Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KEJADIAN MIOPIA PADA

PELAJAR SMPN 7 KOTA JAMBI TAHUN 2018

Rizki Fajar Muttaqin

rizkifm97@gmail.com

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

ABSTRACT

Background: Myopia is a refractive disorder in the eye caused by the focal point of the light
produced by the lens in front of the retina, causing the view to become unclear. One factor
that might be the cause of myopia is the Body Mass Index. Objective: To find out the
relationship of BMI to the incidence of myopia in 7th grade students of SMPN 7 Jambi City.
Method: This research is an analytic study of the correlation with cross-sectional approach.
The data obtained was formed into categorical types and then analyzed by Somers'd
correlation test. The sampling technique used was consecutive sampling method. Samples
were taken from primary data by examining refraction, weight, and height directly in July-
August 2018. Results: A total of 66 samples from 334 people examined, found the highest
BMI in the Normal category (56.1%) and in the highest Myopia in the Light category (right:
89.4%; left: 86.4%; combined: 91.7%) . Statistical results show that there is no significant
relationship between BMI and myopia. In the right eye r = -0.020 and P = 0.721; in the left eye
r = -0.054 and P = 0.364; in both eyes r = -0.142 and P = 0.519.

Keywords: Myopia, Body Mass Index

ABSTRAK

Latar Belakang: Miopia merupakan kelainan refraksi pada mata yang disebabkan karena titik
fokus cahaya yang dihasilkan lensa berada didepan dari retina sehingga menyebabkan
pandangan menjadi tidak jelas. Salah satu faktor yang kemungkinan menjadi penyebab
miopia yaitu Indeks Massa Tubuh. Tujuan: Mengetahui hubungan IMT terhadap insiden
miopia pada pelajar kelas 7 SMPN 7 Kota Jambi. Metodologi: Penelitian ini merupakan studi
analitik korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Data yang diperoleh dibentuk kedalam
jenis kategorik kemudian dianalisis dengan uji korelasi Somers’d. Teknik pengambilan sampel
menggunakan metode consecutive sampling. Sampel diambil dari data primer dengan
pemeriksaan refraksi, berat badan, dan tinggi badan secara langsung pada Juli-Agustus 2018.
Hasil: Sebanyak 66 sampel dari 334 orang yang diperiksa, didapatkan IMT tertinggi pada
kategori Normal (56,1%) dan pada Miopia tertinggi pada kategori Ringan (kanan: 89,4%; kiri:
86,4%; gabungan: 91,7%). Hasil statistik menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara IMT dengan Miopia. Pada mata kanan r = -0,020 dan P = 0,721; pada mata
kiri r = -0,054 dan P = 0,364; pada gabungan kedua mata r = -0,142 dan P = 0,519.

Kata Kunci: Miopia, Indeks Massa Tubuh


PENDAHULUAN miopia refraktif yang merupakan
bertambahnya indeks bias media
Jumlah angka kejadian tertinggi
penglihatan, kemudian miopia aksial yang
pada gangguan penglihatan menurut
merupakan akibat panjangnya sumbu bola
World Health Organization (WHO) yaitu
mata dengan kelengkungan kornea dan
kelainan refraksi sebanyak 53% dan
lensa yang normal.(2) Umumnya miopia
dilanjutkan penyakit katarak sebanyak
terjadi pertama pada anak-anak usia
25%. Pada penyebab utama kebutaan,
sekolah karena mata berkembang selama
kelainan refraksi berada di posisi kedua
masa anak-anak yang umumnya akan
sebanyak 21% setelah katarak sebanyak
berlangsung hingga usia 20 tahun. Akan
35%.(1) Hal ini dapat dikatakan bahwa
tetapi miopia dapat terjadi pada usia
kelainan refraksi merupakan masalah yang
dewasa yang bisa diakibatkan karena stres
perlu ditangani dengan baik.
penglihatan atau kondisi kesehatan seperti
Mata dapat dianggap sebagai diabetes.(4)
kamera yang terdiri dari media refrakta
Penyebab miopia belum diketahui
dengan retina sebagai filmnya. Media
secara pasti. Akan tetapi terdapat dua
refrakta mata terdiri dari kornea, aqueus
faktor yang diduga dapat menyebabkan
humor, lensa, dan vitreus. Kelainan pada
miopia antara lain faktor internal dan faktor
refraksi mata merupakan gangguan pada
eksternal.(5,6) Faktor internal yang diduga
media refrakta antara lain hipermetropia,
menyebabkan miopia adalah usia, jenis
miopia, astigmatisma, presbiopia,
kelamin, riwayat kelahiran, keturunan,
anisometropia, aniseikonia, dan afakia.(2)
status gizi, serta penyakit tertentu seperti
Dari semua kelainan refraksi yang ada,
diabetes melitus. Sedangkan faktor
miopia menduduki peringkat pertama
ekstrinsik yang diduga menjadi penyebab
sebagai kelainan yang paling banyak
miopia adalah lama beraktivitas dengan
diderita oleh penduduk dunia. Hampir 90%
jarak pandang dekat atau jauh, tingkat
penderita miopia berada di negara
pendidikan, dan sosioekonomi.(7,8)
berkembang.(1)
Berdasarkan data Camridge
Miopia merupakan salah satu
Ophtalmological Symposium angka
kelainan refraksi mata dengan panjang
kejadian miopia pada usia 6-72 bulan atau
bola mata anteroposterior dapat terlalu
usia sebelum sekolah di Asia mencapai
besar atau kekuatan pembiasan media
3,98%. Hal tersebut merupakan angka
refraksi terlalu kuat. Miopia dapat disebut
yang paling tinggi dibanding dengan
juga dengan rabun jauh karena titik fokus
kawasan lain seperti Amerika, Afrika, dan
cahaya yang melewati lensa berada di
Australia. Pada usia sekolah atau sekitar
depan retina.(3) Miopia dibagi menjadi
12-17 tahun, etnis Asia memiliki angka
kejadian miopia tertinggi dibanding insiden miopia. Berdasarkan penelitian
Australia yaitu sebesar 59,1%.(9) Di yang telah dilakukan oleh Nina Jacobsen
Indonesia berdasarkan hasil Riset dkk pada Acta Ophtalmologica tahun 2006
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 membuktikan bahwa tidak ada kaitan
jumlah penderita gangguan refraksi yang antara miopia terhadap IMT.(12) Begitu juga
salah satunya miopia tertinggi pada penelitian yang dilakukan oleh Su-Kyung
Provinsi DKI Jakarta sebanyak 11,9%, Jung dkk pada Clinical Epidemiologic
akan tetapi pada Provinsi Jambi jumlah Research tahun 2012 menunjukan bahwa
tersebut sebanyak 4,5%. Pada usia 6-14 tidak ada hubungan antara IMT dengan
tahun penderita gangguan refraksi insiden miopia pada pelajar berusia 19
sebanyak 1% dan tertinggi pada usia 55-64 tahun.(13) Akan tetapi pada penelitian yang
tahun sebanyak 12,7%. Hasil data tersebut dilakukan oleh Rahimi dkk pada jurnal
memberikan kesimpulan bahwa tinggat Universitas Andalas tahun 2015
penggunaan kacamata/lensa kontak membuktikan bahwa IMT memiliki peranan
memiliki kecenderungan meningkat seiring dalam insiden miopia pada pelajar SMA di
bertambahnya usia. Selain itu hasil data kota Padang.(14) Hal ini menjadi dasar
tersebut menjelaskan bahwa semakin penulis untuk melakukan penelitian
tinggi tingkat pendidikan formal seseorang mengenai hubungan antara IMT dengan
memiliki kecenderungan mengalami insiden miopia.
peningkatan gangguan refraksi pada
mata.(10)
METODE
Indeks Massa Tubuh (IMT)
merupakan perbandingan antara berat Penelitian ini merupakan penelitian
badan dengan tinggi badan. Tujuan IMT analitik dengan metode cross-sectional
yaitu untuk mengetahui status gizi untuk mengetahui hubungan antara Indeks
seseorang yang hasilnya diklasifikasikan Massa Tubuh dan kejadian miopia. Sampel
menjadi sangat kurus, kurus, normal, dan penelitian ini diambil dengan cara
gemuk. Rumus untuk mencari hasil IMT consecutive sampling pada populasi target
yaitu berat badan dalam satuan kilogram yaitu seluruh pelajar SMPN 7 Kota Jambi.
dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam Penelitian ini dilakukan di SMPN 7 Kota
satuan meter.(10) Faktor-faktor yang dapat Jambi dari bulan Juli – Agustus 2018.
mempengaruhi IMT yaitu usia, jenis Penentuan jumlah minimal sampel pada
kelamin, genetik, pola asupan gizi, dan penelitian ini menggunakan rumus analitik
aktifitas fisik.(11) korelatif dengan Zα = 0,05; Zβ = 0,2; dan
koefisien korelasi r = 0,4 sehingga
Beberapa penelitian telah banyak
didapatkan sampel minimal 47 orang.
meneliti hubungan antara IMT dengan
Dalam pelaksanaan penelitian sebanyak laki-laki (36,4%) dan 42 siswa perempuan
66 orang bersedia berpartisipasi sebagai (63,6%).
subjek penelitian.
Data IMT yang didapatkan terbagi
Proses pengumpulan data menjadi empat kategori yaitu kurus
penelitian ini yang pertama melakukan sebanyak 2 siswa (3%); normal sebanyak
pemeriksaan refraksi untuk mendapatkan 37 siswa (56,1%); gemuk sebanyak 11
subjek penelitian yang mengalami miopia. siswa (16,7%); dan obesitas sebanyak 16
Pada pemeriksaan refraksi di setiap subjek siswa (24,2%). Tidak terdapat siswa yang
dibedakan antara mata kanan dan kiri. masuk kedalam kategori sangat kurus.
Pemeriksaan tersebut dicukupkan hingga Rata-rata IMT subjek penelitian yaitu
jumlah sampel minimal terpenuhi. 0,6215 atau termasuk kedalam kategori
Kemudian dilanjutkan dengan mengukur normal. Nilai IMT terendah yang
tinggi badan dan berat badan. didapatkan yaitu -2,88 atau kurus dan nilai
tertinggi yang didapatkan yaitu 3,52 atau
Data miopia yang didapatkan
obesitas.
kemudian diklasifikasikan berdasarkan
derajat miopia. Data tinggi badan dan berat Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
badan yang didapatkan kemudian diolah
Karakteristik Frekuensi (%)
untuk mendapatkan nilai IMT/usia, setelah
Jenis Kelamin
itu diklasifikasikan berdasarkan derajat Laki-laki 24 (36,4%)
IMT/Usia. Perempuan 42 (63,6%)
IMT
Analisis data yang digunakan yaitu
Kurus 2 (3%)
analisis bivariat dalam uji hipotesis
Normal 37 (56,1%)
korelatif. Uji hipotesis korelatif yang
Gemuk 11 (16,7%)
digunakan yaitu Somers’d dengan nilai Obesitas 16 (24,2%)
kemaknaan p<0,05. Hasil uji hipotesis Miopia Kanan
tersebut disajikan dalam tabel 4x3. Ringan 59 (89,4%)
Sedang 4 (6,1%)
HASIL
Berat 2 (3%)
Karakteristik subjek penelitian (Tabel 1) Miopia Kiri
Ringan 57 (86,4%)
Sebanyak 66 siswa (19,8%) dari
Sedang 4 (6,1%)
334 siswa yang diperiksa mengalami Berat 2 (3%)
miopia sehingga masuk kedalam kategori Miopia Gabungan
inklusi dan menjadi subjek penelitian. Ringan 55 (91,7%)
Jumlah tersebut terbagi menjadi 24 siswa Sedang 3 (5%)
Berat 2 (3,3%)
Data miopia yang didapatkan dibagi Hubungan IMT dengan Miopia Kanan
menjadi mata kanan, kiri, dan gabungan (Tabel 2)
dengan tiga kategori yaitu ringan, sedang,
Pada kategori kurus, terdapat 2
dan berat. Dari 66 subjek penelitian,
siswa yang hanya mengalami miopia
sebanyak 62 siswa mengalami miopia
ringan. Pada kategori normal, sebanyak 32
pada kedua mata, dan 4 siswa hanya
siswa mengalami miopia ringan, 3 siswa
mengalami miopia pada satu mata dengan
mengalami miopia sedang, dan 1 siswa
3 siswa hanya miopia kanan dan 1 siswa
mengalami miopia berat. Pada kategori
hanya miopia kiri. Pada mata kanan
gemuk, sebanyak 10 siswa menderita
sebanyak 59 siswa menderita miopia
miopia ringan, 1 siswa menderita miopia
ringan (89,4%), 4 siswa menderita miopia
sedang, dan tidak terdapat siswa
sedang (6,1%), dan 2 siswa menderita
menderita miopia berat. Pada kategori
miopia berat (3%). Jumlah penderita
obesitas terdapat 15 siswa yang
miopia kanan terbanyak yaitu 12 siswa
mengalami miopia ringan, 1 siswa
yang memiliki nilai refraksi -1. Pada mata
mengalami miopia berat, dan tidak ada
kiri sebanyak 57 siswa menderita miopia
yang mengalami miopia sedang.
ringan (86,4%), 4 siswa menderita miopia
sedang (6,1%), dan 2 siswa menderita Hasil analisis bivariat dengan
miopia berat (3%). Jumlah penderita menggunakan metode korelasi Somers’d
miopia kiri terbanyak yaitu 15 siswa yaitu kekuatan korelasi sebesar r = -0,020
dengan nilai refraksi -1. Pada gabungan dengan angka derajat kemaknaan p =
kedua mata sebanyak 55 siswa menderita 0,721. Hal tersebut berarti antara IMT
miopia ringan (91,7%), 3 siswa menderita dengan miopia kanan memiliki arah
miopia sedang (5%), dan 2 siswa korelasi yang negatif dan kekuatan korelasi
menderita miopia berat (3,3%). yang sangat lemah, akan tetapi korelasi
tersebut tidak bermakna dikarenakan nilai
p > 0,05.

Tabel 2. Analisis Bivariat IMT dengan Miopia Mata Kanan

Kategori Rekfraksi Mata Kanan


Jumlah r p
Ringan Sedang Berat
Kurus 2 0 0 2
Kategori Normal 32 3 1 36
-0,020 0,721
IMT/Usia Gemuk 10 1 0 11
Obesitas 15 0 1 16
Jumlah 59 4 2 65
Tabel 3. Analisis Bivariat IMT dengan Miopia Mata Kiri

Kategori Rekfraksi Mata Kiri


Jumlah r p
Ringan Sedang Berat
Kurus 2 0 0 2
Kategori Normal 31 4 1 36
-0,054 0,364
IMT/Usia Gemuk 10 0 0 10
Obesitas 14 0 1 15
Jumlah 57 4 2 63

Hubungan IMT dengan Miopia Kiri Hubungan IMT dengan miopia


(Tabel 3) Gabungan (Tabel 4)

Pada kategori kurus, terdapat 2 Pada kategori kurus, terdapat 2


siswa yang hanya mengalami miopia siswa yang hanya mengalami miopia
ringan. Pada kategori normal, sebanyak 31 ringan. Pada kategori normal, sebanyak 30
siswa mengalami miopia ringan, 4 siswa siswa mengalami miopia ringan, 3 siswa
mengalami miopia sedang, dan 1 siswa mengalami miopia sedang, dan 1 siswa
mengalami miopia berat. Pada kategori mengalami miopia berat. Pada kategori
gemuk hanya terdapat 10 siswa yang gemuk hanya terdapat 9 siswa yang
mengalami miopia ringan. Pada kategori mengalami miopia ringan. Pada kategori
obesitas terdapat 14 siswa yang obesitas terdapat 14 siswa yang
mengalami miopia ringan dan 1 siswa yang mengalami miopia ringan dan 1 siswa yang
mengalami miopia berat. mengalami miopia berat.

Hasil analisis bivariat dengan Hasil analisis bivariat dengan


menggunakan metode korelasi Somers’d menggunakan metode korelasi Somers’d
yaitu kekuatan korelasi sebesar r = -0,054 yaitu kekuatan korelasi sebesar r = -0,142
dengan angka derajat kemaknaan p = dengan angka derajat kemaknaan p =
0,364. Hal tersebut berarti antara IMT 0,519. Hal tersebut berarti antara IMT
dengan miopia kiri memiliki arah korelasi dengan miopia pada kedua mata memiliki
yang negatif dan kekuatan korelasi yang arah korelasi yang negatif dan kekuatan
sangat lemah, akan tetapi korelasi tersebut korelasi yang sangat lemah, akan tetapi
tidak bermakna dikarenakan nilai p > 0,05. korelasi tersebut tidak bermakna
dikarenakan nilai p > 0,05.
Tabel 4. Analisis Bivariat IMT dengan Miopia Gabungan

Kategori Refraksi Mata Miopia


Jumlah r p
Ringan Sedang Berat
Kurus 2 0 0 2
Kategori Normal 30 3 1 34
-0,142 0,519
IMT/Usia Gemuk 9 0 0 9
Obesitas 14 0 1 15
Jumlah 55 3 2 60

PEMBAHASAN
pada kejadian miopia tinggi penurunan IMT
Angka kejadian yang didapatkan sempat mengalami penurunan prevalensi
pada penelitian ini baik pada mata kanan miopia namun kembali meningkat secara
ataupun kiri menunjukan bahwa siswa signifikan pada IMT 18,5-22,99 kg/m2.
yang masuk kategori normal lebih banyak Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
mengalami miopia dibanding kategori IMT lebih berkaitan erat terhadap
kurus, gemuk, ataupun obesitas. Terjadi emetropisasi dibandingkan faktor panjang
peningkatan angka kejadian miopia yang aksial pada miopia.(15) Hal tersebut
sangat signifikan dari kategori kurus dikarenakan keterbatasan ruang orbital,
menuju normal. Kemudian menurun pada sehingga mata orang obesitas dapat
kategori gemuk dan kembali meningkat tumbuh tidak sebaik orang yang lebih
pada kategori obesitas. kurus.(16) Subjek penelitian yang tinggi dan
Perolehan data tersebut berbeda kurus cenderung memperoleh miopia tinggi
dengan penelitian yang dilakukan oleh Lee dikarenakan panjangnya panjang aksial
dkk. dalam jurnal Scientific Reports tahun mata.(15)
2017. Penelitian tersebut merupakan studi Hasil analisis bivariat pada
epidemiologi faktor risiko yang penelitian ini menunjukan bahwa kekuatan
berhubungan dengan miopia pada pria korelasi antar variabel sangat lemah
usia dewasa muda di Korea. Hasil dengan nilai korelasi mata kanan yaitu -
penelitian tersebut menjelaskan bahwa 0,020 dan mata kiri -0,054. Tidak terdapat
penurunan IMT berhubungan terhadap hubungan yang bermakna antara IMT dan
peningkatan prevalensi miopia dan miopia kejadian miopia dikarenakan secara
tinggi. Pada kejadian miopia semakin statistik nilai P mata kanan (0,721) dan kiri
menurun IMT maka prevalensi miopia (0,364) lebih dari 0,05. Arah korelasi yang
semakin meningkat secara bertahap, dan didapatkan yaitu negatif yang berarti
semakin menurun derajat IMT maka dilakukan di beberapa sekolah. Rancangan
derajat miopia semakin meningkat. penelitian tersebut yaitu observasional
jenis kohort prospektif dengan melakukan
Peneliti tidak mendapatkan
pemeriksaan follow up selama 6 bulan,
penelitian yang serupa dengan penelitian
berbeda dengan penelitian ini.(17)
ini dari segi metode penelitian, khususnya
menentukan IMT menurut usia (IMT/U) Penelitian yang dilakukan oleh Su-
yang hanya dilakukan pada usia kurang kyung Jung dkk. memiliki hasil yang sama
dari 18 tahun. Akan tetapi terdapat dengan penelitian ini yaitu tidak terdapat
beberapa penelitian yang sama mencari hubungan yang bermakna antara IMT
hubungan antara IMT dengan miopia dengan miopia. Perbedaan dengan
menggunakan metode yang berbeda penelitian ini yaitu subjek penelitian berusia
dengan penelitian ini. Beberapa penelitian 19 tahun dengan jumlah 23.616 orang
tersebut menyatakan bahwa tidak terdapat yang hanya terdiri dari pria. Pada
hubungan yang bermakna antara IMT pemeriksaan refraksi, penelitian tersebut
(12,13,17)
dengan miopia. Akan tetapi terdapat tidak membedakan antara mata kanan dan
penelitian yang mengatakan bahwa IMT kiri. Uji yang digunakan untuk mengolah
dengan miopia memiliki hubungan yang data yaitu uji regresi logistik dengan hasil p
bermakna.(14) = 0,323 yang berarti tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara IMT
Penelitian yang dilakukan oleh
dengan miopia.(13)
Rizkika memiliki hasil yang sama dengan
penelitian ini. Kesamaan hasil penelitian Penelitian yang dilakukan oleh
tersebut yaitu dari kemaknaan hubungan, Jacobsen dkk. menyimpulkan hasil yang
derajat korelasi, dan arah korelasi. sama dengan penelitian ini yaitu tidak
Kemaknaan hubungan dalam penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara
tersebut menyatakan bahwa tidak terdapat IMT terhadap miopia. Perbedaan dengan
hubungan yang bermakna antara IMT penelitian ini yaitu menggunakan 4.681
dengan miopia. Kemudian hasil korelasi orang yang hanya terdiri dari pria berusia
penelitian tersebut yaitu sangat lemah minimal 18 tahun. Penelitian tersebut tidak
dengan nilai korelasi mata kanan dan kiri membedakan antara mata kanan dan kiri
yaitu 0,002 dan 0,065. Arah korelasi yang pada saat pemeriksaan refraksi. Uji yang
didapatkan yaitu negatif yang berarti digunakan untuk mengolah data yaitu uji-T
semakin tinggi IMT maka semakin rendah dengan nilai p = 0,618 yang berarti tidak
derajat miopia. Penelitian tersebut sama- terdapat hubungan yang bermakna antara
sama menggunakan subjek siswa sekolah IMT dengan miopia.(12)
menengah pertama akan tetapi lokasi
penelitian tersebut di Yogyakarta dan
Berbeda dengan penelitian yang dengan panjang aksial mata. Penelitian
dilakukan oleh Martga dkk. dalam Jurnal tersebut dilakukan pada 122 murid sekolah
Kesehatan Andalas memiliki kesimpulan dasar yang berusia 8 sampai 9 tahun. Uji
bahwa terdapat hubungan bermakna yang digunakan pada penelitian tersebut
antara IMT dengan kejadian miopia. yaitu regresi logistik multipel. Hasil yang
Desain penelitian tersebut yaitu case- didapatkan yaitu kekuatan korelasi lemah
control dengan jumlah sampel 140 siswa dengan nilai r = 0,23 dengan arah korelasi
sekolah menengah atas kota Padang yang positif dan nilai p = 0,011. Arah korelasi
terbagi menjadi 70 kasus dan 70 kontrol. positif pada penelitian tersebut bermakna
Uji statistik yang digunakan yaitu chi- bahwa semakin meningkat nilai IMT maka
square dengan nilai p = 0,014. Pada akan semakin meningkat panjang aksial
penelitian tersebut menyatakan bahwa IMT mata. Akan tetapi perhitungan IMT pada
normal merupakan variabel dominan yang penelitian ini tidak disertakan dengan
mempengaruhi insiden miopia dan memiliki perhitungan usia subjek penelitian.(18)
risiko 2,815 kali lebih tinggi menderita
Berbeda dengan penelitian yang
miopia dibanding IMT lainnya.(14)
dilakukan oleh Gunes dkk. Penelitian
Miopia dibagi menjadi miopia tersebut dilakukan pada usia dewasa yang
refraktif dan miopia aksial. Miopia refraktif terbagi menjadi 34 orang obesitas dan 34
merupakan miopia yang disebabkan oleh orang sehat. Uji yang digunakan untuk
lensa mata yang terlalu cembung, mengolah data yaitu Spearman. Secara
sedangkan miopia aksial merupakan statistik penelitian tersebut mengatakan
miopia yang disebabkan oleh bahwa panjang aksial mata memiliki
pemanjangan sumbu antero-posterior korelasi yang sangat lemah terhadap IMT
mata.(3) Peneliti menduga bahwa miopia dengan arah korelasi negatif (r = -0,139)
yang berhubungan langsung dengan IMT dan tidak terdapat hubungan yang
yaitu miopia aksial, didukung dengan bermakna antara panjang aksial mata
penelitian Lee dkk. yang menyatakan dengan IMT (p = 0,260).(16)
bahwa pria yang tinggi dan ramping dapat
IMT dipengaruhi oleh tinggi badan
cenderung mengalami miopia tinggi
dan berat badan. Buffa dkk. mengatakan
dikarenakan pemanjangan panjang aksial
bahwa berat badan dapat dipengaruhi oleh
mata. Akan tetapi subjek penelitian
massa lemak dan massa bukan lemak.(19)
tersebut tidak berusia sekolah menengah
Peneliti menduga bahwa massa lemak
pertama.(15)
tubuh merupakan faktor yang berhubungan
Penelitian yang dilakukan oleh langsung dengan miopia. Apabila kadar
Terasaki dkk. menjelaskan bahwa terdapat lemak tubuh sedikit maka akan
hubungan yang signifikan antara IMT menyebabkan kadar lemak orbital menjadi
sedikit dan menyebabkan ruang orbital terdapat 2 siswa (3%) dikategorikan kurus,
menjadi lebih luas dan mengakibatkan 37 siswa (56,1%) dikategorikan normal, 11
pemanjangan aksial mata dan titik fokus siswa (16,7%) dikategorikan gemuk, dan
yang dihasilkan lensa berada di depan 16 siswa (24,2%) dikategorikan obesitas.
retina atau disebut miopia. Semakin Tidak terdapat siswa yang termasuk
meningkat kadar lemak tubuh seseorang kedalam kategori sangat kurus.
akan berakibat pada semakin
Secara statistik tidak terdapat
meningkatnya kadar lemak orbital. Hal
hubungan yang bermakna antara IMT
tersebut akan menyebabkan ruang orbital
dengan kejadian miopia pada siswa SMPN
semakin menyempit dan menyebabkan
7 Kota Jambi.
panjang aksial mata akan berkurang dan
akan mengakibatkan titik fokus yang
dihasilkan lensa mata berada di belakang DAFTAR RUJUKAN
retina atau disebut hipermetropia. Akan
1. WHO. Visual Impairment and Blindness.
tetapi peneliti tidak mendapatkan penelitian
World Heal Organ. 2013;
yang mendukung dugaan tersebut yang
menjelaskan hubungan antara massa 2. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata.

lemak tubuh dan massa lemak orbital yang Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
akan mempengaruhi panjang aksial mata.
Mada; 2007. 169–176 p.
Sehingga hubungan antara IMT dan miopia
masih belum dapat dijelaskan secara pasti, 3. Ilyas S, Yulianti S. Ilmu Penyakit Mata

khususnya hubungan antara massa lemak Edisi Kelima. 5th ed. Jakarta: badan

orbital terhadap miopia aksial. penerbit fakultas kedokteran universitas


indonesia; 2014.

4. Myopia (nearsightedness) [Internet].


KESIMPULAN American Optometric Association (AOA).
2018 [cited 2018 Mar 9]. Available from:
Gambaran miopia pada pelajar
https://www.aoa.org/patients-and-
SMPN 7 Kota Jambi yaitu dari 334 siswa
public/eye-and-vision-problems/glossary-
yang diperiksa terdapat 66 siswa of-eye-and-vision-conditions/myopia
mengalami miopia. Penderita miopia
5. Saw SM, Nieto FJ, Katz J, Schein OD,
ringan jauh lebih banyak dibandingkan
Levy B, Chew SJ. Factors related to the
miopia sedang dan miopia berat dan
progression of myopia in Singaporean
terdapat 4 siswa yang hanya mengalami
children. Optom Vis Sci. 2000;
miopia pada salah satu mata.
6. Young TL, Metlapally R, Shay AE.
Gambaran IMT pada pelajar SMPN 7 Complex trait genetics of refractive error.
Kota Jambi yang mengalami miopia yaitu, Archives of Ophthalmology. 2007.
7. Sham WK, Dirani M, Chong YS, Hornbeak associated with myopia in young adult men
DM, Gazzard G, Li J, et al. Breastfeeding in Korea. Sci Rep. 2018;
and association with refractive error in
16. Gunes A, Uzun F, Karaca EE, Kalayci M.
young Singapore Chinese children. Eye.
Evaluation of Anterior Segment
2010;
Parameters in Obesity. Korean J
8. Krishnaiah S, Srinivas M, Khanna RC, Rao Opthalmol. 2015;29(4):220–5.
GN. Prevalence and risk factors for
17. Pertiwi rizkika bellani. Hubungan Indeks
refractive errors in the South Indian adult
Massa Tubuh Dengan Progresivitas
population: The Andhra Pradesh Eye
Miopia Pada Anak Sekolah Menengah
disease study. Clin Ophthalmol. 2009;
Pertama Di Daerah Istimewa Yogyakarta.
9. Foster P, Jiang Y. Epidemiology of Universitas Gadjah Mada. Universitas
Myopia. cambridge Ophthalmol Symp. Gadjah Mada; 2014.
2014;28:202–8.
18. Terasaki H, Yamashita T, Yoshihara N, Kii
10. Riset Kesehatan Dasar. jakarta: badan Y, Sakamoto T. Association of lifestyle and
penelitian dan pengembangan kesehatan body structure to ocular axial length in
kementerian kesehatan RI; 2013. Japanese elementary school children.
BMC Ophthalmol. 2017;
11. Asil E, Surucuoglu MS, Cakiroglu FP, Ucar
A, Ozcelik AO, Yilmaz MV, et al. Factors 19. Buffa R, Floris GU, Putzu PF, Marini E.
that affect body mass index of adults. Body composition variations in ageing.
Pakistan J Nutr. 2014; Coll Antropol. 2011;

12. Jacobsen N, Jensen H, Goldschmidt E.


Prevalence of myopia in Danish
conscripts. Acta Ophthalmol Scand. 2007;

13. Jung SK, Lee JH, Kakizaki H, Jee D.


Prevalence of myopia and its association
with body stature and educational level in
19-year-old male conscripts in Seoul,
South Korea. Investig Ophthalmol Vis Sci.
2012;

14. Rahimi MB, Sayuti K, Matheos M, Rares


LM, Saerang JSM, Skripsi K, et al. Artikel
Penelitian Faktor-faktor yang
Memengaruhi Insiden Miopia Pada Siswa
Sekolah Menengah Atas di Kota Padang.
J Kedokt Brawijaya. 2014;

15. Lee DC, Lee SY, Kim YC. An


epidemiological study of the risk factors

Anda mungkin juga menyukai