wazan syi'ir, dan juga perubahan wazan syi'ir dari beberapa zihaf atau illat. Penggagas Ilmu
'Arudh menurut qoul masyhur yang pertama kali adalah Imam Kholil bin Ahmad al Farohidi Al
bashri syekh Sibawaih. Ia dilahirkan di bashrah pada tahun 100 H dan meninggal pada tahun 170 H.
Zihaf, adalah perubahan yang ditentukan oleh huruf yang keduanya sabab (sabab khofif / tsaqil) secara
muthlaq. Sedangkan zihaf tidak bisa msuk kepada huruf awal dan huruf ke tiga juga huruf ke enam dari
juz tafa'il.
'Illah, pengertian 'illah dalam ilmu 'Arudh adalah perubahan yang terjadi pada sabab dan watad
dari taf'ilah 'arudh dan taf'ilah dharab. 'illah sifatnya lazim, artinya apabila terjadi pada 'arudh dan
dharab atau pada salah satunya maka semua bait harus mengikutinya.
Syi'ir, adalah ucapan yang berwazan dan berqafiyah yang mengandung makna. Yang berarti sebuah
syi'ir harus mengandung 4 unsur, yaitu: Lafadz, Wazan, Makna, dan qafiyah.
Qafiyah, adalah sebuah ilmu yang membahas ujung kata di dalam bait syiir yang terdiri dari huruf akhir
yang mati di ujung bait sampai dengan huruf hidup sebelum huruf mati.
Bait, menurut istilah dalam ilmu 'arudh Bait adalah suatu ungkapan sastra yang kata-katanya tersusun
rapi untuk mengikuti not-not yang tersedia dalam taf'ilah-taf'ilah dan diakhiri dengan qafiyah.
Bahar, adalah wazan (timbangan) tertentu yang dijadikan pola dalam menggubah syi'ir arab.
Menurut Imam Kholil, jumlah bahar ada 15, sedangkan menurut imam Akhfasy jumlah bahar ada 16,
dengan menambahkan satu bahar lagi, yakni bahar mutadarik.
Mungkin dengan hanya membaca tulisan ini masih belum cukup untuk memahamkan anda. Karena
masih banyak hal-hal yang ada dalam Ilmu 'Arudl yang belum dibahas dalam tulisan ini. Namun
setidaknya tulisan ini bisa menjadi bekal awal bagi anda yang ingin tahu tentang ilmu 'arudl, mengingat
ilmu satu ini sudah terbilang langka, sangat jarang diajarkan di Pondok-pondok, Madrasah-madrasah,
apalagi di sekolah-sekolah..
Bila anda ingin lebih mendalami mengenai ilmu 'Arudh, bisa membaca kitab تاسهيل الطلبا, yang disusun
oleh Abu Muhammad Nasihin al Qudsi yang tak lain adalah guru 'Arudh saya sewaktu masih menimba
ilmu di Madrasah 'Aliyah Tasywiquth Thullab Salafiyah Kudus. Beliau merupakan seorang guru yang
'menakutkan', setidaknya bagi saya. Paling tegang ketika beliau menunjuk salah seorang siswa untuk
maju kedepan, guna menjawab pertanyaan atau disuruh membuat sebuah bait. Seketika itu langsung
memalingkan pandangan, menunduk. Dan berharap supaya tidak ditunjuk..:)
Kitab تاسهيل الطلبا, bisa diperoleh di Koperasi MA NU TBs Kudus, atau bisa juga membeli di Toko
Mubarakatan Thayyiban Kudus.
Dibawah ini adalah beberapa contoh syi'ir Gubahan saya. Syiir-syiir ini saya gubah sebagai bentuk tugas
yang diberikan oleh guru saya. Waktu itu kami sekelas diberi tugas untuk membuat sedikitnya 10 syiir,
dan dilarang untuk men-copas dari syiir orang lain maupun mengambil dari kitab-kitab. Berikut Syiir-
syiirnya:
()البحر الطاويل
()البحر الهزج
()البحر الطاويل
لوكالن لكالن لجاكهلس لفجْحلسلنىَ كبلساكك ص# لوكالن لكالن لعالكسم لفجْحلسلنىَ كبلقاكئصل
تا
“Ketika engkau adalah seorang alim maka lebih baik berbicara, Ketika engkau adalah orang
bodoh maka lebih baik diam”
()البحر الهزج
لتالوشكللجْتالم لعللىَ ا
كالذاجْكلنجْتالم كبلللح لوصل# ا
“Kalian semua telah bertawakkal kepada Allah SWT ketika kalian semua sudah tak ada daya
upaya”
)البحر الرجز(
)البحر الرمل(
)البحر البسيط(
ضلس #لوالنكق ل
ص لكللسما كبلما لللناكفسعا حكبليِ قجْلل لكللسم لف ك
صا ك
ليا ل
“Hai Kawan, Bicaralah pembicaraan yang utama, dan kurangilah pembicaraan yang tiada
”manfaat
)البحر الكامل(
)البحر الوافر(
)البحر الطاويل(
B. Puisi Arab
Menurut orang Indonesia puisi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988:706) adalah
ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan larik
dan bait. Sedangkan menurut orang Arab puisi disebut Syi’r ( )الشعرberarti kata-kata
yang disusun dengan pola tertentu sehingga dapat menjadi ungkapan yang indah, hasil
dari imajinasi seseorang (penyair). (Ahmad Hasan Ziyat, tth:28). Syauqi Daif (tth:13)
memaknai puisi sebagai karya yang terikat dan tunduk kepada kaidah-kaidah tertentu
sesuai dengan perkembangannya. Kaidah yang dimaksud adalah unsur-unsur utama
puisi arab yaitu lafal, pola tertentu ()وزن, tema ()موضوع, irama ()قافية, dan niat (sengaja
disusun sebagai puisi, )قصد. Adapun menurut ahli ‘Aruđ, puisi memiliki arti nazam yaitu
kalimat yang berpola, berirama dan sengaja diciptakan sebagai puisi. (Mas’an Hamid,
1995:74 dan Chatibul Umam, 1992:8). Nayif Ma’ruf (1993:147) meringkas bahwa yang
dinamakan puisi adalah kalimat yang bernada/bernazam yang mengandung kesatuan
antara pola ( )وزنdan irama ()قافية.
Bait puisi Arab terbagi 2 yaitu : Śadr ( )الصدرatau المصراع الولatau الشطر الولdan ‘Ajz (
)العجزatau المصراع الثانىatau الشطرالثانى. Śadr ( )الصدرadalah bagian pertama bait ,
sedangkan ‘Ajz ( )العجزadalah bagian kedua. Bagian akhir (taf’ilah akhir) dari Śadr ()الصدر
disebut ‘Arudh ( ) العروضdan bagian akhir (taf’ilah akhir) dari ‘Ajz ( )العجزdinamakan
đarb () الضرب, sedangkan selainnya disebut Hasywu () الحشو. Perhatikan gambaran
berikut :
وأغوز الصدق فى الخبار والقسم# غاض الوفاء فما تلقاه فى عدة
—————————— ——————————–
العـــجز/ الشطرالثانى/ الــــصد ر المصراع الثانى/ الشطر الول/المصراع الول
——————- ——— ——————— ——–
الحشو العروض الحشو الضرب
Macam-macam bait puisi Arab
Macam-macam bait puisi arab dilihat dari bentuknya adalah : ( lihat Nayif Ma’ruf, 1993:
155-157 dan Mas’an Hamid, 1995: 178-183).
1. Bait tam ( ( البيت التام, jika sempurna bentuknya. Kalau memang ada kekurangannya, itu
hanya perubahan-perubahan pada taf’ilah saja (seperti ada ‘ilal atau zihaf). Contoh :
ولم أر بدرا قط يمشي على الرض# رأيت بها بدرا على الرض ماشيا
2. Bait Majzu’ () البيت المجزوء, jika dibuang ‘aruđ dan đarabnya, seperti :
وقصدي الفوز فى المل# أنا ابن الجد فى العمل
3. Bait Masytur ()البيت المشطور, jika dibuang salah satu belahan baris puisi, baik sadr
mapun ‘ajz. Terkadang pula pada akhir puisi, ‘aruđ dan đarbnya tampil secara
bersamaan. Contoh :
تحــــية كــــالورد فـــى الكـــمـــــام
4. Bait Manhuk ()البيت المنهوك, jika dibuang duapertiga dari sadrnya dan duapertiga dari
‘ajznya. Terkadang yang tinggal hanya ‘aruđ dan đarabnya, seperti :
مــــــــــاأغفلك# يا خـــــــــاطئا
Al-Akhfasy al-Ausat menganggap bait Masytur dan Manhuk bukan termasuk puisi, akan
tetapi Sajak.
5. Bait Mudawwar ()البيت المدور, yaitu bait yang ‘aruđnya terpotong dan potongannya ada
pada awal belahan keduany ) )الشطر الثانى, seperti :
ـــم بالظهر الذلــول# وماظهرى لباغى الضيـ
6. Bait Muqaffa () البيت المقفى, yaitu pola ‘aruđnya dan huruf akhirnya (rawi) sama persis
dengan pola đarabnya, seperti puisi berikut
ودمع ل يكفكف يادمشق# سلم من صبا بردى أرق
‘Aruđ dan đarabnya memiliki pola yang sama yaitu فعولنdan qafiyahnya sama-sama
berhuruf ق.
7. Bait Muśarra’ ()المصرع البيت, adalah jika ‘aruđnya mengalami perubahan baik polanya
maupun huruf akhirnya agar memperoleh bentuk yang sama. Perubahan itu dapat
berupa ditambah atau dikurangi. Seperti puisi Umrul Qais berikut yang mengalami
pengurangan :
وإني مقيم ماأقام عسيب# إن الخطوب تنوب,أجارتنا
Untuk menyamakan dengan đarabnya, maka pola ‘aruđnya dikurangi dari مفاعلنmenjadi
مفاعيatau فعولن. Adapun contoh puisi yang mengalami penambahan karena
menyesuaikan dengan đarabnya adalah:
وربع خلت اياته منذ أزمان# قفانبك نبك من ذكرى حبيب وعرفان
Penambahan terjadi pada pola aruđnya dari مفاعلنmenjadi مفاعيلن. Bait ini hampir sama
dengan bait Muqaffa, akan tetapi bait ini mengalami perubahan sedangkan bait muqaffa
tidak.
8. Bait Muśmat () البيت المصمت, jika aruđ dan đarabnya berbeda rawinya (huruf akhir),
contoh :
ولكن أخلق الرجال تضيق# لعمرك ماضاقت بلد بأهلها
9. Bait Maufur (( البيت الموفور, yaitu bait yang tidak mengalami perubahan berupa kharm (
)الخرم, seperti :
يقولون لتهلك أسى وتحملي# وقوفا بها صحبي علي مطيهم
10. Bait I’timad () البيت العتماد, yaitu bait yang hasywunya mengalami perubahan berupa
zihaf , akan tetapi tidak sesuai dengan aturan zihaf, seperti puisi berikut yang diubah
oleh zihaf khaban :
أو برذونى ذاك الدهم# مالى مال إل درهم
11. Bait Maksur (( البيت المكسور, adalah bait śadrnya berpola, akan tetapi ‘ajznya tidak
bahkan menyerupai prosa karena banyaknya mengalami perubahan, seperti :
فكم أصاب القلب بالنبال# لحي ا الفراق ول رعاه
3. Taf’ilah ()التفعيلة
Taf’ilah ( )التفعيلةsecara etimologis berarti memotong-motong bait puisi sesuai dengan
polanya menjadi beberapa bagian. (Mas’an Hamid, 1995:107). Sedangkan menurut
terminology adalah bagian-bagian bait puisi yang tersusun dari beberapa satuan suara
yang digunakan untuk menyanyikan sesuai dengan pola puisi. Adapun taf’ilah yang
terdiri atas 5 huruf ada 2 macam, yaitu فاعلنdan فعولن, sedangkan yang terdiri atas 7
huruf yaitu مستفعلن, مفاعيلنmemiliki 5 macam taf’ilah :
مستفعلن, مفاعلتن فاعلتن, متفاعلن, مفعولت,فاع لتن, .
4. Nama-nama pola puisi () البحور العروضية
a. Jika dimulai dengan sabab khafif:
1. مستفعلن, ada 6 macam pola (bahar) yaitu bahar basiţ ()البسيط, Rajaz ()الرجز, dan Sari’ (
)السريع, Mujtaş ()المجتث, dan Munsarih ()المنسرح.
2. فاعلتن, ada 3 macam bahar yaitu bahar ramal ()الرمل, khafif ()الخفيف, dan madid ()المديد
3. فاعلن, ada 1 macam bahar yaitu bahar mutadarik ( )المتد ارك
4. مفعولت, ada 1 macam bahar yaitu bahar Muqtadab ()المقتضب.
b. Jika dimulai dengan watad majmu’ :
1. فعولن, ada 2 macam bahar yaitu bahar ţawil ( )الطويلdan bahar mutaqarib () المتقارب
2. مفاعلتن, ada 1 macam bahar yaitu bahar wafir ()الوافر.
3. مفاعيلن, ada 2 macam bahar yaitu bahar hajaz ( )الهزجdan Muđara’ ()المضارع.
c. Jika dimulai dengan faśilah śuĝra :
1. متفاعلن, ada 1 macam bahar yaitu bahar kamil ()الكامل.
مفعولت
فاعلتن
فاعلن
Basiţ
Rajaz
’Sari
Munsarih
Mujtaş
Muqtađab
Ramal
Khafif
Madid
Mutadarik
مستفعلن فاعلن مستفعلن فاعلن
مستفعلن مستفعلن مستفعلن
مستفعلن مستفعلن فاعلن
مستفعلن مفعولت مستفعلن
مستفع لن فاعلتن
مفعولت مستفعلن
مفاعلتن
Ţawilمفاعيلن
Mutaqarib
Wafir
Hazaj
Muđara’ فعولن مفاعيلن فعولن مفاعيلن
فعولن فعولن فعولن فعولن
مفاعيلن مفاعيلن
مفاعيلن فاعلتن
Faśilah Śuĝra متفاعلنKamil متفاعلن متفاعلن متفاعلن
Perubahan pola puisi arab dapat terjadi juga karena adanya ‘illah. Secara etimologis
berarti “penyakit”. Secara terminology ia bermakna perubahan yang menimpa ‘aruđ dan
đarab saja. Jika ’aruđ dan đarabnya berubah karena ‘illah, maka perubahan itu akan
berlaku bagi keseluruhan bait atau satu qasidah.
‘Illah terbagi 2 macam, yaitu ‘illah berupa tambahan dan ‘illah berupa pengurangan.
‘Illah tambahan ( )العلة بالزيادةterbagi atas 3 macam; Tarfil ( )الترفيلyaitu penambahan sabab
khafif di akhir watad majmu’. Taźyil ()التذييل, yaitu dengan menambahkan huruf mati
pada akhir watad majmu’. Tasbiĝ ()التسبيغ, yaitu menambahkan satu huruf mati pada
akhir sabab khafif. Lihat bagan berikut :
‘Illah ziyadah Definisi Taf’ilah menjadi
1.Tarfil Menambah sabab khafif di akhir watad majmu’ متفاعلن
فاعلن متفاعلن تن
فاعلن تن
2.Taźyil Menambah huruf mati di akhir watad majmu’ مستفعلن
متفاعلن
فاعلن مستفعلن ن
متفاعلن ن
فاعلن ن
3.Tasbiĝ Menambah huruf mati di akhir sabab khafif فاعلتن فاعلتن ن
‘Illah dengan pengurangan ( )العلة بالنقصterbagi atas 9 macam : Haźf () الحذف, yaitu
membuang sabab khafif di akhir taf’ilah. Qaţf ()القطف, yaitu Kumpulan Haźf dan ‘aśab
(membuang sabab khafif di akhir taf’ilah dan mematikan huruf kelima. Qaţ’ ()القطع, yaitu
membuang watad maj’mu yang mati lalu mematikan huruf sebelumnya. Batr ()البتر,
yaitu kumpulan Qaţ’ dan Haźf. Qaśr ()القصر, yaitu membuang sabab khafif yang mati dan
mematikan yang hidup. Haźaź ()الحذذ, yaitu membuang watad majmu’. Śalam ()الصلم,
yaitu membuang watad mafruq. Waqf ()الوقف, yaitu mematikan huruf ketujuh yang
hidup. Kasf ()الكسف, yaitu membuang huruf ketujuh yang hidup. Untuk lebih mudah
memahaminya, mari perhatikan bagan berikut :
‘Illah bi naqś Definisi Taf’ilah menjadi
1.Haźf Membuang sabab khafif di akhir taf’ilah مفاعيلن
فاعلتن
فعولن مفاعي
فاعل
فعو
2.Qaţf Kumpulan haźf dan ‘aśab (membuang sabab khafif di akhir dan mematikan huruf
kelima yang hidup) مفاعلتن مفاعل
3.Qaţ’ Membuang huruf mati pada watad majmu’ dan mematikan huruf sebelumnya
متفاعلن
مستفعلن
فاعلن متفاعل
مستفعل
فاعل
4.Batr Kumpulan Qaţ’ dan haźf فاعلتن
فعولن فاعل
فع
5.Qaśr Membuang sabab khafif yang mati dan mematikan yang hidup فاعلتن
فعولن
مستفع لن فاعلت
فعول
مستفع ل
6.Haźaź Membuang watad majmu’ متفاعلن متفا
7.Śalam Membuang watad mafruq مفعولت مفعو
8.Waqf Mematikan huruf ketujuh yang mati مفعولت مفعولت
9.Kasf Membuang huruf ketujuh yang mati مفعولت مفعول
Di samping itu para pakar ilmu ‘Aruđ juga telah menemukan bentuk perubahan yang
lain yang mereka beri nama : ‘( العلل الجارية مجرى الزحافillah yang menduduki kedudukan
zihaf, yaitu perubahan yang tidak terjadi pada 2 sabab, akan tetapi pada watad di bagian
‘aruđ dan đarab. Apabila ia terjadi pada ‘aruđ atau đarb di satu bait, maka tidak
mengharuskan perubahan pada keseluruhan bait atau qasidah. Adapun macamnya
adalah :
1. Tasy’iş ()التشعيث, yaitu membuang huruf awal watad majmu’. Terjadi pada taf’ilah فاعلتن
yang menjadi فالتنdan taf’ilah فاعلنmenjadi فالن
2. Haźźaf ( ) الحذف, yaitu membuang sabab khafif di akhir ‘aruđnya bahar mutaqarib.
Terjadi pada taf’ilah فعولنyang menjadi فعو.
3. Kharm () الخرم, yaitu membuang watad majmu’ yang terdapat pada şadr. Terjadi pada
taf’ilah فعولنyang menjadi عولنdan taf’ilah مفاعلتنyang menjadi فاعلتنdan taf’ilah مفاعيلن
yang menjadi فاعيلن
4. Khazm ()الخزم, menambahkan satu huruf atau lebih pada şadr.
ILMU QAWAFY
A. Pengertian, faedah, dan penemunya
Qawafy (( )القوافىbaca: Mas’an Hamid, 1995:191) menurut etimologi adalah belakang
leher atau tengkuk. Sedangkan menurut para pakar ilmu ‘Aruđ adalah kata terakhir
pada bait puisi arab yang dihitung mulai dari huruf yang terakhir pada bait sampai
dengan huruf hidup sebelum huruf mati yang ada di antara kedua huruf hidup tersebut.
Seperti pada puisi :
وصوب المزن فى راح شمول# نسيم الروض فى ريح شمال
Maka kata شمولdinamakan qafiyah, yang dimulai dari huruf terakhir yaitu huruf ل
sampai dengan ش. Adapun Ilmu yang mempelajari tentang aturan kata akhir dari suatu
bait puisi arab tradisional disebut Ilmu Qawafy.
Dalam memahami puisi arab tradisional, selain harus menguasai ilmu ‘Aruđ juga harus
mendalami ilmu Qawafy. Ini sangat penting bagi para penyair atau sastrawan guna
mempermudah mereka dalam menyusun aturan huruf dan harakat yang terdapat pada
kata-kata di akhir bait. Di samping itu berguna untuk menghindari kesalahan-kesalahan
dalam menentukan macam-macam qafiyah yang akan dipergunakan pada suatu
qasidah. Selain itu bagi kita, yang bukan orang Arab dan tertarik dengan puisi arab
bahkan ingin menciptakan bait puisi berbahasa Arab, ilmu qawafy (selain ilmu ‘Aruđ)
ini sangat membantu.
Sama halnya dengan ilmu ‘aruđ, ilmu qawafy ini pertama kali dibukukan oleh al-Khalil
bin Ahmad al-Farahidi dengan nama ilmu Qawafy walaupun aturan-aturan qafiyah
sudah ada sejak ‘Adi bin Rabi’ah al-Muhalhil.
B. Kaidah-kaidah ilmu Qawafy.
1. Kata-kata pada qafiyah () الكلمات فى القافية.
Ada 4 macam pendapat tentang kata-kata yang disebut qafiyah, yaitu :
a. Sebagian kata, seperti pada bait berikut :
ودمع ليكفكف يادمشق# سلم من صبا بردى أرق
مشقpada bait atas dinamakan qafiyah.
b. Satu kata, seperti : دمشقpada bait di atas
c. Satu setengah kata, seperti
ول أغرس اليادى فى أرض العادى# ل أعطى زمامى من يخفر ذمامى
ض العادىdinamakan qafiyah.
d. Dua kata, seperti أرض العادىdi atas disebut qafiyah.
2. Huruf-huruf qafiyah ( ) فى القافيةالحروف
Ada 6 macam huruf di dalam qafiyah, yaitu :
a. Rawi ()الروي, artinya pikiran. Menurut istilah adalah huruf yang dijadikan dasar dan
pedoman di dalam qasidah. Para pakar menyebutkan bahwa 1 huruf śahih yang terakhir
di dalam satu bait disebut huruf rawi. Kemudian huruf itu disamakan dengan bait-bait
sesudahnya, sehingga ada qasidah mimiyah (jika huruf rawinya mim), lamiyah (jika
huruf rawinya lam), raiyah (jika huruf rawinya ra’) dan seterusnya.
b. Waśal ()الوصل, artinya bersambung. Menurut istilah adalah huruf-huruf layyinah yaitu
ي, و, اyang timbul karena isyba’ (perpanjangan) nya harakat rawi sebelumnya , alif ()ا
untuk rawi yang berharakat fathah, waw ( )وuntuk yang đammah, dan ya ( )يuntuk yang
kasrah. Atau harakat huruf ha ( )هـyang ada di sekitarnya. Contoh huruf waśal alif ( )ا:
فداه الورى أمضى السيوف مضاربا# أل ما لسيف الدولة اليوم عاتيا
Contoh huruf waśal ha ( )هـyang berharakat kasrah :
لم يأمن الناس أن ينهد باقيه# إن البناء إذا ما انهد جانبه
c. Khuruj ()الخروج, artinya keluar. Menurut istilah adalah huruf yang timbul dari harakat
ha ( )هـwaśal. Di sini ia keluar dari waśal yang bersambung dengan huruf rawi. Huruf-
huruf khuruj ini sama dengan huruf layyinah yaitu ي, و, ا. Contoh khuruj alif ( )ا:
يحب الغانيات ول يراها# فبت كأننى أعمى معنى
d. Ridif ()الردف, artinya mengikuti di belakangnya. Menurut istilah adalah huruf mad ( ,ا
ي, ) وyang ada sebelum huruf rawi. Seperti ridif alif ( )اberikut :
له وجه وليس له لسان# كفى بالمرء عيبا أن تراه
Huruf rawi dari bait di atas adalah nun ( ) نdan huruf ridifnya adalah alif ( )ا.
e. Ta’sis ()التأسيس, artinya membuat landasan atau mendirikan. Menurut istilah adalah
huruf alif ( )اyang menjadi huruf kedua sebelum rawi, misal :
د لمثلها وحياة راسك# وحياة واسك ل أعو
f. Dakhil ()الدخيل, artinya yang masuk atau berada di sela-sela. Menurut istilah ia
bermakna huruf hidup yang ada di tengah-tengah antara rawi dan ta’sis. Maka jika kita
lihat pada contoh yang e, huruf سpada kata راسكdinamakan dakhil.
3. Harakat-harakat qafiyah ( ) فى القافيةالحركات.
1. Mujra ()المجرى, yaitu harakatnya rawi
2. Nafaź ()النفاذ, yaitu harakatnya ha ( )هـwaśal
3. Haźwu ()الحذو, yaitu harakat huruf sebelum ridif
4. Isyba’ ()الشباع, yaitu harakatnya dakhil
5. Rass () الرس, yaitu harakatnya huruf sebelum ta’sis
6. Taujih ()التوجيه, yaitu harakatnya huruf sebelum rawi muqayyad (rawi yang bertanda
sukun).
4. Macam-macam Qafiyah
Secara garis besarnya qafiyah terbagi 2 , yaitu muţlaqah ( ) قافية مطلقةdan muqayyadah (
) قافيةمقيدة. Masing-masing terbagi lagi atas beberapa macam sebagai berikut :
1. Qafiyah Muţlaqah () قافية مطلقة, adalah jika rawinya berharakat, baik fathah, đammah,
atau kasrah. Qafiyah jenis ini terbagi atas :
1.1. Terhindar dari ta’sis dan ridif (Muassasah dan Mardufah), akan tetapi rawinya
bersambung dengan huruf layyinah atau ha waśal atau disebut مجردة قافيةمطلقة. Contoh :
( وماكنتتولينى لعلك تذكر )و# تذكر أمين ا حقى وحرمتى
1.2. مطلقة مردوفة قافيةyaitu qafiyah Muţlaqah yang ada ridifnya dan yang bersambung
dengan huruf layyinah atau dengan ha waśal.
1.3. قافية مطلقة مؤسسةyaitu qafiyah Muţlaqah yang ada ta’sisnya dan yang bersambung
dengan huruf layyinah atau dengan ha waśal.
2. Qafiyah Muqayyadah () قافية مقيدة, adalah jika rawinya sukun. Qafiyah jenis ini terbagi 3
:
2.1. Terhindar dari ta’sis dan ridif () قافية مقيدة مجردة
2.2. قافية مقيدة مردوفةyaitu qafiyah muqayyad yang ada ridifnya
2.3. قافية مقيدة مؤسسةyaitu qafiyah muqayyad yang ada ta’sisnya
5. Cacatnya qafiyah () عيوب القافية
Qafiyah akan cacat bila tekena 7 hal, yaitu :
a. Iţa ()اليطاء, yaitu mengulang-ngulang kata rawi pada bait berikutnya, baik secara lafal
maupun makna.
b. Tađmin ()التضمين, yaitu adanya kalimat yang tidak sempurna pada satu bait, lalu
disempurnakan oleh bait kedua dan seterusnya.
c. Iqwa’ () القواء, yaitu adanya perbedaan harakat rawi antara satu bait yang berharakat
kasrah dengan bait lainnya yang berharakat đammah di dalam satu qasidah
d. Iśraf ()الصراف, jika harakat rawi yang satu adalah fathah, sedangkan yang lain
đammah.
e. Ikhfa’ ()الخفاء, yaitu jika huruf rawi yang satu dengan yang lain berbeda, akan tetapi
berdekatan makhrajnya, seperti rawi yang pertama adalah lam () ل, sedangkan yang lain
nun ()ن.
f. Ijazah ()الجازة, yaitu jika perbedaannya berjauhan makhrajnya, seperti lam ( )لdengan
mim ()م.
g. Sinad ()السناد, yaitu perbedaan antara bait satu dengan yang lainnya terletak pada
huruf dan harakat sebelum rawi. Sinad ini terbagi 5 macam :
g.1. Sinad ridif, adalah perbedaan ridif
g.2. Sinad ta’sis, adalah perbedaan ta’sis
g.3. Sinad Isyba’, adalah perbedaan harakat dakhil
g.4. Sinad Haźwi, adalah perbedaan harakat sebelum ridif
g.5. Sinad Taujih, adalah perbedaan harakat huruf sebelum rawi muqayyad
6. Nama-nama qafiyah
Ada 5 nama untuk Qafiyah :
1. Mutakawis () المتكاوس, yang artinya condong. Maknanya adalah Qafiyahnya
mengandung 4 huruf hidup secara berurutan yang terletak diantara 2 huruf mati.
2. Mutarakib ()المتراكب, secara harfiah berarti datangnya suatu benda pada benda yang
lain. Di sini bermakna tiap-tiap qafiyahnya terdiri atas 3 huruf hidup secara berurutan
yang terletak di antara 2 huruf mati.
3. Mutadarak ()المتدارك, berarti saling bertemu. Maknanya di sini adalah tiap qafiyah
mengandung 2 huruf hidup di antara 2 huruf mati.
4. Mutawatir ()المتواتر, berarti datangnya sesuatu sesudah sesuatu yang lain , dalam
keadaan terpisah. Maknanya di sini adalah tiap qafiyah mengandung satu huruf hidup
di antara 2 huruf mati.
5. Mutaradif ()المترادف, artinya saling beriringan. Maknanya adalah tiap qafiyah
mengandung dua huruf mati berurutan.
PRAKTEK
Itulah pembahasan sekitar ilmu ‘Aruđ dan Ilmu Qawafy. Agar para pembaca
tidak‘pusing’, mari saya ajak untuk membaca puisi di bawah ini :
A. Perhatikan Puisi al-Nabiĝah al-źubyani berikut ini :
إذا طلعت لم يبد منهن كوكب# كأنك الشمس والملوك كواكب
1. Menentukan nama puisi. Maka puisi di atas kita namakan Syi’r Mufrad atau Syi’r
Yatim karena terdiri atas 1 baris saja.
2. Kita bagi belahan-belahannya. Maka Belahan pertama bait di atas كأنك الشمس والملوك
كواكبkita sebut śadr ( )الصدرatau المصراع الولatau الشطر الول.
Belahan keduanya إذا طلعت لم يبد منهن كوكبkita sebut ‘Ajz ( )العجزatau المصراع الثانىatau
الشطرالثانى.
3. Mentaqti’ dan menentukan bahar serta mengetahui taf’ilah.
Apabila kita taqti’, maka akan menjadi :
إذا طلعت لم يبد منهن كوكب# كـأنــك شمس والملوك كواكب
//0// /0/0 /0//0/ //0//0 //0 ///0 /0/0/ /0/0/ /0//0
Kemudian untuk mengetahui baharnya, maka kita perhatikan taqti’ awal pada śadr,
ternyata bait ini diawali oleh watad (bukan sabab dan juga bukan faśilah). Artinya ada 3
pilihan taf’ilah awal, apakah فعولن, ataukah مفاعلتن, ataukah مفاعيلن. Bait di atas
menunjukkan bahwa taf’ilah yang digunakan adalah فعولنatau مفاعلتن. Untuk memastikan
bahar apa yang dipakai, mari kita tengok taf’ilah selanjutnya. Dibelakang فعولنada yang
مفاعيلنuntuk bahar ţawil, ada juga yang فعولنjuga jika ia mutaqarib. Namun jika ia مفاعلتن
awalnya, berarti taf’ilah sesudahnya adalah مفاعلتنjuga dan itu adalah bahar mutaqarib.
(coba sambil membaca bagan bahar). JIka agak sulit menemukan pada belahan
pertama, cobalah pada belahan kedua. Pada bait ini tenyata baharnya adalah ţawil, mari
kita buktikan :
إذا طلعت لم يبـــد منهـــن كوكب# كـأنـــك شمس والملوك كواكب
B. Mari saya ajak menciptakan satu saja bait puisi Arab dengan bekal ilmu ‘Aruđ dan
Qawafy di atas :
1. Menentukan tema.
Saya akan membuat puisi sedih, yaitu tentang perasaan hati yang sedang merindu
karena harus berpisah lama
2. Menentukan bahar.
Karena tema yang saya pakai adalah tema kesedihan, maka bahar yang cocok adalah
bahar ramal ()الرمل, polanya :
فاعلتن فاعلتن فاعلتن# فاعلتن فاعلتن فاعلتن
3. Mencari kata demi kata yang sesuai dengan pola :
فاعلتن فاعلتن فاعلتن# فاعلتن فاعلتن فاعلتن
ت ل وقفت خطوات لو رأي ا# تضيقا صدري ونفسي وسقط ت
Artinya : Sesak terasa dada dan nafasku dan akupun terasa ‘pingsan’, walau kau lihat
aku tidak menghentikan langkahku.
4. Mari kita taqti dan tentukan taf’ilah sesuai pola :
ت ل وقــفت خطوات لو رأي ا# تضيقا صدري ونفسي وسقط ت
/0//0 /0 /0 /0/0 / //0 / # /0 //0/ /0/ /0 / ///0 /0
فا علت فا علت فعلتن# فـاعل تن فــا علتن فـعـل ت
5. Apakah ada zihaf dan ‘ilal di situ ?
Taf’ilah pertama dan kedua sempurna
Taf’ilah ketiga ada Syakl ( )الشكلdari jenis zihaf Mujdawaj maka disebut Masykul ()مشكول
yaitu gabungan antara Khaban ( )الخبنdan Kaff ()الكف.
Taf’ilah keempat dan kelima ada Kaff ()الكف.
Taf’ilah keenam ada Khaban ()الخبن
6. Puisi di atas kita namakan Syi’r Mufrad atau Syi’r Yatim karena terdiri atas 1 baris
saja.
7. Menentukan jenis bait. Maka bait di atas termasuk bait tam, karena tidak ada taf’ilah
yang dibuang
8. Menentukan qafiyah.
8.1. Kata : ½ kata, yaitu ــوات
1 kata, yaitu خطوات
1 1/2 kata, yaitu قــفت خطوات
2 kata, yaitu وقــفت خطوات
8.2. Huruf Qafiyah:
a. Huruf Rawi adalah Huruf ta ( )تpada ()خطوات
b. Huruf Waśal adalah huruf يpada akhir kata خطوات
c. Huruf Ridif adalah Alif ( )اsebelum ta ( )تrawi
REFERENSI
Abu al-‘Abbas Syamsuddin Ahmad ibn Muhammad ibn Abi Bakr Khallikan, Wafayat al-
A’yan
juz.2, Beirut: Dar Sadir, 1900
Ahmad Hasan al-Ziyyat, Tarikh adab al-‘Arab, Kairo: dar al-Nahđah Miśr li al-Ţab’I wa
al-Nasyr, Tth., Cet. Ke-24
Chotibul Umam, Fi ‘ilm al-‘Aruđ, Jakarta:Hikmah Syahid Indah, 1992, Cet. Ke-2
Mas’an Hamid, Ilmu Arudl dan Qawafi, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995,
Nayif Ma’ruf, al-Mujazu al-Kafi fi ‘Ulum al-Balaĝah wa al-‘Aruđ, Beirut:Dar Beirut al-
Mahrusah,
1993
Peter Salim dan Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern
English,
1991
Syauqi Đaif, al-Fann wa maźahibu fi S
B. Macam-macam Qafiyah
Qafiyah pada suatu bait terdiri dari 9 (Sembilan) macam, yang 6 (enam) macam disebut “Qafiyah
Muthlaqah” dan yang 3 (tiga) macam disebut “Qafiyah Muqayyadah”, sebagaimana terurai di bawah ini:
Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Khuwailid bin Murrah dalam bahar
Thawil:
َت َاققلى َبءقلعءد َعنلرءوقة َاقلذ ءءنا ق
ءجلد ن
ض َالوشرر َاءلهءونن َقملن َبءقلع ق
ِ(ض)ي ش َءوبءقلع ن
ق
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َخءرا ة
Maka kata ض ”بءقلع قyang kedua adalah qafiyah Muthlaqah, karena huruf Dlad ( َ)ضnya hidup sunyi
dari Ta’sis atau Ridif dan bersambung dengan huruf Ya’ ( )يyang merupakan Isyba’nya huruf Dladl. Contoh
lain yang bersambung dengan huruf Ha’ ( )هseperti sya’ir dalam bahar Rajaz:
ْ،ل َقبءرمله
ت َلءءقى َلالعن ء
اءلءفء ف
س َءابقنلونه َقباَبلقن َءعرم َانرمله
لءلي ء
Maka kata انرملهadalah qafiyah Muthlaqah, karena huruf Mimَ ِ( َ)مnya hidup dan sunyi dari ta’sis atau
ridif dan bersambung dengan huruf Ha’ ( َ َ)هnya mati.
2) Qafiyah Mardufah yang bersambung dengan huruf Layyinah atau huruf Ha’.
Maka di dalam kata َ ءذاءم ققاterdapat huruf Alif ( )اsesudah Rawi berupa huruf Mim ()ه. Adapun
contohnya yang bersambung dengan huruf Ha’ adalah seperti sya’ir Lubed dalam bahar kamil:
عءف ق
َت َالردءياَنر َءمءلوءهاَ َفءءمءقاَءمءها ء
Maka di dalam kata َ فءءمءقاَءمءهاterdapat huruf Ha ( )هsesudah Rawi yang berupa huruf Mim ()م.
3) Qafiyah Mu’assasah yang bersambung dengan huruf Layyinah atau dengan huruf Ha’.
ِ(ي َاءلو َبقلءهاَقء
صولءةة َقباَ َللو ل ق
)نمءؤوسءسةة َءملو ن ل
Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Nabighah Adz-Dzubyani dalam
bahar Thawil:
كواكب.Adapun contohnya yang bersambung dengan huruf H’ adalah seperti syi’ir Adi bin Zaid dalam bahar
Munsarih:
membunyikan suatu huruf tersebut.Bentuk qafiyah ini ada tiga macam yaitu:
1) Qafiyah muqayyadah yang sunyi dari ta’sis dan ridi atau dari mu’assasah dan mardufah .(ممقي يقدةة
)ممقجيرقد ة
Contohnya yang bersambung dengan huruf Layyinah adalah seperti syi’ir Al-A’sya dalam bahar Mutaqarab:
Maka kata نملنءجقذلم adalah qafiyah muqayyadah mujarradah, karena huruf mim ِ( )مnya mati dan sunyi dari
ridif dan ta’sis
ش َءساَئقةر َقللوزءوالل
نكيل َءعلي ف
Maka kata قللوزءواللadalah qafiyah muqayyadah mardufah, karena terdapat huruf mad berupa alif ِ( )اsebelum
rawi.
ف َءتاَقملر
صلي ق
ك َلءبقةن َقف َال و ءوءغءرلرتءقن َءوءزءعلم ء
ت َاءنو ء
Maka kata َ َءتاَقملرadalah qafiyah muqayyadah mu’assasah, karena terdapat huruf alif ta’sis didalamnya.
[1] sya’ir Arab Multazim adalah terdiri dari 2(dua) rukun, yaitu wazan dan qafiyah.
[2] Rawi ()الروي, artinya pikiran. Menurut istilah adalah huruf yang dijadikan dasar dan pedoman di dalam
qasidah. Para pakar menyebutkan bahwa 1 huruf sś ahih yang terakhir di dalam satu bait disebut huruf rawi.
Kemudian huruf itu disamakan dengan bait-bait sesudahnya, sehingga ada qasidah mimiyah (jika huruf
rawinya mim), lamiyah (jika huruf rawinya lam), raiyah (jika huruf rawinya ra’) dan seterusnya.
[3] Ta’sis yaitu alif yang antara huruf Rawi dan huruf Alif tersebut terdapat satu huruf.
[4]Ridif ()الردف, artinya mengikuti di belakangnya. Menurut istilah adalah huruf mad ( َي, َو, ) اyang ada sebelum
huruf rawi. Seperti ridif alif ( )اberikut :
له َوجه َوليس َله َلساَن # كفى َباَلرء َعيباَ َأن َتراه
Huruf rawi dari bait di atas adalah nun ( ) نdan huruf ridifnya adalah alif ( )ا.
Referensi :
Hamid, Mas’an. Ilmu ‘Arud dan Qawafi.
http://merrychoironi.wordpress.com. ‘Arud wal qawfy.
Kepiawaian para kiai bermain diksi, juga rima dalam sajak (syair), tentu lantaran selain
kemahirannya dalam ilmu bahasa Arab (seperti ilmu arudl dan balaghah) juga ditunjang
oleh malakah insting ekspresinya yang begitu lembut, karena ia sering terlibat dan turut
merasakan kegetiran yang terjadi di sekelilingnya. Salah seorang kiai yang punya
kelebihan seperti itu ialah Kiai Abdul Hamid Pasuruan, yang dikenal sebagai seorang wali.
Menurut Kiai Mustofa Bisri, dalam menerangkan berbagai hal ilmu agama kepada
santrinya, ia kerap menjadikan kitab fiqih yang awalnya sulit dimengerti menjadi
bentuk nadzaman (sajak) yang begitu indah. Beliau, secara khusus juga telah
mengadaptasi kitab sufistik Sullam At Taufiq yang begitu tebal menjadi sajak yang hanya
553 bait dengan warna lokal Jawa. Selain beliau, Kiai Ahmad Qusyairi Siddiq Jember, yang
juga mertua Kiai Hamid Pasuruan juga telah menulis 312 bait sajak di bawah judul Tanwir
Al Hija. (Irawan, 2013:136).
Persoalannya kini, mengapa tradisi kreatif dan arif di masa lalu itu tak bisa bertahan sampai
kini? Padahal jumlah kiai dan para gus selalu bertambah. Apalagi jumlah santri yang belajar
ke Timur Tengah kian hari kian membludak juga? Sedikitnya ada dua alasan yang
mempengaruhinya. Pertama, sebab kiai (santri dan alumni pesantren) kurang menghargai
warisan masa lalunya. Kedua, masih sulitnya pedoman membuat syi’ir (sajak) yang praktis
dan mudah pada dewasa ini.
Dari seluruh karya yang ditulis, ada satu kitab yang paling unik dan menarik untuk dikaji dan
didalami yaitu kitab Durrun Syarif (Mutiara Mulia). Kitab ini disebut oleh penulisnya sebagai
kitab yang berisi metode praktis tuntunan menjadi Muallif. Sekali lagi, menjadi Muallif!
Ternyata dengan modal keilmuan dasar nahwu-sharaf yang cukup, kata Kiai Taufiq,
seseorang bisa mempelajari kitab Durrun Syarif sekaligus langsung praktek. Ini adalah
sebuah tawaran terobosan revolusi pembelajaran pesantren yang luar biasa.
Lebih konkritnya, Durrun Syarif ini adalah sebuah kitab yang menerangkan metodologi
membuat syiir atau di kalangan pesantren biasa disebut Ilmu ‘Arudh. Ilmu Arudh adalah
sebuah ilmu yang digunakan untuk mengetahui benar atau tidaknya sebuah wazan syi’ir,
dan juga perubahan wazan syi’ir dari beberapa zihaf atau illat. Ilmu arudh bisa dibilang satu
cabang keilmuan linguistik Bahasa arab yang lumayan rumit. Metode pengajarannya juga
bisa dibilang masih tradisional dan minim pembaharuan. Disinilah tawaran Durrun
Syarif agar Arudl mudah dipelajari dan mudah diajarkan. Ilmu Arudl ini memiliki 16
pola Bahar (wazan tertentu yang dijadikan pola dalam menggubah syi’ir arab). Namun
fokus dalam kitab ini hanya membahas bahar Rajaz, karena bahar ini yang paling banyak
ditulis oleh ulama klasik dan paling mudah dihafal.
Selain kitab Durrun Syarif, perangkat pembelajaran lainnya adalah kamus Durrun
Syarif terdiri dari kamus Bahasa Arab, Indonesia, dan Bahasa Lokal seperti Jawa,
Sunda,dan Madura. Kamus ini sangat berbeda dengan kamus pada umumnya. Jika kamus
umum digunakan untuk mencari awal huruf, namun kamus DS ini khusus mencari akhir
huruf kalimat. Karena menggubah syiir, kesamaan dalam akhir kalimat adalah sebuah
keniscayaan. Baik versi Bahasa Arab maupun versi Indonesia, kamus ini mencari akhir
huruf yang sama. Maka seorang penulis tidak perlu repot memikirkan huruf-huruf akhir yang
sama dari sebuah kalimat untuk menulis syiir baik bahasa Arab maupun Indonesia. Tinggal
buka kamus, lalu tentukan huruf akhir yang sesuai selera dan sesuai kebutuhan.
Dalam pengantar kitab DS, Kiai Taufiq menceritakan pengalamannya bahwa ia begitu sulit
mempelajari ilmu arudl yang banyak istilah-istilah yang sulit ia pahami. Namun dengan
berbekal ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) pada bait Alfiyah, Zubad, dll Kiai Taufiq
memberanikan diri untuk membuat syiir-syiir, walaupun awalnya banyak kesalahan. Maka
dari pengalaman ATM itulah, kiai Taufiq ingin menularkan kepada santri-santri dan
pembaca, metode menulis syiir. Oleh sebab itu, kiai Taufiq membuat sendiri istilah-istilah
baru dalam Durrun Syarif dengan maksud untuk mempermudah dalam mempelajari.
Konten Kitab
Kitab yang berisi 64 halaman ini memiliki 8 bab pembahasan. Diantaranya bab (1) tentang
mengenal Syiir/Bait, bab (2) & (3) tentang kunci Rajaz yang membahas detail tentang
bagian bait yang terdiri dari Hasywun, Arudl dan Darbun. Kemudian bab (4) membahas
mengenai darurat-daruratnya syiir. Bab (5) mengkaji tentang langkah-langkah dalam praktik
menggubah syiir, lalu bab (6) menceritakan tentang sejarah syiir dan bab terakhir hanya
menampilkan 16 bahar secara keseluruhan.
Seperti halnya Amtsilati, Durrun Syarif menekankan kepada contoh yang praktis. Kunci
mempelajari kitab ini adalah bagaimana pembaca bisa memiliki pemahaman dasar tentang
kunci rajaz, seperti kemampuan menghafal dan memahami not bahar rajaz yang terdiri dari
6 x mustaf’ilun. Seperti yang tertulis dalam kitab DS :
Hasywun pasti terdiri dari 4 suku kata. Suku kata yang ke 3 hanya satu huruf hidup dan
suku kata yang ke 4 terdiri dari dua huruf, yang pertama berharokat dan yang kedua dibaca
sukun. Perhatikan, ini kunci utama selain kondisi darurat. Itu kunci membuat
bagian Hasywun, mengenai kunci Arudl/ Darbun itu pasti terdiri dari 4 suku kata atau 3 suku
kata. Jika empat suku kata maka suku kata ketiga berupa satu huruf berharokat dan bila
tiga suku kata maka suku kata kedua berupada dua huruf, huruf pertama berharokat dan
huruf kedua sukun. Ini semua kunci selain kondisi darurat.
Ketika Anda sudah memahami keilmuan dasar ini, maka pembahasan terpenting lainnya
adalah Anda harus mendalami 4 langkah dalam praktik menggubah syiir yang terdapat
dalam bab (5).
Dalam bab ini, pembaca difasilitasi sebuah metodologi bagaimana proses menjadikan
sebuah paragraf bahasa Arab diringkas menjadi sebuah syiir. Langkah ini ditempuh dengan
4 tahapan yaitu (1) Anda harus menentukan materi yang akan disyiirkan. Tahapan ini bisa
Anda ambil sebuah paragraf dari satu kitab, kemudian Anda pahami dan simpulkan materi
yang dipilih kemudian tentukan kata kunci dari kesimpulan yang Anda pahami tanpa
meninggalkan bahasa Arabnya.
Setelah memiliki kata kunci dari sebuah kesimpulan maka langkah yang lumayan menguras
pikiran adalah merangkai dan menyesuaikan kesimpulan Anda dengan nada baharnya. Di
sinilah proses kreatifitas penulis diuji. Pada tahap ini, nahwu-sharaf sangat diperlukan
sekali, terutama sharaf karena perubahan kata akan diperlukan untuk menyesuaikan not
bahar Rajaz. Proses dalam merangkai syiir ini dijelaskan detail oleh Kiai Taufiq dengan
disertakan 10 contoh bagaimana proses membuat syiir dari sebuah keterangan sebuah
kitab.
Tidak hanya sekedar janji, para santri Pasca Amtsilati di ponpes Darul Falah, ponpes yang
diasuh oleh Kiai Taufiq sudah memberikan bukti. Kelas Durrun Syarif di bawah salah satu
ustadz di sana sudah menelurkan karya-karya nadham yang ditulis dan dikarang sendiri
oleh para santri Pasca. Hal ini tentu sebuah progres dan capaian yang sangat
membanggakan dari kalangan pesantren. Kita bisa melihat, bahwasanya santri yang telah
memiliki dasar nahwu dan sharaf kemudian dibimbing melalui kitab Durrun Syarif telah
dapat mensyairkan berbagai macam materi dari berbagai macam kitab ulama-ulama
terdahulu. Yang lebih menggembirakan ialah proses menuju hal ini tidak sampai memakan
waktu yang lama. (Zulfa, 2016:01)
Dengan adanya sebuah kitab yang sangat mempermudah para kalangan pesantren (kiai
dan santri) untuk menjadi pengarang dan menjadi penyair tentu kita sangat berharap, akan
terlahirnya masa kejayaan dunia Islam Nusantara kita kembali. Telah sangat lama, kita
menunggu penerus para ulama kita yang mendunia. Pernah kita mendengar nama-nama
besar yang asli Indonesia seperti Syekh Yasin Al Fadani, Syekh Ahmad Khatib Al
Minangkabawi, Syekh Imam Nawawi Al Bantani, Syekh Mahfudz At Termasi dan lain
sebagaianya. Beliau-beliau semua menjadi ulama Indonesia yang karyanya membelah
sekat dan batas negara bahkan benua. Itu semua berkat karya-karya beliau yang memiliki
kualitas mumpuni dan memakai bahasa yang universal bagi dunia Islam yaitu bahasa Arab.
Kang Ipung
Penulis ialah alumni PBA Unhasy Jombang yang juga santri Darul Falah Amtsilati Jepara.
ILMU ARUDH DAN QAWAFI
Definisi Ilmu Arudh
Secara etimologi 'Arudh berarti tengah-tengah atau sesuatu yang terdapat
di dalam bait-bait syair. Kalimat ini juga bisa berarti sebuah metode yang
sulit dan sukar, atau juga bisa diarahkan pada arti kota Makkah (Ka'bah)
karena ia terdapat di tengah-tengah kota Makkah. Sedangkan arti Arudh
menurut tinjauan terminologi adalah sebuah disiplin ilmu pengetahuan
yang membahas tata-cara mengenal benar-tidaknya wazan-wazan syair
arab, dan yang berkaitan dengannya. Disiplin ilmu ini menekankan obyek
pembahasannya pada Syair arab yang terdiri dari wazan-wazan tertentu.
Ilmu 'Arudh begitu identik dengan ilmu Qawafi[1] yang lebih menekankan
pembahasannya pada hal-ihwal harakat akhir sya'ir, baik berupa sukun[2],
shahih (fathah, kasrah, dan dlommah), dan lainnya. Eratnya kaitan 'Arudh
dengan Qawafi ini bisa dilihat dari keberadaan kitab-kitab yang
membahasa 'Arudh pasti juga membahas Qawafi: keduanya tidak bisa
dipisahkan. Sebab, kedua ilmu pengetahuan yang mengkaji sastra arab ini
memang tak pernah bisa lepas antara satu dengan yang lain. Ibaratnya
ilmu tata bahasa, maka 'Arudh ibaratnya ilmu morfologi (Sharaf) yang
menentukan bacaan huruf tengah dan asal-muasal kalimat, sedangkan
Qawafi adalah ilmu gramatika (Nahwu) –nya, yang menentukan harakat
akhir setiap kalimat dalam I'rab.
Penemu Ilmu Arudh
Sejarawan sepakat bahwa yang pertama kali memperkenalkan kaidah
ilmu 'Arudh adalah Syaikh Kholil bin Ahmad an-Nanhwy al-Basry al-Azdary
al-Farohidy. Sebuah nama yang diafilisasikan pada nama sebuah lembah
Farohidy di kota Bashrah.
Syekh as-Syamaniy pernah mengatakan bahwa Imam Kholil merupakan
figur intelektual yang sangat perhatian terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan. Menurutnya, tidak ada seorang pun yang perhatiannya
melebihi Imam Kholil. Dalam kesehariannya beliau selalu hidup asketis
(zuhud) dan menjaga diri dari perbuatan tidak baik yang tercela. Imam
Kholil merupakan salah satu guru dari Imam Sibaweh[3].
Syaikh Kholil mendapatkan ilham (inspirasi) untuk menyusun ilmu 'Arudh
ketika beliau ada di kota Makkah. Hal ini disinyalir pemberian nama
'Arudh karena ada unsur tafa-ul atau melihat adanya pertanda baik
dengan Ka'bah yang ada di tengah-tengah (arab: 'Arudh) kota Makkah.
Dalam sebuah referensi dijelaskan bahwa yang mendorong Imam Kholil
untuk mendalami ilmu tersebut adalah bahwa pada suatu ketika orang-
orang arab mulai berpaling meninggalkan Imam Kholil, dan belajar kepada
muridnya yang bernama Imam Sibaweh. Keberadaan Imam Kholil seakan-
seakan tidak lagi diperhitungkan oleh masyarakat waktu itu. Peristiwa ini
membuat Imam Kholil tergugah untuk menyendiri dan menyepi, memohon
kepada Allah swt. agar dikaruniai sebuah ilmu yang tidak pernah dimiliki
orang lain. Do'a beliau akhirnya dikabulkan oleh Allah. Imam Kholil pun
kemudian menemukan rahasia-rahasia dalam sya'ir arab yang waktu itu
merupakan primadona di kalangan masyarakat arab. Beliau menemukan
lima belas (15) kaidah pokok dalam sya'ir arab yang pada gilirannya
dikenal dengan istilah bahar[4]. Kaidah pokok ini kemudian
disempurnakan oleh murid beliau yang bernama al-Akhfasy, sehingga
menjadi enam belas (16) sajak.
Imam Kholil sangat menguasai dan mengetahui ilmu penyelarasan suara
dan nada. Terkadang dia menghabiskan waktu berjam-jam untuk membuat
satu saja, sambil menggerakkan jari-jemarinya. Suatu hari putranya
memergoki Imam Kholil dalam keadaan seperti itu (menggerakkan jari-
jemari) dan menganggapnya telah gila. Kemudian dia berlari dan berteriak
di pasar Basrah, "Ayahku telah gila………..ayahku telah gila."
Perkembangan Ilmu Arudh
Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Imam Kholil, ilmu 'Arudh menjadi
ilmu yang mengukur keindahan dan kebenaran pembuatan sastra arab.
Hal ini terus berlanjut hingga pertengahan abad kedua Hijriyah. Setelah
itu banyak ulama yang turut memperhatikan perkembangan ilmu ini.
Sebagian dari mereka menguraikan kaidah yang diperkenalkan Imam
Kholil, memperluas keterangannya, meringkas, dan lain sebagainya.
Sejak saat itulah banyak ulama yang juga menulis ilmu 'Arudh. Di antanya,
al-Akhfas al-Ausat (sekitar tahun 215 H), kemudian dilanjutkan Abu al-
Abbas Muhammad bin Yazid al-Mubarrad (kira-kira tahun 285 H), Ibnu
Kisan (kira-kira tahun 310 H), Ibnu Siraj (kira-kira tahun 316 H), Ibnu Abdu
Rabah (kira-kira 328 H), Zajaji (kira-kira tahun 340 H), Shahib bin Ibad
(kira kira tahun 385 H), Abu al- Fatah bin Jany(kira-kira tahun 392 H),
Jauhary (kira-kira tahun 400 H), Khotib at-Tibrizy (502 H), Zamahksary
(kira-kira tahun 538 H), Ibnu Hajib (kira-kira 646 H), Damaminy (kira kira
tahun 827 H), dan banyak lagi yang lain.
Di kalangan orang Arab Ilmu Arudh termasuk ilmu yang dianggap
istimewa. Ibnu Faris berkomentar dalam salah satu kitabnya, bahwa Ilmu
'Arudh merupakan pengukur bagi sya'ir-syair orang arab. Dengan ilmu
'Arudh mereka bisa mengetahui sya'ir yang benar dan yang salah. Siapa
saja yang berhasll mengetahui keindahan dan rahasia ilmu 'Arudh, berarti
dia telah melampaui segala sesuatu yang dianggap tidak berarti.
Faedah Ilmu Arudh
Ilmu Arudh mempunyai banyak faedah, yang diantarnya adalah untuk
membedakan antara sya'ir arab dengan lainnya. Dengan demikian bisa
diketahui bahwa Alquran bukanlah sekadar kumpulan sya'ir-sya'ir arab,
tapi merupakan firman suci yang harus dimuliakan oleh umat Islam.
Banyak ulama yang berpendapat seperti Syekh Hanafi, "bahwasanya
mempelajari sesuatu yang bisa membedakan antara Alquran dengan sya'ir
hukumnya fardlu 'ain. Sebab hal itu bisa mencegah subordinasi dalam
akidah. Di samping itu, dengan ilmu 'Arudh kita juga bisa membedakan
kalimat sya'ir dengan prosa, menghindari kerancauan satu bahar dengan
yang lain, serta menjaga sya'ir dari perubahan." Dengan semua kelebihan
itu, jelaslah bahwa ilmu 'Arudh memiliki faidah yang sangat besar. Jika
ada yang meragukan faidahnya, itu berarti dia telah menutup pintu
gerbang ilmu-ilmu arab. Jika hal itu terjadi, maka kita tinggal menunggu
kehancuran ilmu pengetahuan. (arizani)
Keterangan !
[1] Ilmu ini pertama kali diperkenalkan oleh Syaikh Muhalhil ibn Robi'ah.
Kegunaan mempelajarinya adalah untuk menjaga kekeliuran membaca
harakat kalimat bagi orang yang gemar membaca sastra. Oleh karena itu
sebagian ulama mencetuskan hokum sunnah untuk mempelajari ilmu
Qawafi, sedangkan sebagian yang lain mengatakan mubah (boleh).
[2] Dalam ilmu tata bahasa sukun (bunyi nun mati) itu tidak dianggap
sebagai harakat, tapi dalam ilmu Qawafi sukun itu dianggap sebagai salah
satu harakat, sama halnya dengan harakat fathah, kasrah, dan dlommah.
[3] Seorang ulama Nahwu terkemuka yang pendapatnya banyak dikutip
dalam kitab Nahwu monumental, Alfiyah Ibnu Malik.
[4] Wazan-wazan sastra arab yang berbeda satu sama lain. Salah satunya
adalah bahar (sajak) Rajaz, Kamil, Thawil, Madid, Wafir, dan Basith. Syair
Burdah karya Syaikh al-Bushiri mengikuti wazan bahar Basith yang terdiri
dari lafadz mustaf-'ilun faa'ilun (diulangi enam kali).