILMU ‘ARUĐ DAN QAWAFY DENGAN PRAKTIS‬‬


‫‪Oleh : Merry Choironi‬‬
‫‪ :‬ملخص البحث‬
‫واجب على من اهتم بالشعر العربى أن يدرس هذين علمى العروض والقوافى‪ .‬إن الول لمعرفة صحيح أوزان الشعر وفاسدها‬
‫ومايعتريها من الزحافات والعلل و إن الثانى لمعرفة قواعد الكلمة فى أواخر البيت من القصيدة‪ .‬هذا البحث أهديه –خصوصا‪-‬‬
‫الى من أحب إلى تعلمه بل مساعد ومدرس‪ .‬لذلك قد استخدم هذا البحث طريقة عملية أي طريقة لتيسير وتسهيل فى التفهم‬
‫والتطبيق‪ .‬إن شاء ا‬
‫‪Kata kunci : Ilmu ‘Aruđ, Ilmu Qawafy‬‬
‫‪ILMU ‘ARUĐ‬‬
A. Ilmu Aruđ; Pengertian, objek kajian, dan penemunya
Aruđ (‫ )العروض‬ditinjau dari sisi etimologis (Chotibul Umam, 1992:4) memiliki arti
diantaranya adalah jalan yang sulit, arah, kayu yang merintangi di tengah-tengah rumah
atau kemah, awan yang tipis, Mekah al-Mukarramah, Madinah al-munawwarah.
Ditinjau dari terminologi Ilmu Aruđ (‫ )علم العروض‬berarti Ilmu untuk mengetahu\benar
atau rusaknya pola (‫ )أوزان‬puisi Arab tradisional dan perubahan-perubahan yang terjadi
di dalamnya.
Objek kajian Ilmu ini adalah puisi arab tradisional, yaitu puisi arab yang masih terikat
dengan pola puisi (‫)الكلم الموزون‬. Sedangkan tujuan umum mempelajari ilmu ini adalah
agar mampu membedakan antara puisi dengan selain puisi dan untuk memelihara dari
perbuatan mencampur-adukkan antara satu pola puisi dengan pola lainnya serta
menghindari terjadinya perubahan-perubahan yang dilarang. Mas’an Hamid (1995:83)
menambahkan ilmu ‘Aruđ berguna untuk mempermudah seseorang dalam membaca
teks-teks sastra kuno atau puisi-puisi arab lama.
Ilmu Aruđ pertama kali diperkenalkan oleh Al-Khalil ibn Ahmad ibn ‘Amr bin Tamim.
Dilatarbelakangi oleh pengamatannya kepada para penyair pada masa itu yang
menciptakan puisi tanpa aturan-aturan (‫)أوزان‬, Hal ini disebabkan oleh terkikisnya
bakat mereka dalam hal itu serta adanya asimilasi dengan bakat orang luar (‫)أعجمي‬,
maka ia mulai menghimpun puisi-puisi mereka lalu mengklasifikasinya berdasarkan
jenis-jenis pola puisi. Pola-pola itu kemudian diberinya nama buhur (‫) بحور‬. Lalu ia
lanjutkan dengan mencari bagian-bagian puisi yang mengalami perubahan.
Kesemuanya ini ia namakan ilmu ‘Aruđ. Ia namakan Ilmu ‘Aruđ karena ia bermukim di
tempat yang bernama ‘Aruđ yaitu Mekah al-Mukarromah. (Chotibul Umam, 1992:6).
‘Audy al-Wakil (1964:47) berpendapat ilmu ini diberi nama ‘Aruđ diidentikkan antara
istilah ‫( عروض البيت‬tengah-tengah bait puisi) dengan keberadaan dan tempat
penemuannya di tengah-tengah Saudi Arabia.

B. Puisi Arab
Menurut orang Indonesia puisi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988:706) adalah
ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan larik
dan bait. Sedangkan menurut orang Arab puisi disebut Syi’r (‫ )الشعر‬berarti kata-kata
yang disusun dengan pola tertentu sehingga dapat menjadi ungkapan yang indah, hasil
dari imajinasi seseorang (penyair). (Ahmad Hasan Ziyat, tth:28). Syauqi Daif (tth:13)
memaknai puisi sebagai karya yang terikat dan tunduk kepada kaidah-kaidah tertentu
sesuai dengan perkembangannya. Kaidah yang dimaksud adalah unsur-unsur utama
puisi arab yaitu lafal, pola tertentu (‫)وزن‬, tema (‫)موضوع‬, irama (‫)قافية‬, dan niat (sengaja
disusun sebagai puisi, ‫)قصد‬. Adapun menurut ahli ‘Aruđ, puisi memiliki arti nazam yaitu
kalimat yang berpola, berirama dan sengaja diciptakan sebagai puisi. (Mas’an Hamid,
1995:74 dan Chatibul Umam, 1992:8). Nayif Ma’ruf (1993:147) meringkas bahwa yang
dinamakan puisi adalah kalimat yang bernada/bernazam yang mengandung kesatuan
antara pola (‫ )وزن‬dan irama (‫)قافية‬.
Bait puisi Arab terbagi 2 yaitu : Śadr (‫ )الصدر‬atau ‫ المصراع الول‬atau ‫ الشطر الول‬dan ‘Ajz (
‫ )العجز‬atau ‫ المصراع الثانى‬atau ‫الشطرالثانى‬. Śadr (‫ )الصدر‬adalah bagian pertama bait ,
sedangkan ‘Ajz (‫ )العجز‬adalah bagian kedua. Bagian akhir (taf’ilah akhir) dari Śadr (‫)الصدر‬
disebut ‘Arudh (‫ ) العروض‬dan bagian akhir (taf’ilah akhir) dari ‘Ajz (‫ )العجز‬dinamakan
đarb (‫) الضرب‬, sedangkan selainnya disebut Hasywu (‫) الحشو‬. Perhatikan gambaran
berikut :
‫ وأغوز الصدق فى الخبار والقسم‬# ‫غاض الوفاء فما تلقاه فى عدة‬
—————————— ——————————–
‫العـــجز‬/ ‫الشطرالثانى‬/ ‫ الــــصد ر المصراع الثانى‬/ ‫الشطر الول‬/‫المصراع الول‬
——————- ——— ——————— ——–
‫الحشو العروض الحشو الضرب‬
Macam-macam bait puisi Arab
Macam-macam bait puisi arab dilihat dari bentuknya adalah : ( lihat Nayif Ma’ruf, 1993:
155-157 dan Mas’an Hamid, 1995: 178-183).
1. Bait tam ( ‫( البيت التام‬, jika sempurna bentuknya. Kalau memang ada kekurangannya, itu
hanya perubahan-perubahan pada taf’ilah saja (seperti ada ‘ilal atau zihaf). Contoh :
‫ ولم أر بدرا قط يمشي على الرض‬# ‫رأيت بها بدرا على الرض ماشيا‬
2. Bait Majzu’ (‫) البيت المجزوء‬, jika dibuang ‘aruđ dan đarabnya, seperti :
‫ وقصدي الفوز فى المل‬# ‫أنا ابن الجد فى العمل‬
3. Bait Masytur (‫)البيت المشطور‬, jika dibuang salah satu belahan baris puisi, baik sadr
mapun ‘ajz. Terkadang pula pada akhir puisi, ‘aruđ dan đarbnya tampil secara
bersamaan. Contoh :
‫تحــــية كــــالورد فـــى الكـــمـــــام‬
4. Bait Manhuk (‫)البيت المنهوك‬, jika dibuang duapertiga dari sadrnya dan duapertiga dari
‘ajznya. Terkadang yang tinggal hanya ‘aruđ dan đarabnya, seperti :
‫ مــــــــــاأغفلك‬# ‫يا خـــــــــاطئا‬
Al-Akhfasy al-Ausat menganggap bait Masytur dan Manhuk bukan termasuk puisi, akan
tetapi Sajak.
5. Bait Mudawwar (‫)البيت المدور‬, yaitu bait yang ‘aruđnya terpotong dan potongannya ada
pada awal belahan keduany ‫) )الشطر الثانى‬, seperti :
‫ ـــم بالظهر الذلــول‬# ‫وماظهرى لباغى الضيـ‬
6. Bait Muqaffa (‫) البيت المقفى‬, yaitu pola ‘aruđnya dan huruf akhirnya (rawi) sama persis
dengan pola đarabnya, seperti puisi berikut
‫ ودمع ل يكفكف يادمشق‬# ‫سلم من صبا بردى أرق‬
‘Aruđ dan đarabnya memiliki pola yang sama yaitu ‫ فعولن‬dan qafiyahnya sama-sama
berhuruf ‫ ق‬.
7. Bait Muśarra’ (‫)المصرع البيت‬, adalah jika ‘aruđnya mengalami perubahan baik polanya
maupun huruf akhirnya agar memperoleh bentuk yang sama. Perubahan itu dapat
berupa ditambah atau dikurangi. Seperti puisi Umrul Qais berikut yang mengalami
pengurangan :
‫ وإني مقيم ماأقام عسيب‬# ‫ إن الخطوب تنوب‬,‫أجارتنا‬
Untuk menyamakan dengan đarabnya, maka pola ‘aruđnya dikurangi dari ‫ مفاعلن‬menjadi
‫ مفاعي‬atau ‫ فعولن‬. Adapun contoh puisi yang mengalami penambahan karena
menyesuaikan dengan đarabnya adalah:
‫ وربع خلت اياته منذ أزمان‬# ‫قفانبك نبك من ذكرى حبيب وعرفان‬
Penambahan terjadi pada pola aruđnya dari ‫ مفاعلن‬menjadi ‫ مفاعيلن‬. Bait ini hampir sama
dengan bait Muqaffa, akan tetapi bait ini mengalami perubahan sedangkan bait muqaffa
tidak.
8. Bait Muśmat (‫) البيت المصمت‬, jika aruđ dan đarabnya berbeda rawinya (huruf akhir),
contoh :
‫ ولكن أخلق الرجال تضيق‬# ‫لعمرك ماضاقت بلد بأهلها‬
9. Bait Maufur (‫( البيت الموفور‬, yaitu bait yang tidak mengalami perubahan berupa kharm (
‫)الخرم‬, seperti :
‫ يقولون لتهلك أسى وتحملي‬# ‫وقوفا بها صحبي علي مطيهم‬
10. Bait I’timad (‫) البيت العتماد‬, yaitu bait yang hasywunya mengalami perubahan berupa
zihaf , akan tetapi tidak sesuai dengan aturan zihaf, seperti puisi berikut yang diubah
oleh zihaf khaban :
‫ أو برذونى ذاك الدهم‬# ‫مالى مال إل درهم‬
11. Bait Maksur (‫( البيت المكسور‬, adalah bait śadrnya berpola, akan tetapi ‘ajznya tidak
bahkan menyerupai prosa karena banyaknya mengalami perubahan, seperti :
‫ فكم أصاب القلب بالنبال‬# ‫لحي ا الفراق ول رعاه‬

Nama-nama bilangan bait


Berdasarkan jumlah barisnya, maka bait puisi memiliki nama-nama antara lain :
1. Syi’r Mufrad (‫ )شعرمفرد‬atau Yatim (‫)يتيم شعر‬, jika terdiri atas 1 baris saja.
2. Syi’r Natfah (‫) شعر نتفة‬, jika terdiri atas 2 baris
3. Qiţ’ah (‫) قطعة‬, jika terdiri atas 3 sampai 6 baris.
4. Qaśidah (‫) قصيدة‬, jika terdiri dari 7 baris atau lebih.

C. Kaidah Ilmu ‘Arudh

1. Potongan-potongan irama puisi dan cara memotongnya ( ‫)تقطيع البيت‬


Yang dimaksud adalah membuat potongan-potongan pada puisi (mentaqti’) satu
persatu huruf, seperti :
‫ ول أقوي علي النار الجحيم‬# ‫إلــهي لست للفردوس أهل‬
//0/0 /0 / /0/0/0/ /0/0 / /0/0/0 //0 /0/ 0//0/0
Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam mentaqti’ puisi adalah :
1. Garis miring (/) sebagai symbol huruf hidup, tanda bulat (o) untuk huruf mati
2. Hanya menuliskan apa yang terucapkan, misalnya ‫علي النار‬, ditaqti’ dengan /o/o//
(hidup bagi huruf ‫ – ع‬hidup bagi huruf ‫ – ل‬mati bagi huruf ‫ ي‬,‫أ‬,‫ – ل‬hidup bagi huruf ‫– ن‬
mati bagi huruf ‫ – ا‬hidup bagi huruf ‫)ر‬.
3. Huruf yang menggunakan tasydid (misal ‫س‬ ‫ ) س‬dituliskan dengan dua symbol; symbol o
(mati) untuk yang pertama dan / (hidup) untuk yang kedua.
4. Huruf yang menggunakan tanwin (misal ‫ ) سا ا‬dituliskan dengan dua symbol; symbol /
(hidup) untuk yang pertama dan o (mati) untuk yang kedua.
5. Huruf yang bermad (berbunyi panjang seperti ‫ ~س‬atau ‫ ) س‬dituliskan dengan dua
symbol; symbol / (hi dup) untuk yang pertama dan o (mati) untuk yang kedua.
6. Huruf mim (‫ )م‬yang merupakan tanda jamak, terkadang dipanjangkan, seperti : ‫كلهم‬
menjadi ‫ كلهمو‬dengan taqti’ o///o/.
7. Huruf yang berharakat di akhir ‘Aruđ (‫ )عروض‬dituliskan berbunyi panjang
8. Huruf ha (‫ )هـ‬yang menunjukkan đamir dituliskan berbunyi panjang.

2. Nama-nama satuan suara


Terbagi atas Sabab (‫)السبب‬, Watad (‫)الوتد‬, dan Fashilah (‫)الفاصلة‬. Pertama, Sabab (‫)السبب‬
berarti tali (‫)الحبل‬, yaitu satuan suara yang terdiri atas dua huruf. Jika huruf pertama
hidup dan kedua mati maka dinamakan Sabab Khafif (‫)خفيف‬, seperti ‫ لم‬dan jika huruf
pertama dan kedua hidup , seperti ‫ اار‬maka disebut Sabab şaqil (‫) ثقيل‬. Kedua, Watad (
‫ ) الوتد‬atau kayu yang ditancapkan di atas tanah digunakan sebagai tonggak pengikat tali,
yaitu satuan suara yang terdiri atas tiga huruf. Jika huruf pertama dan kedua hidup
sedangkan ketiga mati seperti ‫علي‬, maka dinamakan watad majmu’ (‫)مجموع‬, dan
dinamakan watad mafruq (‫ )مفروق‬apabila satu huruf mati diapit oleh dua huruf hidup
seperti ‫ مثل‬. Ketiga, Faśilah (‫)الفاصلة‬, yaitu seutas tali panjang yang melambai-lambai di
depan atau dibelakang rumah karena menahan terpaan angin. Di dalam Ilmu ‘Arudh ia
bermakna satuan suara yang terdiri 3 huruf hidup berturut-turut dan keempat mati
yang disebut Faśilah suĝrah (‫)صغرى‬seperti ‫ رمضا‬atau 4 huruf hidup dan kelimanya mati
seperti ‫ فجمعوا‬maka dinamakan Faśilah Kubra ‫) )كبرى‬. Untuk Faśilah Suĝra dapat kita
pecah menjadi 2 jenis satuan suara yaitu sabab şaqil dan sabab khafif, sedangkan
Faśilah Kubra dipecah menjadi sabab şaqil dan watad majmu’.
Untuk mempermudah memahami dan menghafal nama-nama satuan suara ini, lihat
bagan berikut : (Chatibul Umam, 1992:11)
‫المثلة‬
‫تعريف كل قسم القسام النواع‬
‫ ل متحرك فساكن خفيف السبب‬,‫ إن‬,‫ من‬,‫لم‬
‫ مع متحركان ثقيل‬,‫ هي‬,‫ هو‬,‫لك‬
‫ ترى متحركان فساكن مجموع الوتد‬,‫ بلى‬,‫ لكم‬,‫لنا‬
‫ نال ساكن بين متحركان مفروق‬,‫ تلك‬,‫ منك‬,‫قام‬
‫ كلما ثلثة متحركات فساكن صغرى الفاصلة‬,‫ عربا‬,‫ عمل‬,‫طلبا‬
‫ صفتكم أربعة متحركات فساكن كبرى‬,‫ فنقصت‬,‫ فجلسوا‬,‫فضربوا‬

3. Taf’ilah (‫)التفعيلة‬
Taf’ilah (‫ )التفعيلة‬secara etimologis berarti memotong-motong bait puisi sesuai dengan
polanya menjadi beberapa bagian. (Mas’an Hamid, 1995:107). Sedangkan menurut
terminology adalah bagian-bagian bait puisi yang tersusun dari beberapa satuan suara
yang digunakan untuk menyanyikan sesuai dengan pola puisi. Adapun taf’ilah yang
terdiri atas 5 huruf ada 2 macam, yaitu ‫ فاعلن‬dan ‫فعولن‬, sedangkan yang terdiri atas 7
huruf yaitu ‫ مستفعلن‬,‫ مفاعيلن‬memiliki 5 macam taf’ilah :
‫ مستفعلن‬,‫ مفاعلتن فاعلتن‬,‫ متفاعلن‬,‫ مفعولت‬,‫فاع لتن‬, .
4. Nama-nama pola puisi (‫) البحور العروضية‬
a. Jika dimulai dengan sabab khafif:
1. ‫ مستفعلن‬, ada 6 macam pola (bahar) yaitu bahar basiţ (‫)البسيط‬, Rajaz (‫)الرجز‬, dan Sari’ (
‫)السريع‬, Mujtaş (‫)المجتث‬, dan Munsarih (‫)المنسرح‬.
2. ‫فاعلتن‬, ada 3 macam bahar yaitu bahar ramal (‫)الرمل‬, khafif (‫)الخفيف‬, dan madid (‫)المديد‬
3. ‫فاعلن‬, ada 1 macam bahar yaitu bahar mutadarik ( ‫)المتد ارك‬
4. ‫مفعولت‬, ada 1 macam bahar yaitu bahar Muqtadab (‫)المقتضب‬.
b. Jika dimulai dengan watad majmu’ :
1. ‫فعولن‬, ada 2 macam bahar yaitu bahar ţawil (‫ )الطويل‬dan bahar mutaqarib (‫) المتقارب‬
2. ‫مفاعلتن‬, ada 1 macam bahar yaitu bahar wafir (‫)الوافر‬.
3. ‫مفاعيلن‬, ada 2 macam bahar yaitu bahar hajaz (‫ )الهزج‬dan Muđara’ (‫)المضارع‬.
c. Jika dimulai dengan faśilah śuĝra :
1. ‫متفاعلن‬, ada 1 macam bahar yaitu bahar kamil (‫)الكامل‬.

Berikut uraian satu persatu dari pola / Bahar :


1. Bahar basiţ (‫)البسيط‬, dinamakan demikian karena dimulai dengan 2 buah sabab pada
taf’ilah pertama yang terdiri atas 7 huruf. Bahar ini terdengar lebih lembut dari bahar
ţawil (‫ )الطويل‬sehingga banyak dipakai oleh para penyair Muwallidin dan penyair masa
jahiliyah. Adapun polanya adalah :
‫ مستفعلن فاعلن مستفعلن فاعلن‬# ‫إن البسيط لديه يبسط المل‬
2. Bahar Rajaz (‫)الرجز‬, dinamakan demikian karena semua taf’ilahnya sama dan sedikit
hurufnya serta karena getarannya. Ia bergetar disebabkan oleh pembolehan membuang
2 huruf pada tiap taf’ilah. Bangsa Arab menyebut unta yang sedang meringkih dengan
rajza’ (‫)رجزاء‬. Bahar ini enak didengar dan masuk ke dalam batin. Biasanya bangsa Arab
bernyanyi sambil menghalau unta mereka dengan menggunakan bahar ini. Bahar ini
pula yang mirip dengan prosa, karena banyak mengalami perubahan.
Di samping itu bahar ini banyak dipakai pada akhir pemerintahan Umayyah dan awal
Abbasiyah yang dikenal dengan Arjuzah (‫)الرجوزة‬. Mereka menggunakannya untuk
memberi semangat kepada para pejuang di medan perang.
Akan tetapi al-Ma’arry menganggap bahar ini bukan puisi, seperti dikatakannya pada
bait puisi berikut :
‫ إن القصائد لم يلحق بها الرجز‬# ‫قصرت أن تدرك العلياء في شرف‬
‫ تقنع في نظم برتبة راجز‬# ‫ومن لم ينل في القول رتبة شاعر‬
Artinya:
Engkau memendekkan untuk memperoleh kemulyaan #
Maka puisi yang menggunakan rajaz tidak termasuk puisi
Siapa yang puisinya tidak mencapai derajat penyair#
Itu mereka yang hanya puas dengan rajaznya.
Adapun polanya adalah :
‫ مستفعلن مستفعلن مستفعلن‬# ‫في أبحرالرجاز بحر يسهل‬
3. Bahar Sari’ (‫)السريع‬, dinamakan demikian karena memiliki irama yang cepat, itu
disebabkan karena terdiri dari 3 taf’ilah dan 7 sabab. Sebagaimana diketahui bahwa
sabab itu lebih cepat dari watad. Bahar ini biasanya digunakan untuk puisi deskriptif
dan melukiskan perasaan. Para penyair jahiliyah jarang menggunakan bahar ini.
Adapun polanya adalah :
‫ مستفعلن مستفعلن فاعلن‬# ‫بحر سريع ماله أخر‬
4. Bahar Ramal (‫)الرمل‬, ramal artinya cepat dalam berjalan kaki, oleh sebab itu bahar ini
dinamakan ramal karena memiliki irama yang cepat disebabkan terdiri dari 3 taf’ilah
yang sama. Bahar ini banyak digunakan untuk puisi gembira (‫)الفرح‬, sedih (‫)الحزن‬, dan
zuhud (‫)الزهد‬.
Adapun polanya adalah :
‫ فاعلتن فاعلتن فاعلتن‬# ‫رمل البحر ترويه الثقات‬
5. Bahar Khafif (‫)الخفيف‬, dinamakan demikian karena ringan (‫ )خفة‬harakatnya, walaupun
kelembutannya mirip dengan bahar wafir, tapi lebih mudah dari wafir.
Adapun polanya adalah :
‫ فاعلتن مستفع لن فاعلتن‬# ‫ياخفيفا خفت بك الحركات‬
6. Bahar madid (‫)المديد‬, dinamakan demikian karena terpaparnya 2 buah sabab di setiap
taf’ilah yang berhuruf 7. Adapula yang menyebutkan karena terpaparnya watad majmu’
di tengah-tengah. Bahar ini jarang digunakan dan termasuk bahar pendek yang
sebaiknya dipakai untuk puisi rayuan ) ‫) الغزل‬, puisi-puisi nyanyian dan nasyid.
Adapun polanya adalah :
‫ فاعلتن فاعلن فاعلتن‬# ‫لمديد الشعرعندي صفات‬
7. Bahar Mutadarik (‫)المتدارك‬, dinamakan demikian karena al-Akhfasy telah menemukan
lebih dahulu dari gurunya. Bahar ini disebut juga Muhdaş (‫ ) المحدث‬atau khabab (‫)الخبب‬
dan Mukhtara’ (‫)المخترع‬. Bahar ini banyak digunakan dimaksudkan untuk mencela atau
menyerbu musuh, akan tetapi ini jarang sekali, baik dahulu kala atau sekarang.
Adapun polanya adalah :
‫ فاعلن فاعلن فاعلن‬# ‫سبقت دركي فإذا نفرت‬
8. Bahar ţawil (‫)الطويل‬, dinamakan demikian karena merupakan bahar yang paling
sempurna untuk digunakan, karena bahar ini hampir tidak pernah rusak. Biasanya
bahar ini dipakai untuk puisi semangat (‫)الحماسة‬, puisi yang bertujuan untuk berbangga-
bangga atau sombong (‫)الفخر‬, atau puisi cerita (‫)القصص‬.
Adapun polanya adalah :
‫ فعولن مفاعيلن فعولن مفاعيلن‬# ‫طويل له دون البحور فضائل‬
9. Bahar Mutaqarib (‫) المتقارب‬, dinamakan demikian karena mengandung taf’ilah-taf’ilah
yang sama, yaitu yang terdiri dari 5 huruf, jadi 1 taf’ilah diulang sebanyak 8 kali. Bahar
ini lebih cocok untuk tema yang bertujuan untuk menumbuhkan kekuatan daripada
kelembutan.
Adapun polanya adalah :
‫ فعولن فعولن فعولن فعولن‬# ‫عن المتقارب قال الخليل‬
10. Bahar wafir (‫)الوافر‬, dinamakan demikian banyak harakatnya di dalam taf’ilahnya,
juga merupakan bahar yang paling sering digunakan dan paling banyak dipakai untuk
puisi sombong (‫ )الفخر‬dan ratapan (‫)الرثاء‬.
Adapun polanya adalah :
‫ مفاعلتن مفاعلتن فعولن‬# ‫بحورالشعر وافرها جميل‬
11. Bahar Hazaj (‫)الهزج‬, dinamakan demikian karena konon bangsa Arab bernyanyi ‫))تهزج‬
dengan menggunakan bahar ini. Adapun polanya adalah :
‫ مفاعيلن مفاعيلن‬# ‫هزجنا في بواديكم‬
12. Bahar Kamil (‫)كاملل‬, dinamakan demikian karena taf’ilah dan harakatnya sempurna.
Bahar ini mengandung paling banyak huruf dan terdapat 30 harakat. Bahar ini pun
cocok untuk semua jenis puisi, sehingga sering dipakai baik oleh penyair kuno maupun
modern. Adapun polanya adalah :
‫ متفاعلن متفاعلن متفاعلن‬# ‫بلغ الجمال من البحور الكامل‬
13. Bahar Munsarih (‫)المنسرح‬, dinamakan demikian karena mudah dan ringan untuk
diucapkan. Adapun polanya adalah :
‫ مستفعلن مفعولت مستعلن‬# ‫منسرح فيه يضرب المثل‬
14. Bahar Mujtaş (‫)المجتث‬, dinamakan demikian karena mengambil dari bahar khafif
dengan memotong (‫ )اجتث‬atau membuang taf’ilah pertamanya, yaitu ‫فاعلتن‬.
Adapun polanya adalah :
‫ مستفع لن فاعلتن‬# ‫إن جثت الحركات‬
15. Bahar Muđara’ (‫)المضارع‬,dinamakan demikian karena kemiripannya (‫ )مضارعته‬dengan
bahar khafif ketika salah satu taf’ilahnya terdiri atas watad majmu’ dan watad mafruq.
Bahar ini jarang digunakan. Adapun polanya adalah :
‫ مفاعيلن فاعلت‬# ‫تعد المضارعات‬
16. Bahar Muqtadab (‫)المقتضب‬, dinamakan demikian karena mengambil dari bahar
munsarih dengan memotong (‫ )اقتضب‬taf’ilah pertamanya, yaitu ‫ مستفعلن‬. Bahar ini jarang
digunaan. Adapun polanya adalah :
‫ مفعولت مستفعلن‬# ‫اقتضب كما سألوا‬
Adapun bagan berikut sangat diperlukan untuk memberi kemudahan dalam memahami
bahkan menghafal pola-pola puisi di atas :
‫‪Satuan Suara Taf’ilah Bahar Pola‬‬
‫مستفعلن ‪Sabab Khafif‬‬

‫مفعولت‬

‫فاعلتن‬

‫فاعلن‬

‫‪Basiţ‬‬
‫‪Rajaz‬‬
‫’‪Sari‬‬
‫‪Munsarih‬‬
‫‪Mujtaş‬‬

‫‪Muqtađab‬‬

‫‪Ramal‬‬
‫‪Khafif‬‬
‫‪Madid‬‬

‫‪Mutadarik‬‬
‫مستفعلن فاعلن مستفعلن فاعلن‬
‫مستفعلن مستفعلن مستفعلن‬
‫مستفعلن مستفعلن فاعلن‬
‫مستفعلن مفعولت مستفعلن‬
‫مستفع لن فاعلتن‬

‫مفعولت مستفعلن‬

‫فاعلتن فاعلتن فاعلتن‬


‫فاعلتن مستفعلن فاعلتن‬
‫فاعلتن فاعلن فاعلتن‬

‫فاعلن فاعلن فاعلن فاعلن‬


‫فعولن ’‪Watad Majmu‬‬

‫مفاعلتن‬

‫‪ Ţawil‬مفاعيلن‬
‫‪Mutaqarib‬‬

‫‪Wafir‬‬
Hazaj
Muđara’ ‫فعولن مفاعيلن فعولن مفاعيلن‬
‫فعولن فعولن فعولن فعولن‬

‫مفاعلتن مفاعلتن فعولن‬

‫مفاعيلن مفاعيلن‬
‫مفاعيلن فاعلتن‬
Faśilah Śuĝra ‫ متفاعلن‬Kamil ‫متفاعلن متفاعلن متفاعلن‬

4. Perubahan-perubahan pola puisi


Pola-pola puisi arab dapat berubah dengan adanya zihaf dan ‘illah. Zihaf secara
etimologis berarti “cepat”, sedangkan terminologisnya bermakna perubahan yang
terjadi pada huruf ke-2 dari sabab khafif dan sabab şaqil yang ada pada taf’ilah di
hasywu bait. Perubahan ini dilakukan dengan membuang atau mematikan vocal (huruf
hidup) atau membuang konsonan (huruf mati). Jika ada zihaf yang masuk ke dalam
satu bait puisi, maka tidak harus masuk ke bait yang lain.
Zihaf terbagi 2 macam, yaitu zihaf Mufrad ( ‫ ) زحاف مفرد‬dan zihaf Muzdawaj (‫)زحاف مزدوج‬.
Zihaf Mufrad adalah zihaf yang terjadi hanya pada satu sabab yang ada di taf’ilah.
Sedangkan Zihaf Muzdawaj adalah zihaf yang terjadi pada 2 sabab yang ada di taf’ilah.
Zihaf Mufrad terbagi atas 8 macam, yaitu : Iđmar (‫)الضمار‬, Khaban (‫)الخبن‬, Waqś (‫)الوقص‬,
Ţai (‫)الطي‬, ‘Aśab (‫)العصب‬, Qabđ (‫)القبض‬, ‘Aql (‫)العقل‬, dan Kaff (‫)الكف‬. Yang terjadi pada huruf
kedua adalah Iđmar (‫)الضمار‬, Khaban (‫)الخبن‬, Waqś (‫)الوقص‬dan yang terjadi pada huruf
keempat adalah Ţai (‫)الطي‬dan yang terjadi pada huruf kelima adalah ‘Aśab (‫)العصب‬, Qabđ
(‫)القبض‬, ‘Aql (‫ )العقل‬dan yang terjadi pada huruf ketujuh adalah Kaff (‫)الكف‬. Perhatikan
bagan berikut :

Zihaf Mufrad Definisi Taf’ilah menjadi


a.Iđmar Mematikan huruf kedua yang hidup ‫متفاعلن متفاعلن‬
b. Khaban Membuang huruf kedua yang mati ‫مستفعلن‬
‫فاعلن‬
‫فاعلتن‬
‫مفعولت‬
‫مستفع لن متفعلن‬
‫فعلن‬
‫فعلتن‬
‫معولت‬
‫متفع لن‬
c.Waqś Membuang huruf kedua yang hidup ‫متفاعلن مفاعلن‬
d.Ţai Membuang huruf keempat yang mati ‫مستفعلن‬
‫متفاعلن‬
‫مفعولت مستعلن‬
‫متفعلن‬
‫مفعلت‬
e.’Aśab Mematikan huruf kelima yang hidup ‫مفاعلتن مفاعلتن‬
f. Qabd Membuang huruf kelima yang mati ‫فعولن‬
‫مفاعيلن فعول‬
‫مفاعلن‬
g. ‘Aql Membuang huruf kelima yang hidup ‫مفاعلتن مفاعتن‬
h. Kaff Membuang huruf ketujuh yang mati ‫فاعلتن‬
‫فاع لتن‬
‫مفاعيلن‬
‫مستفع لن فاعلت‬
‫فاع لت‬
‫مفاعيل‬
‫مستفع ل‬

Zihaf Muzdawaj ( ‫ ) مزدوجزحاف‬terbagi atas 4 macam, yaitu Khabl (‫ )الخبل‬yang dimasuki


oleh khaban dan ţai. Khazl (‫ )الخزل‬yang dimasuki oleh Iđmar dan ţai. Syakl (‫ )الشكل‬yang
dimasuki oleh Khaban dan Kaff. Naqś (‫ )النقص‬yang dimasuki oleh ‘Aśab dan Kaff.
Perhatikan bagan berikut :
Zihaf Muzdawaj Definisi Taf’ilah menjadi
a.Khabl Kumpulan Khaban dan ţai
(Membuang huruf kedua dan keempat yang mati) ‫مستفعلن‬
‫مفعولت متعلن‬
‫معلت‬
b. Khazl Kumpulan Iđmar dan ţai
(mematikan huruf kedua dan membuang huruf keempat yang mati) ‫متفاعلن متفعلن‬
c.Syakl Kumpulan khaban dan kaff (Membuang huruf kedua dan ketujuh yang mati)
‫فاعلتن‬
‫مستفع لن فعلت‬
‫متفع ل‬
d.Naqś Kumpulan ‘Aśab dan Kaff (mematikan huruf kelima dan membuang huruf
ketujuh yang mati) ‫مفاعلتن مفاعلت‬

Perubahan pola puisi arab dapat terjadi juga karena adanya ‘illah. Secara etimologis
berarti “penyakit”. Secara terminology ia bermakna perubahan yang menimpa ‘aruđ dan
đarab saja. Jika ’aruđ dan đarabnya berubah karena ‘illah, maka perubahan itu akan
berlaku bagi keseluruhan bait atau satu qasidah.
‘Illah terbagi 2 macam, yaitu ‘illah berupa tambahan dan ‘illah berupa pengurangan.
‘Illah tambahan (‫ )العلة بالزيادة‬terbagi atas 3 macam; Tarfil (‫ )الترفيل‬yaitu penambahan sabab
khafif di akhir watad majmu’. Taźyil (‫)التذييل‬, yaitu dengan menambahkan huruf mati
pada akhir watad majmu’. Tasbiĝ (‫)التسبيغ‬, yaitu menambahkan satu huruf mati pada
akhir sabab khafif. Lihat bagan berikut :
‘Illah ziyadah Definisi Taf’ilah menjadi
1.Tarfil Menambah sabab khafif di akhir watad majmu’ ‫متفاعلن‬
‫فاعلن متفاعلن تن‬
‫فاعلن تن‬
2.Taźyil Menambah huruf mati di akhir watad majmu’ ‫مستفعلن‬
‫متفاعلن‬
‫فاعلن مستفعلن ن‬
‫متفاعلن ن‬
‫فاعلن ن‬
3.Tasbiĝ Menambah huruf mati di akhir sabab khafif ‫فاعلتن فاعلتن ن‬
‘Illah dengan pengurangan (‫ )العلة بالنقص‬terbagi atas 9 macam : Haźf (‫) الحذف‬, yaitu
membuang sabab khafif di akhir taf’ilah. Qaţf (‫)القطف‬, yaitu Kumpulan Haźf dan ‘aśab
(membuang sabab khafif di akhir taf’ilah dan mematikan huruf kelima. Qaţ’ (‫)القطع‬, yaitu
membuang watad maj’mu yang mati lalu mematikan huruf sebelumnya. Batr (‫)البتر‬,
yaitu kumpulan Qaţ’ dan Haźf. Qaśr (‫)القصر‬, yaitu membuang sabab khafif yang mati dan
mematikan yang hidup. Haźaź (‫)الحذذ‬, yaitu membuang watad majmu’. Śalam (‫)الصلم‬,
yaitu membuang watad mafruq. Waqf (‫)الوقف‬, yaitu mematikan huruf ketujuh yang
hidup. Kasf (‫)الكسف‬, yaitu membuang huruf ketujuh yang hidup. Untuk lebih mudah
memahaminya, mari perhatikan bagan berikut :
‘Illah bi naqś Definisi Taf’ilah menjadi
1.Haźf Membuang sabab khafif di akhir taf’ilah ‫مفاعيلن‬
‫فاعلتن‬
‫فعولن مفاعي‬
‫فاعل‬
‫فعو‬

2.Qaţf Kumpulan haźf dan ‘aśab (membuang sabab khafif di akhir dan mematikan huruf
kelima yang hidup) ‫مفاعلتن مفاعل‬
3.Qaţ’ Membuang huruf mati pada watad majmu’ dan mematikan huruf sebelumnya
‫متفاعلن‬
‫مستفعلن‬
‫فاعلن متفاعل‬
‫مستفعل‬
‫فاعل‬
4.Batr Kumpulan Qaţ’ dan haźf ‫فاعلتن‬
‫فعولن فاعل‬
‫فع‬
5.Qaśr Membuang sabab khafif yang mati dan mematikan yang hidup ‫فاعلتن‬
‫فعولن‬
‫مستفع لن فاعلت‬
‫فعول‬
‫مستفع ل‬
6.Haźaź Membuang watad majmu’ ‫متفاعلن متفا‬
7.Śalam Membuang watad mafruq ‫مفعولت مفعو‬
8.Waqf Mematikan huruf ketujuh yang mati ‫مفعولت مفعولت‬
9.Kasf Membuang huruf ketujuh yang mati ‫مفعولت مفعول‬
Di samping itu para pakar ilmu ‘Aruđ juga telah menemukan bentuk perubahan yang
lain yang mereka beri nama : ‫‘( العلل الجارية مجرى الزحاف‬illah yang menduduki kedudukan
zihaf, yaitu perubahan yang tidak terjadi pada 2 sabab, akan tetapi pada watad di bagian
‘aruđ dan đarab. Apabila ia terjadi pada ‘aruđ atau đarb di satu bait, maka tidak
mengharuskan perubahan pada keseluruhan bait atau qasidah. Adapun macamnya
adalah :
1. Tasy’iş (‫)التشعيث‬, yaitu membuang huruf awal watad majmu’. Terjadi pada taf’ilah ‫فاعلتن‬
yang menjadi ‫ فالتن‬dan taf’ilah ‫ فاعلن‬menjadi ‫فالن‬
2. Haźźaf (‫ ) الحذف‬, yaitu membuang sabab khafif di akhir ‘aruđnya bahar mutaqarib.
Terjadi pada taf’ilah ‫ فعولن‬yang menjadi ‫ فعو‬.
3. Kharm (‫) الخرم‬, yaitu membuang watad majmu’ yang terdapat pada şadr. Terjadi pada
taf’ilah ‫ فعولن‬yang menjadi ‫ عولن‬dan taf’ilah ‫ مفاعلتن‬yang menjadi ‫ فاعلتن‬dan taf’ilah ‫مفاعيلن‬
yang menjadi ‫فاعيلن‬
4. Khazm (‫)الخزم‬, menambahkan satu huruf atau lebih pada şadr.

ILMU QAWAFY
A. Pengertian, faedah, dan penemunya
Qawafy (‫( )القوافى‬baca: Mas’an Hamid, 1995:191) menurut etimologi adalah belakang
leher atau tengkuk. Sedangkan menurut para pakar ilmu ‘Aruđ adalah kata terakhir
pada bait puisi arab yang dihitung mulai dari huruf yang terakhir pada bait sampai
dengan huruf hidup sebelum huruf mati yang ada di antara kedua huruf hidup tersebut.
Seperti pada puisi :
‫ وصوب المزن فى راح شمول‬# ‫نسيم الروض فى ريح شمال‬
Maka kata ‫ شمول‬dinamakan qafiyah, yang dimulai dari huruf terakhir yaitu huruf ‫ل‬
sampai dengan ‫ ش‬. Adapun Ilmu yang mempelajari tentang aturan kata akhir dari suatu
bait puisi arab tradisional disebut Ilmu Qawafy.
Dalam memahami puisi arab tradisional, selain harus menguasai ilmu ‘Aruđ juga harus
mendalami ilmu Qawafy. Ini sangat penting bagi para penyair atau sastrawan guna
mempermudah mereka dalam menyusun aturan huruf dan harakat yang terdapat pada
kata-kata di akhir bait. Di samping itu berguna untuk menghindari kesalahan-kesalahan
dalam menentukan macam-macam qafiyah yang akan dipergunakan pada suatu
qasidah. Selain itu bagi kita, yang bukan orang Arab dan tertarik dengan puisi arab
bahkan ingin menciptakan bait puisi berbahasa Arab, ilmu qawafy (selain ilmu ‘Aruđ)
ini sangat membantu.
Sama halnya dengan ilmu ‘aruđ, ilmu qawafy ini pertama kali dibukukan oleh al-Khalil
bin Ahmad al-Farahidi dengan nama ilmu Qawafy walaupun aturan-aturan qafiyah
sudah ada sejak ‘Adi bin Rabi’ah al-Muhalhil.
B. Kaidah-kaidah ilmu Qawafy.
1. Kata-kata pada qafiyah (‫) الكلمات فى القافية‬.
Ada 4 macam pendapat tentang kata-kata yang disebut qafiyah, yaitu :
a. Sebagian kata, seperti pada bait berikut :
‫ ودمع ليكفكف يادمشق‬# ‫سلم من صبا بردى أرق‬
‫ مشق‬pada bait atas dinamakan qafiyah.
b. Satu kata, seperti : ‫ دمشق‬pada bait di atas
c. Satu setengah kata, seperti
‫ ول أغرس اليادى فى أرض العادى‬# ‫ل أعطى زمامى من يخفر ذمامى‬
‫ ض العادى‬dinamakan qafiyah.
d. Dua kata, seperti ‫ أرض العادى‬di atas disebut qafiyah.
2. Huruf-huruf qafiyah ( ‫) فى القافيةالحروف‬
Ada 6 macam huruf di dalam qafiyah, yaitu :
a. Rawi (‫)الروي‬, artinya pikiran. Menurut istilah adalah huruf yang dijadikan dasar dan
pedoman di dalam qasidah. Para pakar menyebutkan bahwa 1 huruf śahih yang terakhir
di dalam satu bait disebut huruf rawi. Kemudian huruf itu disamakan dengan bait-bait
sesudahnya, sehingga ada qasidah mimiyah (jika huruf rawinya mim), lamiyah (jika
huruf rawinya lam), raiyah (jika huruf rawinya ra’) dan seterusnya.
b. Waśal (‫)الوصل‬, artinya bersambung. Menurut istilah adalah huruf-huruf layyinah yaitu
‫ ي‬,‫ و‬,‫ ا‬yang timbul karena isyba’ (perpanjangan) nya harakat rawi sebelumnya , alif (‫)ا‬
untuk rawi yang berharakat fathah, waw (‫ )و‬untuk yang đammah, dan ya (‫ )ي‬untuk yang
kasrah. Atau harakat huruf ha (‫ )هـ‬yang ada di sekitarnya. Contoh huruf waśal alif (‫ )ا‬:
‫ فداه الورى أمضى السيوف مضاربا‬# ‫أل ما لسيف الدولة اليوم عاتيا‬
Contoh huruf waśal ha (‫ )هـ‬yang berharakat kasrah :
‫ لم يأمن الناس أن ينهد باقيه‬# ‫إن البناء إذا ما انهد جانبه‬
c. Khuruj (‫)الخروج‬, artinya keluar. Menurut istilah adalah huruf yang timbul dari harakat
ha (‫ )هـ‬waśal. Di sini ia keluar dari waśal yang bersambung dengan huruf rawi. Huruf-
huruf khuruj ini sama dengan huruf layyinah yaitu ‫ ي‬,‫ و‬,‫ ا‬. Contoh khuruj alif (‫ )ا‬:
‫ يحب الغانيات ول يراها‬# ‫فبت كأننى أعمى معنى‬
d. Ridif (‫)الردف‬, artinya mengikuti di belakangnya. Menurut istilah adalah huruf mad ( ,‫ا‬
‫ ي‬,‫ ) و‬yang ada sebelum huruf rawi. Seperti ridif alif (‫ )ا‬berikut :
‫ له وجه وليس له لسان‬# ‫كفى بالمرء عيبا أن تراه‬
Huruf rawi dari bait di atas adalah nun (‫ ) ن‬dan huruf ridifnya adalah alif ( ‫)ا‬.
e. Ta’sis (‫)التأسيس‬, artinya membuat landasan atau mendirikan. Menurut istilah adalah
huruf alif (‫ )ا‬yang menjadi huruf kedua sebelum rawi, misal :
‫ د لمثلها وحياة راسك‬# ‫وحياة واسك ل أعو‬
f. Dakhil (‫)الدخيل‬, artinya yang masuk atau berada di sela-sela. Menurut istilah ia
bermakna huruf hidup yang ada di tengah-tengah antara rawi dan ta’sis. Maka jika kita
lihat pada contoh yang e, huruf ‫ س‬pada kata ‫ راسك‬dinamakan dakhil.
3. Harakat-harakat qafiyah ( ‫) فى القافيةالحركات‬.
1. Mujra (‫)المجرى‬, yaitu harakatnya rawi
2. Nafaź (‫)النفاذ‬, yaitu harakatnya ha (‫ )هـ‬waśal
3. Haźwu (‫)الحذو‬, yaitu harakat huruf sebelum ridif
4. Isyba’ (‫)الشباع‬, yaitu harakatnya dakhil
5. Rass (‫) الرس‬, yaitu harakatnya huruf sebelum ta’sis
6. Taujih (‫)التوجيه‬, yaitu harakatnya huruf sebelum rawi muqayyad (rawi yang bertanda
sukun).
4. Macam-macam Qafiyah
Secara garis besarnya qafiyah terbagi 2 , yaitu muţlaqah (‫ ) قافية مطلقة‬dan muqayyadah (
‫) قافيةمقيدة‬. Masing-masing terbagi lagi atas beberapa macam sebagai berikut :
1. Qafiyah Muţlaqah (‫) قافية مطلقة‬, adalah jika rawinya berharakat, baik fathah, đammah,
atau kasrah. Qafiyah jenis ini terbagi atas :
1.1. Terhindar dari ta’sis dan ridif (Muassasah dan Mardufah), akan tetapi rawinya
bersambung dengan huruf layyinah atau ha waśal atau disebut ‫مجردة قافيةمطلقة‬. Contoh :
(‫ وماكنتتولينى لعلك تذكر )و‬# ‫تذكر أمين ا حقى وحرمتى‬
1.2. ‫مطلقة مردوفة قافية‬yaitu qafiyah Muţlaqah yang ada ridifnya dan yang bersambung
dengan huruf layyinah atau dengan ha waśal.
1.3. ‫ قافية مطلقة مؤسسة‬yaitu qafiyah Muţlaqah yang ada ta’sisnya dan yang bersambung
dengan huruf layyinah atau dengan ha waśal.
2. Qafiyah Muqayyadah (‫) قافية مقيدة‬, adalah jika rawinya sukun. Qafiyah jenis ini terbagi 3
:
2.1. Terhindar dari ta’sis dan ridif (‫) قافية مقيدة مجردة‬
2.2. ‫ قافية مقيدة مردوفة‬yaitu qafiyah muqayyad yang ada ridifnya
2.3. ‫ قافية مقيدة مؤسسة‬yaitu qafiyah muqayyad yang ada ta’sisnya
5. Cacatnya qafiyah (‫) عيوب القافية‬
Qafiyah akan cacat bila tekena 7 hal, yaitu :
a. Iţa (‫)اليطاء‬, yaitu mengulang-ngulang kata rawi pada bait berikutnya, baik secara lafal
maupun makna.
b. Tađmin (‫)التضمين‬, yaitu adanya kalimat yang tidak sempurna pada satu bait, lalu
disempurnakan oleh bait kedua dan seterusnya.
c. Iqwa’ (‫) القواء‬, yaitu adanya perbedaan harakat rawi antara satu bait yang berharakat
kasrah dengan bait lainnya yang berharakat đammah di dalam satu qasidah
d. Iśraf (‫)الصراف‬, jika harakat rawi yang satu adalah fathah, sedangkan yang lain
đammah.
e. Ikhfa’ (‫)الخفاء‬, yaitu jika huruf rawi yang satu dengan yang lain berbeda, akan tetapi
berdekatan makhrajnya, seperti rawi yang pertama adalah lam (‫) ل‬, sedangkan yang lain
nun (‫)ن‬.
f. Ijazah (‫)الجازة‬, yaitu jika perbedaannya berjauhan makhrajnya, seperti lam (‫ )ل‬dengan
mim (‫)م‬.
g. Sinad (‫)السناد‬, yaitu perbedaan antara bait satu dengan yang lainnya terletak pada
huruf dan harakat sebelum rawi. Sinad ini terbagi 5 macam :
g.1. Sinad ridif, adalah perbedaan ridif
g.2. Sinad ta’sis, adalah perbedaan ta’sis
g.3. Sinad Isyba’, adalah perbedaan harakat dakhil
g.4. Sinad Haźwi, adalah perbedaan harakat sebelum ridif
g.5. Sinad Taujih, adalah perbedaan harakat huruf sebelum rawi muqayyad

6. Nama-nama qafiyah
Ada 5 nama untuk Qafiyah :
1. Mutakawis (‫) المتكاوس‬, yang artinya condong. Maknanya adalah Qafiyahnya
mengandung 4 huruf hidup secara berurutan yang terletak diantara 2 huruf mati.
2. Mutarakib (‫)المتراكب‬, secara harfiah berarti datangnya suatu benda pada benda yang
lain. Di sini bermakna tiap-tiap qafiyahnya terdiri atas 3 huruf hidup secara berurutan
yang terletak di antara 2 huruf mati.
3. Mutadarak (‫)المتدارك‬, berarti saling bertemu. Maknanya di sini adalah tiap qafiyah
mengandung 2 huruf hidup di antara 2 huruf mati.
4. Mutawatir (‫)المتواتر‬, berarti datangnya sesuatu sesudah sesuatu yang lain , dalam
keadaan terpisah. Maknanya di sini adalah tiap qafiyah mengandung satu huruf hidup
di antara 2 huruf mati.
5. Mutaradif (‫)المترادف‬, artinya saling beriringan. Maknanya adalah tiap qafiyah
mengandung dua huruf mati berurutan.

PRAKTEK
Itulah pembahasan sekitar ilmu ‘Aruđ dan Ilmu Qawafy. Agar para pembaca
tidak‘pusing’, mari saya ajak untuk membaca puisi di bawah ini :
A. Perhatikan Puisi al-Nabiĝah al-źubyani berikut ini :
‫ إذا طلعت لم يبد منهن كوكب‬# ‫كأنك الشمس والملوك كواكب‬
1. Menentukan nama puisi. Maka puisi di atas kita namakan Syi’r Mufrad atau Syi’r
Yatim karena terdiri atas 1 baris saja.
2. Kita bagi belahan-belahannya. Maka Belahan pertama bait di atas ‫كأنك الشمس والملوك‬
‫ كواكب‬kita sebut śadr (‫ )الصدر‬atau ‫ المصراع الول‬atau ‫الشطر الول‬.
Belahan keduanya ‫ إذا طلعت لم يبد منهن كوكب‬kita sebut ‘Ajz (‫ )العجز‬atau ‫ المصراع الثانى‬atau
‫ الشطرالثانى‬.
3. Mentaqti’ dan menentukan bahar serta mengetahui taf’ilah.
Apabila kita taqti’, maka akan menjadi :
‫ إذا طلعت لم يبد منهن كوكب‬# ‫كـأنــك شمس والملوك كواكب‬
//0// /0/0 /0//0/ //0//0 //0 ///0 /0/0/ /0/0/ /0//0

Kemudian untuk mengetahui baharnya, maka kita perhatikan taqti’ awal pada śadr,
ternyata bait ini diawali oleh watad (bukan sabab dan juga bukan faśilah). Artinya ada 3
pilihan taf’ilah awal, apakah ‫فعولن‬, ataukah ‫مفاعلتن‬, ataukah ‫مفاعيلن‬. Bait di atas
menunjukkan bahwa taf’ilah yang digunakan adalah ‫ فعولن‬atau ‫مفاعلتن‬. Untuk memastikan
bahar apa yang dipakai, mari kita tengok taf’ilah selanjutnya. Dibelakang ‫ فعولن‬ada yang
‫ مفاعيلن‬untuk bahar ţawil, ada juga yang ‫ فعولن‬juga jika ia mutaqarib. Namun jika ia ‫مفاعلتن‬
awalnya, berarti taf’ilah sesudahnya adalah ‫ مفاعلتن‬juga dan itu adalah bahar mutaqarib.
(coba sambil membaca bagan bahar). JIka agak sulit menemukan pada belahan
pertama, cobalah pada belahan kedua. Pada bait ini tenyata baharnya adalah ţawil, mari
kita buktikan :
‫ إذا طلعت لم يبـــد منهـــن كوكب‬# ‫كـأنـــك شمس والملوك كواكب‬

//0/ / /0/0 /0//0/ //0//0 //0 / //0 /0 /0 / /0/0 / /0//0


‫فعول مــفاعيــــلن فعول مفاعلن طـــويـــل فعو ل مفا عيـلن فــعو لن مفـاعلن‬
‫الحشو العروض الحشو الضرب‬
4. Menentukan macam ‘illah dan zihaf. Jika kita perhatikan pada hasywunya, maka
akan kita lihat ada taf’ilah yang tidak sempurna, yaitu ‫ فعول‬yang semestinya ‫ فعولن‬seperti
pada taf’ilah ke-1, 3, dan 5. Ini adalah zihaf yang berjenis qabd, maka disebut ‫ مقبوض‬.
Demikian pula ‫ مفاعلن‬pada ‘aruđ dan đarabnya juga disebut ‫مقبوض‬. Sedangkan ‘illah tidak
ada.
5. Menentukan jenis bait. Maka bait di atas termasuk bait tam, karena tidak ada taf’ilah
yang dibuang.
6. Menentukan qafiyah.
1. Kata : ½ kata, yaitu ‫كب‬
1 kata, yaitu ‫كواكب‬
1 1/2 kata, yaitu ‫ــن كواكب‬
2 kata, yaitu ‫ـهن كواكب‬
2. Huruf Qafiyah: ‫إذا طلعت لم يبـــد منهـــن كوكب‬
Huruf ba (‫ ) ب‬pada (‫ )كواكب‬adalah Rawi śahih.
3. Harakat Qafiyah, yaitu mujra (harakat rawi mutlak).
4. Macam Qafiyah, bait di atas termasuk Qafiyah Muţlaqah yang terlepas dari ta’sis dan
ridif.
5. Cacat Qafiyah. Untuk melihat kecacatan suatu qafiyah, sebenarnya kita harus melihat
bait perbait dalam satu qasidah, namun karena bait di atas hanya ada 1 bait saja, maka
Bait tadi dapat kita katakan di sini tidak terdapat cacat.
6. Nama Qafiyah. Bait di atas Qafiyahnya bernama mutadarak, karena 2 huruf hidup
yang terakhir diapit oleh huruf mati.

B. Mari saya ajak menciptakan satu saja bait puisi Arab dengan bekal ilmu ‘Aruđ dan
Qawafy di atas :
1. Menentukan tema.
Saya akan membuat puisi sedih, yaitu tentang perasaan hati yang sedang merindu
karena harus berpisah lama
2. Menentukan bahar.
Karena tema yang saya pakai adalah tema kesedihan, maka bahar yang cocok adalah
bahar ramal (‫)الرمل‬, polanya :
‫ فاعلتن فاعلتن فاعلتن‬# ‫فاعلتن فاعلتن فاعلتن‬
3. Mencari kata demi kata yang sesuai dengan pola :
‫ فاعلتن فاعلتن فاعلتن‬# ‫فاعلتن فاعلتن فاعلتن‬
‫ت ل وقفت خطوات‬ ‫ لو رأي ا‬# ‫ت‬‫ضيقا صدري ونفسي وسقط ت‬
Artinya : Sesak terasa dada dan nafasku dan akupun terasa ‘pingsan’, walau kau lihat
aku tidak menghentikan langkahku.
4. Mari kita taqti dan tentukan taf’ilah sesuai pola :
‫ت ل وقــفت خطوات‬ ‫ لو رأي ا‬# ‫ت‬‫ضيقا صدري ونفسي وسقط ت‬
/0//0 /0 /0 /0/0 / //0 / # /0 //0/ /0/ /0 / ///0 /0
‫ فا علت فا علت فعلتن‬# ‫فـاعل تن فــا علتن فـعـل ت‬
5. Apakah ada zihaf dan ‘ilal di situ ?
Taf’ilah pertama dan kedua sempurna
Taf’ilah ketiga ada Syakl (‫ )الشكل‬dari jenis zihaf Mujdawaj maka disebut Masykul (‫)مشكول‬
yaitu gabungan antara Khaban (‫ )الخبن‬dan Kaff (‫)الكف‬.
Taf’ilah keempat dan kelima ada Kaff (‫)الكف‬.
Taf’ilah keenam ada Khaban (‫)الخبن‬
6. Puisi di atas kita namakan Syi’r Mufrad atau Syi’r Yatim karena terdiri atas 1 baris
saja.
7. Menentukan jenis bait. Maka bait di atas termasuk bait tam, karena tidak ada taf’ilah
yang dibuang
8. Menentukan qafiyah.
8.1. Kata : ½ kata, yaitu ‫ــوات‬
1 kata, yaitu ‫خطوات‬
1 1/2 kata, yaitu ‫قــفت خطوات‬
2 kata, yaitu ‫وقــفت خطوات‬
8.2. Huruf Qafiyah:
a. Huruf Rawi adalah Huruf ta (‫ )ت‬pada (‫)خطوات‬
b. Huruf Waśal adalah huruf ‫ ي‬pada akhir kata ‫خطوات‬
c. Huruf Ridif adalah Alif (‫ )ا‬sebelum ta (‫ )ت‬rawi

7. Harakat Qafiyah, yaitu


a. mujra (harakat rawi).
b. Haźwu, yaitu harakat sebelum ridif yaitu fathahnya huruf waw (‫)و‬
8. Macam Qafiyah, bait di atas termasuk Qafiyah Mardufah
9. Cacat Qafiyah. Untuk melihat kecacatan suatu qafiyah, sebenarnya kita harus melihat
bait perbait dalam satu qasidah, namun karena bait di atas hanya ada 1 bait saja, maka
Bait tadi dapat kita katakan di sini tidak terdapat cacat.
10. Nama Qafiyah. Bait di atas Qafiyahnya bernama mutawatir, karena 1 huruf hidup
yang terakhir diapit oleh 2 huruf mati.
Penutup
Demikianlah, dengan metode praktis saya coba persembahkan tulisan ini. Melalui
bagan-bagan yang ada kita dapat dengan mudah praktek membaca puisi Arab
tradisional. Praktek membaca ini dapat dibantu dengan buku-buku yang banyak
memuat bermacam-macam puisi Arab, seperti al-Balaĝah al-wađihah karya Ali al-
Jarimy dan Muśtafa Amin. Akhirnya, Mudah-mudahan tulisan ini dapat dipahami dan
bermanfaat bagi siapa saja yang tertarik dengan puisi Arab.

REFERENSI

Abu al-‘Abbas Syamsuddin Ahmad ibn Muhammad ibn Abi Bakr Khallikan, Wafayat al-
A’yan
juz.2, Beirut: Dar Sadir, 1900
Ahmad Hasan al-Ziyyat, Tarikh adab al-‘Arab, Kairo: dar al-Nahđah Miśr li al-Ţab’I wa
al-Nasyr, Tth., Cet. Ke-24
Chotibul Umam, Fi ‘ilm al-‘Aruđ, Jakarta:Hikmah Syahid Indah, 1992, Cet. Ke-2
Mas’an Hamid, Ilmu Arudl dan Qawafi, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995,
Nayif Ma’ruf, al-Mujazu al-Kafi fi ‘Ulum al-Balaĝah wa al-‘Aruđ, Beirut:Dar Beirut al-
Mahrusah,
1993
Peter Salim dan Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern
English,
1991
Syauqi Đaif, al-Fann wa maźahibu fi S

ILMU QAWAFI DAN MACAM-


MACAMNYA

A. Pengertian Ilmu Qawafi


Kata “Al-Qawafi” (‫ )القوافى‬menurut etimologi adalah berasal dari kata:
‫اءلققاَفقينة َءجعهاَ َقءقوا ف‬
‫ف َاءلي َءوءراءء َالعنننقق‬ ‫ء لنء ء‬
Artinya: “Belakang leher atau tengkuk.”
Sedangkan menurut terminologi (istilah ahli Arudl):

.َ‫ت َاقءل َاءووقل َنمتءءحرفك َقءقلبءل َءساَكقفن َبءلقيقنءقنهءما‬


‫اءلءقاَفقينة َقهي َقمن َآقخقر َاللبقي ق‬
‫ءل‬ ‫ء ء ل‬
Qafiyah adalah kata terakhir pada bait syai’ir, yang dihitung mulai dari huruf yang terakhir pada bait
sampai dengan huruf hidup sebelum huruf mati yang ada di antara kedua huruf hidup tersebut.
Hal ini dinamakan “Qafiyah” kerena mengikuti keadaan yang ada pada bait sebelumnya.
Contohnya seperti sya’ir:

‫صلحقب َءعلءوى َءمقطيقنهلم‬ ‫ق‬


‫نوقنقلوففاَ َ ءباَ َ ء‬
‫ك َاءفسى َءوءتءوملقلي‬‫ َ َ َ َ َ َ َ َيءقنقلولنلوءن َءل َتنقلهلق ل‬
Jika diperhatikan maka qafiyah pada bait ini adalah kata َ َ "‫مل قي‬
‫"ءت و ق‬yakni mulai dari huruf Hak (
‫ء ل‬
‫ َ َ)ح‬sampai dengan huruf yak (‫ َ َ َ َ َ)ي‬pada kata tersebut dinamakan “Qafiyah.” Jadi bunyi li, li, lid an
seterusnya, adalah akibat dari aturan Qafiyah. Sedangakan ilmu yang mempelajari tentang aturan kata pada
akhir bait sya’ir Multazim[1], dinamakan “Ilmu Qawafi.”
Dalam memahami puisi arab tradisional, selain harus menguasai ilmu ‘Aruđ juga harus mendalami
ilmu Qawafy. Ini sangat penting bagi para penyair atau sastrawan guna mempermudah mereka dalam
menyusun aturan huruf dan harakat yang terdapat pada kata-kata di akhir bait. Di samping itu berguna untuk
menghindari kesalahan-kesalahan dalam menentukan macam-macam qafiyah yang akan dipergunakan pada
suatu qasidah. Selain itu bagi kita, yang bukan orang Arab dan tertarik dengan puisi arab bahkan ingin
menciptakan bait puisi berbahasa Arab, ilmu qawafy (selain ilmu ‘Aruđ) ini sangat membantu.
Sama halnya dengan ilmu ‘aruđ, ilmu qawafy ini pertama kali dibukukan oleh al-Khalil bin Ahmad al-
Farahidi dengan nama ilmu Qawafy walaupun aturan-aturan qafiyah sudah ada sejak ‘Adi bin Rabi’ah al-
Muhalhil.

B. Macam-macam Qafiyah
Qafiyah pada suatu bait terdiri dari 9 (Sembilan) macam, yang 6 (enam) macam disebut “Qafiyah
Muthlaqah” dan yang 3 (tiga) macam disebut “Qafiyah Muqayyadah”, sebagaimana terurai di bawah ini:

a) Qafiyah Muthlaqah (‫ ٌ)ققاَففيقةة ٌممططلققةة‬


Suatu qafiyah dinamakan “Muthalaqah”, bilamana Rawinya [2] mutlak yakni suara huruf tersebut
diucapkan dengan terang dan tidak ditekan sedikit pun pada waktu mengucapkannya atau dengan kata lain
bahwa huruf tersebut mutlak harus diucapkan.

Bentuk qafiyah ini ada enam macam, yaitu:


1) Qafiyah Muthlaqah yang sunyi dari Ta’sis [3] dan Ridif[4] atau dari Mu’assasah dan Mardufah yang
bersambung dengan huruf Layyinah[5] atau dengan huruf Ha’.

ِ(‫ي َاءلو َبقلءهاَقء‬


‫صولءةة َقباَ َللو ل ق‬
‫)نمطللءءقةة َنمءورءدةة َءملو ن ل‬

Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Khuwailid bin Murrah dalam bahar
Thawil:
َ‫ت َاققلى َبءقلعءد َعنلرءوقة َاقلذ ءءنا‬ ‫ق‬
‫ءجلد ن‬
‫ض َالوشرر َاءلهءونن َقملن َبءقلع ق‬
ِ(‫ض)ي‬ ‫ش َءوبءقلع ن‬
‫ق‬
‫ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َخءرا ة‬
Maka kata ‫ض‬‫ ”بءقلع ق‬yang kedua adalah qafiyah Muthlaqah, karena huruf Dlad ( ‫ َ)ض‬nya hidup sunyi
dari Ta’sis atau Ridif dan bersambung dengan huruf Ya’ ( ‫ )ي‬yang merupakan Isyba’nya huruf Dladl. Contoh

lain yang bersambung dengan huruf Ha’ (‫ )ه‬seperti sya’ir dalam bahar Rajaz:

ْ،‫ل َقبءرمله‬
‫ت َلءءقى َلالعن ء‬
‫اءلءفء ف‬
‫س َءابقنلونه َقباَبلقن َءعرم َانرمله‬
‫لءلي ء‬
Maka kata ‫ انرمله‬adalah qafiyah Muthlaqah, karena huruf Mimَ ِ(‫ َ)م‬nya hidup dan sunyi dari ta’sis atau
ridif dan bersambung dengan huruf Ha’ (‫ َ َ)ه‬nya mati.

2) Qafiyah Mardufah yang bersambung dengan huruf Layyinah atau huruf Ha’.

ِ(‫ي َاءلو َبقلءهاَقء‬


‫صولءةة َقباَ َللو ل ق‬
‫)ءملرندلوفءةة َءملو ن ل‬
Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Al-A’sya dalam bahar wafir:

ْ،‫ت َبقنثُءلقيقنءنة َاقلذ َءراءتلقن‬


‫اءءل َءقاَلء ل‬
َ‫ءوقءلد َءل َتءقلعقدنم َالءلسءناَنء َءذاءما‬

Maka di dalam kata َ‫ ءذاءم ققا‬terdapat huruf Alif (‫ )ا‬sesudah Rawi berupa huruf Mim (‫)ه‬. Adapun
contohnya yang bersambung dengan huruf Ha’ adalah seperti sya’ir Lubed dalam bahar kamil:

‫عءف ق‬
َ‫ت َالردءياَنر َءمءلوءهاَ َفءءمءقاَءمءها‬ ‫ء‬
Maka di dalam kata َ‫ فءءمءقاَءمءها‬terdapat huruf Ha (‫ )ه‬sesudah Rawi yang berupa huruf Mim (‫)م‬.
3) Qafiyah Mu’assasah yang bersambung dengan huruf Layyinah atau dengan huruf Ha’.
ِ(‫ي َاءلو َبقلءهاَقء‬
‫صولءةة َقباَ َللو ل ق‬
‫)نمءؤوسءسةة َءملو ن ل‬
Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Nabighah Adz-Dzubyani dalam
bahar Thawil:

‫كقلقليقن َقلءمم َءياَ َأنءمليمءة َءناَقص ق‬


ْ،‫ب‬ ‫ء‬
‫ َ َ َ َ َ َ َ َولءيقفل َانءقاَقسليقه َبءقطقئ َالءكواكق ق‬
‫ب‬ ‫ء‬ ‫ء‬
‫ ءك ق ق قواكق ف‬terdapat
‫ب‬ ِ(‫)ا‬
Maka didalam kata
‫ء‬ huruf alif dan washalnya[6] berupa huruf yak

‫ كواكب‬.Adapun contohnya yang bersambung dengan huruf H’ adalah seperti syi’ir Adi bin Zaid dalam bahar
Munsarih:

ْ،‫قف َءلليقلءفة َءل َنءقءرا َ قءباَ َاءءحفدا‬


‫ءليقكى َءعءلليقءناَ َاق و‬
َ‫ل َءكءواقكبنقءها‬ ‫ل‬
Maka di dalam kataَ‫ ءكءواقكبنقءها‬terdapat huruf alif ِ(‫ َ"كوا" )ا‬dan washalnya berupa huruf ha’َ ِ(َ‫)قكبنقءها‬

B) Qafiyah Muqayyadah (‫ة‬ ‫)ققاَففيقةة ٌممقيقد ة‬


Suatu qafiyah dinamakan "muqayyadah" bilamana terikat dengan tanda sukun (huruf mati) ketika

membunyikan suatu huruf tersebut.Bentuk qafiyah ini ada tiga macam yaitu:

1) Qafiyah muqayyadah yang sunyi dari ta’sis dan ridi atau dari mu’assasah dan mardufah .(‫ممقي يقدةة‬
‫)ممقجيرقد ة‬
Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Al-A’sya dalam bahar Mutaqarab:

‫ءاتءقلهنجنر َءغاَنقيءةة َاءلم َتنلقلم َ َ َ َ َاءقم َاللءلبنل َءوافه َ قءباَ َنملنءجقذم‬

Maka kata ‫نملنءجقذلم‬ adalah qafiyah muqayyadah mujarradah, karena huruf mim ِ(‫ )م‬nya mati dan sunyi dari
ridif dan ta’sis

2) Qafiyah muqayyadah yang terkena ridif ٌ (‫)ممقيقدةة ٌقمطرمدطوفقةة‬


Contohnya seperti syi’ir

‫ش َءساَئقةر َقللوزءوالل‬
‫نكيل َءعلي ف‬

Maka kata ‫ قللوزءوالل‬adalah qafiyah muqayyadah mardufah, karena terdapat huruf mad berupa alif ِ(‫ )ا‬sebelum
rawi.

3) Qafiyah muqayyadah yang terkena ta’sis ٌ ٌ َ َ َ (‫سةة‬


‫)ممقيقدةة ٌممقؤيس ق‬
Contohnya seperti syi’ir huthai’ah dalam bait majzu’ kamil muraffal .

‫ف َءتاَقملر‬
‫صلي ق‬
‫ك َلءبقةن َقف َال و‬ ‫ءوءغءرلرتءقن َءوءزءعلم ء‬
‫ت َاءنو ء‬
Maka kata َ ‫ َءتاَقملر‬adalah qafiyah muqayyadah mu’assasah, karena terdapat huruf alif ta’sis didalamnya.

[1] sya’ir Arab Multazim adalah terdiri dari 2(dua) rukun, yaitu wazan dan qafiyah.
[2] Rawi (‫)الروي‬, artinya pikiran. Menurut istilah adalah huruf yang dijadikan dasar dan pedoman di dalam
qasidah. Para pakar menyebutkan bahwa 1 huruf sś ahih yang terakhir di dalam satu bait disebut huruf rawi.
Kemudian huruf itu disamakan dengan bait-bait sesudahnya, sehingga ada qasidah mimiyah (jika huruf
rawinya mim), lamiyah (jika huruf rawinya lam), raiyah (jika huruf rawinya ra’) dan seterusnya.

[3] Ta’sis yaitu alif yang antara huruf Rawi dan huruf Alif tersebut terdapat satu huruf.

[4]Ridif (‫)الردف‬, artinya mengikuti di belakangnya. Menurut istilah adalah huruf mad (‫ َي‬,‫ َو‬,‫ ) ا‬yang ada sebelum
huruf rawi. Seperti ridif alif (‫ )ا‬berikut :
‫له َوجه َوليس َله َلساَن‬ # ‫كفى َباَلرء َعيباَ َأن َتراه‬
Huruf rawi dari bait di atas adalah nun (‫ ) ن‬dan huruf ridifnya adalah alif ( ‫)ا‬.

[5] huruf-huruf layyinah yaitu ‫ َي‬,‫ َو‬,‫ا‬


[6] Wasś al (‫)الوصل‬, artinya bersambung. Menurut istilah adalah huruf-huruf layyinah yaitu ‫ َي‬,‫ َو‬,‫ ا‬yang timbul
karena isyba’ (perpanjangan) nya harakat rawi sebelumnya , alif (‫ )ا‬untuk rawi yang berharakat fathah, waw (
‫ )و‬untuk yang đammah, dan ya (‫ )ي‬untuk yang kasrah. Atau harakat huruf ha (‫ )هق‬yang ada di sekitarnya.

Referensi :
Hamid, Mas’an. Ilmu ‘Arud dan Qawafi.
http://merrychoironi.wordpress.com. ‘Arud wal qawfy.

Durrun Syarif, Kitab Unik Mempelajari


Syair Klasik
Jumat 19 Agustus 2016 19:0 WIB
Bagikan:
Dalam bentangan khazanah Islam dan pesantren, tak dipungkiri memang jika ulama-ulama
masa lalu negeri ini telah banyak menorehkan karya (sajak/syair) yang luar biasa
monumentalnya, bahkan bertaraf dunia. Sebut saja Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi,
Syekh Nawawi Al-Bantani, Syekh Mahfudz At-Termasi, Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Bisri
Mustofa yang telah menulis begitu indah Syarh Qashidah Munfarijah, buah pena Taqiudin
As Subki yang kesemuannya berbahasa Arab.

Kepiawaian para kiai bermain diksi, juga rima dalam sajak (syair), tentu lantaran selain
kemahirannya dalam ilmu bahasa Arab (seperti ilmu arudl dan balaghah) juga ditunjang
oleh malakah insting ekspresinya yang begitu lembut, karena ia sering terlibat dan turut
merasakan kegetiran yang terjadi di sekelilingnya. Salah seorang kiai yang punya
kelebihan seperti itu ialah Kiai Abdul Hamid Pasuruan, yang dikenal sebagai seorang wali.
Menurut Kiai Mustofa Bisri, dalam menerangkan berbagai hal ilmu agama kepada
santrinya, ia kerap menjadikan kitab fiqih yang awalnya sulit dimengerti menjadi
bentuk nadzaman (sajak) yang begitu indah. Beliau, secara khusus juga telah
mengadaptasi kitab sufistik Sullam At Taufiq yang begitu tebal menjadi sajak yang hanya
553 bait dengan warna lokal Jawa. Selain beliau, Kiai Ahmad Qusyairi Siddiq Jember, yang
juga mertua Kiai Hamid Pasuruan juga telah menulis 312 bait sajak di bawah judul Tanwir
Al Hija. (Irawan, 2013:136).

Persoalannya kini, mengapa tradisi kreatif dan arif di masa lalu itu tak bisa bertahan sampai
kini? Padahal jumlah kiai dan para gus selalu bertambah. Apalagi jumlah santri yang belajar
ke Timur Tengah kian hari kian membludak juga? Sedikitnya ada dua alasan yang
mempengaruhinya. Pertama, sebab kiai (santri dan alumni pesantren) kurang menghargai
warisan masa lalunya. Kedua, masih sulitnya pedoman membuat syi’ir (sajak) yang praktis
dan mudah pada dewasa ini.

Durrun Syarif Menjawab Kebutuhan


Semenjak menulis kitab Amtsilati, Kiai Taufiqul Hakim semakin produktif membuat karya-
karya update tentang kitab-kitab linguistik arab dan kepesantrenan. Ada Aqidati, Tafsir Al-
Mubarok, Mukhtasor Tuhfat Al-Thullab (Pasca Amtsilati) dan ratusan kitab lainnya. Lima
tahun terakhir ini, Kiai muda sarwa produktif ini juga sering menerbitkan kitab-
kitab nadloman yang memuat beragam tema yang diambilkan dari kitab-kitab khas
pesantren. Kitab nadloman ini menjadi ringkasan dari tema pembahasan sebuah kitab,
ambil saja satu contoh kitab paling laris yakni Kitab Hidayatul Mutaallimin adalah
kitab nadlom yang kontennya diambil murni (intisari) dari kitab Ta’lim Al-Mutaallim. Banyak
sudah kitan nadlom yang diterbitkan dan setelah ditelusuri, sampai saat ini beliau sudah
menulis sekitar 170-an kitab!

Dari seluruh karya yang ditulis, ada satu kitab yang paling unik dan menarik untuk dikaji dan
didalami yaitu kitab Durrun Syarif (Mutiara Mulia). Kitab ini disebut oleh penulisnya sebagai
kitab yang berisi metode praktis tuntunan menjadi Muallif. Sekali lagi, menjadi Muallif!
Ternyata dengan modal keilmuan dasar nahwu-sharaf yang cukup, kata Kiai Taufiq,
seseorang bisa mempelajari kitab Durrun Syarif sekaligus langsung praktek. Ini adalah
sebuah tawaran terobosan revolusi pembelajaran pesantren yang luar biasa.

Lebih konkritnya, Durrun Syarif ini adalah sebuah kitab yang menerangkan metodologi
membuat syiir atau di kalangan pesantren biasa disebut Ilmu ‘Arudh. Ilmu Arudh adalah
sebuah ilmu yang digunakan untuk mengetahui benar atau tidaknya sebuah wazan syi’ir,
dan juga perubahan wazan syi’ir dari beberapa zihaf atau illat. Ilmu arudh bisa dibilang satu
cabang keilmuan linguistik Bahasa arab yang lumayan rumit. Metode pengajarannya juga
bisa dibilang masih tradisional dan minim pembaharuan. Disinilah tawaran Durrun
Syarif agar Arudl mudah dipelajari dan mudah diajarkan. Ilmu Arudl ini memiliki 16
pola Bahar (wazan tertentu yang dijadikan pola dalam menggubah syi’ir arab). Namun
fokus dalam kitab ini hanya membahas bahar Rajaz, karena bahar ini yang paling banyak
ditulis oleh ulama klasik dan paling mudah dihafal.

Selain kitab Durrun Syarif, perangkat pembelajaran lainnya adalah kamus Durrun
Syarif terdiri dari kamus Bahasa Arab, Indonesia, dan Bahasa Lokal seperti Jawa,
Sunda,dan Madura. Kamus ini sangat berbeda dengan kamus pada umumnya. Jika kamus
umum digunakan untuk mencari awal huruf, namun kamus DS ini khusus mencari akhir
huruf kalimat. Karena menggubah syiir, kesamaan dalam akhir kalimat adalah sebuah
keniscayaan. Baik versi Bahasa Arab maupun versi Indonesia, kamus ini mencari akhir
huruf yang sama. Maka seorang penulis tidak perlu repot memikirkan huruf-huruf akhir yang
sama dari sebuah kalimat untuk menulis syiir baik bahasa Arab maupun Indonesia. Tinggal
buka kamus, lalu tentukan huruf akhir yang sesuai selera dan sesuai kebutuhan.

Dalam pengantar kitab DS, Kiai Taufiq menceritakan pengalamannya bahwa ia begitu sulit
mempelajari ilmu arudl yang banyak istilah-istilah yang sulit ia pahami. Namun dengan
berbekal ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) pada bait Alfiyah, Zubad, dll Kiai Taufiq
memberanikan diri untuk membuat syiir-syiir, walaupun awalnya banyak kesalahan. Maka
dari pengalaman ATM itulah, kiai Taufiq ingin menularkan kepada santri-santri dan
pembaca, metode menulis syiir. Oleh sebab itu, kiai Taufiq membuat sendiri istilah-istilah
baru dalam Durrun Syarif dengan maksud untuk mempermudah dalam mempelajari.

Konten Kitab
Kitab yang berisi 64 halaman ini memiliki 8 bab pembahasan. Diantaranya bab (1) tentang
mengenal Syiir/Bait, bab (2) & (3) tentang kunci Rajaz yang membahas detail tentang
bagian bait yang terdiri dari Hasywun, Arudl dan Darbun. Kemudian bab (4) membahas
mengenai darurat-daruratnya syiir. Bab (5) mengkaji tentang langkah-langkah dalam praktik
menggubah syiir, lalu bab (6) menceritakan tentang sejarah syiir dan bab terakhir hanya
menampilkan 16 bahar secara keseluruhan.

Seperti halnya Amtsilati, Durrun Syarif menekankan kepada contoh yang praktis. Kunci
mempelajari kitab ini adalah bagaimana pembaca bisa memiliki pemahaman dasar tentang
kunci rajaz, seperti kemampuan menghafal dan memahami not bahar rajaz yang terdiri dari
6 x mustaf’ilun. Seperti yang tertulis dalam kitab DS :

‫عروض‬/‫ضربا‬ ‫حشو‬ ‫حشو‬

‫مستافعلن‬ ‫مستافعلن‬ ‫مستافعلن‬

Hasywun pasti terdiri dari 4 suku kata. Suku kata yang ke 3 hanya satu huruf hidup dan
suku kata yang ke 4 terdiri dari dua huruf, yang pertama berharokat dan yang kedua dibaca
sukun. Perhatikan, ini kunci utama selain kondisi darurat. Itu kunci membuat
bagian Hasywun, mengenai kunci Arudl/ Darbun itu pasti terdiri dari 4 suku kata atau 3 suku
kata. Jika empat suku kata maka suku kata ketiga berupa satu huruf berharokat dan bila
tiga suku kata maka suku kata kedua berupada dua huruf, huruf pertama berharokat dan
huruf kedua sukun. Ini semua kunci selain kondisi darurat.

Ketika Anda sudah memahami keilmuan dasar ini, maka pembahasan terpenting lainnya
adalah Anda harus mendalami 4 langkah dalam praktik menggubah syiir yang terdapat
dalam bab (5).

Dalam bab ini, pembaca difasilitasi sebuah metodologi bagaimana proses menjadikan
sebuah paragraf bahasa Arab diringkas menjadi sebuah syiir. Langkah ini ditempuh dengan
4 tahapan yaitu (1) Anda harus menentukan materi yang akan disyiirkan. Tahapan ini bisa
Anda ambil sebuah paragraf dari satu kitab, kemudian Anda pahami dan simpulkan materi
yang dipilih kemudian tentukan kata kunci dari kesimpulan yang Anda pahami tanpa
meninggalkan bahasa Arabnya.

Setelah memiliki kata kunci dari sebuah kesimpulan maka langkah yang lumayan menguras
pikiran adalah merangkai dan menyesuaikan kesimpulan Anda dengan nada baharnya. Di
sinilah proses kreatifitas penulis diuji. Pada tahap ini, nahwu-sharaf sangat diperlukan
sekali, terutama sharaf karena perubahan kata akan diperlukan untuk menyesuaikan not
bahar Rajaz. Proses dalam merangkai syiir ini dijelaskan detail oleh Kiai Taufiq dengan
disertakan 10 contoh bagaimana proses membuat syiir dari sebuah keterangan sebuah
kitab.

Tidak hanya sekedar janji, para santri Pasca Amtsilati di ponpes Darul Falah, ponpes yang
diasuh oleh Kiai Taufiq sudah memberikan bukti. Kelas Durrun Syarif di bawah salah satu
ustadz di sana sudah menelurkan karya-karya nadham yang ditulis dan dikarang sendiri
oleh para santri Pasca. Hal ini tentu sebuah progres dan capaian yang sangat
membanggakan dari kalangan pesantren. Kita bisa melihat, bahwasanya santri yang telah
memiliki dasar nahwu dan sharaf kemudian dibimbing melalui kitab Durrun Syarif telah
dapat mensyairkan berbagai macam materi dari berbagai macam kitab ulama-ulama
terdahulu. Yang lebih menggembirakan ialah proses menuju hal ini tidak sampai memakan
waktu yang lama. (Zulfa, 2016:01)

Dengan adanya sebuah kitab yang sangat mempermudah para kalangan pesantren (kiai
dan santri) untuk menjadi pengarang dan menjadi penyair tentu kita sangat berharap, akan
terlahirnya masa kejayaan dunia Islam Nusantara kita kembali. Telah sangat lama, kita
menunggu penerus para ulama kita yang mendunia. Pernah kita mendengar nama-nama
besar yang asli Indonesia seperti Syekh Yasin Al Fadani, Syekh Ahmad Khatib Al
Minangkabawi, Syekh Imam Nawawi Al Bantani, Syekh Mahfudz At Termasi dan lain
sebagaianya. Beliau-beliau semua menjadi ulama Indonesia yang karyanya membelah
sekat dan batas negara bahkan benua. Itu semua berkat karya-karya beliau yang memiliki
kualitas mumpuni dan memakai bahasa yang universal bagi dunia Islam yaitu bahasa Arab.

Kang Ipung
Penulis ialah alumni PBA Unhasy Jombang yang juga santri Darul Falah Amtsilati Jepara.
ILMU ARUDH DAN QAWAFI
Definisi Ilmu Arudh
Secara etimologi 'Arudh berarti tengah-tengah atau sesuatu yang terdapat
di dalam bait-bait syair. Kalimat ini juga bisa berarti sebuah metode yang
sulit dan sukar, atau juga bisa diarahkan pada arti kota Makkah (Ka'bah)
karena ia terdapat di tengah-tengah kota Makkah. Sedangkan arti Arudh
menurut tinjauan terminologi adalah sebuah disiplin ilmu pengetahuan
yang membahas tata-cara mengenal benar-tidaknya wazan-wazan syair
arab, dan yang berkaitan dengannya. Disiplin ilmu ini menekankan obyek
pembahasannya pada Syair arab yang terdiri dari wazan-wazan tertentu.
Ilmu 'Arudh begitu identik dengan ilmu Qawafi[1] yang lebih menekankan
pembahasannya pada hal-ihwal harakat akhir sya'ir, baik berupa sukun[2],
shahih (fathah, kasrah, dan dlommah), dan lainnya. Eratnya kaitan 'Arudh
dengan Qawafi ini bisa dilihat dari keberadaan kitab-kitab yang
membahasa 'Arudh pasti juga membahas Qawafi: keduanya tidak bisa
dipisahkan. Sebab, kedua ilmu pengetahuan yang mengkaji sastra arab ini
memang tak pernah bisa lepas antara satu dengan yang lain. Ibaratnya
ilmu tata bahasa, maka 'Arudh ibaratnya ilmu morfologi (Sharaf) yang
menentukan bacaan huruf tengah dan asal-muasal kalimat, sedangkan
Qawafi adalah ilmu gramatika (Nahwu) –nya, yang menentukan harakat
akhir setiap kalimat dalam I'rab.
Penemu Ilmu Arudh
Sejarawan sepakat bahwa yang pertama kali memperkenalkan kaidah
ilmu 'Arudh adalah Syaikh Kholil bin Ahmad an-Nanhwy al-Basry al-Azdary
al-Farohidy. Sebuah nama yang diafilisasikan pada nama sebuah lembah
Farohidy di kota Bashrah.
Syekh as-Syamaniy pernah mengatakan bahwa Imam Kholil merupakan
figur intelektual yang sangat perhatian terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan. Menurutnya, tidak ada seorang pun yang perhatiannya
melebihi Imam Kholil. Dalam kesehariannya beliau selalu hidup asketis
(zuhud) dan menjaga diri dari perbuatan tidak baik yang tercela. Imam
Kholil merupakan salah satu guru dari Imam Sibaweh[3].
Syaikh Kholil mendapatkan ilham (inspirasi) untuk menyusun ilmu 'Arudh
ketika beliau ada di kota Makkah. Hal ini disinyalir pemberian nama
'Arudh karena ada unsur tafa-ul atau melihat adanya pertanda baik
dengan Ka'bah yang ada di tengah-tengah (arab: 'Arudh) kota Makkah.
Dalam sebuah referensi dijelaskan bahwa yang mendorong Imam Kholil
untuk mendalami ilmu tersebut adalah bahwa pada suatu ketika orang-
orang arab mulai berpaling meninggalkan Imam Kholil, dan belajar kepada
muridnya yang bernama Imam Sibaweh. Keberadaan Imam Kholil seakan-
seakan tidak lagi diperhitungkan oleh masyarakat waktu itu. Peristiwa ini
membuat Imam Kholil tergugah untuk menyendiri dan menyepi, memohon
kepada Allah swt. agar dikaruniai sebuah ilmu yang tidak pernah dimiliki
orang lain. Do'a beliau akhirnya dikabulkan oleh Allah. Imam Kholil pun
kemudian menemukan rahasia-rahasia dalam sya'ir arab yang waktu itu
merupakan primadona di kalangan masyarakat arab. Beliau menemukan
lima belas (15) kaidah pokok dalam sya'ir arab yang pada gilirannya
dikenal dengan istilah bahar[4]. Kaidah pokok ini kemudian
disempurnakan oleh murid beliau yang bernama al-Akhfasy, sehingga
menjadi enam belas (16) sajak.
Imam Kholil sangat menguasai dan mengetahui ilmu penyelarasan suara
dan nada. Terkadang dia menghabiskan waktu berjam-jam untuk membuat
satu saja, sambil menggerakkan jari-jemarinya. Suatu hari putranya
memergoki Imam Kholil dalam keadaan seperti itu (menggerakkan jari-
jemari) dan menganggapnya telah gila. Kemudian dia berlari dan berteriak
di pasar Basrah, "Ayahku telah gila………..ayahku telah gila."
Perkembangan Ilmu Arudh
Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Imam Kholil, ilmu 'Arudh menjadi
ilmu yang mengukur keindahan dan kebenaran pembuatan sastra arab.
Hal ini terus berlanjut hingga pertengahan abad kedua Hijriyah. Setelah
itu banyak ulama yang turut memperhatikan perkembangan ilmu ini.
Sebagian dari mereka menguraikan kaidah yang diperkenalkan Imam
Kholil, memperluas keterangannya, meringkas, dan lain sebagainya.
Sejak saat itulah banyak ulama yang juga menulis ilmu 'Arudh. Di antanya,
al-Akhfas al-Ausat (sekitar tahun 215 H), kemudian dilanjutkan Abu al-
Abbas Muhammad bin Yazid al-Mubarrad (kira-kira tahun 285 H), Ibnu
Kisan (kira-kira tahun 310 H), Ibnu Siraj (kira-kira tahun 316 H), Ibnu Abdu
Rabah (kira-kira 328 H), Zajaji (kira-kira tahun 340 H), Shahib bin Ibad
(kira kira tahun 385 H), Abu al- Fatah bin Jany(kira-kira tahun 392 H),
Jauhary (kira-kira tahun 400 H), Khotib at-Tibrizy (502 H), Zamahksary
(kira-kira tahun 538 H), Ibnu Hajib (kira-kira 646 H), Damaminy (kira kira
tahun 827 H), dan banyak lagi yang lain.
Di kalangan orang Arab Ilmu Arudh termasuk ilmu yang dianggap
istimewa. Ibnu Faris berkomentar dalam salah satu kitabnya, bahwa Ilmu
'Arudh merupakan pengukur bagi sya'ir-syair orang arab. Dengan ilmu
'Arudh mereka bisa mengetahui sya'ir yang benar dan yang salah. Siapa
saja yang berhasll mengetahui keindahan dan rahasia ilmu 'Arudh, berarti
dia telah melampaui segala sesuatu yang dianggap tidak berarti.
Faedah Ilmu Arudh
Ilmu Arudh mempunyai banyak faedah, yang diantarnya adalah untuk
membedakan antara sya'ir arab dengan lainnya. Dengan demikian bisa
diketahui bahwa Alquran bukanlah sekadar kumpulan sya'ir-sya'ir arab,
tapi merupakan firman suci yang harus dimuliakan oleh umat Islam.
Banyak ulama yang berpendapat seperti Syekh Hanafi, "bahwasanya
mempelajari sesuatu yang bisa membedakan antara Alquran dengan sya'ir
hukumnya fardlu 'ain. Sebab hal itu bisa mencegah subordinasi dalam
akidah. Di samping itu, dengan ilmu 'Arudh kita juga bisa membedakan
kalimat sya'ir dengan prosa, menghindari kerancauan satu bahar dengan
yang lain, serta menjaga sya'ir dari perubahan." Dengan semua kelebihan
itu, jelaslah bahwa ilmu 'Arudh memiliki faidah yang sangat besar. Jika
ada yang meragukan faidahnya, itu berarti dia telah menutup pintu
gerbang ilmu-ilmu arab. Jika hal itu terjadi, maka kita tinggal menunggu
kehancuran ilmu pengetahuan. (arizani)
Keterangan !
[1] Ilmu ini pertama kali diperkenalkan oleh Syaikh Muhalhil ibn Robi'ah.
Kegunaan mempelajarinya adalah untuk menjaga kekeliuran membaca
harakat kalimat bagi orang yang gemar membaca sastra. Oleh karena itu
sebagian ulama mencetuskan hokum sunnah untuk mempelajari ilmu
Qawafi, sedangkan sebagian yang lain mengatakan mubah (boleh).
[2] Dalam ilmu tata bahasa sukun (bunyi nun mati) itu tidak dianggap
sebagai harakat, tapi dalam ilmu Qawafi sukun itu dianggap sebagai salah
satu harakat, sama halnya dengan harakat fathah, kasrah, dan dlommah.
[3] Seorang ulama Nahwu terkemuka yang pendapatnya banyak dikutip
dalam kitab Nahwu monumental, Alfiyah Ibnu Malik.
[4] Wazan-wazan sastra arab yang berbeda satu sama lain. Salah satunya
adalah bahar (sajak) Rajaz, Kamil, Thawil, Madid, Wafir, dan Basith. Syair
Burdah karya Syaikh al-Bushiri mengikuti wazan bahar Basith yang terdiri
dari lafadz mustaf-'ilun faa'ilun (diulangi enam kali).

Anda mungkin juga menyukai