Anda di halaman 1dari 13

MAF’UL LI AJLIH dan MAF’UL MA’AH

Tujuan Pembuatan Makalah ini Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Bahasa Arab
Dosen Pengampu: Rufa Hindun Farhisyati, M.Pd.I

Disusun oleh:

1. Ahmad Murtadho (11022030)

2. Nur Qomariah (11022045)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PATI 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’alamin. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang


telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan
kesehatan sehingga makalah yang berjudul “Bahasa Arab” ini dapat terselesaikan
dengan baik. Sholawat serta salam kita sampaikan kepada nabi besar Muhammad
SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al Quran dan sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
Prodi PAI Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Pati. Selanjutnya
penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rufa Hindun Farhisyati, M.Pd.I
Selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dan kepada segenap
pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selamsa penulisan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini,maka dari itu penulis mengharapakn kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini membawa manfaat dan pemahaman baru bagi para pembaca.

Pati, 21 Juni 2023

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Nahwu adalah salah satu cabang dari ilmu-ilmu bahasa Arab yang
sangat penting dipelajari. Ilmu-ilmu Bahasa Arab yang dimaksud adalah meliputi
ilmu al-aswat atau phonology (ilmu tentang bunyi bahasa), al-sarf atau morphology
(ilmu tentang pecahan kata), dan ilmu al-Nahwu atau syntax (ilmu tentang struktur
kalimat), al-mufradat atau vocabulary (ilmu tentang perbendaharaan kata), dan al-
balaghah atau ilmu tentang gaya bahasa.1 Adapun pengertian ilmu Nahwu menurut
Ali Ridho yaitu:

‫ِع ْلُم الَّنْح ِو ُهَو ِع ْلٌم ُيْبَح ُث ِفْيِه َع ْن َأْح َو اِل الَك ِلَم اِت الَعَر ِبَّيِة ِم ْن َناِح َّيِة اِإل ْع َر اِب َو الِبَناِء َو َم ا َيْطَر ُأ َع َلْيَها ِم ْن‬
‫َأْح َو اٍل ِفى حاِل َتْر ِكْيِبَها َو َع اَل َقِتَها ِبَغْيِر َها ِم َن الَك ِلَم اِت َو ُتْع َر ُف ِبِه أْيًضا َم ا َيْلِز ُم أْن َيُك ْو َن َع َلْيه َأِخ ُر الَك ِلَم اِت ِم ْن‬
‫َر ْفٍع َو َنْص ٍب َو َج ْز ٍم َو َج ٍّر‬

Artinya: Ilmu Nahwu di dalamnya dibahas tentang hal-ihwal kata dari segi ‘irab dan
bina’nya, hal-ihwal struktur kata dan hubungan antara satu kata dengan kata yang
lain, dan dibahas juga mengenai penentuan hal-ihwal akhir kata dari segi rafa’nya,
nashabnya, jarnya, dan jazamnya.

Pembahasan dalam ilmu Nahwu adalah meliputi kata-kata yang berposisi


marfu’, manshub, majrur, dan majzum. Maf’ul liajlih dan maf’ul ma’ah adalah
termasuk bagian dari isim-isim manshub yang berbeda penerapan/penggunaan dan
makanannya dengan isim-isim manshub lainnya. Maf’ul liajlih digunakan untuk
menegaskan alasan dari suatu pekerjaan atau perbuatan, sedangkan maf’ul ma’ah
digunakan untuk menjelaskan situasi terjadinya suatu pekerjaan atau perbuatan yang
bertepatan dengan kejadian lain dalam waktu dan tempat bersamaan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian maf’ul li ajlih dan maf’ul ma’ah?

2. Bagaiaman syarat-syarat maf’ul li ajlih dan maf’ul ma’ah?

3. Bagaimana penerapan maf’ul li ajlih dan maf’ul ma’ah dalam kalimat-kalimat

1
bahasa arab?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui maf’ul li ajlih dan maf’ul ma’ah

2. Untuk mengetahui syarat-syarat maf’ul liajlih dan maf’ul ma’ah

3. Supaya menerapkan maf’ul li ajlih dan maf’ul ma’ah dalam kalimat-kalimat


bahasa arab

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Maf’ul Li Ajlih Dan Maf’ul Ma’ah

1. Maf’ul Li Ajlih

‫اَلمــْفُعـْو ُل َأِلْج ِلِه َو ُهَو اِال ْس ُم اْلَم ْنُصْو ُب اَّلِذ ي ُيْذ َك ُر َبَياًنا ِلَسَبِب ُو ُقْو ِع اْلِفْع ِل‬

Maf’ul li ajlih adalah isim yang dinashab yang dinyatakan sebagai penjelasan
bagi penyebab terjadinya fi’il (perbuatan). Maf’ul li ajlih disebut juga dengan
maf’ul min ajlih ( ‫ )الَم ــْفُعـْو ُل ِم ْن َأْج ِلِه‬dan maf’ul lah) (‫ الَم ــْفُعـْو ُل َلُه‬menurut istilah ahli
nahwu adalah ungkapan tentang isim mansub yang disebutkan sebagai sebab
dilakukannya fi’il.

Maf’ul li ajlih digunakan sebagai jawaban terhadap pertanyatan ‫ لما‬atau‫لماذا‬


artinya “mengapa” seperti kalau ada sebuah pertanyaan “mengapa anda
membaca banyak buku?” jawabannya yang menggunakan maf’ul liajlihi adalah
“Saya membaca banyak buku karena cinta ilmu”, ungkapan “karena cinta” itulah
yang berposisi sebagai maf’ul liajlihi. Dalam kalimat bahasa Arab pertanyaan
dan jawabannya tersebut di atas adalah:

(‫ِلَم اَذ ا َتْقَر ُأ اْلُكُتِب اْلَك ِثْيَر َة ؟ (ج) َأْقَر ُأ اْلُكُتَب اْلَك ِثْيَر َة ُحَّبا ِلْلِع ْلِم )س‬

2. Maf’ul Ma’ah

‫الَم ـْفُعـْو ُل َم َع ُه ُهَو اِال ْس ُم اْلَم ْنُصْو ُب اَّلِذ ي ُي ْذ َك ُر َبْع َد اْل َو اِو اْلَم ِع َّي ِة ِلَبَي اِن َم ْن َأْو َم ا َفَع َل اْلِفْع َل َم َع اْلَفاِع ِل‬
‫اْلَح ِقْيِقِّي‬

Maf’ul ma’ah ialah isim manshub yang disebutkan untuk menjelaskan zat yang
menyertai dilakukannya fi’il tersebut. Yakni bahwasanya maf’ul ma’ah adalah
isim yang dinashob yang disebutkan untuk menjelaskan zat yang menyertai
pekerjaan yang dilakukannya.

Maf’ul ma’ah adalah isim yang berada dibelakang wawu ma’iyyah.

B. Syarat-syarat Isim Dijadikan Maf’ul Liajlih Dan Maf’ul Ma’ah

3
1. Syarat-syarat Maf’ul Li Ajlih :

a. Harus mashdar

b. Harus berupa mashdar qalbi, yang dimaksd dengan mashdar qolbi adalah kata
itu tidak menunjukkan perbuatan yang dilakukan oleh anggota badan seperti
tangan atau lisan, misalnya membaca dan memukul tapi dilakukan oleh
perbuatan hati seperti rasa takut, cinta dan sopan.

c. Harus sebagai alasan (sebab) dari apa yang sebelumnya (sebab dilakukan fi’il
yang disebutkan sebelumnya).

d. Amil dan isimnya itu harus satu dalam hal waktu. Amil dalam hal ini adalah
fi’il madhi atau fi’il mudhari’. Fi’il madhi adalah kata kerja yang telah
dilakukan di masa/waktu lampau, sedangkan fi’il mudhari’ adalah kata kerja
yang sedang atau akan dilakukan.

e. Isim dan amilnya harus satu pula dengan fa’ilnya.

Contoh :

‫ ( ضَر ْبُت ِاْبِنْي َتْأِد ْيًبا‬saya memukul anak laki-lakiku karena mendidiknya )

‫ ( َاِقُف َاَم اَم اْلَم ْس ِج ِد ِاْنِتَظاًرا ِلَزْيٍد‬saya berdiri didepan masjid karena menunggu zaid )

Kata‫ تأِد ْيًبا‬dan ‫ انِتظاًرا‬merupakan mashdar qalbi karena padanya tidak


dilakukan oleh lisan dan anggota badan, dan kata ini merupaakan sebab
(alasan) dilakukannya tindak pemukulan, perbuatan ini pun dengan fi’il
‫ ضرْبُت‬terjadi dalam waktu yang sama dan fa’il kedua tindangan itupun sama.
Dan kedua kata ini juga mengandung jawaban dari pertanyaan ‫ لماذا‬dan ‫لما‬.
Contoh apabila kita mengatakan ‫( لماذا ضــربُت ؟‬Mengapa saya memukul?)
jawabnya : ‫( تأِد ْيًبا‬Karena untuk mendidik). Begitu juga dengan perkataan ‫لماذا‬
‫ ( اقف ؟‬mengapa saya berdiri ?) Jawabnya: ‫ ( ِاْنِتَظ اًرا ِلَزْي ٍد‬Karena untuk
menunggu Zaid).

Semua isim yang memenuhi syarat-syarat diatas, boleh dii’rob


dengan di-nashob-kan atau di-jar-kan dengan huruf jar yang menunjukkan
makna ta’lil (alasan), seperti huruf ‫الالم‬

4
Namun, terkadang amil dan isimnya bisa saja tidak bersamaan dalam
satu waktu. Contohnya : ‫( جئتك اليوم لإلكرام غــدا‬Aku datang padamu hari ini
untuk memuliakanmu besok). Dalam keadaan ini, maka digunakanlah huruf
jar ‫الالم‬.

Isim yang berkedudukan sebagai maf’ul li ajlih mempunyai 3 keadaan:

1. Ber-alif dan lam

Dalam keadaan ini isim yang menjadi maf’ul li ajlih harus di-jar-kan
dengan ‫( الالم التعليل‬lam sebagai alasn). Contohnya:

‫( ضـــربت ابني للتأديب‬Aku memukul anak laki-lakiku dalam rangka


mendidiknya).

2. Sebagai mudhof

Jika kata itu adalah mudhof, maka boleh di-nashob-kan dan boleh pula
dijerkan. Contohnya:

‫( زرتك محبة أدبك‬Saya mengunjungimu karena saya menyenangi adabmu).


‫( زرتك لمحبة أدبك‬Saya mengunjumi karena saya menyenangi adabmu).

3. Tidak ber-alif dan lam dan tidak di-idhofah-kan

Jika kata itu tidak ber-alif dan lam dan bukan pula mudhof maka seringnya
kata itu di-nashob-kan dan jarang di-jar-kan. Contohnya:

‫( قمت اجالال لألستاذ‬Saya berdiri untuk memuliakan ustadz)

2. Syarat-syarat untuk maf’ul ma’ah

a. Isimnya harus fadhlah (lebih) Yang dimaksud dengan fadhlah adalah bahwa
maf’ul ma’ah bukanlah unsur penentu dalam suatu kalimat. Jadi maf’ul ma’ah
bukanlah fa’il, bukan pula mubtada’ ataupun khabar.

b. Jumlah yang ada sebelumnya harus fi’il atau serupa dengan fi’il.

c. Harus berada setelah ‫واو المعية‬

Contoh:

‫( اكلت السمك والمطر‬Saya makanikan sementara hujan)

5
‫(جاء زيد والحّر‬telah datang zaid bersama dengan panas)

Kata‫ المطر‬tidak ada kaitannya dengan kata ‫اكلت السمك‬begitu juga dengan kata
‫ الحّر‬dengan ‫ جاء زيد‬.

Maksud dari harus didahului waw ma’iyyah adalah isim ini tidak ada
kaitannya dengan jumlah sebelumnya dan apabila ia didahului dengan waw
tapi tidak bermakna ma’iyyah maka ia tidak bisa dikategorikan sebagai
maf’ul ma’ah. Contoh : ‫( حضر محمد و علي‬muhammad dan ali telah hadir).

Ada dua kedudukan isim yang terletak setelah waw, yaitu:

a. Harus di-nashob-kan sebagai maf’ul ma’ah.

b. Boleh di-nashob-kan sebagai maf’ul ma’ah dan boleh juga diikutkan


dengan hukum i’rob kata sebelumnya yakni sebagai ma’thuf padanya.

Adapun jenis pertama, tempatnya adalah jika tidak sahnya


penggabungan isim yang setelah waw dan sebelum waw dalam hukum,
seperti:

‫( انا سائر والجبل‬Saya berjalan ditemani gunung itu).

‫( ذاكرت الدرس المصباح‬Saya mengulangi pelajaran ditemani lampu itu)

Karena gunung tidak bisa diikut sertakan dengan pembicara (saya)


dalam hal berjalan, demikian juga denan lampu yang tidak sah pula untuk
diikutsertakan dengan mudzakaroh (mengulang-ulang pelajaran).

Adapun jenis yang kedua boleh diikutsertakan i’rabnya dengan i’rob


isim sebelum waw dan boleh dijadikan sebagai maf’ul ma’ah, seperti:

‫( حضر محمد و علي‬Ali dan Muhammad telah hadir)

Dalam hal ini kata ‫ٌّ علي‬boleh di-nashob-kan sebagai maf’ul ma’ah dan boleh
juga di-rofa’-kan sebagai kata yang di-athof-kan pada kata ‫محمد‬. Karena kata
ٌboleh diikutsertakan bersama dalam masalah kehadirannya.

Untuk jenis ini, Imam Muhammad Muhyiddin dalam bukunya Tuhfatus


Saniyyah memberikan contoh:

‫( جاء األمير والجيش‬Telah datang gubernur bersama pasukannya)

6
C. Contoh-Contoh Penerapan Maf’ul Li Ajlih Dan Maf’ul Ma’ah

a. Contoh untuk Maf'ul Li Ajlih

1) ‫( َذ َهَب اْلُم ْس ِلُم ِإَلي اْلَم ْس ِج ِد ِذ ْك ًرا ِهَّلِّل‬Orang muslim pergi ke masjid untuk berdzikir
kepada Allah).

2) ‫( َأَنا َقاِدٌم َطَلًبا ِلْلِع ْلِم‬Saya datang dalam rangka menuntut ilmu)

3) ‫( َهَر ْبُت َخ ْو َف اْلَقْتِل‬Saya melarikan diri karena takut dibunuh )

4) ‫( َو َتَص َّد ْقُت اْبِتَغاَء َم ْر َض اِة ِهَّللا‬Saya bersedekah untuk mengharap)

5) ‫( َأُق وُم َأَم اَم اْلَم ْس ِج ِد ِاْنِتَظ اًرا ُأِلْس َتاِذ‬Saya berdiri didepan masjid untuk menunggu
adzan)

6) ‫( َو اَل َتْقُتُلْو ا َأْو اَل َد ُك ْم َخ ْش َيَة ِإْم اَل ٍق‬Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian
karena takut kemiskinan) (QS. Al-Isra:31)

7) ‫( َقَص ْدُتَك اْبِتَغاَء َم ْعُر ِفَك‬Saya bermaksud menemuimu untuk mencari kebaikan)

8) ‫( َأَغ َض ُب ُح ًّبا َلَك‬Saya marah karena sayang kepadamu)

9) ‫( أْج ِر ي ِإَلي اْلَم ْس ِج ِد َخ ْو ًفا ِللَّش ْيَطاِن‬Saya berlari ke mesjid karena takut syaitan)

10) ‫ ( َاْنَت َم ْع ُبْو ٌن َحَس ًدا َلَك‬Anda terlena karena kedengkian anda)

b. Contoh untuk Maf'ul Ma'ah

1) ‫( ِس ْر ُت َو الَّنْهر‬Saya berjalan bersama sungai itu)

2) ‫( مشي الَّتْلِم يُذ َو الَّطِر ْيَق‬Mahasiswa berjalan bersama jalanan)

3) ‫( اْسَتَو ى الَم اُء َو الَخ ْش َبَة‬Air besert kayu telah rata)

4) ‫( َس ار َع ِلَّي َو ُطُلْو َع الَّشْم ِس‬Ali berjalan bersamaan terbitnya matahari)

5) ‫( َن اَم َأْح َم ُد َو ُغ ُروَب الَّش ْم ِس‬Ahmad tidur bersamaan dengan terbenamnya


matahari)

D. I’rab Maf’ul Li Ajlih dan Maf’ul Ma’ah

1. I’rab Maf’ul Li Ajlih

‫ذهب المسلم إلى اْلَم ْس ِج ِد ِذ ْك ًر ا هلل‬

7
‫ذهب ‪ :‬فعل ماض مبني علي الفتح ال محل له من االعراب‬

‫اْلُم ْسِلُم ‪ :‬اسم مرفوع وعالمة رفعه الضمة الظاهرة على آخره ألنه اسم المفرد‬

‫الى ‪ :‬حرف جر مبني على السكون ال محل له من االعراب‬

‫المسجد ‪ :‬اسم مجرور مجرور ب‪-‬الى وعالمة جره الكسرة ألنه اسم المفرد‬

‫ذكًر ا ‪ :‬اسم منصوب ألنه مفعول من أجله وعالمة نصبه الفتحة ألنه اسم المفرد‬

‫ل ‪ :‬حرف جر مبني على السكون ال محل له من االعراب انا قادم طلبا للعلم‬

‫هللا ‪ :‬لفظ الجاللة وهو اسم مجرور مجرور بالالم وعالمة جره الكسرة ألنه اسم المفرد‬

‫آنا قادم طلبا للعلم‬

‫آنا ‪ :‬ضمير منفصل مبني على السكون في محل رفع مبتدأ‬

‫قادم ‪ :‬اسم مرفوع ألنه خبر للمبتدأ وعالمة رفعه الضمة الظاهرة على آخره ألنه اسم المفرد‬

‫طلبا ‪ :‬اسم منصوب ألنه مفعول من أجله وعالمة نصبه الفتحة ألنه اسم المفرد‬

‫ل ‪ :‬حرف جر مبني على الكسرة ال محل له من االعراب‬

‫العلم ‪ :‬اسم مجرور مجرور بحرف جر (الم) وعالمة جره الكسرة ألنه اسم المفرد‬

‫َتَص َّد ْقُت اْبِتَغاَء َم ْر ضاِة ِهَّللا َتَص َّد ْقُت‬

‫َتَص َّدق ‪ :‬فعل ماض مبني على السكون إلتصال بضمير الرفع المتحرك‬

‫التاء ‪ :‬ضمير متصل مبني على الضمة في محل رفع فاعل‬

‫ابتغاء ‪ :‬اسم منصوب ألنه مفعول من أجله وعالمة نصبه الفتحة ألنه اسم المفرد وهو مضاف‬

‫مرضاة ‪ :‬اسم مجرور ألنه مضاف اليه وعالمة جره الكسرة ألنه اسم المفرد وهو مضاف‬

‫هللا ‪ :‬لفظ جاللة اسم مجرور ألنه مضاف اليه وعالمة جره الكسرة ألنه اسم المفرد‬

‫‪8‬‬
‫اقوم أمام المسجد انتظارا ألستاذ‬

‫أقوم ‪ :‬فعل مضارع مرفوع وعالمة رفعه الضمة الظاهرة على آخره لعدم اتصال آخره بشيء‬

‫َأَم اَم ‪ :‬اسم منصوب ألنه مفعول فيه ظرف المكان وعالمة نصبه الفتحة الظاهرة على آخره ألنه اسم المفرد‬

‫وهو مضاف‬

‫اْلَم ْس ِج ِد ‪ :‬مضاف اليه مجرور بالكسرة ألنه اسم المفرد‬

‫انتظاًر ا ‪ :‬مفعول من أجله منصوب بالفتحة ألنه اسم المفرد ل ‪ :‬حرف جر مبني على الكسرة ال محل له من االعراب‬

‫أستاذ ‪ :‬اسم مجرور مجرور بعلى وعالمة جره الكسرة ألنه اسم المفرد‪.‬‬

‫أجري إلى المسجد خوًفا للشيطان‬

‫أجري ‪ :‬فعل مضارع مرفوع بالضمة المقدرة منع من ظهورها الثقل‬

‫الي ‪ :‬حرف جر مبني على السكون ال محل له من االعراب‬

‫الَم ْس ِج د ‪ :‬اسم مجرور مجرور بالى وعالمة جره الكسرة ألنه اسم المفرد‬

‫َخ ْو ًفا ‪ :‬مفعول من أجله منصوب بالفتحة ألنه اسم المفرد‬

‫ِللَّش ْيَطان ‪ :‬جر و مجرور وال نقَتُلوا َأْو اَل َد ُك ْم َخ ْش َيٌة اْم اَل ٍق‬

‫‪2. I’rab Maf’ul Ma’ah‬‬

‫ِس ْر ُت و النهر‬

‫َس اَر ‪ :‬فعل ماض مبني على السكون إلتصال بضمير الرفع المتحرك‬

‫التاء ‪ :‬ضمير متصل مبني على الضمة في محل رفع فاعل‬

‫و ‪ :‬واو المعية‬

‫الَّنْهَر ‪ :‬اسم منصوب النه مفعول معه وعالمة نصبه الفتحة النه اسم المفرد‬

‫استوى الماء والخشية‬

‫إْس َتَو ى ‪ :‬فعل ماض مبني على الفتحة المقدرة منع من ظهورها التعذر‬

‫الماء ‪ :‬فاعل مرفوع بالضمة الظاهرة على آخره النه اسم المفرد و ‪ :‬واو المعية‬

‫الَخ ْش َبة ‪ :‬اسم منصوب النه مفعول معه وعالمة نصبه الفتحة ألنه اسم المفرد‬

‫‪9‬‬
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari Pembahasan yang telahdilakukan diperoleh beberapa kesimpulan:

1. Maf’ul li ajlih adalah isim yang dinashob yang dinyatakan sebagai penjelasan bagi
penyebab terjadinya fi’il (perbuatan).SedangkanMaf’ul ma’ah ialah isim manshub
yang disebutkan untuk menjelaskan zat yang menyertai dilakukannya fi’il
tersebut.

2. Syarat untuk Maf’ul Li Ajlih adalah berbentuk mashdar qalbi, sebagai alasan
(sebab) dari apa yang sebelumnya (sebab dilakukan fi’il yang disebutkan
sebelumnya), amil dan isimnya itu harus satu dalam hal waktu, dan isim dan
amilnya harus satu pula dengan fa’ilnya. Dan syarat-syarat maf’ul ma’ah adalah
isimnya harus fadhlah (lebih), umlah yang ada sebelumnya harus fi’il atau serupa
dengan fi’il, dan berada setelah wawu ma’iyyah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Moch.Ilmu Nahwu Terjemahan Matan AL-Jurumiyyah dan Imrithy.


Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018.

Hamid, Muhammad Muhyiddin Abdul. Al-Tuhfatu Al-Saniyyah. Riyadh:Maktabah


Darul As-Salam,1994.

al-Dahlan, Ahmad Zaini. Syarhu Mukhtashor Jiddan Ala Matni Al-Ajrumiyyah.


Semarang.

Hasyimi,Sayyid Ahmad. Al-Qawaidu Al-Asasiyah Al-Lughoh Al-Arabiyah . Darul


Hikmah.

Salim, Abu Abdillah. Terjemah Tuhfatus Saniyah (Ilmu Nahwu). Tegal: Ash-Shaf
Media, 2008.

Aqil,Ibnu. Syarhu al-Allamah Ibnu Aqil Ala Alfiyyah Ibnu Malik. Surabaya:
Maktabah Al-Tahdiyyah.Maf’ul Li Ajlih dan Maf’ul Ma’ah.

Ma’sum, Muhammad. Tasywiqu al-Khallan Ala Zayni al-Dahlan. Surabaya:


Maktabah Shahabah Ilmu.

Yazid, Ahmad dan Umar Hubeis, Belajar Mudah Ilmu Nahwu Shorof-Jilid II. Cet.I;
Surabaya: Pustaka Progressif , 2011.

al-Hafid, Radhi. Pengembangan Materi dan Metode Pengajaran Bahasa Arab.


Ujung Pandang: Berkah, 1993.

Ridho, Ali. Al-Marja’ fi Al-Lughat Al-‘Arabiyah Nahwiha wa Sharfiha, juz I. Daar


Al-Fikr, t.th

11

Anda mungkin juga menyukai