Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Balaghah adalah salah satu cabang dari keilmuan bidang bahasa Arab
allughotil arobiyyah penting bagi kita untuk mempelejarinya, karena ini salah satu
cabang yang sangat erat kaitannya dalam pembelajaran teks kajian arab maupun corak
kebahasaan yang ada dalam dunia islam khusus nya bahasa arab. Namun Ilmu balaghah
sendiri juga terbagi dalam berbagai macam pembagian yang diantaranya
pembahasannya juga cukup meluas, maka dari itu kami ingin memaparkan salah satu
bagian yang termasuk dalam ilmu balaghah yakni Ilmu Ma’ani.
Dunia kebahasaan, tentu sangatlah luas pembahasannya, terutama dalam
bidang bahasa Arab, kami tidak akan membahas ilmu Balaghah secara keseluruhan,
namun Dalam kesempatan ini, kami selaku penyusun ingin memaparkan materi terkait
ilmu Ma’ani sesuai dengan rujukan yang kita miliki dan dengan pemahaman kami,
maka , harapannya pembaca bisa dapat mudah memahami dan bisa menambah
wawasan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penjelasan terkait Ilmu Ma’ani?
2. Bagaimana Objek kajian Ilmu Ma’ani?
3. Apa saja Manfaat yang dapat kita peroleh dalam mempelajari Ilmu Ma’ani?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat Mengetahui Penjelasan terkait Ilmu Ma’ani
2. Dapat Mengetahui Objek kajian dan hal yang berkaitan dengan Ilmu Ma’ani
3. Dapat Mengetahui Manfaat dari mempelajari Ilmu Ma’ani
BAB II
PEMBAHASAN
I.1. Pengertian Ma’ani
Kata Ma’ani Merupakan bentuk jamak dari Lafadz (‫)معنى‬. Secara leksikal kata
tersebut berarti maksud,arti atau makna.para ahli ilmu bayan mendefinisikan sebagai
pengungkapan melalui ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga
sebagai gambaran dari pikiran.
Sedangkan menurut istilah, ilmu Ma’ani adalah ilmu untuk mengetahui hal
ikhwal lafadz bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi ilmu
‫علم يعرفو به أحوال اللفظ العربي التي بهايطابق مقتضى الحال‬
Yang dimaksud dengan hal ikhwal lafadz bahasa Arab adalah model-model
susunan kalimat dalam bahasa Arab.seperti penggunaan Taqdim dan Ta’khir, penggunaan
Ma’rifat atau Nakirah, disebut (Dzikr) atau dibuang Hafdz, dan sebagainya. Sedangkan
yang dimaksud dengan situasi dan kondisi adalah mukhattab, seperti keadaan kosong dari
informasi itu, atau ragu-ragu, atau malah mengingkari informasi tersebut. Ilmu Ma’ani
Pertama Kali dikembangkan Oleh Abdul Al-Qa’hir Al-Zurza’ni (W.471H).
Ilmu Ma’ani dipahami sebagai ilmu yang mengandung kaidah-kaidah yang dapat
dijadikan dasar untuk menentukan kualitas kalimat dari sisi kesesuaian itu dengan
konteksnya1.Menurut Abdul Jabbar seperti yang dikutip oleh Rojak ‘ Aid Bahwa
kefasihan suatu kalimat tidak hanya tampak dari struktur kalimat itu sendiri, melainkan
juga dari ketersesuaian dengan kondisi munculnya kalimat tersebut 2, sebagai contoh,jika
seorang penutur berbicara dengan orang yang cerdas maka ia tidak memerlukan kalimat
yang panjang dan terperinci,cukup dengan kalimat yang lugas, namun jika berbicara
dengan orang yang kurang cerdas mungkin kalimat itu diperpanjang dan terperinci hingga
lawan tutur dapat memahami maksud penutur.akan tetapi dalam kondisi tertentu
terkadang penutur terkadang menggunakan kalimat yang panjang dan terperinci ketika
berbicaradengan orang yang cerdas, hal ini dikarenakan orang tersebut tidak bersikap
seperti layaknya orang cerdas.
I.2. Objek Kajian Ilmu Ma’ani
Sebagai didefinisikan oleh para ulama balaghah bahwa ilmu Ma’ani bertujuan
membantu agar seseorang dapat berbicara sesuai dengan Muqtadha Al-Hal. Agar
seseorang dapat berbicara sesuai dengan Muqtadha Al-Hal, maka ia harus mengetahui
bentuk-bentuk kalimat dalam bahasa Arab. Kapan seseorang harus mengungkapkan
dalam bentuk Taqdim,Ta’khir,Washl,Fasl,Dzikr,Hadf dan bentuk-bentuk lainnya.

1
Ahmad Al-Hasimy,jawahir al balaghah (Beirut: Dar Al –Fikr,1994).h.39
2
Rajaa ‘Aid Falsafah al-Balaghah Baina al-Taqniyyah wa al-Thathawwur (Iskandaria:al-Ma’rif,t.th),h.62
Objek kajian Ilmu Ma’ani Hampir sama dengan Ilmu Nahwu.Kaidah-kaidah
yang berlakudan digunakan dalam ilmu Nahwu berlaku dan digunakan pula dalam ilmu
Ma’ani.dalam Ilmu Nahwu dibahas masalah Taqdim dan Ta’khir,Hadf dan Dzikr,hal-hal
tersebut juga merupakan objek kajian dari Ilmu Ma’ani.
Perbedaan antara keduanya terletak pada wilayahnya.Ilmu Nahwu lebih bersifat
Mufrod, berdiri sendiri tanpa terpengaruh oleh faktor lain seperti keadaan kalimat-
kalimat disekitarnya.sedangkan ilmu Ma’ani lebih bersifat Tartibi (Tergantung kepada
Faktor Lain). Hasan Tammam menjelaskan bahwa tugas ahli Nahwu hanya sebatas
mengotak-atik kalimat dalam satu jumlah tidak sampai melangkah kepada jumlah yang
lain.
Kajian dalam Ilmu Ma’ani adalah keadaan kalimat bagian-bagiannya.kalimat
yang membahas bagian-bagian berupa Musnad Ilaih dan Fi’il Muta’allaq.Sedangkan
objek kajian dalam bentuk jumlah meliputi Fashl,Wasl,Ijaz,Itnab,dan Musawwah. Secara
keseluruhan ilmu Ma’ani mencakup 8 Macam:
1. ‫أحوال ال آلسنادالخبري‬
2. ‫أحوال المسند اليه‬
3. ‫أحوال المسند‬
4. ‫أحوال متعلقات الفعل‬
5. ‫القصر‬
6. ‫االنشاء‬
7. ‫الفصل والوصل‬
8. ‫االيجاز واالطنا والمساواة‬
Kalimat dalam bahasa Arab disebut Al-Jumlah.dalam kacamata ilmu Nahwu
dan dari sisi Tarqib (Struktur), Al-Jumlah itu terdiri dari 2 macam yaitu Jumlah
Ismiyyah (Kalimat Nominal) dan Jumlah Fi’liyyah (Kalimat Verbal).Dari segi
fungsinya, Al-Jumlah itu banyak sekali ragamnya.
1. Jumlah Ismiyyah (Kalimat Nominal)
Pengertian Jumlah Ismiyyah menurut para pakar Nahwu sebagai
Berikut ; jumlah ismiyah adalah suatu jumlah (kalimat) yang terdiri dari
mubtada‘ dan khobar. Dari segi fungsinya jumlah ismiyah hanya
menetapkan sesuatu hukum pada sesuatu. Jumlah ini tidak berfungsi untuk
tajaddud dan istimror.
Jumlah ismiyyah ialah kalimat yang tersusun dari mubtada’ dan
khobar. Jmulah isiyyah menurut asalnya digunakan untuk menetapkan
sesuatu terhadap sesuatu tanpa memperdulikan kontinuitas dan
pembaharuan. Hal itu, apabila khobarnya terdiri dari isim fa’il atau isim
maf’ul, seperti ungkapan,
‫وأنواعها مختلفة‬
Sifat mukhtalifah adalah sifat yang melengkat pada anwa’uha, maka
dengan jumlah itu ditujukan untuk menetapkan sifat mukhtalifah kepada
anwa’uha tanpa pembatasan waktu(lampau,sedang atau akan).
Lain halnya jika Khabar-nya terdiri dari fi’il , seperti:
‫وأنواعها اختلفت‬
Kata ikhtakafat adalah fi’il al-madhi, maka ungkapan di atas
mengandung arti: Macam-macamnya telah berbeda (waktu lampau).
Pada Jumlah Ismiyyah (kalimat nominal), mubtada’ ditempatkan pada
permulaan kalimat,sedangkan khabar ditempatkan sesudahnya, seperti:
‫الحمد هلل رب العالمين‬
Namun,jika mubtada’ terdiri dari nakirah (indefinitif article) dan
khabar berupa prase preposisi, maka khobar didahulukan, seperti,:
‫فيه ايات محكمات‬
Pada contoh ini, maka ‫ فيه‬sebagai khabar dan ‫ محكمات ايات‬sebagai
mubtada’ Karakteristik jumlah ismiyah adalah membentuk makna tsubut
(tetap) dan dawam (berkesinambungan), contoh seperti kalimat:
‫الحمد هلل رب العالمين‬
2. Jumlah fi’liyyah (Kalimat Verbal)
Jumlah fi’liyyah ialah kalimat yang terdiri dari fi’il dan fa’il atau fi’il
dan naib fa’il.jumlah fi’liyah mengandung makna pembatasan waktu, yaitu
waktu lampau, sedang dan akan.
Pada jumlah fi’liyyah (kalimat verbal), fi’il (verba) itu dapat
berbentuk aktif dan pasif.
Contoh jumlah fi’liyah dengan verba aktif seperti
‫ثبتك هللا با لقول الثابت في الحياة الدنيا وفي االخرة‬
Contoh jumlah fi’liyyah dengan verba pasif seperti
‫ولن ترضى عنك اليهود وال النصارى حتى تتبع ملتهم‬
Karakteristik jumlah fi’liyah tergantung kepada fi’il yang digunakan;
fi’il madhi (kata kerja untuk waktu lampau) membentuk karakter, contoh
karakter positif seperti kalimat
‫ثبتك هللا با لقول الثابت في الحياة الدنيا وفي االخرة‬
Contoh karakter negatif seperti
‫وتب لهب أبي يدا تبت‬
Sedangkan fi’il mudhari’ (kata kerja untuk waktu sedang dan akan,
juga untuk perbuatan rutin) membentuk tajaddud (pembaharuan). Contoh
seperti:
‫اياك نعبد واياك نستعين‬
Selain melihat dari susunan unsur-unsur yang membentuk jumlah
ilmu nahwu juga melihat isi kalimat dari sisi itsbat (positif) dan manfi
(negative) nya saja. Jumlah mutsbatah (kalimat positif) menurut al-masih
(1981), ialah kalimat yang menetapkan keterkaitan antara subjek dan
predikat. Kalimat ini terdiri dari unsur subjek dan predikat sebagai unsur
pokoknya.Kedua unsur tersebut dapat dijumpai dalam jumlah ismiyah
(kalimat nominal) dan jumlah fi’liyah (kalimat verbal).
Sedangkan jumlah manfiyah (kalimat negative) merupakan lawan
dari kalimat positif, yaitu kalimat yang meniadakan hubungan antara
subjek dan predikat. Seperti contoh berikut:
)6-7:‫(اال على‬... ‫ اال ماشاء‹ هللا‬,‫سنقر ئك فال تنسى‬
“Kami akan membacakan (alqur’an)kepadamu (Muhammad),maka kamu
tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki…”(Q.S. al-A’la: 6-7)
 KALAM KHOBAR (BERITA/ KABAR)
Khabar ialah pembicaraan yang mengandung kemungkinan benar atau bohong
semata-mata dilihat dari pembicaraannya itu sendiri. Jika seseorang mengucapkan suatu
kalimat (kalâm ) yang mempunyai pengertian yang sempurna, setelah itu kita bisa menilai
bahwa kalimat tersebut benar atau salah maka kita bisa menetapkan bahwa kalimat tersebut
merupakan kalâm khabar . Dikatakan benar jika maknanya sesuai dengan realita, dan
dikatakan dusta (kadzb) jika maknanya bertentangan dengan realita. Contoh,
‫ ﻟﻦ ﻳﺤﻀﺮ ﺍﻷﺳﺘﺎﺫ ﺃﺣﻤﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻨﺎﻗﺸﺔ ﻏﺪﺍ‬: ‫ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ‬
Ucapan mahasiswa di atas bisa dikategorikan kalâm khabari . Setelah mahasiswa
tersebut mengucapkan kalimat itu kita bisa melihat apakah ucapannya benar atau salah. Jika
ternyata ustadz Ahmad keesokan harinya tidak datang dalam perkuliahan, maka ucapan
mahasiswa tersebut benar. Sedangkan jika ternyata keesokan harinya ustadz Ahmad dating
pada perkuliahan, maka kalimat tersebut tidak benar atau dusta.
B. Pembagian kalam khabar
Khabar ada 2 macam, yaitu jumlah fi’liyah dan jumlah ismiyah.
1). Jumlah fi’liyah biasanya digunakan untuk meletakkan suatu pekerjaan di dalam
zaman tertentu tapi secara ringkas (tidak butuh lafadz bema’na zaman lagi). Contoh
ketika kita akan memberitahukan khabar kedatangannya zaid dalam zaman tertentu
(misal zaman yang sudah lewat), maka diucapkan ‫ ﺟﺎﺀ‹ ﺯﻳﺪ‬. dan ketika hendak
memberitahukan keberadaan zaid yang sebentar lagi akan datang, maka diucapkan
‫ﻳﺠﻲﺀ ﺯﻳﺪ‬
2). Sedangkan jumlah ismiyah penggunaannya adalah hanya sekedar ingin
menetapkan musnad pada musnad ilaih saja, tidak memandang kapan pekerjaan
tersebut terjadi.
Contoh ketika kita hanya sekedar memberi tahu mengenai berdirinya zaid saja, tidak
bermaksud kapan toh berdirinya, maka diucapkan ‫ ﺯﻳﺪ ﻗﺎﺋﻢ‬.
C. Tujuan kalâm khabar
Setiap ungkapan yang dituturkan oleh seseorang pasti mempunyai tujuan
tertentu. Suatu kalâm khabari biasanya mempunyai dua tujuan, yaitu fâidah alkhabar
dan lâzim al-faidah.
1) Fâidah al-khabar adalah suatu kalâm khabari yang diucapkan kepada orang
yang belum tahu sama sekali isi perkataan itu. Contoh,
‫ﻛﺎﻥ ﻋﻤﺮﻭﺍﺑﻦ ﻋﺒﺪﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﻻ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﺑﻴﺖ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﺷﻴﺄ ﻭﻻ ﻳﺠﺰﻱ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﻲﺀ ﺩﺭﻫﻤﺎ‬
Pada kalimat di atas mutakallim ingin memberi tahu kepada mukhâthab
bahwa Umar bin Abdul Aziz tidak pernah mengambil sedikit pun harta dari baitul
mal. Mutakallim berpraduga bahwa mukhâthab tidak mengetahui hukum yang ada
pada kalimat tersebut.
2) Lâzim al-fâidah adalah suatu kalâm khabari yang diucapkan kepada orang
yang sudah mengetahui isi dari pembicaraan tersebut, dengan tujuan
agar orang itu tidak mengira bahwa si pembicara tidak tahu.
‫ﺫﻫﺒﺖ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﺎﻣﻌﺔ ﻣﺘﺄﺧﺮﺍ‬
Selain kedua tujuan utama dari kalâm kahabar terdapat tujuan-tujuan lainnya
yang merupakan pengembangan dari tujuan semula. Tujuan-tujuan tersebut adalah
sbb:
1) Istirhâm (minta dikasihi)
Dari segi bentuknya kalâm ini berbentuk khabar (berita), akan tetapi dari segi
tujuannya mutakallim ingin dikasihi oleh mukhâthab . Contoh kalâm khabari dengan
tujuan
istirhâm adalah do’a nabi Musa yang dikutip Alquran,
‫ﺭﺏ ﺇﻧﻰ ﻟﻤﺎ ﺃﻧﺰﻟﺖ ﺇﻟﻲ ﻣﻦ ﺧﻴﺮ ﻓﻘﻴﺮ‬
Tuhanku, aku ini sangat membutuhkan kebaikan yang Engkau berikan padaku.
2) Izhhâr al-dha’fi (memperlihatkan kelemahan) seperti do’a Nabi Zakaria dalam
Alquran.
‫ﺭﺑﻲ ﺇﻧﻰ ﻭﻫﻦ ﺍﻟﻌﻈﻢ ﻣﻨﻲ ﻭﺍﺳﺘﻌﻞ ﺍﻟﺮﺃﺱ ﺷﻴﺒﺎ‬
(Tuhanku sesungguhnya aku telah lemah tulangku dan kepalaku telah penuh uban )
3) Izhhâr al-tahassur (memperlihatkan penyesalan) seperti doa Imran bapaknya
Maryam yang dihikayatkan dalam Alquran.
‫ﺭﺏ ﺇﻧﻲ ﻭﺿﻌﺘﻬﺎ ﺃﻧﺜﻰ ﻭﻪﻠﻟﺍ ﺃﻋﻠﻢ ﺑﻤﺎ ﻭﺿﻌﺖ‬
(Tuhanku, aku telah melahirkan ia wanita dan Allah mengetahui apa yang ia
lahirkan).
4) Al-Fakhr (sombong) seperti perkataan Amru bin Kalsum :
‫ﺇﺫﺍ ﺑﻠﻎ ﺍﻟﻔﻄﺎﻡ ﻟﻨﺎ ﺻﺒﻲ — ﺗﺨﺮ ﻟﻪ ﺍﻟﺠﺒﺎﺋﺮ ﺳﺎﺟﺪﻳﻨﺎ‬
( Jika seorang anak kami telah lepas menyusu, semua orang sombong akan
tunduk menghormatinya ).
5) Dorongan bekerja keras
Dari segi bentuk dan isinya kalâm ini bersifat khabari (pemberitahuan), akan
tetapi maksud mutakallim mengucapkan ungkapan tersebut agar mukhâthab bekerja
keras. Contoh kalâm khabari untuk tujuan ini adalah surah Thahir bin Husain kepada
Abbas bin Musa al-Hadi yang terlambat membayar upeti,
D. Jenis-jenis kalâm khabar
Kalâm Khabari adalah kalimat yang diungkapkan untuk memberitahu sesuatu
atau beberapa hal kepada mukhâthab. Untuk efektifitas penyampaikan suatu pesan
perlu dipertimbangkan kondisi mukhâthab.
Ada tiga keadaan mukhâthab yang perlu dipertimbangkan dalam
mengungkapkan kalâm khabari. Ketiga keadaan tersebut adalah sbb:
1) Mukhâthab yang belum tahu apa-apa ( ‫) ﺧﺎﻟﻰ ﺍﻟﺬﻫﻦ‬
Mukhâthab khâlidzdzihni adalah keadaan mukhâthab yang belum tahu sedikit
pun tentang informasi yang disampaikan. Mukhâthab diperkirakan akan menerima
dan tidak ragu-ragu tentang informasi yang akan disampaikan. Oleh karena itu tidak
diperlukan taukîd dalam pengungkapannya. Bentuk kalâm khabari pada model
pertama ini dinamakan kalâm khabari ibtidâî .
Contoh,
‫ﺍﻟﺴﻴﺎﺭﺓ ﺳﺎﻗﻄﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﺍﺩﻱ‬
2) Mukhâthab ragu-ragu ( ‫) ﻣﺘﺮﺩﺩ ﺍﻟﺬﻫﻦ‬
Jika mukhâthab diperkirakan ragu-ragu dengan informasi yang akan kita
sampaikan maka perlu diperkuat dengan taukîd. Keraguan mukhâthab bisa
disebabkan dia mempunyai informasi lain yang berbeda dengan informasi yang kita
sampaikan, atau karena keadaan mutakallim yang kurang meyakinkan.
‹َّ
Untuk menghadapi mukhâthab jenis ini diperlukan adat taukîd seperti ‘- – ‫ﺇﻥ‬
‫’ ﺃﻥ ﻗﺪ – ﻝ‬. Bentuk kalâm ini dinamakan kalâm khabari thalabi ‫ﻃﻠﺒﻲ‬ ‫ﺧﺒﺮ‬ ‹‹‹‹‹‹‹‹‹.
Contoh,‫ ﺇﻥ ﺍﻟﺴﻴﺎﺭﺓ ﺳﺎﻗﻄﺔ‬.
3) Mukhâthab yang menolak (‫)ﺇﻧﻜﺎﺭﻯ‬
Kadang juga terjadi mukhâthab yang secara terang-terangan menolak
informasi yang kita sampaikan. Penolakan tersebut mungkin terjadi karena informasi
yang kita sampaikan bertentangan dengan informasi yang dimilikinya. Hal ini juga
bisa terjadi karena dia tidak mempercayai kepada kita. Untuk itu diperlukan adat
taukîd lebih dari satu untuk memperkuat pernyataannya. Jenis kalâm model ini
dinamakan kalâm khabari inkâri.
Contoh,‫ﻭﻪﻠﻟﺍ ﺇﻥ ﺍﻟﺴﻴﺎﺭﺓ ﻟﺴﺎﻗﻄﺔ‬
Dari paparan di atas tampak bahwa penggunaan taukîd dalam suatu kalâm
mempunyai implikasi terhadap makna. Setiap penambahan kata pada suatu kalimat
akan mempunyai implikasi terhadap maknanya. Seorang filsuf Ya’qub bin Ishaq al-
Kindi bertanya kepada Abu Abbas Muhammad bin Yazid al-Mubarrid, ”Saya
menemukan sesuatu yang sia-sia dalam ungkapan Arab. Orang-orang berkata:
‫ ﻭﺇﻥ ﻋﺒﺪ ﻪﻠﻟﺍ ﻟﻘﺎﺋﻢ‬, ‫ ﻭﺇﻥ ﻋﺒﺪ ﻪﻠﻟﺍ ﻗﺎﺋﻢ‬, ‫ﻋﺒﺪ ﻪﻠﻟﺍ ﻗﺎﺋﻢ‬
Lafadz Taukid (penguat) dengan menggunakan lafadz adalah : 1. ‫ ﺃَ َّﻥ‬،‫= ﺇِ َّﻥ‬
Sesungguhnya 2. ‫ﻻَ ْﻡ‬ ْ‫ﺇ ْﺑﺘِﺪَﺍﺀ‬ = Sungguh
3. Huruf Tanbih (Peringatan) seperti : ‫ ﺃَ َﻣﺎ‬،َ‫( ﺃَﻻ‬ingatlah) . 4. Huruf Qosam (sumpah).  5.
Huruf Zaidah (tambahan).seperti ba’ zaidah.  6. Pengulangan lafadz (takrir).  7. ‫= ﻗَ ْﺪ‬
Sungguh, benar-benar.  8. ‫ ﺃَ َّﻣﺎ‬yang menjadi Syarat.
Dan termasuk juga :
a. Menggunakan Jumlah ismiyah, karena itu lebih kuat dari pada jumlah Fi’liyyah.
b. Mendahulukan Fa’il maknawi contoh:
‫ﻀ َﺮ‬
َ ‫ﺍﻷﻣﻴ ُﺮ ﺣ‬
c. Lafadz ‫ ﺇﻧَّ َﻤﺎ‬contoh : ‫ﺇﻧَّ َﻤﺎ ﺧﺎَﻟِ ٌﺪ ﻗَﺎﺋِ ٌﻢ‬
d. Dhomir Fashol Contoh : ‫ﺯَ ْﻳ ٌﺪ ﻫ َُﻮ ﺍﻟﻘَﺎﺋِ ُﻢ‬
1.Seputar tentang isnad khabari(kalimat berita)
Isnad berarti menggabungkan satu kata dengan kata lain sehingga
menimbulkan arti baru dari penggabungan tersebut apakah itu menetapkan hubungan
antara keduanya atau menegasikan hubungan antara keduanya.Contoh :
‫الحق وضح‬
‫الشمس ليت بغا ئبة‬
Contoh pertama menetapkan bahwa kebenaran itu jelas, sedangkan contoh
kedua menegasikan ketiadaan matahari dalam arti matahari itu tidak menghilang kata
al haq disebut musnad ilaih dan mahkum’alaih sementara kata ;wadhihun disebut
musnad dan mahkum bih. Dalam kajian balagah yang termasuk musnad ilaih adalah
fa’il,naibul fa’il,mubtada’,isim kana, isim inna, maful awwal dari zanna dan saudar-
saudaranya . Sedangkan yang dinamakan musnad adalah fiil,khobar mubtada’,khobar
kaana, dan khabar inna.
Kalimat berita yang disampaikan oleh penutur mengandung dua kemungkinan
arti yaitu berita itu benar atau berita itu dusta. Hal tersebut terjadi dalam tuturan
manusia biasa dan tidak berlaku pada ayat-ayat suci Al-quran dan hadist nabi saw. 3
Para pakar balagah mengkaji hal ihwal isnad khabari ini pada tiga kajian, yaitu
pertama,tujuan penutur dalam penyampaian berita, kedua, tingkatan-tingkatan kalimat
berita,ketiga ,kalimat berita itu apakah hakikah atau majaz. Dibawah ini akan diurai
satu persatu.
 tujuan atau maksud penutur dalam menyampaikan kalimat berita.
Seorang penutur atau sastrawan dalam menyampaikan berita tentunya
memiliki maksud dan tujuan di balik ungkapan yang disampaikannya.pakar balaghoh
berpendapat bahwa ada dua maksud seorang penutur ketika menyampaikan
tuturannya yaitu;
Pertma,untuk menyampaikan kepada lawan tutur suatu berita atau ide atau
gagasan yang tidak diketahui oleh lawan tutur yang dikenal dengan istilah faidah al-
khabar.
Contoh ; ketika penutur mengatakan ibrahim itu lulus’’ disampaikan kepada orang
yang tidak mengetahui kelulusan Ibrahim.
Kedua,untuk menyampaikan kepada lawan tutur bahwa sang penutur tau
akan berita tersebut jika lawan tutur sudah tahu apa yang dia sampaikan.dalam ilmu
balagah dikenal dengan istilah lazim al-faidah. Contoh kamu lulus, diungkapkan
kepada lawan lawan tutur yang sudah jelas mengetahui kelulusannya namun penutur
mengungkapkan berita itu dengan tujuan menyampaikan kepada lawan tutur bahwa ia
pun tahu akan kelulusan tersebut.4
Kedua tujuan tersebut merupakan tujuan dan maksud penyampain berita pada
umumnya namun terkadang penyampaian berita itu keluar dari dua maksud tersebut.
Hal tersebut bertujuan untuk merealisasikan beberapa tujuan yang dapat
menggambarkan sisi dalam dan perasaan penutur dan mengajak lawan tutur untuk
ikut merasakan apa yang dirasakannya.
Diantara maksud dan tujuan dalam penyampaian berita tersebut adalah;
1) Menampakan kelemahan dan kepasrahan makna tersebut dapat dijumpai dalam
qs. Maryam 19:4
‫قال رب إني وهن العظم من وشتعل الرأس شيبا ولم أكن بدعا ئك رب شقيا‬
Ia berkata ; ya tuhanku,sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku
telah ditumbuhi ubanm dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada
emgkau,ya tuhanku.

3
Ibid.,h.73
4
Basyuni Abd Al-Fattah Fayud, Ilmu al-Ma’ani, Jilid 1,(Kairo: Maktabah Wahbah,t.th),h.36.
Nabi zakariya as. Ketika menyampaikan kepada allah swt bahwa ia telah uzur
tidaklah bermaksud memberitahukan sesuatu yang tidak pula bermaksud lazim al-
faidah (menyampaikan bahwa ia tahu berita itu) namun maksud penyampaian itu
adalah untuk menunjukkan kelemahan dan ketundukan serta kepasrahannya terhadap
apa yang dikehendaki oleh allah swt.
2) Penyesalan dari sesuatu yang diharapkan maksud dan tujuan tersebut dapat
dilihat dalam ungkapan alquran qs.ali imran/ 3:36
ّ ‫فلما وضعتها قالت رب إني وضعتها أنثى وهللا أعلم بما وضعت وليس‬
‫الذ ككا األنثى‬

Maka tatkala isteri imran melahirkan anaknya ,diapun berkata


;yatuhanku,sesungguhnya aku melahrkan nya seorang anak perempuan: dan allah
lebih mengetahui apa yang dilahirkan itu: dan laki-laki tidaklah seperti anak
perempuan.
Istri imran ketika berkata ; ya tuhankum sesungguhnya saya melahirkannya
seorang anak perempuan tidak bermaksud menyampaikan sesuatu yang tidak
diketahui oleh allah swt dan juga tidak bern=maksud menyampaikan bahwa ia tahu
berita tersebut, namun tuhuan dan maksud menyampaikan berita ini adalah untuk
menampakkan penyesalan dan kesedihan karena yang diharapkannya berita tersebut
tidk sekedar menyampaikan berita dengan kalimat yang asal-asalan namun
mempertimbangkan situasi dan kondisi dlawan tutur.
Olehnya itu dalam kajian balagah ada 3 jenis dan tingkatan ungkapan berita
dengan mempertimbangkan kondisi lawan tutur yaitu: khabar ibtidai,khabar thalabi
dan khobar inkari. Menurut basyuni fayud bahwa yang pertama memperkenalkan
tingkatan khabar ini adalah al-mubarrid meskipun belum mengistilahkan dengantiga
istilah tersebut dalam tingkatn khabar. khabar ibtidai yaitu suatu berita disampaikan
kepada lawan tutur yang tidak tahu sama sekali tentang informasi yang disampaikan
lawan tutur diperkirakan akan menerima dan tidak ragu-ragu tentang informasi yang
akan disampaikan olehnya itu,tidak diperlukan huruf taukid (kata penegasan) dalam
menyampaikan contoh ;
‫الطائرة هبطت فى البحر‬
pesawat itu mendarat di laut.
Seperti juga pemberitaan tentang karunia allah.
‫ذلك فضل هللا يؤ تيه من يشاء وهللا ذو الفضل العظيم‬
Demikian karunia allah, di berikan kepada siapa yang dikehendaki-nya; dan
allah mempunyai karunia yang besar.
Adapun khabar thalabi adalah berita yang disampaikan kepada lawan tutur
yang nampakny ragu-ragu dengan informasi tersebut. Keraguan lawan tutur
 KALAM INSYA’

Kata ‘ ‫ ‘ ﺇﻧﺸﺎﺀ‬merupakan bentuk mashdar dari kata ‘ ‫‘ ﺃﻧﺸﺄ‬. Secara leksikal kata
tersebut bermakna membangun, memulai, kreasi, asli, menulis, dan menyusun. Dalam
ilmu bahasa arab insyâi merupakan salah satu nama mata kuliah yang mengajarkan
menulis.
Insyâi sebagai kebalikan dari khabari merupakan bentuk kalimat yang setelah
kalimat tersebut dituturkan kita tidak bisa menilai benar atau dusta. Hal ini berbeda
dengan sifat kalâm khabari yang bisa dinilai benar atau dusta. Dalam terminologi
ilmu ma’âni kalâm insyâ’i adalah,
‫ﻣﺎﻻ ﻳﺤﺘﻤﻞ ﺍﻟﺼﺪﻕ ﻭﺍﻟﻜﺬﺏ‬

Kalâm insyâi adalah suatu kalimat yang tidak bisa disebut benar atau dusta
Jika seorang mutakallim mengucapkan suatu kalâm insyâi, mukhâthab tidak bisa
menilai bahwa ucapan mutakallim itu benar atau dusta. Jika seorang berkata ‘
‫ﺇﺳﻤﻊ‬
Artinya dengarkanlah ‘, kita tidak bisa mengatakan bahwa ucapannya itu benar atau
dusta. Setelah kalâm tersebut diucapkan yang mesti kita lakukan adalah menyimak
ucapannya.

B. Pembagian Kalâm Insyâi


Secara garis besar kalâm insyâi ada dua jenis, yaitu insyâi thalabi dan insyâi
ghair thalabi . Kalâm yang termasuk kategori insyâi thalabi adalah Amr, nahyu,
istifhâm, tamannî , dan nidâ .
Sedangkan kalâm yang termasuk kategori ghair thalabi adalah ta’ajjub, al-
dzamm, qasam , kata-kata yang diawali dengan af’âl alrajâ. Jenis-jenis kalâm insyâi
ghair thalabi tidak termasuk ke dalam bahasan ilmu ma’âni. Sehingga jenis-jenis
kalimat tersebut tidak akan dibahas dalam buku ini. Insyâi thalabi menurut para pakar
balâghah adalah,
‫ﻣﺎ ﻳﺴﺘﺪﻋﻲ ﻣﻄﻠﻮﺑًﺎ ﻏﻴﺮ ﺣﺎﺻﻞ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﻄﻠﺐ ﻻﻣﺘﻨﺎﻉ ﺗﺤﺼﻴﻞ ﺍﻟﺤﺎﺻﻞ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﺑﺎﻟﻨﻈﺮ ﻫﺎﻫﻨﺎ‬
Kalâm insyâi thalabi adalah suatu kalâm yang menghendaki adanya suatu
tuntutan yang tidak terwujud ketika kalâm itu diucapkan.
Dari definisi di atas tampak bahwa pada kalâm insyâi thalabi terkandung
suatu tuntutan. Tuntutan tersebut belum terwujud ketika ungkapan tersebut
diucapkan. Kalimat-kalimat yang termasuk kategori insya thalabi adalah,
1. Amr
Secara leksikal amr bermakna perintah. Sedangkan dalam terminologi ilmu
balâghah amr adalah,
‫ﻃﻠﺐ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﻷﺳﺘﻌﻼﺀ‬
Tuntutan mengerjakan sesuatu kepada yang lebih rendah .
Al-Hâsyimi (1960) mendefinisikan jumlah al-amr (kalimat perintah) sebagai
tuturan yang disampaikan oleh pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak
yang lebih rendah agar melaksanakan suatu perbuatan, seperti
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Alquran kepadamu (hai Muhammad) dengan
berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu

Untuk menyusun suatu kalâm amr ada empat shîgah yang biasa digunakan:
a) Fi’l al-amr
Semua kata kerja yang ber -shîgah fi’l amr termasuk kategori thalabi .
Contoh,
‫ﺧﺬ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺑﻘﻮﺓ‬
Ambillah kitab itu dengan kuat!
b) Fi’l mudhâri’ yang disertai lâm alamr
Fi’il mudhâri’ yang disertai dengan
lâm al-amr maknanya sama dengan amr yaitu perintah. Contoh,
‫ﻟﻴﻨﻔﻖ ﺫﻭ ﺳﻌﺔ ﻣﻦ ﺳﻌﺘﻪ‬
Hendaklah berinfak ketika dalam keleluasaan
c) Isim fi’il amr
Kata isim yang bermakna fi’il (kata kerja) termasuk shigat yang membentuk kalâm
insyâi thalabi .
Contoh,
‫ﺣﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺣﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﻼﺡ‬
(Mari melaksanakan shalat! Mari menuju kebahagiaan! )
d) Mashdar pengganti fi’il
Mashdar yang posisinya berfungsi sebagai pengganti fi’il yang dibuang bisa
juga bermakna amr . Contoh,
‫ﺳﻌﻴﺎ ﻓﻰ ﺍﻟﺨﻴﺮ‬
(Berusahalah pada hal-hal yang baik )
Dari keempat shîgah tersebut makna amr pada dasarnya adalah perintah dari
yang lebih atas kepada yang lebih rendah. Namun demikian ada beberapa makna Amr
selain dari makna perintah.Makna-makna tersebut adalah do’a , iltimâs
(menyuruh yang sebaya ),tamannî(berangan-angan),tahdîd(ancaman), ta’jiz
(melemahkan ),taswiyah(menyamakan),takhyîr(memilih),danibâhah (membolehkan ).
● Amar yang keluar dari arti aslinya
Dan terkadang Sighot Amar itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain
yang bisa dipahami dengan alur pembicaraan (Siyaqul kalam) dan Indikasi keadaan.
seperti :
a. Do’a , (yaitu : menuntut suatu pekerjaan dengan cara merendah atau sopan,
baik orang yang menuntut itu rendah atau tinggi ataupun sama derajatnya) contoh : 
َ َ‫ﻲ ﺃَ ْ‹ﻥ ﺃَ ْﺷ ُﻜ َ‹ﺮ ﻧِ ْﻌ َﻤﺘ‬
‫ﻚ‬ ‹ْ ِ‫ = ﺃَﻭْ ِﺯ ْﻋﻨ‬mohon Berikan  Ilham padaku untuk mensyukuri nikmat-Mu
(Surat An-Naml : 19) .
b. Iltimas (yaitu : menuntut suatu pekerjaan secara halus tanpa adanya Isti’la’
atau merendahkan diri baik orang yang memerintah itu lebih tinggi derajatnya, atau
َ ‫= ﺃَ ْﻋ ِﻄﻨِ ْ‹ﻲ ﺍﻟ ِﻜﺘ‬
lebih rendah atau sama). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :  ‫َﺎﺏ‬
berikan padaku kitab itu .
c. Tamanni (yaitu : Perintah suatu perkara yang disenangi tanpa adanya sifat
toma’), contoh :
‫ﻚ ﺑِﺄ َ ْﻣﺜَ ِﻞ‬
َ ‫ْﺢ َﻭ َﻣﺎ ﺍﻹﺻْ ﺒَﺎ ُﺡ ِﻣ ْﻨ‬ ُ ِ‫ﺃَﻻَ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻠَّ ْﻴ ُﻞ ﺍﻟﻄّ ِﻮ ْﻳ ُﻞ ﺃَﻻَ ﺍ ْﻧ َﺠﻠِ ْﻲ ﺑ‬
ٍ ‫ﺼﺒ‬
Ingatlah, wahai Sang malam yang panjang!, tampakkanlah dengan waktu
shubuh, dan tiadalah kenampakan waktu shubuh darimu itu lebih utama (disisiku).
d. Tahdid (Mengancam), contoh : ‫ = ﺇِ ْﻋ َﻤﻠُﻮْ ﺍ َﻣﺎ ِﺷﺌﺘ ْﻢ‬Kerjakanlah sesuka hati
kalian ! (Maka kalian akan melihat balasannya dihadapan kalian ) . (Surat Fushilat :
40)

e. Ta’jiz (melemahkan) ,
Contoh : ‫ﻳَﺎ ﻟَﺒَ ْﻜ ٍﺮ ﺃَ ْﻧ ِﺸﺮُﻭْ ﺍ ﻟِ ْﻲ ُﻛﻠَ ْﻴﺒَﺎ ﻳَﺎﻟَﺒَ ْﻜ ٍﺮ ﺃَ ْﻳﻦَ ﺍَ ْﻳﻦَ ﺍﻟﻔِ َﺮﺍ ُﺭ‬
Wahai Bakar, hidupkanlah kembali Kulaib, Hai Bakar dimana? dimana
engkau akan lari?
f. Taswiyyah (menyamakan), Seperti Firman Allah :
‫ﺇﺻْ ﻠَﻮْ ﻫَﺎ ﺇِﺻْ ﺒِﺮُﻭْ ﺍ ﺃَﻭْ ﻻَ ﺗَﺼْ ﺒِﺮُﻭْ ﺍ َﺳ َﻮﺍﺀٌ َﻋﻠَ ْﻴ ُﻜ ْﻢ‬
Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya), Bersabarlah
kalian ataukah janganlah sabar kalian, sama saja bagi kalian.
(Surat At-Thur : 16)
Karena terkadang disalah persepsikan bahwa sabar itu bermanfaat,
maka hal itu mendorong untuk menyamakan bagi mereka antara sabar dan
tidak dalam hal sama- sama tiada bermanfaat.
2. Nahyu
Makna nahyu secara leksikal adalah melarang, menahan, dan
menentang. Sedangkan dalam terminologi ilmu balâghah nahyu adalah,
‫ﻃﻠﺐ ﺍﻟﻜﻒ ﻋﻦ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﺍﻹﺳﺘﻌﻼﺀ‬
(Tuntutan meninggalkan suatu perbuatan dari pihak yang lebih
tinggi).
Contoh: “Janganlah kamu sekalian mendekati zina! Sesungguhnya zina itu
perbuatan keji dan jalan yang sejelek-jeleknya. (al-Isra:32)
Pada ayat di atas Allah swt melarang orang-orang beriman berbuat
zina. Al-Hasyimi mendefinisikan jumlah alnahy (kalimat melarang) sebagai
tuturan yang disampaikan oleh pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada
pihak yang lebih rendah agar meninggalkan sesuatu perbuatan.
● Nahi yang keluar dari arti aslinya
Terkadang Sighot Nahi itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang
lain yang bisa dipahami dari maqom/Keadaan dan alur pembicaraan (Siyaqul
kalam). seperti :
a. Do’a , (yaitu : tuntutan untuk meninggalkan suatu pekerjaan dengan cara
merendah atau sopan) contoh pada Firman Allah :  َ‫ﺖ ﺑِ َﻲ ﺍﻷَ ْﻋﺪَﺍﺀ‬
‹ْ ‫ = ﻓَﻼَ ﺗُ ْﺸ ِﻤ‬Mohon
Janganlah kau membuat gembira para musuh dengan melihatku (Surat Al-
A’rof : 150) .
b. Iltimas (yaitu : Tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan tanpa adanya
Isti’la’ atau merendahkan diri). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
َ‫= ﻻَﺗَﺒ َْﺮﺡْ ِﻣ ْﻦ َﻣﻜَﺎﻧِﻚَ َﺣﺘﻰ ﺃﺭْ ِﺟ َﻊ ﺇﻟَ ْﻴﻚ‬
Janganlah kau pindah dari tempatmu, sampai aku kembali padamu .
c. Tamanni , contoh :
ْ ‫ﻒ ﻻَ ﺗ‬
‫َﻄﻠُ ْﻊ‬ ُ ‫ﻳَﺎ ﻟَ ْﻴ ُﻞ ﻃُﻞْ ﻳَﺎ ﻧَﻮْ ُﻡ ُﺯﻝْ ﻳَﺎ‬
ْ ِ‫ﺻ ْﺒ ُﺢ ﻗ‬
Wahai Malam, panjangkan waktumu, wahai tidur hilanglah, wahai
Waktu subuh berhentilah, janganlah kau nampak.
d. Tahdid (Mengancam), Seperti ucapanmu kepada pelayanmu :   ْ‫ﻻَ‹ ﺗُ ِﻄ ْ‹ﻊ ﺃَ ْﻣ ِﺮﻱ‬
= Jangan kau patuhi perintahku !, (Maka akan kau rasakan akibatnya).
3. Istifhâm
Kata ‘ ‫ ‘ ﺍﺳﺘﻔﻬﺎﻡ‬merupakan bentukmashdar dari kata ‘ ‫‘ ﺍﺳﺘﻔﻬﻢ‬.
Secara leksikal kata tersebut bermakna meminta pemahaman/pengertian.
Secara istilah istifhâm bermakna
‫ﻃﻠﺐ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻟﺸﻲﺀ‬
(menuntut pengetahuan tentang sesuatu ).
Kata-kata yang digunakan untuk istifhâm ini ialah :
‫ﺃ – ﻫﻞ – ﻣﺎ – ﻣﻦ – ﻣﺘﻰ – ﺃﻳﺎﻥ – ﻛﻴﻒ – ﺃﻳﻦ – ﻛﻢ – ﺃﻱ – ﺃﻧﻲ‬
Suatu kalimat yang menggunakan kata tanya dinamakan jumlah
istifhâmiyyah , yaitu kalimat yang berfungsi untuk meminta informasi
tentang sesuatu yang belum diketahui sebelumnya dengan
menggunakan salah satu huruf istifhâm . Contoh kalimat tanya seperti:
(Sesungguhnya Kami telah menurunkannya(Alquran)pada malam
kemuliaan.Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu ?)
Alat untuk bertanya :
ّ ‫ ﺃ‬،‫ َﻛ ْﻢ‬،‫ ﺃَﻧﻰ‬، َ‫ ﺃَ ْﻳﻦ‬، َ‫ َﻛ ْﻴﻒ‬، َ‫ ﺃَﻳَّﺎﻥ‬،‫ َﻣﺘﻰ‬، ‫ َﻣ ْﻦ‬،‫ َﻣﺎ‬، ْ‫ ﻫَﻞ‬،‫ﺍﻟﻬﻤﺰﺓ‬
‫ﻱ‬
Hamzah ( ‫ ) ﺃ‬Hamzah berfungsi untuk menuntut Tashowwur atau Tasdhiq.
Tashowwur adalah : mengetahui mufrod (sesuatu selain terjadinya penisbatan
atau tidak) Seperti Ucapanmu :  ‫ﻲ ُﻣ َﺴﺎﻓِ ٌ‹ﺮ ﺃَ ْ‹ﻡ ﺧَﺎﻟِ ٌﺪ‬
‹ٌّ ِ‫ = ﺃَ َﻋﻠ‬Apakah Ali itu Orang yang pergi
ataukah Kholid? .dengan berkeyakinan bahwa bepergian itu dilakukan oleh salah satu
dari keduanya, tetapi engkau menuntut kejelasannya, maka dari itu dijawab dengan
menentukan salah satunya, semisaldijawab “Ali”.
Tasdhiq yaitu mengetahui bahwa penisbatan antara dua perkara itu terjadi sesuai
dengan fakta atau tidak.
Contoh : ‫= ﺃَ َﺳﺎﻓَ َﺮ‹ َﻋﻠِ ٌّﻲ‬  Apakah Ali telah pergi? . engkau bertanya tentang
terjadinya pekerjaan”bepergian” atau tidak ? maka dijawab dengan : ya atau tidak.
Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashowwur itu Lafadz yang bersanding dengan
hamzah dan adanya kata pembanding yang disebutkan setelah Am . Kata Am disini
disebut : Am Muttasil . maka kamu akan mengucapkan ketika bertanya tentang
Musnad ilaih : ” ُ‫ﺃَﺃَ ْﻧﺖَ ﻓَ َﻌ ْﻠﺖَ ﻫَ َﺬﺍ ﺃَ ْﻡ ﻳُﻮْ ﺳُﻒ‬ ‫ = ؟‬Apakah kamu telah mengerjakan ini
ataukah Yusuf? dan bertanya tentang Musnad : ‫ﺍﻏﺐٌ‹ ﺃَ ْﻧﺖَ‹ َﻋ ِﻦ‹ ﺍﻷ ْﻣ ِﺮ‹ ﺃَ ْﻡ‹ َﺭﺍ ِﻏﺐٌ‹ ﻓِ ْﻴ ِﻪ‬
ِ ‫=ﺃَ‹ َﺭ‬
Apakah Kamu membenci perkara ini ataukah kamu menyukainya? .
dan bertanya tentang Maf’ul bih
‫ﺼ ُﺪ ﺃَ ْﻡ ﺧَﺎﻟِﺪًﺍ ؟‬ َ ‫ﺃَ ِﺇﻳ‬
ِ ‫َّﺎﻱ ﺗَ ْﻘ‬
= Apakah aku yang engkau tuju ataukah kholid ?. dan bertanya tentang Hal :
ِ ‫ﺃَ َﺭﺍ ِﻛﺒًﺎ ِﺟﺌﺖَ ﺃَ ْﻡ َﻣ‬
‫ﺎﺷﻴًﺎ ؟‬
=Apakah dengan berkendaraan engkau datang ataukah dengan berjalan kaki?
dan bertanya tentang Dhorof :
‫ْﺲ ﻗَ ِﺪ ْﻣﺖَ ﺃَ ْﻡ ﻳَﻮْ َﻡ ﺍﻟ ُﺠ ْﻤ َﻌ ِﺔ ؟‬
ِ ‫ﺃَ ﻳَﻮْ َﻡ ﺍﻟﺨَ ِﻤﻴ‬
=Apakah pada hari kamis engkau datang ataukah pada hari jum’at? .
dan begitu seterusnya. dan terkadang tidak disebutkan kata pembandingnya. contoh : 
‹َ ‫ﺖ ﻓَ َﻌ ْﻠ‬
‫ﺖ َﻛ َﺬﺍ ؟‬ ‹َ ‫ = ﺃَ‹ ﺃَ ْﻧ‬Apakah Kamu telah melakukan ini?   ‫َﻦ ﺍﻷ ْﻣ ِﺮ‹ ؟‬ ‹َ ‫ﺐ ﺃَ ْﻧ‬
‹ِ ‫ﺖ ﻋ‬ ‹ٌ ‫ = ﺃَ‹ َﺭﺍ ِﻏ‬Apakah
Kamu benci perkara ini? . ‫ﺼ ُﺪ ؟‬ َ ‫ = ﺃَ ﺇِﻳ‬Apakah aku yang engkau tuju? .   ‫ﺌﺖ ؟‬
ِ ‫َّﺎﻱ ﺗَ ْﻘ‬ ‹َ ‫ﺃَ َﺭﺍ ِﻛﺒًﺎ ِﺟ‬
ِ ‫ = ﺃَ‹ ﻳَﻮْ َ‹ﻡ ﺍﻟ َﺨ ِﻤﻴ‬Apakah pada hari
‹َ ‫ْﺲ‹ ﻗَ ِﺪ ْﻣ‬
= Apakah dengan berkendaraan kau datang? . ‫ﺖ ؟‬
kamis engkau datang?Sedangkan Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashdiq adalah
Nisbat (keadaannya dalam aspek terjadinya sesuatu atau tidak) serta tidak adanya
Lafadz pembanding. maka apabila Am terletak setelah Jumlah yang menunjukkan
suatu nisbat, maka am itu dikira-kirakan sebagai Am Munqoti’ (terputus) dan
bermakna seperti Bal (bahkan).
ْ‫ﻫَﻞ‬
Berfungsi untuk menuntutTasdhiqsaja.
‹َ ُ‫ﺻ ِﺪ ْﻳﻘ‬
Contoh : ‫ﻚ ؟‬ َ ‹َ‫ = ﻫ ْ‹َﻞ َﺟﺎﺀ‬Apakah temanmu telah datang? . jawabnya adalah ya atau
tidak.
Maka dari itu tidak perlu menyebutkan Lafadz pembanding. maka tidak boleh
diucapkan :  ‫ﺻ ِﺪ ْﻳﻘُﻚَ‹ ﺃَ ْﻡ‹ َﻋ ُﺪﻭُّ ﻙَ‹ ؟‬
َ ‹َ‫ = ﻫَﻞْ‹ َﺟﺎﺀ‬Apakah temanmu telah datang ataukah
musuhmu? .  ْ‫ ﻫَﻞ‬itu disebut Bashithoh , jika yang ditanyakan mengenai wujudnya
sesuatu pada dzatnya. contoh :  ‫ = ﻫ ْ‹َﻞ ﺍﻟ َﻌ ْﻨﻘَﺎﺀُ‹ َﻣﻮْ ﺟُﻮْ َﺩﺓٌ‹ ؟‬Apakah burung Anqo’ itu ada? .
dan disebut Murokkabah , jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada
sesuatu yang lain. Contoh :  ‫ْﺾ ﺍﻟ َﻌ ْﻨﻘَﺎﺀُ‹ َﻭﺗُ ْﻔ ِﺮ ُ‹ﺥ ؟‬
‹ُ ‫ = ﻫ ْ‹َﻞ ﺗَﺒِﻴ‬Apakah burung Anqo’itu bertelur
dan menetas ?
‫َﻣﺎ‬
berfungsi untuk menuntut penjelasan suatu nama.
Contoh :  ‫ = َﻣﺎ ﺍﻟ َﻌ ْﺴ َﺠ ُﺪ‹ ؟‬Apa ‘asjad itu? . (Maka dijawab : itu adalah emas)  ‫َﻣﺎ‬
‫ﺍﻟﻠُّ َﺠﻴْﻦُ‹‹‹ ؟‬ = Apa Lujain itu? . (Maka dijawab : itu adalah perak)
atau berfungsi untuk menanyakan tentang hakikat suatu nama benda. Contoh :  ‫َﻣﺎ‬
‹ُ ‫ = ﺍﻹ ْﻧ َﺴ‬Apa hakikat Manusia itu? (dengan menanyakan hakikat perorangan pada
‫ﺎﻥ ؟‬
manusia, maka dijawab : bahwa perorangan manusia tidak bisa bertambah pada
hakikatnya kecuali adanya hal-hal yang baru) . atau berfungsi untuk menanyakan
tentang keadaan(sifat) perkara yang disebutkan beserta ma . seperti ucapanmu kepada
orang yang mendatangimu :  ‫ = َﻣﺎ ﺃَ ْﻧﺖَ‹ ؟‬Apa keperluanmu? (maka dijawab :”Aku
berziaroh atau aku utusan dari Kholid” .
‫َﻣﻦ‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang orang-orang yang berakal.
Contoh   ‫ = َﻣ ْﻦ ﻓَﺘَ َﺢ ِﻣﺼْ َﺮ ؟‬Siapa Orang yang menahklukan Mesir? (maka dijawab : Amr
bin Ash pada zaman pemerintahan Kholifah Umar bin Khotob) .
‫َﻣﺘَﻰ‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang waktu yang telah lewat atau yang
akan datang (atau yang terjadi sekarang). Contoh :  َ‫ = َﻣﺘﻰ ِﺟﺌﺖ‬Kapan Engkau datang ?
‹ُ ‫ = ﻰﺘَ َ‹ﻣ ﺗَﺬﻫ‬Kapan kamu akan pergi?(maka dijawab :
(maka dijawab : Waktu sahur)  ‫َﺐ ؟‬
sekarang atau besok) .
َ‫ﺃَﻳَّﺎﻥ‬
berfungsi khusus untuk menuntut kejelasan masa yang akan datang. dan
Lafadz ‫ َ ﺃَﻳَّﺎﻥ‬digunakan pada tujuan Tahwil (memandang besar suatu perkara).
Seperti Firman Allah :  ‫ = ﻳَﺴْﺄ ُﻝ ﺃَﻳَّﺎﻥَ ﻳَﻮْ ُﻡ ﺍﻟﻘِﻴَﺎ َﻣ ِﺔ ؟‬Ia bertanya : kapankah Hari kiamat itu
َ‫َﻛ ْﻴﻒ‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu keadaan.
Contoh :  ‫ = َﻛ ْﻴﻒَ ﺃَ ْﻧﺖَ ؟‬Bagaimana keadaanmu? .
َ‫ﺃَ ْﻳﻦ‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu tempat.
Contoh :  ‫ = ﺃَ ْﻳﻦَ ﺗ َْﺬﻫَﺐُ ؟‬ke mana engkau akan pergi? .
‫ﺃَﻧﻰ‬
berfungsi seperti Kaifa contoh :
‫= ﺃﻧﻰ ﻳُﺤْ ِﻲ ﻫﺬﻩ ﻪﻠﻟﺍُ ﺑَ ْﻌ َﺪ َﻣﻮْ ﺗِﻬَﺎ ؟‬
Bagaimana Allah menghidupakan negeri ini setelah matinya (Ahli Qoryah) ?.
(Surat Al-Baqoroh : 259) .
berfungsi seperti Min Aina contoh (dalam Surat Ali Imron : 37) =  ‫ﻳَﺎ ﻣﺮﻳﻢ ﺃَﻧﻰ‬
‫ﻫَ َﺬﺍ ؟‬ ِ َ‫ﻟ‬
‹‹‹‹‫ﻚ‬ = Hai Maryam, Dari manakah makanan ini? .
berfungsi seperti Mata contoh :  ‫ = ﺃﻧﻰ ﺗَ ُﻜﻮﻥُ ِﺯﻳَﺎ َﺩﺓُ ﺍﻟﻨَّﻴ ِْﻞ؟‬Kapan bertambahnya sungai Nil?.
‫َﻛ ْﻢ‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu hitungan yang samar.
Contoh :  ‫ = َﻛ ْﻢ ﻟَﺒِﺜﺘ ْﻢ ؟‬Berapa lama kalian berdiam diri? . (Surat Al-kahfi :19
ّ َ‫ﺃ‬
‫ﻱ‬
berfungsi untuk menuntut perbedaan salah satu dari dua perkara yang
berkumpul dalam satu perkara yang mencakup keduanya.
‹ِ ‫ = ﺃَﻱ ﺍﻟﻔَ ِﺮ ْﻳﻘَﻴ‬Manakah Dua kelompok (Kafir dan Mu’min) yang
Contoh :  ‫ْﻦ َﺧ ْﻴ ٌ‹ﺮ َﻣﻘَﺎ ًﻣﺎ ؟‬
lebih baik tempat tinggalnya ? . (Surat Maryam : 73)
Berfungsi juga untuk menanyakan tentang waktu, tempat, keadaan, hitungan
orang yang berakal, dll dengan memandang pada lafadz yang disandarkan.
● Istifhâm yang keluar dari arti aslinya
Dan terkadang Lafadz-lafadz Istifham itu keluar dari arti aslinya menjadi arti
yang lain, yang bisa dipahami dari alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a. Taswiyah (menyamakan),
contoh   ‫= َﺳ َﻮﺍﺀٌ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ﺃَﺃ ْﻧ َﺬﺭْ ﺗَﻬُ ْﻢ ﺃﻡ ﻟَ ْﻢ ﺗُ ْﻨ ِﺬﺭْ ﺀﻫُ ْﻢ‬
sama saja apakah kamu memperingatkan mereka atau tidak ? (Surat Al-Baqoroh :6)
b. Nafi (Meniadakan).
seperti:  ُ‫ = ﻫ ْ‹َﻞ َﺟ َﺰﺍﺀُ‹ ﺍﻹﺣ َﺴﺎ ِ‹ﻥ ﺇﻻ ﺍﻹﺣْ َﺴﺎﻥ‬Tiadalah Balasan untuk berbuat kebaikan kecuali
dengan berbuat kebaikan (Surat Ar-Rohman : 60) .
c. Ingkar (Mengingkari),
contoh :  ‫ﺃَ َﻏ ْﻴ َﺮ ﻪﻠﻟﺍِ ﺗَ ْﺪ ُﻋﻮْ ﻥَ ؟‬
Apakah pada selain Allah kalian menyembah ? (Surat Al-An’am :40)
‫َﺎﻑ َﻋ ْﺒ َﺪﻩُ ؟‬ َ ‫ﺃَﻟَﻴ‬
ٍ ‫ْﺲ ﻪﻠﻟﺍُ ﺑِﻜ‬
Bukankah Allah itu mencukupi Hamba-Nya ? (Surat Az-Zumar :36)
d. Amar (Perintah),
contoh :  ‫ = ﻓَﻬَﻞْ ﺃَﻧﺘﻢ ُﻣ ْﻨﺘَﻬُﻮْ ﻥَ ؟‬maka Berhentilah !. (surat Al-Maidah : 91 ‫ = ﺃَﺃَ ْﺳﻠَ ْﻤﺘ ْﻢ؟‬maukah
masuk  islam ? !. (Surat Ali Imron : 20)
e. Nahi (Larangan),
Contoh :  ‫ﻖ ﺃَ ْﻥ ﺗ َْﺨ َﺸﻮْ ﻩُ ؟‬
ُّ ‫ﺃَﺗ َْﺨ َﺸﻮْ ﻧﻬ ْﻢ ﻓَﺎﻪﻠﻟُ ﺃَ َﺣ‬
= Apakah kalian takut pada mereka? Padahal Allah itu lebih berhak kalian
takuti. (Surat At-taubah : 13
f. Tasywiq (Memotifasi),
contoh :  ‫ﺏ ﺃَﻟِﻴ ٍْﻢ ؟‬ َ ‫ﻫَﻞْ ﺃَﺩُﻟُّ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ﺗِ َﺠ‬
ٍ ‫ﺎﺭ ٍﺓ ﺗُ ْﻨ ِﺠ ْﻴ ُﻜ ْﻢ ِﻣ ْﻦ َﻋ َﺬﺍ‬
= Apakah Aku tunjukkan pada perdagangan yang menyelamatkan kalian dari
siksa yang pedih ? (Surat Ash-Shof : 10).
g. Ta’dhim (Mengagungkan), contoh :
‫= َﻣ ْﻦ َﺫﺍ ﺍﻟَّ ِﺬﻱْ ﻳَ ْﺸﻔَ ُﻊ ِﻋ ْﻨ َﺪﻩُ ﺇِﻻَّ ﺑِﺈِ ْﺫﻧِ ِﻪ ؟‬
Siapakah yang bisa memberi syafa’at disisi Allah tanpa Idzin-Nya ? (Surat Al-
Baqoroh : 255)
h. Tahkir (Menghina),
contoh :  ‫ = ﺃَ‹ ﻫَ َﺬﺍ ﺍﻟﺬﻱْ‹ َﻣ َﺪﺣْ ﺘَﻪُ‹ َﻛﺜِﻴﺮًﺍ ؟‬Apakah hanya pada orang ini engkau sering
memujinya ?.Tamanni (Berharap) Adalah : Menuntut sesuatu yang
4. Nidâ ( panggilan)
Secara leksikal nidâ artinya panggilan. Sedangkan dalam terminology ilmu
balâghah nidâ adalah,
‫” ﺃﻧﺎﺩﻯ ﻃﻠﺐ ﺍﻹﻗﺒﺎﻝ ﺑﺤﺮﻑ ﻧﺎﺋﺐ ﻣﻨﺎﺏ‬
‫ﺃﺩﻋﻮ ” ﺍﻟﻤﻨﻘﻮﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﺒﺮ ﺍﻟﻰ ﺍﻹﻧﺸﺎﺀ‬
Nidâ adalah tuntutan mutakallim yang menghendaki seseorang agar
menghadapnya. Nidâ menggunakan huruf yang menggantikan lafazh “unâdî ” atau
“ad’û ” yang susunannya di pindah dari kalâm khabari menjadi
kalâm insyâi .
Huruf nidâ ada delapan,yaitu,hamzah ( ‫) ﺀ‬, ay ( ‫) ﺃﻱ‬, yâ ( ‫) ﻳﺎ‬, â ( ‫) ﺁ‬, â,
‫) )ﺁﻱ‬, ayâ ( ‫) ﺃﻳﺎ‬, hayâ ( ‫) ﻫﻴﺎ‬, dan wâ ( .( ‫ﻭﺍ‬
Hamzah (‫ ) ﺃ‬dan ْ‫ ﺃﻱ‬untuk panggilan jarak dekat, sedangkan yang lainnya
untuk panggilan jarak jauh.
Dan terkadang Panggilan jarak jauh diposisikan untuk panggilan jarak dekat,
maka memanggil dengan Hamzah (‫ ) ﺃ‬dan ْ‫ ﺃﻱ‬untuk mengisarahkan bahwa karena
sangat menginginkan kehadiran mukhotob dihati Mutakallim, maka seolah-olah
mukhotob seperti orang yang hadir bersamanya, seperti ucapan Penyair
ُ‫ﻙ ﺗَﻴَﻘَّﻨُﻮْ ﺍ ﺑِﺄَﻧَّ ُﻜ ْﻢ ﻓِ ْﻲ َﺭﺑ ٍْﻊ ﻗَ ْﻠﺒِ ْﻲ ُﺳ َّﻜﺎﻥ‬
ِ ‫ﺃَ ُﺳ َّﻜﺎﻥَ ﻧَ ْﻌ َﻤﺎﻥَ ﺍﻷَ َﺭﺍ‬
Wahai Penduduk Na’man Arok (Lembah antara makkah dan Thoif),
percayalah kalian bahwa kalian itu berada pada tempat hatiku.
5. Tamannî
Kalimat tamannî (berangan-angan) adalah kalimat yang berfungsi untuk
menyatakan keinginan terhadap sesuatu yang disukai, tetapi tidak mungkin untuk
dapat meraihnya, seperti:
“Ingin rasanya kami memiliki apa yang diberikan kepada Karun.
Sesungguhnya dia benar-benar memperoleh keberuntungan yang besar”.
Dalam terminologi ilmu balâghah tamannî adalah,
‫ﻃﻠﺐ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﺍﻟﻤﺤﺒﻮﺏ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﺮﺟﻰ ﻭﻻ ﻳﺘﻮﻗﻊ ﺣﺼﻮﻟﻪ‬
Menuntut sesuatu yang diinginkan, akan tetapi tidak mungkin terwujud.
Ketidakmungkinan terwujudnya sesuatu itu bisa terjadi karena mustahil terjadi atau
juga sesuatu yang mungkin akan tetapi tidak maksimal dalam mencapainya. Syi’ir di
bawah ini merupakan contoh kalâm tamannî yang mengharapkan sesuatu yang
mustahil terjadi,
‫ﺃﻻ ﻟﻴﺖ ﺍﻟﺸﺒﺎﺏ ﻳﻌﻮﺩ ﻳﻮﻣﺎ — ﻓﺄﺧﺒﺮﻛﻢ ﺑﻤﺎ ﻓﻌﻞ ﺍﻟﻤﺸﻴﺪ‬
Aduh, seandainya masa muda itu kembali sehari saja Aku akan mengabarkan
kepada kalian Bagaimana yang terjadi ketika sudah tua
Pada syi’ir di atas penyair mengharapkan kembalinya masa muda walau
hanya sehari. Hal ini tidak mungkin, sehingga dinamakan tamannî. Tamannî juga ada
pada ungkapan yang mungkin terwujud (bisa terwujud) akan tetapi tidak bisa
terwujud karena tidak berusaha secara maksimal. Dalam Alquran Allah berfirman,
‫ﻳﺎ ﻟﻴﺖ ﻟﻨﺎ ﻣﺜﻞ ﻣﺎ ﺃﻭﺗﻲ ﻗﺎﺭﻭﻥ‬
Aduh, seandainya aku dikaruniai harta seperti Qarun.
Adalah : Menuntut suatu informasi atau pengetahuan atas terjadinya sesuatu
dengan alat tertentu. disukai yang tidak bisa diharapkan terwujudnya karena
merupakan hal yang mustahil atau sulit terjadinya.
Contoh ucapan Penyair :
َ َ‫ﺃَﻻَ ﻟَﻴْﺖَ ﺍﻟ َّﺸﺒ‬
ُ‫ﺎﺏ ﻳَﻌُﻮْ ُﺩ ﻳَﻮْ ًﻣﺎ ﻓَﺎ ُ ْﺧﺒِ ُﺮﻩُ ﺑِ َﻤﺎ ﻓَ َﻌ َﻞ ﺍﻟ َﻤ ِﺸﻴْﺐ‬
Ingatlah, seandainya pada suatu hari masa muda itu kembali, maka akan aku
ceritakan padanya atas sesuatu yang telah dilakukan oleh masa tua.
Dan seperti ucapan orang miskin :
ٍ ‫ﻟَﻴْﺖَ ﻟِ ْﻲ ﺃَ ْﻟﻒَ ِﺩ ْﻳﻨ‬
‫َﺎﺭ‬
Seandainya aku mempunyai uang seribu dinar !
Dan jika Perkara tersebut bisa diharapkan terwujudnya, maka mengandai-
andai perkara tersebut disebut :Tarojji.Contoh ‫ﺙ ﺑَ ْﻌ َﺪ َﺫﻟِﻚَ ﺃَ ْﻣﺮًﺍ‬
ُ ‫ﻟَ َﻌ َّﻞ ﻪﻠﻟﺍُ ﻳُﺤْ ِﺪ‬
Semoga Allah menjadikan setelahnya perkara lain (yang menyenangkan).
Tamanni itu memiliki 4 alat:Yang satu merupakan Kata Ashli yaitu :
1. َ‫ﻟَﻴْﺖ‬
Sedangkan yang tiga adalah Kata tidak Ashli yaitu :
2. ْ‫ ﻫَﻞ‬, Contoh :‫ﻓَﻬَﻞْ ﻟَﻨَﺎ ِﻣ ْﻦ ُﺷﻔَ َﻌﺎﺀَ‹ ﻓَﻴَ ْﺸﻔَﻌُﻮْ ﺍ ﻟَﻨَﺎ‬
Adakah bagi kami orang-orang yang menolong, sehingga menolong kami. (S.
Al-A’rof : 52).
3. ْ‫ ﻟَﻮ‬, Contoh : َ‫ﻓَﻠَﻮْ ﺃَ َّﻥ ﻟَﻨَﺎ َﻛ َّﺮﺓً ﻓَﻨَ ُﻜﻮْ ﻥَ ِﻣﻦَ ﺍﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣﻨِ ْﻴﻦ‬
Seandainya bagi kami bisa kembali ke dunia, maka kami akan beriman.
(Surat Al-Baqoroh : 167).
4. ‫ ﻟَ َﻌ َّﻞ‬,
Contoh ucapan penyair (Abbas bin Ahnaf) :
‫ْﺖ ﺃَ ِﻃ ْﻴ ُﺮ‬
ُ ‫ﺏ ﺍﻟﻘَﻄَﺎ َﻣ ْﻦ ﻳُ ِﻌ ْﻴ ُﺮ َﺟﻨَﺎ َﺣﻪُ – ﻟَ َﻌﻠِّ ْﻲ ﺇِﻟَﻰ َﻣ ْﻦ ﻗَ ْﺪ ﻫَ َﻮﻳ‬ ِ ‫ﺃَﺳ‬
َ ‫ْﺮ‬
Wahai Segerombol burung Qotho’, Siapakah yang mau meminjamkan
sayapnya?, Seandainya aku bisa terbang menuju orang yang aku cintai
Karena menggunakan adat ini dalam Tamanni, maka fi’il mudhori’ yang jatuh
setelahnya itu dinashobkan sebagai jawabnya.
2.3. Manfaat Mempelajari Ilmu Ma’ani
Ilmu Ma’ani mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kalimat (jumlah)
bahasa Arab dan kaitannya dengan konteks. Dengan mengetahui hal-hal tersebut kita
bias menyampaikan suatu gagasan atau ide kepada Mukhathab sesuai dengan situasi
dan kondisinya. Dengan melihat objeknya mempelajari ilmuini dapat memberi manfaat
sebagai berikut:
a. Mengetahui kemukjizatan Al-Qur’an berupa segi kebagusan penyampaian,
keindahan deskripsinya, pemilihan diksi, dan penyatuan antara sentuhan dan
qalbu.
b. Menguasai rahasia-rahasia ketinggian dan kefasihan bahasa Arab baik pada syi’ir
maupun prosanya. Dengan mempelajari ilmu Ma’ani kita bias membedakan mana
ungkapan yang benar dan yang tidak, yang indah dan yang rendah, dan yang
teratur dan yang tidak.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
kami penyimpulkan bahwa ilmu ma’aniy ialah ilmu yang pempelajari tentang perkataan
bahasa arab yang sesuai situasi dan kondisi dan juga dengan macam-macam ruang lingkup
pembahasan di dalamnya seperti halnya kalam khabar,insya, al-qasr, al-fashl wa al-
washl, dan ijaz, musawat dan ithnab Ilmu yang mempelajari makna dan susunan kalimat serta
dapat memahami keindahan dan susunan Kalimat..
DAFTAR PUSTAKA
Hasyimi, Sayyid Ahmad, Jawahirul Balaghah fil ma’ani wal bayan wal badi’,(beirut:Dar-Al-
Fikr,1994).
‘Aid, Rajaa, Falsafah al-Balaghah Baina al-Taqniyyah wa al-Thathawwur (Iskandaria:al-
Ma’rif,t.th).
Basyuni Abd Al-Fattah Fayud, Ilmu al-Ma’ani, Jilid 1,(Kairo: Maktabah Wahbah,t.th).

Anda mungkin juga menyukai