Anda di halaman 1dari 25

Topik: Kejang Demam

Tanggal (kasus): 19-21 Juli 2017 Presentan: dr. Cinthya Andini Pangesti
Tanggal presentasi: Agustus 2017 Pendamping: dr. Lelliani Ahayu
Tempat Presentasi: Rumah Sakit TK IV Cijantung Kesdam Jaya

Obyek Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjaun Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Pasien An. F., laki-laki, usia 5 tahun datang ke IGD RS Tk. IV Cijantung Kesdam Jaya pada
tanggal 19/07/2017, pukul 18.10 WIB dengan keluhan demam kejang sejak 6 jam SMRS (pukul 12.00
WIB), yang didahului dengan demam. Pada saat pasien kejang, tubuh pasien klojotan seluruh tubuh,
mata mendelik ke atas, saat kejang pasien tidak sadarkan diri, mulut tidak terkunci dan tidak
mengeluarkan busa. Setelah kejang hilang pasien tersadar dan menangis, kejang berlangsung kurang
dari 10 menit. Suhu pasien pada saat kejang adalah 38,8C. Saat pasien kejang, ibu pasien telah
memberikan stesolid 10 mg. Pada pukul 17.00 WIB, pasien kembali demam denga suhu 38,5C, segera
berobat ke klinik dan diberikan obat penurun panas. Sesampainya di rumah, panas pasien tidak turun
juga, pasien tampak menggigil, tubuh pasien tampak bergetar namun tidak klojotan hebat seperti kejang
pertma pada pukul 12.00 WIB. Menurut ibu pasien, sebelumnya pasien kejang sebanyak satu kali di
rumah, pada pukul 12.00 WIB. Menurut orang tua pasien, pasien memang mempunyai riwayat kejang
demam sejak usia 1 tahun, sejak usia 1 tahun pasti setiap tahunnya pasien mengalami kejang seperti ini
hingga usia 5 tahun. Saat ini merupakan kejang ke 5 pasien, sejak usia 1 tahun 5 tahun. Kerena tiap
tahunnya pasien selalu mengalami kejang demam. Mual, nyeri ulu hati, muntah, dan mencret disangkal
oleh ibu pasien.

1
Tujuan: Menegakkan diagnosis secara tepat melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang, melakukan penatalaksanaan secara menyeluruh dan menstabilkan keadaan umum pasien.

Bahan-bahasan: Tinjauan Riset Kasus Audit


Pustaka

Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data Pasien: Nama: An. F Nomor Registrasi: 059596

Nama Rumah Sakit: Rumah Sakit Anamnesis: Terdaftar Sejak: 07 Oktober


TK IV Cijantung Kesdam Jaya Allo Anamnesis 2016

Data utama untuk bahan diskusi:

Diagnostik/ Gambaran Klinis:


Kejang sejak 5 jam SMRS
Kejang klojotan seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, saat kejang pasien tidak sadarkan diri,
mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa, setelah kejang hilang pasien tersadar dan
menangis, dan kejang berlangsung kurang dari 15 menitGerak bayi aktif tidak ada perubahan
aktivitas.
Kejang didahului oleh demam, demam muncul tiba-tiba pada siang hari
Kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang. 07/10/2016 Nadi: 120x/menit,
Napas: 24x/menit, Suhu: 39.5oC BB: 16 kg TB 99 cm. GCS 15. Skala nyeri ringan. 10/10/2016
Nadi: 110x/menit, Napas: 22x/menit, Suhu: 36.5oC BB: 16 kg TB 99 cm. GCS 15. Skala nyeri
ringan.

2
Pemeriksaan fisik:
Data antropometri
Berat badan : 16 kg
Tinggi badan : 99 cm
Lingkar kepala : 50 cm
Lingkar dada : 57 cm
Lingkar lengan atas : 18 cm
Status gizi
BB/U : 16/19 x 100% = 84% (gizi baik)
TB/U : 99/110 x 100% = 90% (gizi baik)
BB/TB : 16/17 x 100% = 94% (gizi baik)
Kesan status gizi: gizi baik
Kepala: Normocephali, UUB sudah menutup, fontanela datar. Wajah simetris, Conjunctiva tidak
anemis, Sklera Ikterik -/-, tidak terdapat blood stolsel pada kedua lubang hidung, tidak ada gusi
berdarah. Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher dan axilla. Thorax: Suara
nafas vesikuler +/+, rhonci -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I-II regular, tidak ada bunyi jantung
tambahan III-IV, murmur -, gallop -, hepar dan lien tidak teraba membesar. Status genitalis;
fimosis (+). Ekstremitas; akral hangat, tidak terdapat ptekhie pada kedua ekstremitas atas dan
bawah. Refleks patologis (-)
Pemeriksaan Laboratorium: 07/10/2016 Hb: 12,9 gr%, Leukosit: 15.000/mm3, Trombosit:
237.000/mm3, Ht: 36%. Gula darah sewaktu 139 mg/dL 08/10/2016 GDS 112 mg/dL.
09/10/2016 Hb: 12,2 gr%, Leukosit: 5.800/mm3, Trombosit: 173.000/mm3, Ht: 35%.

1. Riwayat Pengobatan:
Pasien sempat diberikan obat penurun panas, tapi tidak rutin meminum obat atau menjalani
perawatan medis apapun.

2. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Pasien tidak pernah menderita penyakit apapun sebelumnya. Riwayat kejang serupa (+). Pasien
pertama kali kejang pada usia 1 tahun, pasien kejang didahului oleh demam, pasien kejang

3
klojotan seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, saat kejang pasien tidak sadarkan diri, mulut
tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. Setelah kejang hilang, pasien tersadar dan
menangis, dan kejang berlangsung kurang dari 15 menit. Pasien mendapat perawatan di RS
Tugu Ibu selama 5 hari. Kejang kedua pada 3 bulan yang lalu, kemudian diberikan obat penurun
panas dan membaik.

3. Riwayat Keluarga:
Terdapat tante pasien dari keluarga ibu pasien memiliki riwayat kejang serupa pada usia di
bawah 5 tahun dan menghilang pada usia di atas 5 tahun. Tidak ada riwayat asma, kencing
manis, penyakit jantung, dan batuk lama.

4. Riwayat kehamilan

Kehamilan ini merupakan kehamilan yang pertama. Selama kehamilan ibu pasien juga tidak
merasakan keluhan, hanya perasaan mual diawal kehamilan. Riwayat DM selama kehamilan
juga tidak ada, Ibu juga tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan, jamu, minum-minuman
beralkohol dan tidak merokok. Ibu pasien juga mengatakan rutin kontrol kehamilannya dirumah
sakit Cijantung.

5. Riwayat Persalinan

Riwayat persalinan; G1POAO, hamil aterm, masa kehamilan cukup bulan 38-39 minggu.
Tanggal 18/09/2016 , lahir bayi laki-laki, melalui partus normal. Langsung menangis A/S: 8/9.
Kelainan bawaan (-). Berat badan lahir 3200. Panjang badan 48 cm. Ketuban jernih. Lahir di
Klinik Bidan

6. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan gigi I : Pertumbuhan gigi : umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)


Berat badan : Kenaikan berat badan sesuai dengan usia

4
Tinggi badan : Kenaikan tinggi badan sesuai dengan usia

Pekembangan :

Tengkurap : umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)


Duduk : umur 6 bulan (Normal: 6 bulan)
Berdiri : umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : umur 1 tahun (Normal: 13 bulan)
Bicara : umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik, sesuai dengan usia.

7. Riwayat Makan

Tidak ASI eklusif. Pemberian MPASI, biskuit, bubur susu, nasi tim, sesuai dengan usia. Pola
makan pasien baik dan kebutuhan karbohidrat, protein, lemak dan vitamin terpenuhi dengan
baik. Kesan : Kualitas dan kuantitas makan pasien cukup baik.

8. Riwayat Imunisasi

Hepatitis B 0

Kesan: Tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap

Daftar Pustaka:
1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal
2059-2067.
2. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006.
3. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC,
Jakarta 2006.
4. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006.
5. Pediatrica, Buku Saku Anak, edisi 1, Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta, 2005.

5
6. Rudolph. Abraham M. Kelainan urogenital. A. Samik Wahab, Sugiarto. Buku Ajar Pediatri
Rudolph. Edisi 20. Volume 2. Jakarta : EGC.2006
7. Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang : Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya. 2011
8. Price, SW dan Wilson, LM. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. Jakarta : EGC. 2005
9. Robbins dkk. Buku ajar patologi. Edisi 7. Volume 2. Hariawati Hartono. Jakarta : EGC.
2004
10. Rudolph. Abraham M. Kelainan urogenital. A. Samik Wahab, Sugiarto. Buku Ajar Pediatri
Rudolph. Edisi 20. Volume 2. Jakarta : EGC.2006

Hasil Pembelajaran:
Penegakkan diagnosis Kejang Demam Kompleks
Tatalaksana Kejang Demam Kompleks
Tinjauan pustaka Kejang Demam Kompleks
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:
Subyektif:
Pasien An. F., laki-laki, usia 2 tahun datang ke IGD RS Tk. IV Cijantung Kesdam Jaya pada
tanggal 07/10/2016, pukul 21.50 WIB dengan keluhan demam kejang sejak 5 jam SMRS, yang
didahului dengan demam. Setiba di IGD pasien kejang klojotan seluruh tubuh, mata mendelik
ke atas, saat kejang pasien tidak sadarkan diri, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan
busa. Setelah kejang hilang pasien tersadar dan menangis, dan kejang berlangsung kurang dari
15 menit. Menurut ibu pasien, sebelumnya pasien kejang sebanyak dua kali di rumah, kejang
pertama pada pukul 16.30 WIB dan kejang yang kedua pada pukul 19.30 WIB, kejang klojotan
seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, saat kejang pasien tidak sadarkan diri, setelah kejang
hilang pasien tersadar dan menangis, dan kejang berlangsung kurang lebih selama 5 menit.
Demam muncul mendadak pada siang hari, demam mulai menurun setelah pemberian obat
demam supp dan kompres hangat oleh ibu, namun suhu tubuh kembali naik. Riwayat kejang
serupa (+). Pasien pertama kali kejang pada usia 1 tahun, pasien kejang didahului oleh demam,
pasien kejang klojotan seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, saat kejang pasien tidak sadarkan

6
diri, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. Setelah kejang hilang, pasien tersadar
dan menangis, dan kejang berlangsung kurang dari 15 menit. Pasien mendapat perawatan di RS
Tugu Ibu selama 5 hari. Kejang kedua pada 3 bulan yang lalu, kemudian diberikan obat penurun
panas dan membaik. Terdapat tante pasien dari keluarga ibu pasien memiliki riwayat kejang
serupa pada usia di bawah 5 tahun dan menghilang pada usia di atas 5 tahun

Objektif:

07/10/2016 Kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang. Nadi: 120x/menit,
Napas: 24x/menit, Suhu: 39.5oC BB: 16 kg TB 98 cm. GCS 15. Skala nyeri ringan. 10/10/2016
Kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang. Nadi: 110x/menit, Napas:
22x/menit, Suhu: 36.5oC BB: 16 kg TB 98 cm. GCS 15. Skala nyeri ringan.
Pemeriksaan fisik: Kepala: Normocephali, UUB sudah menutup, fontanela datar. Wajah
simetris, Conjunctiva tidak anemis, Sklera Ikterik -/-, tidak terdapat blood stolsel pada kedua
lubang hidung, tidak ada gusi berdarah. Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
leher dan axilla. Thorax: Suara nafas vesikuler +/+, rhonci -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I-II
regular, tidak ada bunyi jantung tambahan III-IV, murmur -, gallop -, hepar dan lien tidak teraba
membesar. Status genitalis; fimosis (+). Ekstremitas; akral hangat, tidak terdapat ptekhie pada
kedua ekstremitas atas dan bawah. Refleks patologis (-)
Pemeriksaan Laboratorium: 07/10/2016 Hb: 12,9 gr%, Leukosit: 15.000/mm3, Trombosit:
237.000/mm3, Ht: 36%. Gula darah sewaktu 139 mg/dL 08/10/2016 GDS 112 mg/dL.
09/10/2016 Hb: 12,2 gr%, Leukosit: 5.800/mm3, Trombosit: 173.000/mm3, Ht: 35%.

Asessment (penalaran klinis):

- Pasien An. F., laki-laki, usia 2 tahun datang ke IGD RS Tk. IV Cijantung Kesdam Jaya pada
tanggal 07/10/2016, pukul 21.50 WIB dengan keluhan demam kejang sejak 5 jam SMRS, yang
didahului dengan demam. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%, kenaikan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik.

7
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Setiba di IGD
pasien kejang klojotan seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, saat kejang pasien tidak sadarkan
diri, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. Setelah kejang hilang pasien tersadar
dan menangis, dan kejang berlangsung kurang dari 15 menit. Kejang demam kompleks dapat
ditegakan dengan memenuhi salah satu kriteria ; kejang lama > 15 menit, kejang fokal atau
parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari sekali dalam
24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan kejang. Riwayat kejang serupa (+). Pasien
pertama kali kejang pada usia 1 tahun dan kejang kedua pada 3 bulan yang lalu. Rentang usia
kejang demam adalah usia 6 bulan sampai 5 tahun.

- Menurut (Muslihatun,2010:161) Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir, karena
terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans penis. Sampai usia 3-4 tahun, penis
tumbuh dan berkembang. Debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul
di dalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium dengan glans penis. Smegma
terjadi dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri
yang ada di dalamnya. Jika terjadi infeksi, anak akan menangis setiap buang air kecil dan dapat
pula disertai demam. Ujung penis yang tampak menggelembung disebabkan oleh adanya
penyempitan pada ujung preputium karena terjadi perlengketan dengan glans penis yang tidak
dapat ditarik ke arah proksimal. Adanya penyempitan tersebut menyebabkan terjadi gangguan
aliran urin pada saat miksi. Urine terkumpul di ruang antara preputium dan glans penis, sehingga
ujung penis tampak menggelembung.

Plan:
Diagnosis: Kejang Demam Kompleks
Pengobatan:
Terapi Medikamentosa:
IVFD RL 16 tpm (micro)
Inj. Cefotaxime 2 x 500 mg (I.V.)
Jika kejang: Inj. Diazepam 8 mg (I.V)
Pyrexin 160 mg supp.

8
Stesolid 10 mg sup.
Paracetamol syr. 3 x 1 C (P.O.)
Dizepam 1 mg dalam puyer 2x1 pulv.
Pendidikan:
Edukasi kepada pasien dan keluarga untuk bekerja sama dengan dokter dalam proses
penyembuhan dan pemulihan, serta memberikan informasi mengenai penyakit yang diderita
pasien.
Konsultasi:
Konsultasi dengan dokter Spesialis Anak.

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

DEFINISI(1)(5)

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak
yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat
tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas
suhu rektal atau lebih. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak
yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia
grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak. Kejang demam sering juga
disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.

9
INSIDEN

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4
tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-
laki.

Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999
ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %).
Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian
(0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.

Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di


AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi.
Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani
secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak
menyerang anak laki-laki.(1)

ETIOLOGI

Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur
anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga
mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan
riwayat kejang demam pada masa kecilnya.(1)(9)

Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat
menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah
infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga
yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan

10
kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu,
imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam.

PATOFISIOLOGI(2)(4)

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :


Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,

11
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

KLASIFIKASI KEJANG DEMAM

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam menjadi dua(8)

Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)

- Berlangsung singkat
- Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
- Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
- Tidak berulang dalam waktu 24 jam

Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

- Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit


- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial
- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan
kejang

Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua :(5)

1. Kejang demam sederhana

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun


Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 th tidak > 4 kali
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

12
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan

2. Epilepsi yang diprovokasi demam

Kejang lama dan bersifat lokal


Umur lebih dari 6 tahun
Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun
EEG setelah tidak demam abnormal

Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :

1. Kejang demam kompleks

Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun


Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
Kejang bersifat fokal/multipel
Didapatkan kelainan neurologis
EEG abnormal
Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
Temperatur kurang dari 39

2. kejang demam sederhana

Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun


Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat
Kejang bersifat umum (tonik/klonik)
Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
Temperatur lebih dari 39

3. Kejang demam berulang

13
Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara lain:

1. Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama


2. Riwayat kejang demam dalam keluarga
3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal
4. Riwayat demam yang sering
5. Kejang pertama adalah kejang demam kompleks

Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi
terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan
listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai
bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak
dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres,
jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.

MANIFESTASI KLINIS(1)(2)(5)

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis
media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik.

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang
tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi
yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah,
badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak
akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.

14
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama
10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.

Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :

1. Anak hilang kesadaran


2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat

DIAGNOSIS(4)(9)(10)

Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-


penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat,
perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada
system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.

Anamnesis
- waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
- sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
- Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun)
- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau
epilepsi)
- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)

15
- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
- Trauma kepala

Pemeriksaan fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau
kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas,
kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya
kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari
luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena
kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin
disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
- Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan
rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok kelok di retina
terlihat pada sindom hiperviskositas.
- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau
kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
- Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising
jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA,
GE)
- Pemeriksaan refleks patologis
- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

Pemeriksaan laboratorium

16
- Darah tepi lengkap penyebab demam
- Elektrolit, glukosa darah diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu keseimbangan
elektrolit atau gula darah.
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal gangguan metabolisme
- Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS meningkat Ensefalitis akut /
Ensefalopati.

Pemeriksaan penunjang
- Lumbal Pungsi curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan dan umur di
antara 12-18 bulan dianjurkan.
- EEG tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi
terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK
- CT-scan atau MRI tidak dilakukan pd KDS yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat
dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk menentukan kelainan
struktural berupa kompleks tunggal atau multipel

DIAGNOSA BANDING

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah
penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya
karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu
waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.

Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang
masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya
kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan
pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.

Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam
kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.

17
Tabel Diagnosa Banding

No Kriteri Banding Kejang Epilepsi Meningitis


Demam Ensefalitis
1. Demam Pencetusnya Tidak berkaitan Salah satu gejalanya
demam dengan demam demam
2. Kelainan Otak (-) (+) (+)
3. Kejang berulang (+) (+) (+)
4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)

Ket (-): tidak ada

PENATALAKSANAAN(3)(4)(10)

Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :

1. Mengatasi kejang secepat mungkin


2. Pengobatan penunjang
3. Memberikan pengobatan rumat
4. Mencari dan mengobati penyebab
5. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
6. Pengobatan akut

I.Mengatasi kejang secepat mungkin

18
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti.
Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh
orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis
diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal
dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3
tahun.

Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :

Terapi awal dengan diazepam


Usia Dosis IV (infus)Dosis per rektal
(0.2mg/kg) (0.5mg/kg)
< 1 tahun 12 mg 2.55 mg
15 tahun 3 mg 7.5 mg
510 tahun 5 mg 10 mg
> 10 years 510 mg 1015 mg

Jika kejang masih berlanjut :

1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus,
0,5 mg/kg per rektal
2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit

19
2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif
dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

II.Pengobatan penunjang

Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan
memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala
dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang
bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender
dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena
sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi
vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.

Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah
perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena
pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan
proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak
digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi
sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi
semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu
penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa
terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.

Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara
per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan
keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya.
Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat

20
badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan
10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah
15 menit dengan dosis yang sama.

Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-
1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

III.Pengobatan rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke
rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian,
yaitu:

Profilaksis intermitten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat
campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode
demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang
ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik
diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada
anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis
intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam
sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition
pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan
cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Obat yang
dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:

21
1). Fenobarbital

Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah
perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan
kognitif atau fungsi luhur.

2). Sodium valproat / asam valproat

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih
mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar,
pankreatitis.

3). Fenitoin

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif
sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan
pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati
epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan
mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.

IV.Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus
respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu
untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk
menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita
dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal,
darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.

PROGNOSIS(8)(9)

22
1. Kematian
Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai
terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %.
2. Terulangnya Kejang
Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama
dari serangan pertama.
3. Epilepsi
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam
kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah
menderita KDS tergantung kepada faktor :
a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan
kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali
faktor di atas.
4. Hemiparesis
Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari
setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang
terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2
minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese
sesudah kejang lama.
5. Retardasi Mental
Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang
demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan
neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan
terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih
besar.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000.
Hal 2059-2067.
2. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange,
2002.
3. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006.
4. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell
pulblishing, 2006. Hal 72-90.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC,
Jakarta 2006.
6. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006.
7. Pediatrica, Buku Saku Anak, edisi 1, Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta, 2005.
8. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke Diunduh
pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
9. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada
tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
10. Seizures types. Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari
www.2betrhealth.com/SeizureTypes.html

24
25

Anda mungkin juga menyukai