Disusun Oleh :
Pembimbing :
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau
dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang
terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan
disebabkan oleh kecelakaan atau cedera. Indikator yang umum digunakan dalam
kematian ibu adalah Angka Kematian Ibu (AKI)/ Maternal Mortality Ratio yaitu
jumlah kematian ibu dalam 100.000 kelahiran hidup. Dimana AKI merupakan salah
satu indikator untuk melihat upaya kesehatan ibu. Survei Penduduk Antar Sensus
(SUPAS) tahun 2015 menunjukkan AKI sebanyak 305 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup.1,2,3
Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan atau
masa nifas dan penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak
langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul
kardiovaskular. Secara global sekitar 80% angka kematian ibu tergolong pada
kematian ibu langsung. Menurut data SRS 2014 dan Laporan Rutin Kementerian
Kesehatan 2015, penyebab utama kematian ibu langsung yaitu hipertensi dalam
terbanyak untuk kematian ibu. Menurut WHO, AKI pada negara berkembang sekitar
1
16% disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan. Angka Kematian Ibu (AKI) yang
disebabkan oleh hipertensi di Indonesia pada tahun 2012 dan 2013 sebesar 26,9% dan
organ yang ditandai adanya hipertensi, proteinuria, dan edema yang timbul karena
kehamilan sekitar 5-8%. Di Indonesia sendiri, angka kematian yang disebabkan oleh
preeklamsi pada ibu hamil sebesar 4,9% atau sebesar 8.739-170.725 ibu hamil.1,6
berikut : wanita, 40 tahun, dengan diagnosis masuk G3P2A0H2 gravid 36-37 minggu
2
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. H Nama suami : Tn. K
Usia : 40 tahun Usia : 45 tahun
Pendidikan : S1 Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Guru Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Pasir Kemilu, Rengat
No. MR : 19 53 XX
II. ANAMNESIS
Pasien masuk ruang kebidanan RSUD Indrasari Rengat pada tanggal 05
November 2019 pukul 12.00 WIB dari IGD dengan :
Keluhan Utama : Bengkak pada kedua kaki yang semakin memberat sejak 1 hari
SMRS.
3
kontrol kehamilan di bidan dan 1 kali dengan dokter Sp. OG. ANC dilakukan setiap
bulan di bidan dan USG sudah pernah dilakukan dengan hasil janin dalam keadaan
baik. Pada saat kontrol didapatkan tekanan darah pasien tidak pernah tinggi. Pasien
mengaku gerakan janin mulai dirasakan pada usia kandungan 4 bulan.
Selama kehamilan pasien tidak ada mengeluhkan demam (-), gigi berlubang
(-), batuk pilek (-), keputihan (-), nyeri saat BAK (-).
Mual (+), muntah (+), tekanan darah tinggi (-), diabetes mellitus (-),
perdarahan (-), keputihan (-).
Kontrol kehamilan di Bidan dan dokter Sp.OG, ANC dilakukan setiap bulan
dan sudah pernah USG dengan hasil janin dalam keadaan baik. Selama ANC tekanan
darah pasien tidak pernah tinggi.
Riwayat hipertensi (-), asma (-), diabetes mellitus (-), penyakit jantung (-), kelainan
Hipertensi (+) pada ibu pasien, asma (-), diabetes mellitus (-), penyakit jantung (-),
Riwayat Menstruasi
Haid pertama kali pada usia 12 tahun, siklus haid teratur 28 hari, lama haid 5-7 hari,
ganti pembalut 2-3 kali setiap harinya, dan tidak ada keluhan nyeri pada saat haid.
4
Riwayat Perkawinan
Riwayat Obstetri
1. 2000, perempuan, aterm, lahir normal di bidan, BBL 3500 gr, sehat
2. 2005, laki-laki, aterm, lahir normal di bidan, BBL 4000 gr, sehat
3. Hamil saat ini
Riwayat KB
Tidak pernah KB
Pasien bekerja sebagai guru dengan pendidikan terakhir S1. Suami pasien
Tanda-Tanda Vital
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 360 C
TB : 159 cm
BBSH : 80 kg
BBH : 104 kg
5
Status Generalis
ditemukan
Status obstetrikus
Mammae
Palpasi : Corpus mammae nyeri (-), benjolan (-), areola mammae tidak
Abdomen
gravidarum (+),
6
Palpasi : Leopold I : - TFU 3 jari dibawah prosesus xiphoideus
kesan bokong
kepala
TFU : 35 cm
Pemeriksaan Genitalia
Genitalia eksterna
Genitalia interna
VT : Tidak dilakukan
7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal : 05/11/2019
Darah Rutin Kimia Darah (05/11/2019)
Hb : 11,7 g/dl AST : 21,1 IU/L
Ht : 34,87 vol% ALT : 8,8 IU/L
Leukosit : 10.700 /ul Glu : 99 mg/dl
Trombosit : 325.000 /ul CRS : 0,62 mg/dl
BUN : 11 mg/dl
8
Lampiran EKG RSUD Indrasari (05/11/2019) :
V. DIAGNOSIS KERJA
G3P2A0H2 gravid 36-37 minggu + belum inpartu + PEB + janin tunggal hidup
presentasi kepala.
9
VI. PENATALAKSANAAN
Sikap : - Oksigenasi.
- Regimen SM 40% 1 fls dalam IVFD RL 20 tpm.
- Inj. Furosemide 3x20 mg hingga TDS <180 mmHg.
- Nifedipine 4x10 mg
- Stabilisasi 2-4 jam, jika stabil rencana induksi.
- Rencana PSP.
10
FOLLOW UP
Tgl/
Perjalanan Penyakit Tata Laksana
Jam
05 S : PBM via IGD dengan keluhan bengkak pada kedua -Observasi KU, TTV,
November kaki (+), nyeri perut yang menjalar ke ari-ari (+). Mual Kontraksi.
2019 (-), muntah (-), nyeri kepala (-), pandangan kabur (-). - O2 3-5 lpm per nasal
11.00 WIB O : Keadaan umum: TSS, kesadaran: kompos mentis canul.
TD : 200/110 mmHg N : 114x/I RR : 20x/I S : 360C -Regimen MgSO4 40% 1 fls
St. Generalis: Edema Tungkai (+/+) dalam RL 20 tpm.
St. Obstetri: Perut tampak membuncit sesuai usia -Inj. Furosemide 3x20 mg
kehamilan hingga TDS<180 mmHg
L1 : TFU teraba pertengahan 3 jari dibawah px, teraba -Nifedipin tablet 4x10 mg
massa bulat, lunak, tidak melenting -Stablilisasi selama 2-4 jam,
L2 : Teraba tahanan memanjang di sisi kanan ibu jika pasien stabil dilakukan
L3 : Teraba massa bulat, keras, melenting. induksi dengan: Drip
L4 : konvergen 5/5 oksitosin 5 IU dalam RL 20
TFU : 35 cm, TBJ : 3420 gr, DJJ : 141 dpm, His : (-) tpm.
Refleks patella (+). - Pro Partus Pervaginam
A: G3P2A0H2 gr 36-37 minggu + belum inpartu + jika dalam 24 jam tidak
PEB + JTH presentasi kepala lahir rencana SSTP
06 S : Bengkak pada kedua kaki (+), nyeri kepala (-), Melapor ke dr. Bagus Sp.
November mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-). Nyeri perut OG
2019 yang menjalar ke ari-ari (+), keluar lendir darah (-), -Observasi KU, TTV,
00.20 WIB keluar air-air (-). Pergerakan janin (+) aktif. Kontraksi.
O : Keadaan umum: TSS, kesadaran: kompos mentis -Mulai induksi persalinan
TD : 150/90 mmHg N : 92x/I RR : 20x/I S : 360C dengan drip oksitosin 5 IU
St. Generalis: Edema Tungkai (+/+) dalam IVFD RL 20 tpm
St. Obstetri: Perut tampak membuncit sesuai usia - Jika tidak lahir rencana
kehamilan SSTP
11
L1 : TFU teraba pertengahan 3 jari dibawah px, teraba
massa bulat, lunak, tidak melenting
L2 : Teraba tahanan memanjang di sisi kanan ibu
L3 : Teraba massa bulat, keras, melenting.
L4 : konvergen 5/5
TFU : 35 cm, TBJ : 3420 gr, DJJ : 129 dpm, His : (+)
Refleks patella (+).
A: G3P2A0H2 gr 36-37 minggu + belum inpartu +
PEB + JTH presentasi kepala
06 S : Nyeri perut yang menjalar ke ari-ari (+), nyeri Rencana SC cito.
November kepala (-), pandangan kabur (-).
2019 O : Keadaan umum: TSS, kesadaran: kompos mentis
06.00 WIB TD : 160/110 mmHg N : 90x/I RR : 20x/I S : 360C
St. Generalis: Edema Tungkai (+/+)
St. Obstetri: Perut tampak membuncit sesuai usia
kehamilan
L1 : TFU teraba pertengahan 3 jari dibawah px, teraba
massa bulat, lunak, tidak melenting
L2 : Teraba tahanan memanjang di sisi kanan ibu
L3 : Teraba massa bulat, keras, melenting.
L4 : konvergen 5/5
TFU : 35 cm, TBJ : 3420 gr, DJJ : 178 dpm, His : (+)
sering
VT : Ø 7-8, ketuban (+), merembes, porsio tipis,
kepala H2, teraba tali pusat, pulsasi (+/N)
A: G3P2A0H2 gr 36-37 minggu + Inpartu kala 1
fase aktif + PEB + Prolaps Funikuli + JTH
presentasi kepala + Fetal distress
LAPORAN OPERASI
12
TANGGAL DAN WAKTU RUANG KELAS
06 November 2019 Jam 08.15 WIB OK 3
DIAGNOSIS PRA OPERASI : G3P2A0H2 hamil 40-41 minggu, inpartu kala I fase
aktif + PEB dengan oksitosin drip gagal, JTH presentasi kepala + Fetal distress ec
prolaps funikuli
DIAGNOSIS PASCA OPERASI : P3A0H3 post SSTP ai fetal distress
JARINGAN YANG DIEKSISI/ INSISI : Uterus
DIKIRIM UNTUK PEMERIKSAAN : Tidak
NAMA JENIS OPERASI : SSTP
TANGGAL JAM OPERASI LAMA ANESTESI BERLANGSUNG
OPERASI 08.15 WIB s/d 20 menit
06 November 2019 08.35 WIB
1. Incisi Pfanenhstiehl
2. Incisi konkaf pada SBR
3. Bayi dilahirkan dengan cara meluksir kepala.
4. Lahir bayi hidup perempuan tak langsung menangis AS : 1/3/5 BB: 4350 gr, PB :
53 cm, LK : 35 cm
5. Plasenta lengkap implantasi corpus belakang, ketuban hijau kental
6. Uterus dijahit one layer dengan WEGO PGA no. 2
7. Kavum abdomen dicuci dengan NaCl 0,9% sampai bersih.
8. Fascia dijahit secara jelujur dengan WEGO PGA no 1
9. Kulit dijahit secara subkutikuler dengan optime no. 3/0
10. Luka operasi ditutup dengan kassa betadin + Fixomul
INSTRUKSI PERAWATAN PASCA OPERASI
1. Observasi tanda vital (TD, N, R, Temp)
- Tiap 15 menit sekali selama 1 jam pertama
- Tiap 30 menit sekali selama 3 jam pertama
- Tiap 1 jam sekali selama 20 jam terakhir
13
5. Mobilisasi sesuai
- Bila KU baik, setelah 6 jam pasca operasi boleh miring kiri-
miring kanan.
- Bila KU baik, setelah 12 jam pasca operasi boleh setengah
duduk.
- Bila KU baik, setelah 24 jam pasca operasi boleh berdiri.
6. Diet
- Bila BU (+) setelah 6 jam pasca operasi boleh minum air
hangat sedikit-sedikit.
- Bila BU (+) setelah 12 jam pasca operasi boleh makan
bubur.
- Bila BU (+) setelah 24 jam pasca operasi boleh makan biasa.
7. Obat
- Inj. Ceftriaxone 3x1 gr
- Inj. Metronidazol 2x500 mg
- Inj. Tramadol 3x1 amp
- Drip MgSO4 40% 6 gr/kolf
8. Jika ada sesuatu lapor dokter konsulen
Catatan : Th/ Oral : Clindamisin 3x1, Asam mefenamat 3x500 mg, Livron B
plex 3x1, Nifedipin 3x1
14
Novemb Nyeri kepala (-), demam (-), BAB (-), BAK (+) Kontraksi, perdarahan.
er 2019 lewat kateter, ASI (-) -IVFD D5% : RL = 1:1 +
11.50 O : Keadaan umum: baik, kesadaran: kompos drip oksitosin 2 amp/kolf
WIB mentis -Drip MgSO4 40% 6 gr/kolf
TD : 195/111 mmHg , N : 89 x/I RR : 20 x/I 10 tpm
S : AF -Inj. Cefotaxime 1 gr/8 jam
Mata : CA (-/-), SI (-/-) -Inf. Metronidazol 500 mg/8
Thoraks : vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ jam
S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-) -Inj. Tramadol 1 amp/8 jam
Abdomen : -Inj. Furosemide 2x40 mg
I : Tampak luka operasi baik, rembesan (-) -Nifedipine 3x10 mg
Pal : TFU 3 jari dibawah pusat, kontraksi baik, -Paracetamol tab 4x500 mg
supel
Aus : BU (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema
pretibial
Genitalia eksterna:
vulva / muara uretra tenang, perdarahan aktif (-),
lokia rubra (+)
A: P3A0H3 post SSTP a/i fetal distress POD 1
07 S : Nyeri luka operasi (+), rembesan (-). -Diet MBTKTP
Novemb Pandangan kabur (-), Nyeri kepala (-), kejang (-), -Mobilisasi bertahap
er 2019 sesak nafas (-), demam (-), BAB (-), BAK (+) -Clindamisin 3x200 mg
lewat kateter, ASI (-) -Nifedipin 3x10 mg
O : Keadaan umum: baik, kesadaran: kompos -Asam mefenamat 3x500
mentis mg
TD : 120/80 mmHg , N : 88 x/I RR : 22 x/I S : -Livron B plex 3x1
36,70C
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Thoraks : vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ
15
S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
I : Tampak luka operasi baik, rembesan (-)
Pal : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik,
supel
Aus : BU (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema
pretibial
Genitalia eksterna:
vulva / muara uretra tenang, perdarahan aktif (-),
lokia rubra (+)
A: P3A0H3 post SSTP a/i fetal distress POD 2
08 S : Nyeri luka operasi (+), rembesan (-). -Observasi KU, TTV,
Novemb Pandangan kabur (-), Nyeri kepala (-), kejang (-), Kontraksi, perdarahan.
er 2019 sesak nafas (-), demam (-), BAB (-), BAK (+) -Clindamisin tab 3x300 mg
lewat kateter, ASI (-) -Asam Mefenamat 3x500
O : Keadaan umum: baik, kesadaran: kompos mg
mentis -Nifedipine 3x10 mg
TD : 120/90 mmHg , N : 79 x/I RR : 20 x/I S : -Livron B plex 2x1
36,60C -BLPL
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Thoraks : vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ
S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
I : Tampak luka operasi baik, rembesan (-)
Pal : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik,
supel
Aus : BU (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema
pretibial
16
Genitalia eksterna:
vulva / muara uretra tenang, perdarahan aktif (-),
lokia rubra (+)
A: P3A0H3 post SSTP a/i fetal distress POD 3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
17
A. Hipertensi kronis
Hipertensi kronis didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi yang timbul sebelum
umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah
persalinan.7
B. Preeklampsia-eklampsia
dengan proteinuria.5,7
selang 4 jam, walaupun kadang kala, terutama bila dihadapkan pada hipertensi berat,
diagnosis dapat dikonfirmasi dalam interval yang lebih pendek (bahkan menit) untuk
Proteinuria ialah adanya ≥ 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau
Eklampsia adalah fase kejang dari preeklampsia dan merupakan salah satu
manifestasi klinis yang lebih berat. Hal ini sering didahului dengan gejala seperti
sakit kepala berat dan hyperreflexia, tapi bisa terjadi tanpa tanda atau gejala
peringatan.1,5
18
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik
D. Hipertensi gestasional
onset baru setelah kehamilan 20 minggu dengan tidak adanya proteinuria yang
persalinan. Diagnosis akhir hanya dapat dibuat pasca persalinan. Penyebab tidak
3.2 Preeklampsia-eklampsia
3.2.1 Definisi
endotel dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan adanya
19
terjadinya hipertensi pada kehamilan >20 minggu, seringnya diikuti oleh proteinuria.
Preeklampsia salah satu penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra,
dan post partum. Sedangkan eklampsia merupakan kasus akut pada penderita
preeklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Eklampsia juga
besar
Pembuahan in vitro
Obesitas
3.2.3 Patofisiologi
Hingga saat ini patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan masih belum
diketahui dengan pasti. Telah banyak hipotesis yang diajukan untuk mencari
20
patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan namun hingga kini belum memuaskan.
arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan elastis pada tunika
media dan jaringan otot polos dinding arteri serta mengganti dinding arteri dengan
material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir trimester I dan pada masa ini proses
Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel
trofoblas di mana sel-sel trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebih dalam
hingga kedalaman miometrium. Selanjutnya terjadi proses seperti tahap pertama yaitu
fibrionid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding
tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong yang memungkinkan terjadi dilatasi secara
pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang meningkat pada
kehamilan. 9,10
21
Perbedaan arteri spiralis pada kehamilan normotensi (atas) dan
hipertensi (bawah). Sel sitotrofoblas menginvasi dengan baik pada kehamilan
normotensi
mestinya disebabkan oleh dua hal, yaitu : (1) tidak semua arteri spiralis mengalami
invasi oleh sel-sel trofoblas; (2) pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi
tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap kedua tidak
berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap
resistensi vaskuler.10
22
Disamping itu juga terjadi arterosis akut (lesi seperti atherosklerosis) pada
arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil atau bahkan
mengalami obliterasi. Hal ini akan menyebabkan penurunan aliran darah ke plasenta
Pada preeklampsia, adanya daerah pada arteri spiralis yang memiliki resistensi
vaskuler disebabkan oleh karena kegagalan invasi trofoblas ke arteri spiralis pada
tahap kedua. Akibatnya, terjadi gangguan aliran darah di daerah intervilli yang
iskemi dan hipoksia di plasenta yang berakibat terganggunya pertumbuhan bayi intra
yang berasal dari asam arakidonat di mana dalam pembuatannya dikatalisis oleh
otot polos dan trombosit dan memiliki efek vasodilator dan anti agregasi trombosit.10
pembuluh darah.10
23
prostasiklin dan kenaikan tromboksan A2 sehingga terjadi peningkatan rasio
tromboksan A2 : prostasiklin.10
aktivitas tromboksan memegang peranan sentral pada proses ini di mana hal ini
prostasiklin.9,10
kerusakan endotel.10
dimulai sejak awal trimester II. Antibodi yang melawan sel endotel ditemukan pada
50% wanita dengan preeklampsia, sedangkan pada kontrol hanya terdapat 15%.9
24
Sistem imun dalam patofisiologi preeklampsia
Maladaptasi sistem imun dapat menyebabkan invasi yang dangkal dari arteri
spiralis oleh sel sitotrofoblas endovaskuler dan disfungsi sel endotel yang dimediasi
oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF-α dan IL-1), enzim proteolitik dan radikal
bebas oleh desidua. Sitokin TNF-α dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang
sebagian aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas oksigen yang selanjutkan
akan membentuk lipid peroksida dimana hal ini dihambat oleh antioksidan.10
Radikal bebas yang dilepaskan oleh sel desidua akan menyebabkan kerusakan
yang akan membuat radikal bebas lebih toksik dalam merusak sel endotel. Hal ini
akan menyebabkan gangguan produksi nitrit oksida oleh endotel vaskuler yang akan
25
peningkatan produksi tromboksan A2 plasenta dan inhibisi produksi prostasiklin dari
endotel vaskuler.10
Akibat dari stress oksidatif akan meningkatkan produksi sel makrofag lipid
overproduksi dan kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Telah dikenal
beberapa antioksidan yang poten terhadap efek buruk dari radikal bebas diantaranya
vitamin E (α-tokoferol), vitamin C dan β-caroten. Zat antioksidan ini dapat digunakan
untuk melawan perusakan sel akibat pengaruh radikal bebas pada preeklampsia.10
d. Genetik
angka kejadian preeklampsia dan eklampsia pada wanita yang dilahirkan oleh ibu
dan proteinuri hipertensi. Diduga ibu-ibu dengan HLA haplotipe A 23/29, B 44 dan
dan intra uterin growth restricted (IUGR) daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut.10
3.2.4 Diagnosis
26
Diagnosis preeklampsia ditegakkan bila ditemukan adanya hipertensi, dan
salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan. Preeklampasia ditegakkan
apabila ditemukan:11
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal
lainnya.
- Edema paru
27
- Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dl atau didapatkan
- Edema paru
Count)
Bila terdapat gejala preeklampsia berat disertai salah satu atau beberapa gejala
dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan
28
Kejang pada eklampsia dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu:
melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar kekanan atau
kekiri.
Berlangsung 30 detik. Pada tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah
berhenti, wajah menjadi sianotik dan lidah dapat tergigit. Stadium ini akan
dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol Dari mulut
keluar lidah yang berbusa, wajah menunjukkan kongesti dan sianotis. Setelah
4. Tingkat koma
29
3.2.5 Penatalaksanaan7,12
1. Preeklampsia
intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital dan melahirkan bayi sehat.
harus mutlak selalu tirah baring. Pada umur kehamilan diatas 20 minggu,
tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena
mencambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah
natrium atau 4-6 Nacl (garam dapur) sudah cukup. Obat-obatan seperti
Rawat inap
minggu
30
2. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklamsia berat
dilakukan.
persalinan.
2. Preeklampsia berat
organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan. Perawatan preeklamsia berat
Perawatan terhadap penyakit yaitu penderita harus segera masuk rumah sakit
untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang
penting pada preeklamsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia
dan eklamsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligouria.
Oleh sebab itu monitoring input dan output cairan sangatlah penting. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
31
Pemberian obat anti kejang yang menjadi pilihan ialah MgSO4. Syarat
pemberian MgSO4 yaitu harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi
yaitu kalsium glukonas 10% (10%=1 g dalam 10 cc) diberikan iv 3-5 menit, refleks
patella positif kuat dan frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distres pernafasan. Cara pemberian MgSO4 dibagi menjadi 2 tahap, yaitu loading
dose dan maintenance dose. Loading dose berupa 4 gram MgSO4 (40% dalam 10cc)
selama 15 menit secara intravena. Maintenance dose berupa pemberian infus MgSO4
sebanyak 6 gram dalam larutan Ringer/ 6 jam atau diberikan sebanyak 4 gram secara
intramuskular tiap 4-6 jam. Diuretikum diberikan juga ada edema paru, gagal jantung
Antihipertensi
tersebut.
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini:
Ibu:
32
d. Diduga terjadi solusio plasenta
Janin:
d. Terjadinya oligohidramnion
2. Perawatan konservatif
3. Eklampsia
Perawatan eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi
tekanan darah khusunya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada
waktu yang tepat dan dengaan cara yang tepat. Pilihan pertama obat anti
jatuh ke dalam kondisi koma, yang harus diperhatikan adalah menjaga jalan
nafas agar tetap terbuka dan aspirasi lambung. Jika terjadi edema paru,
33
sebaiknya pasien dirawat di ICU karena membutuhkan perawatan dengan
respirator.
4. Sindroma HELLP
trombosit > 100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan tanda dan gejala-
3.2.6 Komplikasi
34
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama
ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut
eklampsia : 5,7
a. Solutio plasenta, biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
f. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit
jantung.
eklampsia.
count.
35
struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal
ginjal.
j. Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat
Coogulation)
3.2.7 Prognosis
berdampak pada ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi perdarahan
otak, dekompensasi kordis dengan edema paru, gagal ginjal, aspirasi isi lambung saat
kejang. Pada janin dapat terjadi kematian karena hipoksia intrauterin dan kehamilan
prematur.
Prolaps tali pusat atau prolaps funikuli merupakan komplikasi yang jarang
terjadi, tetapi dapat mengakibatkan tingginya angka kematian janin. Prolaps tali pusat
dapat diklasifikasikan : 13
a) Tali pusat terkemuka : jika tali pusat berada dibawah bagian terendah
b) Tali pusat menumbung : jika tali pusat keluar melalui ketuban yang
36
c) Occult prolapse : jika tali pusat berada disamping bagian terendah
janin dan turun ke vagina. Tali pusat dapat teraba atau tidak, ketuban
Faktor dasar terjadinya prolaps tali pusat adalah tidak terisinya secara penuh
pintu atas panggul dan serviks oleh bagian terendah janin. Faktor etiologi meliputi
beberapa faktor yang sering berhubungan dengan ibu, janin, plasenta, tali pusat dan
iatrogenik, yaitu : 13
a. Presentasi yang abnormal seperti letak lintang atau letak sungsang terutama
presentasi kaki.
37
b. Prematuritas
c. Kehamilan ganda
d. Polihidramnion
f. Disporposi janin-panggul
j. Solusio plasenta
l. Amniotomi
Adanya penekan tali pusat oleh bagian terendah janin dan jalan lahir dapat
menghambat sirkulasi plasenta. Jika keadaan ini tidak ditatalaksana dengan segera
Obstruksi total dari tali pusat dapat menyebabkan berkurangnya detak jantung
janin (deselerasi variabel) segera. Jika obstruksi hilang dengan cepat, detak jantung
janin dapat kembali normal. Namun, jika obstruksi menetap maka terjadi deselerasi
hingga kemudian terjadi hipoksia pada miokard yang menyebabkan deselerasi lama
38
hipovolemi janin dan menyebabkan akselerasi jantung janin. Gangguan aliran darah
dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan asidosis respirasi dan metabolik
yang berat sehingga berkurangnya oksigenasi janin, bradikardi yang menetap dan
5) Tekanan pada bagian terendah janin oleh manipulasi eksterna terhadap pintu
Tatalaksana definitif prolaps tali pusat adalah dengan melahirkan janin dengan
terendah janin telah masuk panggul dan tidak ada cehpalopelvic disporpotion (CPD).
Pencegahan penekanan tali pusat oleh bagian terendah janin dapat dilakukan dengan
39
3.4 Gawat Janin
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin (DJJ)
dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium didalam cairan amnion. DJJ
dikatakan abnormal jika ditemukan mekonium yang menandakan hipoksia dan
asidosis. Gawat janin dikatakan jika ditemukan denyut jantung janin diatas 160 kali
per menit atau dibawah 100 kali per menit, denyut jantung janin tidak teratur atau
keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan.14
40
BAB IV
PEMBAHASAN
41
prediktor untuk preeklamsi ditekankan oleh efek IMT sejajar terhadap angka kejadian
preeklmasia, dimana sekitar 7% ibu hamil dengan obesitas grade I (IMT 30-34,9)
mengalami preeklamsi, sedangkan pada ibu hamil dengan obesitas grade II (IMT 35-
39,9) dan ibu hamil dengan obesitas grade III (IMT 40-49,9) sebanyak 9%, pada ibu
hamil dengan super obesitas (IMT 50) sebanyak 13%. Sedangkan pada ibu hamil
dengan IMT normal (18,5-24,9) memiliki peluang 3 % untuk mengalami preeklamsi.
Hasil penelitian di RSUP M. Djamil Padang didapatkan hasil terdapat hubungan
bermakna antara peningkatan IMT dengan angka kejadian preeklamasi, dimana
ditemukan rerata IMT pada pasien preeklamsi sebesar 24,15 kg/m 2. Patofisiologi
antara obesitas dengan terjadinya preeklamsia memiliki berbagai mekanisme, salah
satunya disebebkan oleh resistensi insulin yang terjadi pada pasien obesitas sebelum
hamil maupun pada pasien dengan peningkatan berat badan berlebih selama hamil
yang mengakibatkan terjadinya penurunan migrasi sinsitiotrofoblas dan remodelling
arteri spiralis sehingga menyebabkan hipoksia dan iskemik pada plasenta. Kondisi
plasenta tersebut menyebabkan peningkatan faktor antiangiogenik dan faktor
inflamasi pada sirkulasi maternal sehingga terjadi disfungsi endotel pembuluh darah.
Disfungsi endotel ini menyebabkan penurunan produksi nitrit oksida dan peningkatan
oksidatif strees oleh endotel sehingga muncul gejala preeklamsia seperti hipertensi,
proteinuria dan edema. Usia 40 tahun pada pasien merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya preeklamsia. Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklamsia hampir 2
kali lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih, baik pada primipara maupun
multipara.11,15,16,17,18
Saat dilakukan observasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan kemajuan
persalinan pada pasien, ditemukan dari hasil pemeriksaan denyut jantung janin 178
kali/menit serta pemeriksaan dalam pada tanggal 6 November 2019 pukul 06.00 WIB
teraba tali pusat dengan pulsasi (+/N) dengan ketuban yang masih utuh yang
menandakan adanya prolaps funikuli dengan klasifikasi tali pusat terkemuka. Hal ini
sesuai menurut Buku Ilmu Kebidanan Prawirohardjo dan Guideline Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists dimana penegakan prolaps uteri melalui hasil
pemeriksaan dalam teraba tali pusat dibawah bagian terendah janin serta diikuti
42
dengan adanya tanda-tanda gawat janin. Faktor risiko prolaps funikuli yang
ditemukan pada pasien ini yaitu kehamilan preterm, dimana usia kehamilan pada
pasien yaitu 36-37 minggu serta usia ibu diatas 35 tahun. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Waleed dan Mostafa tahun 2018, usia diatas 35 tahun,
kehamilan preterm, polihidramnion dan ketuban pecah dini merupakan faktor risiko
terjadinya prolaps funikuli.13,19,20
Pada pasien tatalaksana awal yang diberikan berupa pemberian oksigenasi dan
regimen MgSO4 40%. Pemberian regimen MgSO4 40% menurut American College
Obstetricians and Gynecologists dapat digunakan untuk mencegah kejang. MgSO4
dapat menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang mana jika
teraktivasi akibat asfiksia dapat menyebabkan masuknya kalsium kedalam neuron
sehingga menyebabkan kerusakan sel dan muncul kejang. Selain itu MgSO4 juga
dapat sebagai antihipertensi dan tokolitik dengan menyebabkan vasodilatasi melalui
relaksasi dari otot polos termasuk pembuluh darah perifer dan uterus. Pasien ini juga
mendapatkan terapi antihipertensi nifedipine 3x10 mg. Tujuan pemberian
antihipertensi pada pasien ini adalah untuk mencegah terjadinya penyakit
serebrovaskukar dan mencegah terjadinya penurunan aliran darah uteroplasenter yang
akan mengganggu kesejateraan janin. Nifedipine merupakan antihipertensi pilihan
pertama pada ibu hamil yang mengalami preeklamsi dikarenakan nifedipine oral lebih
cepat menurunkan tekanan darah dibandingkan dengan labetalol intravena dengan
menurunkan tekanan darah 1 jam setelah pemberian. Selain efek nifedipine sebagai
vasodilator arteri ginjal yang selektif, nifedipine juga bersifat natriuretik dan dapat
meningkatkan produksi urin.11,21
Pilihan terminasi kehamilan pada pasien ini dilakukan sectio sesaria cito.
Terminasi secara sectio sesaria cito dilakukan karena selama diobservasi, pasien
ditemukan adanya prolaps funikuli serta gawat janin. Prolaps funikuli dan gawat janin
merupakan indikasi sectio sesaria cito, sesuai dengan Buku Ilmu Kebidanan
Prawirohardjo dan Guideline Royal College of Obstetricians and Gynaecologists.
Sectio sesaria direkomendasikan pada kasus prolaps funikuli ketika terminasi
kehamilan secara pervaginam tidak dimungkinkan untuk mencegah asidosis hipoksia.
43
Sectio sesaria juga dihubungkan dengan menurunkan angka mortalitas perinatal dan
menurunkan risiko Apgar Score jelek pada 5 menit pertama setelah kelahiran 3 kali
lebih baik dibandingkan dengan terminasi secara pervaginam.19
DAFTAR PUSTAKA
44
8. Sofian A. Sinopsis Obstetri Rustam Mochtar Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2015.
9. Silver HM, et al. Mechanism of increased maternal serum total aktivin A and
inhibin A in preeklampsia. J Soc Gynecol Investig. 2002. p. 308-12.
10. Young BC, Levine RJ, Karumanchi A. Preeclampsia and Angiogenic Factors.
Annual Reviews; 2010. p. 176-85.
11. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal. Diagnosis dan Tatalaksana Pre Eklamsiaa. Jakarta: Balai penerbit
FKUI. 2016.
12. Kementerian Kesehatan RI, Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
13. Wijayanegara H. Prolaps Tali Pusat. Dalam: Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan.
Edisi 4. Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro GH, Editor. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.
14. Wijayanegara H. Gawat Janin dalam Persalinan. Dalam: Prawirohardjo S. Ilmu
Kebidanan. Edisi 4. Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro GH, Editor.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.
15. Jeyabalan A. Epidemiology of Preeclampsia: Impact of obesity. Nutr Rev. 2013
Oct;71(01):10.
16. Mbah A, Kornosky J, Kristensen S, August E, Alio A, Marty P,Belogolovkin V,
Bruder K, Salihu H. Super-obesity and risk for early and late pre-eclampsia.
BJOG 2010;117:997–1004.
17. Andriani C, Lipoeto NI, Utama BI. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan
kejadian Preeklampsia di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2016; 5(1).
18. Lopez-Jaramillo P, Barajas J, Rueda-Quijano SM, Lopez-lopez C and Felix C.
Obesity and preeclampsia: common pathophysiologycal mechanisms. Front
Physiol; 9:1838.
45
19. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Umbilical Cord Prolapse.
Green-top guideline. 2014 Nov; 50.
20. Ahmed WAS, Hamdy MA. Optimal management of umbilical cord prolapse.
International Journal of Women’s Health. 2018: 10(459-465).
21. The American College Obstetricians and Gynecologists. Gestational hypertension
and preeclampsia. Wolter Kluwer Health. 2019 Jan; 1(133).
46