Anda di halaman 1dari 12

“SEJARAH ILMU NAHWU”

Tugas Makalah Ini Disusun Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah

“Ilmu Nahwu”

Dosen Pengampu:

M. Nasirudin, M.Pd.I

Disusun Oleh :

1. Juni Hariyanto
2. Rois Dwi Rahayu
3. Sri Sulastri
4. Robiatun Ni’amah

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BADRUS SHOLEH

Jln.Raya 56 Purwoasri Kediri

Tahun Ajaran 2019

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya , karena bisa menyelesaikan makalah Ilmu Nahwu dengan baik
dan sesuai dan selesai dengan tepat waktu. Ucapan terima kasih kepada dosen
pembimbng yang membimbing mata kuliah Ilmu Nahwu Makalah Ilmu
Nahwu disusun dalam rangka menunjang serta meningkatkan proses belajar
mengajar, sehingga diharapkan mencapai hasil yang maksimal. Demikian
makalah Ilmu Nahwu disusun dengan sebaik mungkin. Semoga bermanfaat
untuk kita semua. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan
dalam penyusunan makalah ini, untuk itu Kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dalam upaya meningkatkan mutu makalah Kami.

Kediri, 07 Oktober 2019

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap Muslim menyadari bahwa Bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an. Setiap orang
yang akan mempelajari Al-Qur’an dengan baik dan benar, tiada lain harus menggali dari
sumber asalnya, yakni Al-Qur’an. Sedangkan untuk mempelajari Al-Qur’an yang dituliskan
dalam bahasa arab tentu membutuhkan cara atau metode untuk memahami kajian bahara
arab. Salah satu caranya adalah melalui pendalaman Ilmu nahwu. Oleh karena itu, ada yang
berpendapat bahwa menurut kaidah hukum Islam, mempelajari ilmu wahyu hukumnya wajib
bagi siapapun yang ingin mendalami Al-Qur’an.

Seperti halnya bahasa-bahasa yang lain, Bahasa Arab juga mempunyai kaidah-kaidah
tersendiri dalam mengungkapkan atau menuliskan sesuatu hal, baik berupa komunikasi atau
penulisan. Pada jaman Jahiliyyah, kebiasaan orang-orang Arab ketika mereka berucap atau
berkomunikasi dengan orang lain, mereka melakukannya dengan tabiat masing-masing, dan
lafazh-lafazh yang muncul terbentuk dari peraturan yang telah ditetapkan mereka, di mana
para junior belajar kepada senior, anak- anak belajar bahasa dari orang tuanya dan seterusnya.

Dari kondisi inilah mendorong adanya pembuatan kaidah-kaidah yang disimpulkan


dari ucapan orang Arab yang fasih yang bisa dijadikan rujukan dalam mengharakati bahasa
Arab, sehingga muncullah ilmu Nahwu

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Ilmu Nahwu?

2. Apa manfaat dari mempelajari Ilmu Nahwu?

3. Bagaimana sejarah lahirnya Ilmu Nahwu?

4. Apa objek pembahasan Ilmu Nahwu?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Nahwu

Secara Bahasa

Lafadz ُ‫َحو‬
ْ ‫ الن‬secara bahasa memiliki enam makna yaitu :1[1]
1. Bermakna ْ ‫أل َق‬
ُ‫صد‬ (menyengaja)

2. Bermakna ُ‫ْال ِج َهة‬ (arah)

Contoh : ِ ‫ نَ َح ْوةُن َْح َو ْالبَ ْى‬Saya menyengaja ke arah rumah.


ُ‫ت‬
3. Bermakna ُ‫ا َ ْل ِمثْل‬ (seperti)

Contoh : ُ‫ُزَ ْىدٌُن َْحوُ َع ْمر‬ Zaid seperti umar.

4. Bermakna ُ‫ا َ ْل ِم ْقدَار‬ (kira-kira)

Contoh : ْ ‫ِع ْندِىُن َْحو‬


ُ‫ُالف‬ Saya memiliki kira-kira seribu.

5. Bermakna ُ‫ا َ ْل ِق ْسم‬ (bagian)

Contoh : ِ ‫س ِةُا ْن َح‬


ُ‫اء‬ َ ‫َهذَاُ َعلَىُخ َْم‬ Perkara ini adalah lima bagian.

6. Bermakna ُ‫غض‬ ْ ‫ا َ ْل َب‬ (sebagian)

Contoh : َّ ‫ا َك ْلتُن َْح َوُال‬


ُ‫س َم َك ِة‬ Saya telah memakan sebagian ikan.

Yang paling banyak pendapat tentang arti Nahwu dari enam makna di atas adalah
makna yang pertama.

Secara Istilah
Nahwu menurut istilah diucapkan pada dua hal :

3
1. Diucapkan untuk istilah fan ilmu nahwu yang mencakup ilmu nahwu shorof atau juga
disebut ilmu bahasa arab, yang definisinya adalah :
ْ ‫ُال َك ِل َمات‬
ُ‫ُِال َع َر ِبيَ ُِةُ َحا َل‬ ْ ‫بُي ْع َرفُ ِب َهاُا َ ْح َكام‬ ْ ‫ُمنُ َكالَ ِم‬
ِ ‫ُال َع َر‬ َ َ‫ِع ْل ٌمُ ِباص ْو ِلُم ْست َ ْمب‬
ِ ‫طة‬
َ ‫اِ ْف َر ِده‬
‫َاُو َحا َلُت َ ْر ِكبِ َها‬
Ilmu tentang Qoidah-qoidah (pokok-pokok) yang diambil dari kalam arab, untuk mengetahui
hukum (Hukumnya Kalimat) kalimat arab yang tidak disusun (seperti I’lal, idghom,
membuang dan mengganti huruf) dan keadaan kalimat ketika ditarkib (seperti I’rob dan
mabni).2[2]

2. Istilah nahwu untuk fan ilmu yang menjadi perbandingan dari ilmu shorof, yang
definisinya adalah :

َ ُ‫اخ ُِرُ ْال َك ِل ِمُإع َْراب‬


ُ‫اُوبِنَا ٌء‬ ِ ‫بُي ْع َرفُُِب َهاُا َ ْح َوالُآ َ َو‬ ْ ‫ُم ْنُقَ َوا ِعد‬
ِ ‫ُِال َع َر‬ َ ‫ِع ْل ٌمُ ِباص ْولُم ْست َ ْن‬
ِ ‫ط ِة‬
Ilmu tentang pokok-pokok yang diambil dari qoidah-qoidah arab, untuk mengetahui keadaan
akhirnya kalimat dari segi I’rob dan mabni.3[3]

Dari dua definisi diatas, yang dikehendaki adalah definisi yang pertama, karena
nahwu tidak hanya menjelaskan keadaan akhirnya kalimah dari segi I’rob dan mabninya
tetapi menjelaskan keadaan kalimat ketika tidak ditarkib, yang berupa I’lal, idhom,
pembuangan dan pergantian huruf, dan lain-lain.
Nahwu merupakan salah satu dari dua belas cabang ilmu Lughot Al-arobiyyah4[4]
menduduki posisi penting. Oleh karena itu, nahwu lebih layak untuk dipelajari mendahului
pengkayaan kosakata dan ilmu-ilmu lughot yang lain. Sebab, nahwu merupakan instrument
yang amat fital dalam memahami Kalam Allah, Kalam Rasul serta menjaga dari kesalahan
terucap.5[5]

4
Oleh karena itu, sebagai disiplin ilmu yang dianggap penting, nahwu bukan sekedar
untuk pemanis kata, akan tetapi sebagai timbangan dan ukuran kalimat yang benar serta bias
menghindar kan pemahaman yang salah atas suatu wicara.6[6]
Oleh karena itu,menurut kaidah hukum islam, mengerti akan ilmu Nahwu bagi
mereka yang ingin memahami Al-Qur’an, hukumnya fardu ‘ain.

B..Manfaat mempelajari Ilmu Nahwu


Pernyataan Syaikh Ahmad bin Umar Al Hazimi berkata :
Buah dan faedah mempelajari ilmu nahwu : Ilmu nahwu itu merupakan kunci untuk
mempelajari ilmu syariat. Sedangkan terjaganya lisan dari kesalahan (lahn) ketika berbicara
merupakan faedah tambahan. Maka tidak sepatutnya bagi seorang penuntut ilmu menjadikan
tujuan utama dalam mempelajari ilmu nahwu hanya supaya terjaga lisannya dari kesalahan
saat berbicara. Hal ini hanya tambahan saja (bukan tujuan agama). Sedangkan yang menjadi
tujuan utama mempelajari nahwu adalah supaya ilmu tersebut bisa sebagai kunci dalam
mempelajari ilmu syariat. Oleh karena itu, hendaknya seorang penuntut ilmu meniatkan hal
ini supaya ia mendapatkan pahala. Karena ilmu nahwu ini bukan tujuan akhir, ia merupakan
ilmu alat dan sarana, dan yang namanya sarana itu hukumnya mengikuti tujuannya.
Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa manfaat menguasai Ilmu Nahwu yaitu :
1. Dapat berbicara Bahasa Arab
2. Dapat membaca kitab-kitab berbahasa Arab. Seperti: Kitab Kuning
3. Dapat mengoreksi kesalahan orang yang membaca atau berbicara Bahasa Arab
4. Dapat memahami Syari’at Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah

C. Sejarah Tentang Lahirnya Ilmu Nahwu

1. Sebab-sebab yang mendorong disusunnya Ilmu Nahwu


Bangsa Arab pada awalnya merupakan bangsa yang memiliki keahlian dalam
menggunakan dua bahasa sekaligus, yakni bahasa fasih dan bahasa dialek. Saat sedang
bersantai dengan keluarga misalnya, mereka menggunakan bahasa dialek. Namun apabila

5
pada saat yang lain mereka harus menggunakan bahasa fasih, mereka pun sanggup
melakukannya secara sempurna. Al-Qur’an dan sabda Nabi juga disampaikan dalam bahasa
Arab yang fasih.
Setelah penyebaran Islam berhasil menyebar ke berbagai negeri ajam (non Arab),
bangsa Arab mau tidak mau harus berinteraksi dengan bangsa-bangsa yang tidak berbahasa
Arab tersebut. Akibat interaksi yang berlangsung secara intens dan dalam waktu lama, bahasa
Arab mulai terpengaruh oleh bahasa-bahasa lain. Orang-orang non Arab berusaha untuk
berbicara dalam bahasa Arab namun mereka melakukan banyak kekeliruan. Orang Arab
sendiri sedemikian toleran atas berbagai kekeliruan berbahasa Arab, baik yang dilakukan oleh
orang non Arab maupun oleh orang Arab yang baru belajar berbahasa. Saat itu, kesalahan
bukan hanya dilakukan oleh orang awam namun juga oleh orang-orang terpelajar dan para
sastrawan. Dikisahkan, bahkan Al-Hajjaj, seorang yang sangat mahir berbahasa, juga sempat
melakukan kesalahan. Banyaknya kesalahan, terutama dalam mengucapkan ayat-ayat Al-
Qur’an, telah mendorong sebagian orang yang mahir berbahasa untuk menyusun kaidah-
kaidah bahasa, yang pada kemudian hari dikenal sebagi Ilmu Nahwu.

2. Tujuan disusunnya Ilmu Nahwu


Tujuan utama penyusunan ilmu nahwu ialah agar bahasa Arab yang fasih tetap terjaga
sehingga Al-Qur’an dan hadits Nabi juga terjaga dari kesalahan. Di sisi lain, ilmu nahwu juga

bisa dipakai sebagai sarana untuk mengungkap keajaiban bahasa Al-Qur’an (ُ ‫اعجاز‬
‫)القرآن‬.

3. Siapakah yang mula-mula menyusun Ilmu Nahwu?


Melalui pengkajian yang teliti, para ahli menetapkan bahwa yang meletakkan gagasan
awal dan dasar-dasar serta metodologi ilmu nahwu ialah Ali bin Abi Thalib. Selanjutnya,
pekerjaan tersebut dilanjutkan secara ekstensif oleh muridnya yang bernama Abul Aswad.
Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa metodologi ilmu nahwu diadopsi dari
tata bahasa lain – terutama Yunani – melalui perantaraan orang-orang Suryani, para ahli
menyanggahnya dengan mengatakan bahwa metodologi itu orisinil dari Arab, terutama
dengan adanya Al-Qur’an. Para ahli mengatakan bahwa tata bahasa Yunani memang sempat
bergumul dan mempengaruhi ilmu nahwu, namun itu terjadi setelah ilmu nahwu sendiri
sudah berada di tengah-tengah formasinya

6
4. Perkembangan Ilmu Nahwu dari masa ke masa
Perkembangan ilmu nahwu dapat diruntut menjadi tiga periode:
a. Periode Perintisan dan Penumbuhan (Periode Bashrah)
Perkembangan pada periode ini berpusat di Bashrah, dimulai sejak zaman Abul Aswad
sampai munculnya Al-Khalil bin Ahmad, yakni sampai akhir abad kesatu Hijriyah. Periode
ini masih bisa dibedakan atas dua sub periode, yaitu masa kepeloporan dan masa
pengembangan. Masa kepeloporan tidak sampai memasuki masa Daulah Abbasiyah. Ciri-
cirinya ialah belum munculnya metode qiyas (analogi), belum munculnya perbedaan
pendapat, dan masih minimnya usaha kodifikasi.
Adapun ciri-ciri masa pengembangan ialah makin banyaknya pakar, pembahasan tema-
temanya semakin luas, mulai munculnya perbedaan pendapat, mulai dipakainya argumen
dalam menjelaskan kaidah dan hukum bahasa, dan mulai dipakainya metode analogi.

b. Periode Ekstensifikasi (Periode Bashrah-Kufah)


Periode ini merupakan masa ketiga bagi Bashrah dan masa pertama bagi Kufah. Hal
ini tidak terlalu mengherankan, sebab kota Bashrah memang lebih dulu dibangun daripada
kota Kufah. Pada masa ini, Bashrah telah mendapatkan rivalnya. Terjadi perdebatan yang
ramai antara Bashrah dan Kufah yang senantiasa berlanjut sampai menghasilkan apa yang
disebut sebagai Aliran Bashrah dengan panglima besarnya Imam Sibawaih dan Aliran Kufah
dengan panglima besarnya Imam Al-Kisa’i. Pada masa ini, ilmu nahwu menjadi sedemikian
luas sampai membahas tema-tema yang saat ini kita kenal sebagai ilmu sharf.

c. Periode Penyempurnaan dan Tarjih (Periode Baghdad)


Di akhir periode ekstensifikasi, Imam Al-Ru’asi (dari Kufah) telah meletakkan dasar-
dasar ilmu sharf. Selanjutnya pada periode penyempurnaan, ilmu sharf dikembangkan secara
progresif oleh Imam Al-Mazini. Implikasinya, semenjak masa ini ilmu sharf dipelajari secara
terpisah dari ilmu nahwu, sampai saat ini. Masa ini diawali dengan hijrahnya para pakar
Bashrah dan Kufah menuju kota baru Baghdad.
Meskipun telah berhijrah, pada awalnya mereka masih membawa fanatisme alirannya
masing-masing. Namun lambat laun, mereka mulai berusaha mengkompromikan antara
Kufah dan Bashrah, sehingga memunculkan aliran baru yang disebut sebagai Aliran
Baghdad. Pada masa ini, prinsip-prinsip ilmu nahwu telah mencapai kesempurnaan. Aliran
Baghdad mencapai keemasannya pada awal abad keempat Hijriyah. Masa ini berakhir pada

7
kira-kira pertengahan abad keempat Hijriyah. Para ahli nahwu yang hidup sampai masa ini
disebut sebagai ahli nahwu klasik.
Setelah tiga periode diatas, ilmu nahwu juga berkembang di Andalusia (Spanyol), lalu
di Mesir, dan akhirnya di Syam. Demikian seterusnya sampai ke zaman kita saat ini.

D. Objek Pembahasan Ilmu Nahwu


Dalam Ilmu Nahwu objek bahasannya tertuju pada kosa kata Arab baik dalam bentuk
kata tunggal (mufrod) atau tersusun (murokkab), mengenai vokal akhir (I’rob) yang
menentukan suatu kata, mengenai pergantian, pembuangan dan masih banyak yang lainnya.
Dalam tata bahasa sintaksis Arab, dikenal istilah Fi’il (kata kerja), Isim (kata benda)
dan Harf (kata tugas), jumlah Ismiyah (Kalimat yang diawali dengan Isim) dan Fi’liyah
(Kalimat yang diawali dengan Fi’il) serta Syibhu jumlah. Dalam ilmu Nahwu banyak lagi
istilah dan persoalan yang dihadapi dapat diteliti dari buku-buku yang banyak tersebar.

Adapun ilmu nahwu, kata kuncinya ialah kalimat (‫)الجملة‬. Ia secara khusus berbicara

tentang jabatan tiap bagian kalimat dan secara umum berbicara tentang aturan mengenai
hubungan antarbagian tersebut. Demikianlah, ilmu nahwu telah digunakan untuk
menganalisis secara sintaktik bagian-bagian sebuah kalimat serta hubungan antar bagian-
bagian tersebut dalam apa yang dalam tradisi klasik kita sebut sebagai hubungan penyandaran

(‫)االسناد‬. Jadi ilmu nahwu tidaklah hanya berbicar tentang harakat di akhir kata serta

i’rabnya, namun ia juga mengatur tentang bagaimana cara yang baik dalam menyusun dan
merangkai kalimat.

8
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ilmu nahwu adalah salah satu dari kaidah-kaidah Bahasa Arab uuntuk mengetahui
bentuk kata dan keadaan-keadaannya ketika masih satu kata (Mufrod) atau ketika sudah
tersusun (Murokkab)
Ada beberapa manfa’at dari mempelajari dan menguasai Ilmu Nahwu, diantaranya :
Bisa berbahasa Arab, bisa memahami kitab-kitab bahasa Arab, Bisa mengoreksi bacaan atau
pembicaraan bahasa Arab, dan yang terpenting ialah bisa memahami Syari’at Islam yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
Perkembangan Ilmu Nahwu dari masa ke masa dibagi menjadi 3 periode penting yaitu
: Periode Perintisan dan Penumbuhan (Periode Bashrah), Periode Ekstensifikasi (Periode
Bashrah-Kufah), serta Periode Penyempurnaan dan Tarjih (Periode Baghdad)
Secara garis besar, dalam Ilmu Nahwu objek bahasannya tertuju pada kosa kata Arab
baik dalam bentuk kata tunggal (mufrod) atau tersusun (murokkab), kalimah-kalimah Bahasa
Arabpun dibagi menjadi 3 kategori yaitu : Isim, Fi’il dan Harf serta masih banyak lagi
pembagian istilah-istilah lainnya dalam cakupan Ilmu Nahwu.

A. Saran
Penulis menyadari akan kekurangan bahan dari materi makalah ini jadi penulis
berharap apabila terdapat kekurangan atau isi dari makalah ini maka saran-saran kritik
dari pembaca adalah penutup dari semua kekurangan kami dan menjadikan semua itu
guna menjadi bahan acuan untuk memotivasi dan menyempurnakan makalah kami.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hudlori Hasyiyah 1

 Ibnu Wahid Alfat, Reaktualisasi Fan Nahwu, genesa product


 Muhammad bin ‘Ali As Shobban, Hasyi’ah As-Shobban (Haromain)
 Taqrirot Al Fiyyah

 http://islammakalah.blogspot.co.id/p/blog-page.html
 http://hamizanabqari.blogspot.co.id/2014/10/sejarah-perkembangan-ilmu-nahwu.html
 http://rumahbahsaarabrubah.blogspot.co.id/2013/02/manfaat-fungsi-ilmu-nahu.html
 http://hendraislami.blogspot.co.id/2009/04/mengenal-ilmu-nahwu_07.html

7[1]
Hasyiyah Hudlori 1, Hal.10
8[2]
Ibid
9[3]
Taqrirot Al Fiyyah, Hal.02

10
10[4]
Muhammad bin ‘Ali As Shobban, Hasyi’ah As-Shobban (Haromain), 1;16
11[5]
Ibnu Wahid Alfat, Reaktualisasi Fan Nahwu, genesa product, Hal.19

11

Anda mungkin juga menyukai