VARICELLA ZOSTER
Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Internship di Rumah Sakit Islam Kota Gorontalo
Disusun Oleh:
Pembimbing:
Pendamping:
2019
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP RSI GORONTALO
KASUS MEDIK
Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi
Riwayat Kehamilan Ibu :
Kunjungan ANC teratur di bidan sebanyak 9 kali. Ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan atau jamu selama
masa kehamilan,usia kehamilan ibu adalah 38 minggu.
Riwayat Kelahiran :
Anak lahir normal pervaginam, lahir tunggal, langsung menangis usia kehamilan 38 minggu, tidak ada
cacat kongenital, BBL 3500 gram PBL 50 cm.
Riwayat Makan :
Anak minum ASI ekslusif sampai umur 6 bulan. Anak diberikan susu formula dan makanan tambahan
berupa bubur, biscuit, dan buah-buahan sejak umur 6 bulan.
Riwayat Perkembangan :
Motorik kasar : Bisa tengkurap usia 4 bulan
Merangkak usia 7 bulan
Bisa berjalan usia 14 bulan
Motorik halus : Bisa mengambil benda usia 3 bulan
Bisa memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lain usia 6 bulan
Bicara : Mengoceh usia 4 bulan
Bisa memanggil mama-papa usia 10 bulan
Bicara 3-4 kata usia 14 bulan
Sosial : Mengenal ibunya usia 3 bulan
Bermain cilukba usia 4 bulan
Takut terhadap orang asing usia 6 bulan
Riwayat Imunisasi :
DASAR
BCG 1x, saat usia 2 bulan
Hasil Pembelajaran :
Diagnosis Varisella Zoster
Patofisiologi Varisella Zoster
Penatalaksanaan Varisella Zoster
BAB 1
IDENTITAS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. FP
Usia : 11 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : TINELO
No. RM : 03.82.12
Masuk RS tanggal : 27 Oktober 2019 pkl 0630 WITA
Keluhan utama
Lepuh-lepuh kecil kemerahan di badan sejak ± 2 hari yang lalu dan disertai demam.
Riwayat Alergi
Tidak ada alergi obat, tidak ada alergi cuaca, debu, tidak ada alergi makanan (telur, susu, udang)
Riwayat Pengobatan
Anak sudah minum paracetamol tapi keluhan tidak berkurang dan langsung dibawa ke rumah sakit.
Riwayat Kelahiran
Anak lahir normal pervaginam, lahir tunggal, langsung menangis usia kehamilan 38 minggu, tidak ada
cacat kongenital, BBL 3500 gram PBL 50 cm.
Riwayat Makanan
Anak minum ASI eksklusif sampai umur 6 bulan. Anak diberikan susu formula dan makanan tambahan
berupa bubur, biscuit, dan buah-buahan sejak umur 6 bulan.
Riwayat Lingkungan, Kebiasaan dan Sosial ekonomi
Pasien mandi 2 kali sehari, handuk dipakai sendiri, air yang digunakan berasal dari air PAM, dan pakai
dalam diganti 2 kali sehari. Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya beserta seorang saudaranya
yang tidur sekamar dengannya.
Riwayat perkembangan
Motorik kasar : Bisa tengkurap usia 4 bulan, Merangkak usia 7 bulan
Bisa berjalan usia 14 bulan
Motorik halus : Bisa mengambil benda usia 3 bulan. Bisa memindahkan benda dari satu tangan ke
tangan lain usia 6 bulan
Bicara : Mengoceh usia 3 bulan. Bisa memanggil mama-papa usia 10 bulan. Bicara 3-4 kata usia
12 bulan
Riwayat Imunisasi
BCG 1x, saat usia 2 bulan
DPT 3 x, saat usia 2,4,6 bulan
POLIO 4x, saat usia 0,2,4,6bulan
HEPATITIS B 3x, saat usia 0,1,6 bulan
CAMPAK 1x saat usia 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai dengan jadwal pemberian.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
Suhu : 38,8⁰C, pengukuran suhu di ketiak.
Tekanan darah : -
Denyut nadi : 96x/menit, reguler, teratur, kuat angkat.
Frek. napas : 24x/menit, normal, abdominal
BB : 25kg
Status General
Kepala : Normocephal
Ubun - ubun : Sudah menutup. UUB menonjol (-), UUB cekung (-)
Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata dan tidak mudah rontok.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), konjungtiva hiperemis (-/-), sklera ikterik (-), reflex
pupil (+), diameter 3 mm, isokor kanan-kiri. eksoftalmos dan enoftalmos (-),
edema palpebra (-), pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan (-), hidung bagian luar
tidak ada kelainan, pernapasan cuping hidung (-).
Mulut : Mukosa bibir kering (-), stomatitis (-), coated tongue (-), lidah kotor (-)
hiperemis (-)
Gigi : Gusi berdarah (-), karies gigi (-)
Faring : Faring hiperemis (-)
Telinga : Normotia, nyeri tekan (-/-), serumen (-/-), darah (-/-), pendengaran baik (+)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru
Inspeksi: Simetris dextra-sinistra, tidak ada bagian dada yang tertinggal saat bernapas, retraksi dinding
dada (-), scar (-), otot bantu pernapasan (-).
Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama dextra-sinistra, tidak ada bagian dada yang tertinggal saat
bernapas.
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing(-)
Jantung
Inspeksi : Iictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ics 4 linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Tidak dilakukan
Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen (-), scar (-), peteki (-)
Auskultasi : Bising usus (+) @8x/mnt
Palpasi : Hepatomegali (-), splenomegali (-). Nyeri tekan ulu hati (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen, shifting dullness (-)
Genitalia : Alat kelamin tidak ada kelainan. Keluhan saat BAK nyeri, warna kekuningan.
Extremitas
Atas : Akral hangat, peteki(-/-), edema (-/-), pucat (-), rct < 2 detik.
Bawah : Akral hangat, peteki(-/-), edema (-/-), pucat (-), rct < 2 detik.
Otot : Tidak ada spasme otot.
Tulang : Deformitas (-), nyeri tekan (-).
Sendi : Nyeri tekan (-), kemerahan (-).
Status dermatologis :
Regio fasialis: belakang telinga muncul Papulae dengan dasar eritematous, vesikel, pustula, erosi (+),
krusta (+).
Regio brachii et antebrachii dextra et sinistra : papula dengan dasar eritematous
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tgl 27 oktober 2019
Diagnosis
Varicella zozter
Diferensial Diagnosis
- Herpes zoster
Penatalaksaan
IVFD RL 22 tpm
Inj. Ondansentron 2,5mg/8jam (k/p)
Inj. Omeprazole 25mg/12jam
Paracetamol 250mg/8jam
Paracetamol dripz 250mg(bila suhu badan >38,5⁰c)
Acyclovir zalf (oles tipis-tipis) 3x1
Acyclovir 4 x 200mg
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Follow Up
28 Oktober 2019 S Demam (+) hilang timbul, ruam merah berair (+), gatal (+), nyeri
BAK(+)
O Suhu : 37,5oC
Nadi : 90x/ menit
Frek. Napas : 26x/ menit
Ku: TSS kes: CM
Kpla: CA-/- SI-/- belakang telinga multiple papul (+)
Thorax: simetris (+) BND vesikuler Rh-/- wh-/-
Abd: supel, BU(+)peristaltic, NTE(-), NK(-), NT suprapubik (+)
Ext: akral hangat, edem(-)
A Varicella zoster
Susp isk
P IVFD RL 22 tpm
Inj. Ondansentron 2,5mg/8jam/iv
Inj. Omeprazole 25mg/12jam/iv
Paracetamol tab 250mg/8jam/iv
Acyclovir zalf 3x1 (oles tipis-tipis)
Acyclovir 4 x 200mg
Metilprednisolon 3mg
CTM 1/3
Sedimen Urine
Eritrosit Negative
Leukosit Negative
Epitel Negative
Epidemiologi
Varicella dapat mengenai semua kelompok umur termasuk neonatus, tetapi hampir sembilan
puluh persen kasus mengenai anak dibawah umur 10 tahun dan terbanyak pada umur 5-9
tahun. Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis
kelamin. Varicella terutama mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun terutama
usia 3 - 6 tahun dan hanya sekitar 2% terjadi pada orang dewasa. Di Amerika, varicella
sering terjadi pada anak-anak dibawah usia 10 tahun dan 5% kasus terjadi pada usia
lebih dari 15 tahun dan di Jepang, umumnya terjadi pada anak-anak dibawah usia 6
tahun sebanyak 81,4 %. Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak
remaja dan orang dewasa yang terserang Varicella. Lima puluh persen kasus varicella terjadi
diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia pada remaja dan dewasa,
gejala varicella semakin bertambah berat.
Etiologi
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk kelompok Herpes Virus dengan
diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan
rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan
berat molekl 100 juta yang disusun dari 162 capsomir dan sangat infeksius.
Patofisiologi
Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata -rata 14 - 17 hari)
dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet
infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat terjadi 2
hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan
bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari
ke 2 - 4 yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam
jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia
primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar
penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme
pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke
dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder.
Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis
pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi dikulit.
Gejala
- Diawali dengan gejala melemahnya kondisi tubuh.
- Pusing
- Demam dan kadang – kadang diiringi batuk.
- Dalam 24 jam timbul bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi. Kemudian menjadi
benjolan – benjolan kecil berisi cairan.
- Stadium erupsi: dimulai saat eritema berkembang dengan cepat (dalam beberapa jam)
berubah menjadi macula kecil, kemudian papula yang kemerahan lalu menjadi vesikel.
Vesikel ini biasannya kecil, berisi cairan jernih, tidak umbilicated dengan dasar eritematous,
mudah pecah serta mongering membentuk krusta, bentuk ini sangat khas dan lebih dikenal
sebagai “tetesan embun”/”air mata.
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk pemeriksaanvirus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test yaitu:
1. Tzanck smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai dengan
pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s.
Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells.
2. Direct fluorescent assay (DFA)
- Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
- Hasil pemeriksaan cepat.
- Membutuhkan mikroskop fluorescence.
- Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
- Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
- Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
- Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar vesikel
dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat, dan CSF.
- Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
- Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster
4. Biopsi kulit
- Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya
lymphocytic infiltrate.
Diagnosis Banding
Herpes zoster
Penatalaksanaan
Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik dan
pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu:
- Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah.
- Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salep
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
- Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan salisilat (aspirin) untuk
menghindari terjadinya terjadi sindroma Reye.
- Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder akibat
garukan.
Obat antivirus
- Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu penyembuhan
akan lebih singkat.
- Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48 - 72 jam setelah erupsi
dikulit muncul.
- Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan famasiklovir.
- Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zoster
Neonatus : Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari.
Anak (2-12 tahun) : Asiklovir 4 x 20 mg / kg BB / hari / oral selama 5 hari.
Pubertas dan dewasa :
- Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari.
- Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari.
- Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama 7 hari.
PENCEGAHAN
Pada anak imunokompeten yang telah menderita varicella tidak diperlukan tindakan
pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang beresiko tinggi
untuk menderita varicella yang fatal seperti neonates, pubertas ataupun orang dewasa,
dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varicella.
Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu:
1. Imunisasi pasif
- Menggunakan VZIG (Varicella zoster immunoglobulin).
- Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VZV, pada anak-
anak imunokompeten terbukti mencegah varicellla sedangkan pada anak
imunokompromais pemberian VZIG dapat meringankan gejala varicella.
- VZIG dapat diberikan pada:
- Anak-anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau
herpes zoster.
- Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau
herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi terhadap VZV.
- Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam kurun waktu 5
hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.
- Bayi premature dan bayi usia ≤ 14 hari yang ibunya belum pernah menderita
varicella atau herpes zoster.
- Anak-anak yang menderita leukemia atau lymphoma yang belum pernah
menderita varicella.
- Dosis : 125 U / 10 kgBB.
- Dosis minimum : 125 U dan dosis maximal : 625 U.
- Pemberian secara IM tidak diberikan IV
2. Imunisasi aktif
- Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus dan kekebalan yang didapat dapat
bertahan hingga 10 tahun.
- Digunakan di Amerika sejak tahun 1995.
- Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71 -100%.
- Vaksin efektif jika diberikan pada umur ≥ 1 tahun dan direkomendasikan diberikan pada
usia 12-18 bulan.
- Anak yang berusia ≤ 13 tahun yang tidak menderita varicella direkomendasikan
diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4 - 8
minggu.
- Pemberian secara subcutan.
- Efek samping : Kadang - kadang dapat timbul demam ataupun reaksi lokal seperti ruam
makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3- 5% anak - anak dan timbul 10 - 21 hari
setelah pemberian pada lokasi penyuntikan.
- Vaksin varicella : Varivax.
- Tidak boleh diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat menyebabkan terjadinya
kongenital varicella.
Komplikasi
Komplikasi varisela pada anak biasanya jarang dan lebih sering pada orang dewasa.
1. Infeksi sekunder
Infeksi sekunder disebabkan oleh Stafilokok atau Streptokok dan menyebabkan
selulitis, furunkel. Infeksi sekunder pada kulit kebanyakan pada kelompok umur di
bawah 5 tahun. Dijumpai pada 5-10% anak. Adanya infeksi sekunder bila manifestasi
sistemik tidak menghilang dalam 3-4 hari atau bahkan memburuk
2. Otak
Komplikasi ini lebih sering karena adanya gangguan imunitas. “Acute postinfectious
cerebellar ataxia” merupakan komplikasi pada otak yang paling ditemukan (1:4000
kasus varisela). Ataxia timbul tiba-tiba biasanya pada 2-3 minggu setelah varisela
dan menetap selama 2 bulan. Klinis mulai dari yang ringan sampai berat, sedang
sensorium tetap normal walaupun ataxia berat. Prognosis keadaan ini baik,
walaupun beberapa anak dapat mengalami inkoordinasi atau dysarthria.“Ensefalitis”
dijumpai 1 dari 1000 kasus varisela dan memberikan gejala ataksia serebelar dan
biasanya timbul antara hari ke-3 sampai hari ke-8 setelah timbulnya rash. Biasanya
bersifat fatal.
3. Pneumonitis
Komplikasi ini lebih sering dijumpai pada penderita keganasan, neonatus,
imunodefisiensi, dan orang dewasa. Pernah dilaporkan seorang bayi 13 hari dengan
komplikasi pneumonitis dan meninggal pada umur 30 hari.
Gambaran klinis pneumonitis adalah panas yang tetap tinggi, batuk, sesak napas,
takipnu dan kadang-kadang sianosis serta hemoptoe. Pada pemeriksaan radiologi
didapatkan gambaran nodular yang radio-opak pada kedua paru.
4. Sindrom Reye
Komplikasi ini lebih jarang dijumpai. Dengan gejala sebagai berikut, yaitu nausea dan
vomitus, hepatomegali dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
SPGT dan SGOT serta ammonia
5. Hepatitis
PROGNOSIS
Varicella pada anak imunokompeten tanpa disertai dengan komplikasi
prognosis biasanya sangat baik sedangkan pada anak imunokompromais
angka morbiditas dan mortalitasnya signifikan.
KESIMPULAN
Infeksi VZV dapat menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella dan herpes zoster.
Varicella sering dijumpai pada anak-anak sedangkan herpes zoster lebih sering
dijumpai pada usia yang lebih tua. Penanganan yang tepat dari ke dua penyakit
diatas dapat mencegah timbulnya komplikasi yang berat pada anak-anak.
Pemberian imunisasi pasif maupun aktif pada anak-anak, dapat mencegah dan
mengurangi gejala penyakit yang timbul.
BAB 3
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien di diagnosa dengan varicella. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien
adalah anak laki-laki berumur 11 tahun 10 bulan. Keluhan utama pada pasien ini adalah timbulnya
bentol-bentol kecil di badan sejak ± 2 hari yang lalu, yang mula-mula timbul di belakang telinga dan
kemudian menyebar ke leher, wajah, dada, perut dan lengan. Bentol-bentol kemudian berubah menjadi
lepuh-lepuh dan berisi cairan. Penderita juga mengeluh ada rasa gatal pada daerah yang terdapat lepuh,
rasa nyeri disangkal. Demam dialami sejak ± 3 hari yang lalu dan disertai dengan rasa lemah badan, sakit
kepala dan batuk. Dari anamnesis ini diketahui bahwa penyebaran dari lesi terjadi dari sentral ke perifer,
yaitu dari daerah badan menyebar ke wajah dan lengan dan lesi berbentuk khas seperti tetesan embun.
Hal ini sesuai kepustakaan dimana disebutkan bahwa penyebaran lesi kulit dari varisela pada umumnya
pertama kali di daerah badan kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta
lesinya yang khas seperti tetesan embun (tear drops). Lesi kulit dari varisela dapat juga menyerang
selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas bagian atas (Handoko, 2009; Sterling & Kurtz, 2006). Lima
hari sebelum timbulnya lepuh-lepuh kecil tersebut, pasien merasa badannya demam, lemah badan,
kepala terasa sakit. Berdasarkan kepustakaan disebutkan bahwa gejala prodromal dari varisela biasanya
berupa demam, nyeri kepala, dan malaise ringan, yang umumnya muncul sebelum pasien menyadari
bila telah timbul erupsi kulit. Masa prodromal ini kemudian disusul oleh stadium erupsi (Rumpengen &
Laurente, 2003).
Dari anamnesis diketahui adanya riwayat kontak dengan pasien varicella yang lain, yaitu adiknya
pasien kurang lebih 1 minggu yang lalu. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana dikatakan bahwa
jalur penularan VZV bisa secara aerogen, kontak langsung, dan transplasental. Droplet lewat udara
memegang peranan penting dalam mekanisme transmisi, tapi infeksi bisa juga disebabkan melalui
kontak langsung. Krusta varicella tidak infeksius, dan lamanya infektifitas dari droplet berisi virus cukup
terbatas. Manusia merupakan satu-satunya reservoir, dan tidak ada vektor lain yang berperan dalam
jalur penularan (Landow, 2004).
Pada pemeriksaan fisik didapati pada status generalis suhu badan aksiler 38,8°C yang
menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan febris kemudian dari status dermatologis yang didapati
pada wajah, leher, dada, perut, dan punggung pasien tampak vesikel yang seperti tetesan embun dan
papul dengan dasar kemerahan, pustul, erosi dan krusta. Pada lengan kiri dan kanan pasien tampak
papul dengan dasar kemerahan. Jadi terdapat gambaran lesi kulit yang bermacam-macam. Hal ini sesuai
kepustakaan dikatakan bahwa varicella mempunyai bentuk vesikel yang khas yaitu seperti tetesan
embun (tear drops) dan memiliki gambaran polimorf ( Arnold et al., 2005).
Pasien ini tidak mengalami komplikasi. Ini dilihat dari hasil pemeriksaan fisik yang meliputi
keadaan umum, tanda vital dan pemeriksaan fisik lainnya yang masih dalam batas normal. Pada orang
yang immunocompromised (leukemia, pemberian kortikosteroid dengan dosis tinggi dan lama, atau
pasien AIDS) bila terinfeksi VZV maka manifestasi varisela lebih berat (lesi lebih lebar, lebih dalam,
berlangsung lebih lama, dan sering terjadi komplikasi) (Martodiharjo, 2007).
Varisela dapat didiagnosis banding dengan herpes zooster namun karena dari anamnesis pasien
belum pernah mengalami sakit yang sama seperti ini sebelumnya dan dari pemeriksaan fisik pada status
dermatologis ditemukan gambaran lesi kulit yang polimorf, tidak bergerombol, dan tidak terasa nyeri,
maka herpes zooster dapat dieliminasi sebagai diagnosis banding varisela. Pada herpes zooster, pasien
sebelumnya sudah pernah terpapar dengan VZV dan gambaran lesi kulit berupa vesikel yang
bergerombol, unilateral sesuai dengan daerah persarafan saraf yang bersangkutan dan biasanya timbul
di daerah thorakal. Pada herpes zooster lesi dalam satu gerombol sama, sedangkan usia lesi pada satu
gerombol dengan gerombol lain berbeda (Harahap, 2010).
Tujuan pengobatan pada pasien ini adalah untuk memperpendek perjalanan penyakit dan
mengurangi gejala klinis yang ada, yaitu dengan pemberian anti virus yaitu asiklovir 5 x 800 mg/hari
selama 7 hari, hal ini dimaksudkan untuk menekan atau menghambat replikasi dari virus varicella
zooster, analgetik dan antipiretik parasetamol 3 x 500 mg/hari jika demam, topikal yaitu bedak salisil 2%
diberikan dengan maksud untuk mengurangi gatal yang dirasakan serta mempertahankan vesikel agar
tidak pecah dan asam fusidat 2 kali aplikasi/hari untuk lesi yang sudah pecah (Handoko, 2009;
Rumpengen & Laurente, 2003).
Pasien disarankan agar istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi, menjaga kebersihan
tubuh, dan tidak memecahan vesikel. Pasien kemudian dianjurkan untuk kontrol dipoliklinik kulit dan
kelamin 7 hari kemudian. Hal-hal diatas bertujuan untuk memperbaiki daya tahan tubuh pasien,
mencegah terjadinya infeksi sekunder, mencegah terjadinya komplikasi dan munculnya jaringan parut
serta untuk mengetahui perkembangan penyakitnya (Handoko, 2009).