Anda di halaman 1dari 30

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A219139


** Pembimbing/ dr. Paryanto, Sp.OG

G3A2P0 KEHAMILAN 40-41 MINGGU DENGAN PREEKLAMPSIA


BERAT + LETAK LINTANG

Andi Wahyuni Ahmad, S.Ked* dr. Paryanto, Sp.OG **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

CLINIC REPORT SESSION

G3A2P0 KEHAMILAN 40-41 MINGGU DENGAN PREEKLAMPSIA


BERAT + LETAK LINTANG

Oleh:
Andi Wahyuni Ahmad, S.Ked

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021

Jambi, Agustus 2020

Pembimbing

dr. Paryanto, Sp.OG


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas Case Report Session (CRS) pada Kepaniteraan Klinik Senior Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Jambi yang berjudul
“G3P2A0 Kehamilan 40-41 Minggu dengan Preeklampsia Berat + letak Lintang”.

Case Report Session (CRS) ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-
teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Obstetri dan
Ginekologi di RSUD Raden Mattaher Jambi, dan melihat penerapannya secara langsung di
lapangan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Paryanto,
Sp.OG sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan Case Report Session (CRS) ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak yang membacanya.Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jambi, Agustus 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan peningkatan


tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengalami
hipertensi. Biasanya sindroma ini muncul pada akhir trimester kedua sampai ketiga kehamilan.
Gejalanya berkurang atau menghilang setelah melahirkan sehingga terapi definitifnya
mengakhiri kehamilan.

Preeklampsia berat merupakan kondisi spesifik dalam kehamilan, ditandai dengan


peningkatan tekanan darah, proteinuria dan edema pada kehamilan setelah 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Temuan yang paling penting adalah hipertensi, ibu dengan
preeklampsia berat memiliki tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg.
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya.
Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.
Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran premature, gawat janin, berat badan lahir rendah
atau intra uterine fetal death (IUFD).
Angka kejadian preeklampsia berkisar antara 5 – 15% dari seluruh kehamilan di seluruh
dunia. Preeklampsia bersama dengan penyakit hipertensi kehamilan lainnya merupakan
merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian dan kesakitan terbanyak pada ibu hamil dan
melahirkan di samping infeksi dan perdarahan. Sampai saat ini etiologi preeklampsia belum
diketahui secara pasti. Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi preeklampsia antara lain
iskemik plasenta, maladaptasi imun dan factor genetik. Akhir-akhir ini disfungsi endotel
dianggap berperan dalam patogenesis preeclampsia.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. R

Umur : 31 tahun

Suku/Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. Km M Thoyib tanjung RT 02

Suami

Nama : Tn. B

Umur : 36 tahun

Suku/Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Km M Thoyib tanjung RT 02

MRS : 06 Agustus 2021, 18.30 Wib

No. MR : 973955
2.2 Anamnesis

Keluhan utama :

Pasien datang dengan keluhan mules-mules di sertai nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RS dengan keluhan mules disertai nyeri perut sejak ± 1 hari SMRS.
Awalnya mules di rasakan sesekali, keluar air-air (-), pasien juga merasakan sakit kepala dan
kedua kakinya membengkak sehingga membuat sulit berjalan, BAB dan BAK dalam batas
normal,,

Pasien juga mengatakan selama kehamilan mempunyai tensi tinggi (150/100), selama
kehamilan telah 2x melakukan pemeriksaan USG di dokter spesialis. Keluhan nyeri ulu hati (-),
pandangan kabur (-), kejang (-), mual (-), muntah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

 Hipertensi (-)
 Diabete Melitus (-)
 Asma Bronkial (-)
 Hepatitis (-)
 Penyakit Jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:

 Hipertensi (+) pada ibu


 Diabetes Melitus (-)
 Hepatitis (-)
 Penyakit jantung (-)

Riwayat Sosial Ekonomi:

 Riwayat kebiasaan    : pasien menyangkal adanya kebiasaan merokok dan


minum alkohol/jamu.
 Sosial ekonomi menengah

Riwayat Haid

- Menarche umur : 14 tahun


- Haid : Teratur
- Lama haid : 5-7 hari
- Siklus : 28 hari
- Dismenore : Ya
- Warna : Merah segar
- Bau Haid : Anyir
- Fluor Albus : Tidak ada

Riwayat Perkawinan

 Status perkawinan    : Kawin


 Jumlah    : 1 kali
 Lama    : 5 tahun
 Umur    :25 tahun

Riwayat Obstetri

- GPA : G3P2A0
- HPHT : 20 - 10- 2020
- TP : 27-07-2021
- ANC : 3X
- Imunisasi TT : -

Riwayat KB

Pasien tidak menggunakan kontrasepsi


2.3 Pemeriksaan Fisik
 KeadaanUmum : Tampak sakit sedag
 Kesadaran : Compos Mentis GCS : E4 V5M6
 TD : 160/110 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Suhu : 36,6ºC
 Pernapasan : 20 x/menit
 SpO2 : 99%
 BB Sebelum Hamil : 58
 BB Saat Hamil : 69 kg
 TB :165cm

Status Generalisata
- Kepala : normocephale, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
- Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
- THT : dalam batas normal
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thorak : pergerakan dada simetris statis dan dinamis
- Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
- Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : membesar, bising usus (+)
- Ekstremitas : akral hangat, edema +/+, sianosis -/-

Status Obstetri
Pemeriksaan luar
Genitalia Eksterna

Leopold I : TFU 34 cm, Teraba bagian janin yang rata dan memnjang (Punggung).
Leopold II : Kanan: teraba bulat, lunak, tidak melenting (Bokong)
Kiri : Teraba bagian keras, bulat dan melenting (Kepala)
Leopold III : T eraba bagian-bagian kecil janin (Ektremitas)
Leopold IV :-
TBJ : (34 - 11) x 155 = 3.565 gram
HIS : 3x10’/20”
Auskultasi : DJJ (+) 144 x/menit

Genitalia Eksterna

Vulva : Merah
Varises : tidak ada

Labiamayora : edema, pembengkakan kelenjar bartholini (-)


Keluar : terlihat cairan bening mengalir lendir (-) darah (-)
Pemeriksaan Dalam

Vaginal Toucher:

 Portio : Tebal
 Pembukaan :-
 Ketuban :-
 Presentasi :-
 Penurunan kepala :-

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah rutin ( 05-08-2021)

PEMERIKSAAN NILAI
HASIL SATUAN
HEMATOLOGI RUJUKAN

Hemoglobin 11,0 g/dL 13.4 – 15.5


Hematokrit 33,4 % 34.5 – 54
MCV 87,6 fL 80-96
MCH 28,8 Pg 27-31
MCHC 32,9 g/dl 32-36
Trombosit 270 ribu/L 184 – 488
Leukosit 9,99 ribu/L 4 – 10
Clotting Time 4 Menit 2-6
Bleeding Time 2 menit 1-3
Golongan Darah/Rhesus A/+
GDS 64 mg/dL  <200
Protein +2 Negative

USG :

2.5 Diagnosis
G3P2A0 Kehamilan 40-41 minggu dengan PEB + Letak Lintang

2.6 Penatalaksanaan
IVFD RL + mgSO4 1 gr/jam
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
Inj. MgSO4 40% 4 gr , dilanjutkan MgSO4 6 gr , 1gr/jam
PO Nifedipine 3 x 10 mg

FOLLOW UP

No Tanggal
1 07-08-2021 S : Nyeri perut (+),bengkak pada kedua kaki (+)
O : KU sedang N: 90x/I, TD : 160/110, RR : 22x/I, S : 36,5 C
A : G3P2A0 Hamil 40-41 minggu dengan PEB
P : IVFD RL + MgSO4 40% 6 gr (6 jam)
Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
PO Nifedipine 3 x 10 mg

Rencana SC
2 08-08-2021 S: Nyeri perut bekas oprasi (+), kaki bengkak (+).
O : KU sedang, TD : 140/90, N : 80x/I, RR : 20x/I, T : 36,6

A : P3A0 post SC hari ke-2 a/i PEB


P : IVFD RL + MgSO4 40% 1 gr (24 jam)
Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
PO Amoxcillin 3x500 mg
PO Nifedipine 3 x 10 mg
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Preeklampsia Berat


3.1.1 Definisi
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan 
proteinuria. Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat
pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan
kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai
preeklampsia yang berat.1,2
Preeklampsia berat merupakan kondisi spesifik dalam kehamilan, ditandai dengan
peningkatan tekanan darah, proteinuria dan edema pada kehamilan setelah 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Temuan yang paling penting adalah hipertensi, ibu dengan
preeklampsia berat memiliki tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg.4
Preeklampsia berat selalu diikuti oleh proteinuria, perubahan-perubahan pada ginjal yang
khas untuk preeklamsia adalah pembengkakan endotel kapiler glomerulus yang disertai
penyempitan lumen kapiler. Perubahan-perubahan ini nampaknya bertanggung jawab terhadap
proteinuria, penurunan aliran darah ke ginjal, dan penurunan laju filtrasi glomerulus.5,6
Dalam hal ini, kadar proteinuria preeklamsia berat adalah 5 gram atau lebih dalam 24 jam
atau 3+ atau 4+ pada dipstick dalam sampel urine acak. Derajat proteinuria dapat sangat
berfluktasi dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah4,7.
Oleh karena itu satu sampel acak mungkin gagal memperlihatkan adanya proteinuria
yang signifikan. Kombinasi proeinuria plus hipertensi selama kehamilan sangat meningkatkan
resiko morbiditas dan mortalitas perinatal4,5,7.
Edema ialah penimbunan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh yang terjadi
karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang patologik adalah edema
yang nondependen pada muka,tangan, atau edema generalisata, dan biasanya disertai dengan
kenaikan berat badan yang cepat.7

3.1.2 Epidemiologi
Menurut WHO angka kejadian preeklampsia pada tahun 2005 berkisar antara 0,51%-
38,4%. Di negara maju angka kejadian preeklampsia berkisar 6%-7% sedangkan angka kejadian
di Indonesia adalah sekitar 3,4- 8,5%.1
Di Indonesia sendiri menurut data dari RSUP Dr.Kariadi Semarang pada tahun 1997
didapatkan angka kejadian preeklamsia 3,7% dan eklamsia 0,9% dengan angka kematian
perinatal 3,1%.3 Sedangkan pada tahun 1999-2000 preeklamsia menjadi penyebab utama
kematian maternal yaitu 52.9% diikuti perdarahan 26,5% dan infeksi 14,7%.4. Hal ini membuat
preeklamsia masih menjadi masalah dalam pelayanan obstetri diIndonesia.3

3.1.3 Faktor resiko


Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensimenyebabkan kelainan
mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan vaskular serta jaringan
ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati. Faktor risiko lain berhubungan dengan kehamilan
itu sendiri atau dapat spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin.
Berbagai faktor risiko preeklamsia :4,7
1) Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
a) Kelainan kromosom
b) Mola hydatidosa
c) Hydrops fetalis
d) Kehamilan multifetus
e) Inseminasi donor atau donor oosit
2) Faktor spesifik maternal
a) Primigravida
b) Usia > 35 tahun
c) Usia < 20 tahun
d) Ras kulit hitam
e) Riwayat preeklamsia pada keluarga
f) Nullipara
g) Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
h) Kondisi medis khusus : diabetes gestational, diabetes tipe 1, obesitas,
hipertensi kronis, penyakit ginjal, trombofilia
i) Stress
3) Faktor spesifik paternal
a) Primipatemitas
b) Patner pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan
mengalami preeklamsia

3.1.4 Klasifikasi
Pre-eklamsia terbagi kepada 2 golongan :

Pre-eklamsia ringan Pre-eklamsia berat


1. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg 1. Tekanan darah ≥ 160/110
dan ≤ 160 mmHg atau kenaikan mmHg
diastole ≥ 15 mmHg atau 2. Proteinuria ≥ 5 gr/L atau 4+
kenaikan sistol ≥ 15 mmHg dalam pemeriksaan kualitatif
2. Oedem umum, kaki, jari tangan, 3. Oliguria, jumlah urine < 500
dan muka, atau kenaikan BB 1 kg cc /24 jam.
atau lebih perminggu. 4. Adanya gangguan cerebral,
3. Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr /L gangguan visus dan rasa nyeri
kualitatif + atau ++ pada urine. epigastrium
5. Adanya edema paru dan
sianosis
6. Trombositopenia berat :
<100.000 sel/mm3 atau
penurunan trombosit dengan
cepat
7. Hemolisis mikroangipatik
8. Gangguan fungsi hepar
9. Pertumbuhan janin intra
uterine terhambat
10. Kenaikan kadan kreatinin
plasma
11. Sindrom HELLP
Preeklampsia berat dibagi menjadi 2, yaitu :7
- Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
- Preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending eclampsia bila
preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala berat, gangguan visus,
muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.

3.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi yang paling diyakini sebagai awal mula dari preeklampsia adalah
terpaparnya villi khorialis untuk pertama kalinya (primigravida), atau terpapar villi khorialis
dalam jumpa yang berlimpah, misalnya pada gemelli atau mola.4
Pada kehamilan normal, invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua menghasilkan suatu
“perubahan fisiologis” pada arteri spiralis, karena suplai darah yang dibutuhkan pada kehamilan
meningkat, maka diameter arteri spiralis harus membesar, yang menurut hukum Poiseuille’s
meningkat 4 sampai 6 kali. Kemampuan untuk melebarkan diameter arteri spiralis merupakan
kebutuhan utama untuk keberhasilan suatu kehamilan. Hasil akhir dari perubahan fisiologis tadi
adalah arteri spiralis yang sebelumnya tebal berubah menjadi kantung elastis yang lebar,
bertahanan rendah, sehingga memungkinkan suplai darah yang adekuat untuk oksigenasi dan
nutrisi bagi janin.1
Gambar 2.1. Perbedaan endothel pada vaskular normal dan preeklampsia

Pada ibu yang mengalami defisiensi plasentasi akan menyebabkan tidak terjadinya secara
sempurna perubahan fisiologis arteri spiralis tersebut, sehingga hanya sebagian arteri spiralis
segmen desidua yang berubah, sedang arteri apiralis segmen miometrium masih diselubungi oleh
sel-sel otot polos. Selain itu juga ditemukan adanya hiperplasia tunika media dan trombosis,
sehingga diameter arteri spiralis 40% lebih kecil dibandingkan kehamilan normal sehingga
timbul penyumbatan yang dapat bersifat parsial ataupun total. Hal inilah yang menimbulkan
insufisiensi, hipoksia dan iskemia dan timbul preeklamsia.1,6,27

Gambar 2.2. Spatium intervilli normal dan preeklampsia

Hipotesis yang penting pada patogenesis dari preeklamsia adalah terdapatnya senyawa
yang dihasilkan jaringan uteroplasenta yang masuk ke sirkulasi ibu dan menyebabkan kerusakan
endotel. Perubahan fungsi endotel yang terjadi dianggap sebagai penyebab utama timbulnya
gejala preeklamsia: hipertensi, proteinuria dan aktivasi sistem hemostasis.1,3

Senyawa yang dihasilkan jaringan uteroplasenta yang dapat merusak endotel itu adalah
hasil metabolisme lipid terutama yaitu peroksidase lipid. Peroksidase lipid ini diproduksi pada
saat radikal bebas menyerang asam lemak tidak jenuh dan kolesterol pada membran sel dan
lipoprotein. Peroksidase lipid merupakan zat toksik yang bisa menyebabkan kerusakan sel baik
secara langsung maupun tidak langsung.1

Keadaan hipoksia yang terjadi dapat meningkatkan jumlah xantin dehidrogenase yang
terkonversi menjadi xantin oksigenase yang akan mendegradasi purin, xantin dan hipoxantin
menjadi asam urat. Dalam proses degradasi tersebut terbentuk juga superoksida yang merupakan
suatu radikal bebas yang poten.7 Terjadinya reaksi radikal bebas ini ditandai dengan
meningkatnya lipid peroksida pada pasien preeklamsia dibandingkan dengan dengan kehamilan
normal.5

Gambar 2.3. Patofisiologi preeklampsia

Reaksi radikal bebas inilah yang akan menimbulkan disfungi endotel, yaitu terjadi
endoteolisis dan perubahan ultrastrukturnya pada alas plasenta dan pembuluh darah uterus, 1
karena radikal bebas ini bereaksi dengan membran sel sehingga terbentuk lipid peroksidase dan
aldehida yang toksik sehingga dapat mematikan sel.8

Hipotesis yang lain adalah adanya prekusor neurokinin B (NKB) dari bovine, yang
bekerja melalui reseptor NK3, yang menstimulasi timbulnya vasokonstriksi dan kontraksi vena
mesenterika serta vena portal hati, yang menyebabkan rusaknya janin dan hati. Dengan demikian
menyebabkan terakumulasinya zat toksik seperti lipid peroksidase, yang makin memperberat
rusaknya endotel.1 Mutasi faktor Leiden V yang disebut-sebut sebagai penyebab genetik
timbulnya preeklamsia, hanya ada pada orang Eropa bukan orang Indonesia. Pada preeklamsia
homocystein meningkat karena tak bisa jadi methionin, proses ini membutuhkan vitamin B12. 5

Menjadi perhatian kita bahwa ringannya hipertensi tidak selalu mencerminkan ringannya
penyakit. Karena hipertensi yang timbul sebenarnya merupakan kompensasi tubuh untuk
memenuhi suplai darah ke organ-organ. Memang ada teori yang mendukung bahwa beratnya
preeklamsia sebanding dengan beratnya hipertensi, yaitu teori peningkatan produksi tromboxan
A2 dan menurunnya produksi prostasiklin oleh plasenta dan trombosit sehingga timbul
vasokonstriksi yang berbanding lurus dengan beratnya hipertensi. Menurunnya produksi
prostasiklin juga disebabkan karena meningkatnya konsentrasi progesteron dalam kehamilan. 4
Namun perlu diingat bahwa 20% eklamsia timbul pada kondisi tekanan darah yang tidak terlalu
tinggi, karena ternyata ada etiologi lain (oksidan-antioksidan) yang telah dijelaskan sebelumnya.5

Hal inilah yang terjadi pada ibu dengan preeklamsia dimana terjadi ketidakseimbangan
produksi tromboxan A2–prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah yang
menimbulkan hipertensi dan juga mungkin terjadi reaksi radikal bebas yang menyebabkan
rusaknya endotel-endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel pembuluh darah di ginjal ditandai
dengan lolosnya protein pada filtrasi glomerulus sehingga tekanan onkotik intravaskular
menurun dan adanya hipertensi yangmenyebabkan tekanan hidrostatik intravaskuler meningkat
sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke ekstravaskuler ke interstisial, timbullah edema tungkai,
dan edema pulmonum. Tidak semua endotel mengalami kerusakan karena terdapat heterogenitas
endotel sehingga tidak semua endotel mengalami disfungsi. Endotel sendiri berperan untuk
mengatur tonus otot vaskuler, adhesi leukosit dan inflamasi serta memelihara keseimbangan
trombosis dan fibrinolisis.1

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon
terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat
menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan
kejang.7,8
Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria.
Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan
volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh
perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan
trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.7

3.1.7 Diagnosis
Diagnosa preeklampsia berat dapat ditegakkan apabila terdapat gejala dan tanda
sebagai berikut 4,,6,7,10:
- Tekanan darah Sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg yang terjadi dua kali
dalam waktu paling sedikit 4 jam, tekanan darah ini tidak menurun meskipun sudah
menjalani tirah baring dan dirawat di Rumah Sakit.
- Proteinuria > 3,5 g/24 jam atau 3+ dalam pemeriksaan kualitatif.
- Oliguria yaitu produksi urin < 500 cc/24 jam.
- Kenaikan kadar kreatinin plasma.
- Gangguan visus dan serebral:penurunan kesadaran,nyeri kepala, skotoma (daerah
pandangan yg buram pada lapangan pandang yang dikelilingi )dan pandangan kabur.
- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson (jaringn ikat padat terletak dibawah peritoneum)
- Edema paru-paru dan sianosis.
- Hemolisis mikroangiopatik.
- Trombositopenia berat:<100.000 sel/mm atau penurunan trombosit dengan cepat.
- Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler);peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase.
- Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
- Sindrom HELLP.

3.1.8 Penatalaksanaan

Perawatan dan pengobatan preeklamsia berat meliputi hal-hal berikut7:


1. Pencegahan kejang
2. Pengobatan hipertensi
3. Pengelolaan cairan
4. Pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan
5. saat yang tepat untuk persalinan.

Monitoring selama di rumah sakit, mencakup pemeriksaan yang snagat teliti diikuti dengan
observasi harian tentang tanda-tanda klinik berupa7:
1. Nyeri kepala
2. Gangguan visus
3. Nyeri epigastrium
4. Kenaikan cepat berat badan
5. Penimbangan BB
6. Pengukuran proteinuria
7. Pengukuran tekanan darah
8. Pemeriksaan laboratorium
9. USG
10. NST

Manajemen Umum perawatan preeklamsia berat dibagi menjadi dua unsur yaitu7,:
1. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis.
- Penderita PEB harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan
tirah baring
- Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin.
- Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bia mendadak
kejang, dapat menghindari aspirasi asam lambung yang sangat asam.
- Pemberian obat antikejang
 Obat antikejang adalah :
- MgSO4
- Diazepam
- Fenitoin
Cara pemberian :Magnesium sulfat regimen
- Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4 : intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.
- Maintenace dose :
Diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer /6 jam; atau diberikan 4 atau
5 gram i.m. selanjutnya maintanace dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6
jam.
- Syarat-syarat pemberian MgSO4
o Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium gulkonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3
mnit.
o Refleks patella (+) kuat.
o Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres
napas.
o Produksi Urine >100cc dalam 4jam sebelumnya (0,5ml/kgbb/jam)

- Magnesium sufat dihentikan bila :


o Ada tanda-tanda intoksikasi.
o Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO 4, maka diberikan salah satu
obat berikut : tiopental sodium, sodium amobarbital, diasepam, atau fenitoin.
 Pemberian antihipertensi7,12,13
- Antihipertensi lini pertama
Nifedipin (Ca Channel Blocker) : 10 - 20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit, maksimum 120 mgdalam 24 jam.
- Antihipertensi lini kedua
Sodium nitrprusside : 0,25 µg i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 µg
i.v./kg/5 menit,
Diazokside : 30 – 60 mg i.v./5 menit atau i.v. infus 10 mg/menit/dititrasi.

2. Sikap terhadap kehamilannya


1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini :
Ibu :
- Umur kehamilan ≥ 37 minggu.
- Ada tanda-tanda atau gejala-gejala Impending Eclamsia.
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu : keadaan klinik
laboratorik memburuk.
- Diduga terjadi solusio plasenta.
- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau pendarahan.
Janin :
- Adanya tanda-tanda fetal distress.
- Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
- Terjadinya oigohidramion.
Laboratorik :
- Adanya tanda-tanda “Sindrom HELLP” khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.
- Cara mengakhiri kehamilan dilakukan berdasar keadaan obstetrik pada
waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.
2. Konservatif : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa7.
Indikasi perawatan konservatif adalah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclamsia dengan keadaan janin baik7.

3.1.9 Komplikasi

Komplikasi pada ibu dengan preeklamsia berat dapat terjadi hingga 70 % kasus,
meliputi DIC, gagal ginjal akut, kerusakan hepatoselular, ruptura hati, perdarahan intraserebral,
henti jantung paru, pneumonitis aspirasi, edema paru akut, dan perdarahan pasca persalinan.
Kerusakan hepatoselular, disfungsi ginjal, koagulopati, hipertensi dan abnormalitas neurologi
akan sembuh setelah melahirkan. Akan tetapi kerusakan serebrovaskular akibat perdarahan atau
iskemia akan mengakibatkan kerusakan neurologi yang permanen15
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin.Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklamsia dan eklamsia. Komplikasi dibawah ini yang
biasa terjadi pada preeklamsia berat4,6,7,13
1) Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada
preeklamsia.
2) Hipokalsemia
Terapi magnesium sulfat juga mempengaruhi konsentrasi kalsium karena mensupresi
paratiroid hormone release6.

3) Intoksikasi magnesium
Intoksikasi magnesium terjadi pada konsetrasi serum tertetntu, ditandai dengan hilangnya
reflex tendon (9,6-12 mg/dl), paralisis respirasi (12-18 mg/dl), cardiac arrest (24-30 mg/dl).
Penangana yang diberikan yaitu segera menyuntikkan Ca glukonas 1 gr IV dalam 5-10 menit6.
4) Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan kadar
fibrinogen secara berkala.
5) Hemolisis
kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis seperti ikterus. Belum diketahui dengan
pasti apakah ini merupakan kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis
periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklamsia dapat menerangkan
ikterus tersebut.
6) Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklamsia.
7) Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi.
Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat karena terjadi
apopleksia serebri.
8) Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena bronkopneumonia
sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-paru.
9) Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati akibat vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk
eklamsia, tetapi ternyata juga dapat ditemukan pada penyakit lain7.
10) Sindroma HELLP
Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet Merupakan sindrom kumpulan
gejala klinis berupa peningkatan enzim hati, gejala subjektif, hemolisis akibat kerusakan
membran eritrosit oleh radikal bebas agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan
tromboksan (vasokonstriktor kuat)7.
11) Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial
tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria
sampai gagal ginjal.
12) Prematuritas, dismaturitas, sepsis, cerebral palsy dan kematian janin intra-uterin, kematian
neonatal perdarahan intraventrikular.
.
3.1.10 Prognosis

Tingginya angka kematian disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal,


natal, terlambat datang untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.Kematian ibu biasanya
disebabkan oleh pendarahan otak, dekompensasio kordis, gagal ginjal, aspirasi pada saat
kejang.Sedangkan kematian janin terutama karena hipoksia intra uterine dan prematuritas.1

3.1.11 Pencegahan
Upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsia pada wanita hamil yang mempunyai risiko
terjadinya preeklamsia dengan cara medis dan non medis, yaitu7 :
A. Pencegahan Medis
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian obat, meskkipun belum ada bukti yang
kuat dan shahih. Antihipertensi tidak terbukti mencegah preeklamsia. Pemberian obat-
obatan yang dianjurkan yaitu :
- kalsium 1.500-2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi
terjadinya preeklamsia.
- zink 200 mg/hari, magnesium 365 mg/ hari.
- Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklamsia ialah aspirin dosis
rendah rata-rata dibawah 100mg/hari atau dipiridamole.
- obat-obat antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, ß carotene, CoQ10, N-Asetilsistein,
asam lipoik.
B. Pencegahan Non-Medis
Cara yang paling sederhaana ialah dengna tirah baring, diikuti dengan diet ditambah
suplemen yang mengandung minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tak jenuh,
seperti Omega 3-PUFA; antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, ß carotene, CoQ10, N-
Asetilsistein, asam lipoik; elemen logam berat seperti zink, magnesium dan kalsium7
BAB IV
ANALISIS MASALAH

Berdasarkan autoanamnesis yang telah dilakukan pada Ny. H, 32 tahun, yang datang ke
RSUD Raden Mattaher Jambi tanggal agustus 2021 pukul 18.30 WIB melalui VK kebidanan,
sedang hamil anak ketiga (G1P0 A0 ; HPHT: 20-10-2020; TP: 27-07-2021, UK: 40 - 41 minggu,
Pasien datang ke RS dengan keluhan mules disertai nyeri perut. Awalnya mules di rasakan
sesekali, keluar air-air (-), pasien juga merasakan sakit kepala dan kedua kakinya membengkak
sehingga membuat sulit berjalan, Keluhan nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-), kejang (-),
mual (-), muntah (-).
.Pada pemeriksaan tekanan darah diperoleh hasil pengukuran 160/110 mmHg dan pada
pemeriksaan status generalisata terdapat edema pada kedua extremitas inferior terutama pada
dorsum pedis. Hal ini mengindikasikan bahwa ibu mengalami hipertensi dalam kehamilan,
secara teori pada wanita hamil, normalnya akan mengalami penurunan tekanan darah. Tetapi
pada kondisi patologis dikarenakan penyebab yang masih belum jelas, pada wanita hamil bisa
terjadi peningkatan tekanan darah atau hipertensi. Hipertensi ialah tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg.
Pada pasien telah memenuhi Kriteria dikatakan hipertensi. Wanita hamil yang mengalami
hipertensi akan dilakukan penilaian klinis untuk mengklasifikasikan jenis hipertensi yang
dialaminya.
Gejala dan tanda yang dikeluhkan pasien mengarah pada tanda dan gejala pada
preeklampsia. Selain itu, juga ditemukan edema tungkai akibat disfungsi sel endotel yang
mengakibatkan permeabilitas kapiler meningkat, sedangkan tekanan onkotik dan osmotic
menurun sehingga terjadi perpindahan cairan dari ekstraseluler ke ruang interstitial dan
menimbulkan edema pada daerah tungkai sesuai dengan arah gravitasi.
Hasil pemeriksaan laboratorium urun rutin pasien diperoleh hasil Protein urin (+++),
menunjukkan bahwa telah terjadi proteinuria yang disebabkan oleh adanya peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi dapat
menembus sel kapiler dan diekskresikan melalui urin.
Tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien telah memenuhi kriteria penegakan
diagnosa preeklampsia berat, yaitu tekanan darah Sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110
mmHg, Proteinuria 5 g/24 jam atau 3+ dalam pemeriksaan kualitatif.hal ini sesuai dengan teori
gejala preeklamsia berat.
Dengan demikian telah sesuai penegakan diagnosa yang dilakukan pada Ny. R, 31 tahun
yaitu Kehamilan Post-term dengan PEB + Letak Lintang.
Penatalaksanaan yang diberikan terhadap pasien, yaitu pasien rawat inap dan dianjurkan
tirah baring, disertai observasi keadaan umum, tanda-tanda vital, kemajuan persalinan, denyut
jantung janin dan pemberian obat-obatan.
Pasien tidak diberikan antasida, padahal secara teori antasida diberikan untuk menetralisir
asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari aspirasi asam lambung yang
sangat asam.
Obat anti kejang yang diberikan pada pasien berupa MgSO4 40% 4 mg , dilanjutkan
MgSO4 6 gr. Secara teori pemberian obat antikejang Magnesium sulfat regimen memang
menjadi pilihan karena keunggulannya sebagai profilaksis kejang lebih berhasil dibandingkan
obat anti kejang lainnya. Dosis awal yang diberikan yaitu 4 gram MgSO4 intravena (40% dalam
10 cc) selama 15 menit. Pemberian obat antikejang pada pasien sesuai dengan teori. Magnesium
sufat dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi atau setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam
setelah kejang terakhir. Sesuai dengan yang dilakukan pada pasien, MgSO4 dihentikan setelah 24
jam post SC.
Pemberian antihipertensilini pertama yaitu Nifedipin (Ca Channel Blocker) : 10 - 20 mg
per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Hal ini sesuai dengan
terapi oral yang diberikan pada pasien yaitu Nifedipin, namun dosis pemberiannya berbeda, pada
pasien diberikan 3 x 10 mg per oral setiap 8 jam.
Manajemen umum perawatan preeklamsia berat dalam hal sikap terhadap kehamilannya
meliputi manajemen aktif dan konservatif. Pada kasus ini pasien telah hamil post-tterm 40-41
minggu sehingga telah memenuhi indikasi manajemen aktif yaitu segera terminasi kehamilan,
tetapi pada bayi pasien mengalami letak lintang sehingga memerlukan tindakan oprasi atau sectio
secaria.
Post partum pasien dirawat di bangsal kebidanan, diberikan terapi lanjutan IVFD RL +
MgSO4 40% 1 gr (24 jam), Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr, PO Amoxcillin 3x500 mg dan PO
Nifedipine 3 x 10 mg.
BAB V
KESIMPULAN

Preeklampsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah ≥160/110 mmHg disertai
proteinuria > 5 g/24 jam dan bila ditemukan satu atau lebih gejala khasnya. Etiologi dan
patofisiologi preeklampsia berat masih belum jelas karena banyaknya faktor yang menyebabkan
terjadinya preeklamsia. Faktor risiko preeklampsia berat meliputi kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan kelainan mikrovaskular, faktor risiko lain berhubungan dengan kehamilan itu
sendiri atau dapat spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin.
Manifestasi klinis preeklampsia berat dijumpai perburukan patologis fungsi sejumlah
organ dan sistem, diperkirakan akibat vasospasme dan iskemia yang berpengaruh terhadap
kondisi ibu dan janin.Penegakan diagnosa preeklampsia berat sesuai dengan kriteria gejala dan
tanda yang khas pada preeklampsia. Penatalaksanaan pasien dengan preeklampsia berat dibagi
menjadi dua unsur yaitu sikap terhadap penyakitnya dan sikap terhadap
kehamilannya.Komplikasi preeklampsia berat meliputi DIC, gagal ginjal akut, kerusakan
hepatoselular, ruptura hati, perdarahan intraserebral, henti jantung paru, pneumonitis aspirasi,
edema paru akut, dan perdarahan pasca persalinan.Prognosis preeklampsia berat dapat
meningkatkan resiko mortalitas dan morbiditas maternal dan perinatal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmayanti R. Faktor-faktor resiko maternal yang berhubungan dengan kejadian


preeklampsia berat pada ibu di RSUP dr. M. Jamil Padang tahun 2010. Padang: UNAND
2011.
2. Rozikhan. Faktor-faktor risiko terjadinya preeklampsia Berat di rumah sakit dr. H.
Soewondo Kendal (Tesis). Semarang: Universitas diponegoro; 2007.
3. Raras AR. Pengaruh Preeklamsia Berat Pada Kehamilan Terhadap Keluaran Maternal Dan
Perinatal Di RSUP dr Kariadi Semarang Tahun 2010. Semarang: Universitas diponegoro;
2010.
4. Leveno KJ, Gant NF, Cunningham FG. et al. Obsetri williams. 21 rd ed. Jakarta: EGC; 2005.
Hal. 624-73.
5. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Edisi ke-dua, Jilid 1, Jakarta, EGC, 1998 : hal. 198-203.
6. ChanPD, danJohnson SM.Preeclampsia in Gynecology and obstetrics new treatment
guidelines. Current Clinical Strategies Publishing; 2008. P 50-2
7. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro, Gulardi H. Ilmu kebidanan sarwono
prawirohardjo. 4nd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. Hal. 531-59.
8. Bagian obstetric dan ginekologi FK UNPAD. Obstetri patologi. Bandung: Elstar offset;
1984. Hal. 89-98.
9. Silbernagl S dan Lang F. Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC; 2007.
Hal.116-7.
10. Pelayanan obstetric dan neonatal emergensi dasar. Jakarta: JNPK-KR; 2008.
11. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, dan Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-lima.
Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI; 2007. Hal. 348-9; 358-60.
12. Raras AA. Pengaruh preeklamsia berat pada kehamilan terhadap keluaran maternal dan
perinatal di RSUP dr. kariadi Semarang Tahun 2010 (Skripsi). Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro; 2011.
13. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, dan Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-lima.
Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI; 2007. Hal. 348-9; 358-60.
14. Raras AA. Pengaruh preeklamsia berat pada kehamilan terhadap keluaran maternal dan
perinatal di RSUP dr. kariadi Semarang Tahun 2010 (Skripsi).
15. Ness, Amen., Golberg, Jay., Berghella, Vicenzo. Abnormalities of the First and Second
Stages of Labor. J Obstet Gynecol Clin 2005: 32; 201-20.

Anda mungkin juga menyukai