Anda di halaman 1dari 30

CASE BASED DISSCUSSION

Preeklamsia Berat

Di susun oleh:

Rangga Kembang Taruna, S.ked

Pembimbing :

dr. Dewa Made Sucipta, Sp.OG

SMF Obstetri Dan Ginekologi RSUD dr. R. Seodjono Selong


Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Fakultas Kedokteran
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan kenikmatan kesehatan baik jasmani maupun rohani
sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Preeklamsia Berat”. Laporan kasus ini merupakan salah satu tugas
dalam mengikuti stase obgyn di RSUD dr. R. Seodjono Selong.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dewa
Made Sucipta, Sp.OG sebagai dosen pembimbing klinis, serta berbagai pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan


kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan kasus ini dapat
memberi manfaat dan pelajaran bagi kita semua.

Selong, 31 Desember 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Pre-eklampsia atau eklampsia sampai saat ini merupakan salah satu


penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi di di Indonesia
didi samping perdarahan dan infeksi. Preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi disertai proteinuria yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu.
Gangguan multisistem ini merupakan salah satu penyulit kehamilan yang dapat
terjadi pada saat ante, intra, dan postpartum. Preeklampsia dan eklampsia dikenal
dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan suatu sindroma yang
berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer,
dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih
mengarah pada kejadian eklampsia. Berdasarkan gejala – gejala klinik
preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
Preeklampsia berat merupakan preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24
jam.

Pre-eklampsia atau eklampsia sampai saat ini merupakan salah satu


penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi di di Indonesia
didi samping perdarahan dan infeksi. Preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi disertai proteinuria yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu.
Gangguan multisistem ini merupakan salah satu penyulit kehamilan yang dapat
terjadi pada saat ante, intra, dan postpartum. Preeklampsia dan eklampsia dikenal
dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan suatu sindroma yang
berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer,
dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih
mengarah pada kejadian eklampsia. Berdasarkan gejala – gejala klinik
preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
Preeklampsia berat merupakan preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24
jam.

Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI


menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Meskipun tidak semua
kematian ibu tersebut disebabkan oleh preeklampsia, namun preeklampsia
diketahui bertanggung jawab atas 25% dari kejadian tersebut. Angka kejadian
preeklampsia di di Indonesia mencapai 128.273 per tahun atau sekitar 5,3%. Hal
tersebut sesuai dengan insidensi preeklampsia yang terjadi di negara berkembang
lainnya yaitu sekitar 1,8% - 18%.4

Etiologi dan patofisiologi preeklampsia masih belum dapat dipahami


dengan jelas sehingga pencegahan penyakit tersebut menjadi tantangan. Penyakit
yang disebut sebagai disease of theories ini, masih sulit untuk ditanggulangi.
Strategi untuk mengatasi preeklampsia dan komplikasinya difokuskan pada
deteksi dini penyakit dan tatalaksana terapi yang tepat. Tatalaksana terapi
preeklampsia dan eklampsia bergantung pada ketersediaan pelayanan obstetri
emergensi seperti antihipertensi, magnesium sulfat (antikonvulsan), dan fasilitas
yang diperlukan untuk persalinan.6Pengontrolan tekanan darah ibu dengan
antihipertensi penting untuk menurunkan insidensi perdarahan serebral dan
mencegah terjadinya stroke maupun komplikasi serebrovaskular lain akibat
preeklampsia dan eklampsia.7Antikonvulsan diberikan untuk mencegah
terjadinya kejang pada preeklampsia dan mengatasi kejang pada eklampsia.8

Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat


pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom
preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak
diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara
rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan
preeklampsia berat dan eklampsia, di di samping pengendalian terhadap
faktorfaktor predisposisi yang lain.
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identifikasi
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 20 tahun
c. Alamat : Labuan Lombok
d. Suku : Sasak
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Pendidikan : SMU
h. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
i. MRS : 27 Desember 2020 Pukul 00.30 WITA
j. No. RM : 510452

II. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien hamil 38 minggu mengeluh nyeri kepala dan lemas

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien merupakan rujukan PKM Labuan Lombok. Pasien mengeluh nyeri
kepala dan lemas sejak 1 minggu yang lalu, keluhan dirasakan terus
menerus hingga sekarang. Pasien menyangkal adanya penglihatan kabur (-),
nyeri epigastrium (-), dan sesak (-). Keluhan ini tidak disertai dengan
adanya sakit perut menjalar ke pinggang semakin lama semakin sering dan
kuat (-), keluar lendir darah dari jalan lahir (-), demam (-), dan keputihan (-).
Os mengaku hamil cukup bulan yaitu 9 bulan dan gerakan anak masih
dirasakan. Os mengaku juga sering mengalamai tekanan darah naik
semenjak kehamilan 6 bulan. Os lalu berobat ke PKM terdekat.

Riwayat kehamilan & nifas yang lalu : -


Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 13 tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Lama : 6-7 hari
d. Dismenore :-
Riwayat kehamilan sekarang
a. Hamil ke :I
b. HPHT : 2-4-2020
c. HTP : 9-1-2021
d. UK : 38 minggu
e. Tanda Bahaya :-
f. ANC : >4 kali, tempat di polindes
g. TT :-
Riwayat Penyakit yang pernah diderita atau sedang diderita
a. Hipertensi :-
b. Diabetes :-
c. Riwayat Kembar :-
d. Lainnya :-
Status Perkawinan : Istri 1x, suami 1x, lama perkawinan
(+- 5 Tahun)
Riwayat KB sebelumnya :-
Rencana KB :-

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Baik
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 37,0 0C
Pernafasan : 20 x/menit

Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

THORAX
A. PARU
Inspeksi : Simetris kanan-kiri
Palpasi : Stemfremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-),
wheezing (-).
B. JANTUNG
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).

ABDOMEN (Pemeriksaan Obstetri/Gynekologi


a. Palpasi : His (-),
 Leopold I : Tfu 29 cm
 Leopold II : Teraba punggung kanan janin pada perut kanan ibu
 Leopold III : Kepala
 Leopold IV : Dipergen
b. Auskultasi DJJ : 158 x/menit
c. VT : bukaan (-), ketuban (-)
EKSTREMITAS
Edema ekstremitas bawah kiri dan kanan

IV. Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Darah Lengkap
Darah Lengkap Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan

Hemoglobin 10.4 g/dL 12.0 – 16.0 Low


Lekosit 12,31 103/uL 3.20– 10.0 High
Hitung Jenis Lekosit

 Neutrofil 8.75 103/uL 1.50 – 7.00 High

 Limfosit 2.81 103/uL 1.00 – 3.70 Normal

 Monosit 0.60 103/uL 0.00 – 0.70 Normal

 Eosinofil 0.11 103/uL 0.00 – 0.40 Normal

 Basofil 0.04 103/uL 0,00 – 0.10 Normal


Eritrosit 4.30 106 /uL 2.50– 5.50 Normal

Hematokrit 31.9 % 26.0– 50.0 Normal


Index Eritrosit

 MCV 74,2 fL 86.0 – 110.0 Normal

 MCH 24,2 pg 26.0 – 38.0 Normal

 MCHC 32.6 g/dL 31.0 – 37.0 Normal


RDW-CV 15.4 % 11.0 – 16.0 Normal
Trombosit 162 103/uL 150 – 450 Normal

 Pemeriksaan Serologis
Covid-19 Non-Reaktif

 Pemeriksaan Urinalisis
Parameter Hasil Nilai Rujukan
Berat Jenis 1.010 1.010-1.025
PH 6,5 4,5-8
Nitrit Negatif Negatif
Protein Positif (+1) Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Urobilinogn Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif

 Pemeriksaan Kimia Klinik


Pemeriksaan Metode Hasil Satuan Flag Nilai Normal
GDS GOD-POD 84 Mg/dL 60-140
Ureum Urease 21 Mg/dL 20-42
Kreatinin Sarcsine Oxidase 0,95 Mg/dL H 0,50-0,90
SGOT IFCC 37 U/L H 0-31
SGPT IFCC 21 U/L 0-34

V. Diagnosis Medis
G1P0A0 hamil 38 minggu T/H/IU. dengan PEB

VI. Tatalaksana & Tindakan


- Advise dokter Sp.OG
- Rawat Inap + Terminasi kehamilan dengan cara induksi
- Pasang DC
- MgSO4 40% 4 gram dalam 10 cc aquadest, IV selama 15 menit
- MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500ml, IV selama 6 jam (28
tetes/menit)
- Misoprostol 50mg, Vag/ 6 jam
- Nifedipine 10mg 3x1
- Observasi CHPB

VII. Laporan Follow Up dan Persalinan


Hari/tgl/ja
Hasil Pemeriksaan & Perkembangan
m
Minggu/27- S: Pasien mengeluh nyeri kepala dan lemas
12-2020/ O: Ku, baik kesadaran, Composmentis.
08.00 TD : 140/100, N : 84x, T : 37,0, RR : 18x.
Pemeriksaan Obstetri/Gynekologi
Palpasi : His (-)
 Leopold I : Tfu 29 cm, teraba bokong
 Leopold II : Teraba punggung kanan janin pada perut kanan
ibu
 Leopold III : teraba kepala
 Leopold IV : Dipergen
Auskultasi DJJ : 158 x/menit
VT : Bukaan (-), ketuban (-)

A : G1P0A0 uk 38 minggu dgn PEB


P:
 MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500ml, IV selama 6 jam
(28 tetes/menit)
 Misoprostol 50mg, Vag/ 6 jam
 Nifedipine 10mg 3x1
 Pasang DC
Senin/28-12- S: Pasien mengeluh nyeri kepala dan lemas
2020/ 08.00 O: Ku, lemah , kesadaran Composmentis.
TD : 150/100, N : 88x, T : 37,0, RR : 20x.
Pemeriksaan Obstetri/Gynekologi
Palpasi : His (+), jarang
 Leopold I : Tfu 29 cm, teraba bokong
 Leopold II : Teraba punggung kanan janin pada perut kanan
ibu
 Leopold III : teraba kepala
 Leopold IV : Dipergen
Auskultasi DJJ : 155 x/menit
VT : Bukaan (1 cm), ketuban (-)

A : G1P0A0 uk 38 minggu dgn PEB + induksi gagal


P:
 Dilakukan SC
Terapi post SC
 MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500ml, IV selama 6 jam
(28 tetes/menit)
 Nifedipine 3x10mg
 Injeksi Tramadol 3x50mg
 Injeksi Bactesyn 2x1,5g
 Injeksi Furosemide 1x20mg
 Ferrous sulfate 1x1

Selasa/29- S: Pasien mengeluh nyeri luka post oprasi


12-2020/ O: Ku baik , kesadaran Composmentis.
08.00 TD : 140/90, N : 70x, T : 37,0, RR : 20x.
TFU : 2 jari bawah pusat
Luka post oprasi tampak kering, pus (-), perdarahan (-)
Lokia (+) sedikit, Perdarahan jalan lahir (-)
A : P1A0 post SC dengan PEB + induksi gagal
P:
 Nifedipine 3x10mg
 Injeksi Tramadol 3x50mg
 Injeksi Bactesyn 2x1,5g
 Injeksi Furosemide 1x20mg
 Ferrous sulfate 1x1

Rabu/30-12- S: Pasien mengeluh nyeri luka post oprasi berkurang


2020/ 08.00 O: Ku baik , kesadaran Composmentis.
TD : 130/80, N : 78x, T : 37,0, RR : 20x.
TFU : 2 jari bawah pusat
Luka post oprasi tampak kering, pus (-), perdarahan (-)
Lokia (+) sedikit, Perdarahan jalan lahir (-)
A : P1A0 post SC dengan PEB + induksi gagal
P:
 Nifedipine 3x10mg
 Injeksi Tramadol 3x50mg
 Injeksi Bactesyn 2x1,5g
 Injeksi Furosemide 1x20mg
 Ferrous sulfate 1x1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai


dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan
disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20
minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik
preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai
gangguan multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan,
untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG,


2019) preeklamsia adalah kombinasi tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik
harus > 140 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik harus > 90 mmHg pada
setidaknya dua kesempatan empat jam berkembang setelah 20 minggu kehamilan
pada wanita sebelumnya normotensi) dan proteinuria (>300 mg dalam 24 jam atau
dua pembacaan setidaknya ++ pada analisis dipstick dari spesimen urin aliran
tengah atau kateter jika tidak tersedia koleksi 24 jam).

Epideminologi

Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi


dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus
preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara
maju. Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di
Negara berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri
adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%. Kecenderungan yang ada dalam dua
dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan yang nyata terhadap insiden
preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin menurun sesuai
dengan perkembangan temuan antibiotik

Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki


tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai
organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya. Dampak
jangka panjang juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
preeklampsia, seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan prematur atau
mengalami pertumbuhan janin terhambat, serta turut menyumbangkan besarnya
angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Penyakit hipertensi dalam kehamilan
merupakan penyebab tersering kedua morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi
dengan berat badan lahir rendah atau mengalami pertumbuhan janin terhambat
juga memiliki risiko penyakit metabolik pada saat dewasa.

Etiologi dan Patofisiologi

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini beium diketahui dengan jelas.
Banyak
teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, terapi
tidak ada
satu pun teori tersebut yang dianggap murlak benar. Teori-teori yang sekarang
banyak
dianut adalah:

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta


2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskuiarori genetik
5. Teori defisiensi gizi
6. Teori inflamasi

Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta.


Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus myometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang
arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan
arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas
ke dalam Iapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebur sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan
memudahkan iumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penunrnan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan "remodeling arteri spiralis".
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arreri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling arteri
spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menunrn, dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-
perubahan yang dapar. menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya. Diameter rata-
rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeklampsia rata-rata 2OO mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.

Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel.


 Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", dengan akibat plasenta
mengalami iskemia.
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa
penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak
berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal
hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh
darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses norrnal,
karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal
hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang
beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut "roxaemia".
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak
asam iemak tidak .ienuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan
merusak membrane sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
diimbangi dengan produksi antioksidan.
 Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukd bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E
pada hipenensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan
beredar di seluruh rubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel
endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida
lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangar
renran terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida
lemak.
 Disfungsi sel endotel.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membrane sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh strukrur sel endotel. Keadaan ini disebut "disfungsi
endotel" (Endothelial dysfunaion). Pada wakru terjadi kerusakan sel endotel yang
mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:
- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel,
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menumnnya produksi
prostasiklin (PGE2): suatu vasodilatator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempar-
tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboksan €XA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam
keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi
kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilatator). Pada preeklampsia kadar
tromboksan iebih tinggi dari kadar prosmsiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerwlar
endotbeliosis).
- Peningkatan permeabilitas kapilar.
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor)
meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi.
Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi
dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut.
 Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
 Ibu multipara kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
yang sebelumnya.
 Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Larnanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah
makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya "hasil
konsepsi" yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte
Antigen-G protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons
imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G
pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer
(NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke
dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya
invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel
Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan
ekskresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat
invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan
desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi
arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan
terjadinya reaksi inflamasila. Kemungkinan terjadi Immune-maladaptation pada
preeklamsia.
Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yarrg mempunyai
kecenderungan teriadi preekiampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel
yang lebih rendah disbanding pada normotensif.
Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menirnbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya
sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa
daya refrakter terhadap bahan vasopressor akan hilang bila diberi prostaglandin
sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin
ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor
hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I
(pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipenensi
dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.
Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.
Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe
ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang
mengalami preeklampsia,26 % anak perempuannya akan mengalami preeklampsia
pula, sedangkan hanya 8 % anak menantu mengalami preeklampsia.
Teori defisiensi gizi (Teori diet)
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian
tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya
Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan
perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk
minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai
konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam
mencegah preeklampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini
berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet
perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.
Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar,
dengan membandingkan pemberian kalsium dan plasebo.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen
kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14 % sedang yang
diberi glukosa 17 %.

Teori stimulasi Inflamasi


Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai
sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas
masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas
normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, di mana pada
preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris
apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas
plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres
oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin
meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu
menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal.
Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik
inflamasi yang menimbuikan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.
Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat
produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan
"aktivitas leukosit yang sangat tinggi" pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh
Redman disebut sebagai "kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular
pada kehamilan" yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.

Penegakan Diagnosis

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan


sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin
tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:

 Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter


 Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
 Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
 Edema Paru
 Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
 Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria
gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau
preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
 Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama.
 Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
 Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
 Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
 Edema Paru
 Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
 Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam
waktu singkat.

Tatalaksana

a. Preeklampsia
Tujuan utama perawatan preeklampsia ialah Mencegah kejang, perdarahan
intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi
sehat.
Ibu hamil dengan preeklampsia dapat dirawat secara rawat jalan.
Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak
harus mutlak selalu tirah baring. Pada umur kehamilan di atas 20 minggu,
tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada v. kava
inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah
jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan
meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi
natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi
vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah
rahim, menarnbah oksigenasi plasenra, dan memperbaiki kondisi janin dalam
rahim.
Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4 - 6 g NaCl (garam dapur)
adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal,
tetapi pertumbuhan janin justeru membutuhkan lebih banyak konsumsi
garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan
konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan roboransia
pranatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi, dan sedatif.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin
lengkap, dan fungsi ginjal.
Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat
di rumah sakit. Kriteria preeklampsia ringan dirawat di rumah sakit, ialah (a)
bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu;
(b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat. Selama
di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik.
Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan Doppler
khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion.
Pemeriksaannonstress resr dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan
bagian mata, janrung, dan lain-lain.
Menurut Williarns, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu
sampai < 37 minggu. Pada kehamilan preterm (< 37 minggu), bila tekanan
darah mencapai normotensif, selama perawatan, persalinannya ditunggu
sampai atrem. Sementara itu, pada kehamilan aterm (> 37 minggu),
persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan
untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II.
b. Preeklampsia Berat
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap
penyuiit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Penderita
preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke saru sisi (kiri).
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan
karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut
belum jelas, tetapi fakror yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan
oliguria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan
gradien tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.
OIeh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan
output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Ardnya harus dilakukan
pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan
dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera
dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5 %
Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan: < 1.25 cc/jam atau
(b) Infus Dekstrose 5 7o yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer
laktat (60 - 125 cc/jam) 500 cc.
Dipasang Folley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2 - 3 jam arau < 5A0 cc/24 jam.
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangar asam.
Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
- Diberikan obat antikejang
Obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah
magnesium sulfat (MgSO+7HzO). Magnesium sulfat menghambat atau
menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan
menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat,
magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak
terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion
magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat
kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi
pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.
Cara pemberian :
- Loading dose: initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam
10 cc) selama 15 menit.
- Maintenance dose: Diberikan infus 5 gram dalam larutan Ringer/6
jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance
dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4 - 6 jam.

Syarat-syarat pemberian MgSO4:

- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu


kalsium glukonas 10% = 1 g (10 % dalam 10 cc) diberikan i.v.
selama 3 menit.
- Refleks patella (+) kuat.
- Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres
napas.

Magnesium sulfat dihentikan bila:

- Ada tanda-tanda intoksikasi


- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
- Pemberian Antihipertensi
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah:
Nifedipin Dosis awal: 10 - 20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis
maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual
karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan per
oral.

Sikap terhadap kehamilannya


Berdasar Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap
kehamilannya
dibagi menjadi:

1. Aktif (agressive management): berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi


bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
 Indikasi perawaran aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan di
bawah ini:
 Ibu
- Umur kehamiian ≥37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil
batasan umur kehamllan > 37 minggu untuk preeklampsia dan batasan
umur kehamilan ≥ 37 minggu untuk preeklampsia berat
- Adanya tanda<anda/geiala-gejala Impending Eclampsia
- Kegagalan terapi pada perawaran konservatif, yaitu: keadaan klinik
dan laboratorik memburuk
- Diduga terjadi solusio plasenta
- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
 Janin
- Adanya tanda-tanda feul distress
- Adanya tanda-tanda intra uterine gro'u)tb restriction (IUGR)
- Terjadinya oligohidramnion
 Iaboratorik
- Adanya tanda-tanda "sindroma HELLP" khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm < 37 minggu
tanpa disertai tanda-tanda impending eckmpsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secara aktif. Di Bagian Kebidanan RSU Dr. Soetomo Surabaya,
pada perawatan konservatif preeklampsia, loading dose MgSO4 tidak
diberikan secara i.v cukup i.m. saja. Selama perawatan konservatif; sikap
terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.
Magnesium suifat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda
preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah
24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh
dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala arau tanda-tanda
preeklampsia ringan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Pasien Ny. S usia 20 tahun rujukan PKM Labuan lombok tanggal 27


Desember 2020 pukul 00.30 WITA dengan keluhan utama nyeri kepala, lemas
dengan Riwayat peningkatan tekanan darah. Setelah melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis G1P0A0
hamil 38 minggu dengan preeklampsia berat, janin tunggal hidup presentasi
kepala.
Diagnosis PEB didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesa di dapatkan keluhan nyeri kepala yang
merupakan salah satu kriteria PEB, pada pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan
darah 140/100 mmHg. Sedangkan pada pemeriksaan penunjang didapatkan pada
urinalisis protein positif (+1), dan pada kadar kreatinin meningkat. Maka dari itu
dapat disimpulkan diagnosis PEB.
Penatalaksanaan pasien ini sudah dilakukan sesuai dengan
penatalaksanaan PEB, dan dilakukan Tindakan SC pada pasien ini dikarenakan
setelah induksi persalinan dengan misoprostol tidak terjadi pembukaan lengkap
hingga 24 jam.
DAFTAR PUSTAKA

Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Premature Birth. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical, New
York, 2010.

PNPK, 2016, Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia, Himpunan


Kedokteran Feto Maternal POGI, Semarang

Manuaba, I.B.G., Manuaba, I.A.C., dan Manuaba, I.B.G.F., 2007, Pengantar


Kuliah Obstetri, 401 – 420, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai