Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

“SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 5 TAHUN DENGAN IMMUNE


THROMBOCYTOPENIC PURPURA”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang

Disusun Oleh:
Atika Rachmi
H2A012038

Pembimbing:
dr. Setya Dipayana, Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Atika Rachmi


NIM : H2A012038
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS)
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Judul : Seorang Anak Perempuan Usia 5 tahun dengan ITP
Pembimbing : dr. Setya Dipayana, Sp.A
Telah dipresentasikan di hadapan Pembimbing Kepaniteraan Klinik serta telah diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk kelulusan dari Program
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Tugurejo Semarang.

Semarang, 20September 2017


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Tugurejo Semarang

Pembimbing,

dr. Setya Dipayana, Sp.A


BAB I
PENDAHULUAN

ITP didefinisikan sebagai trombositopenia dengan sumsum tulang yang


normal dan tidak adanya penyebab lain dari trombositopenia tersebut.1 Chu et al
kemudian mendefinisikan ITP sebagai sebuah kelainan perdarahan yang didapat dan
ditandai oleh 4 hal yaitu:

a. Trombositopenia, dengan trombosit berada dibawah 150.000/ul


b. Purpura dan rash
c. Sumsum tulang normal
d. Tidak adanya tanda-tanda lain dari penyebab trombositopenia yang diketahui
ITP dialami oleh 2 hingga 5 anak per 100.000 anak per tahunnya pada usia yang
lebih muda dari 15 tahun. Hal ini sesuai dengan yang diteliti oleh beberapa peneliti
seperti yang tampak pada tabel 1. Jumlah kasus baru ITP kronis berjumlah sekitar 10
kasus per 1 juta anak per tahunnya.1 Berdasarkan sebuah penelitian di Denmark dan
Inggris ditemukan angka kejadian ITP pada anak berjumlah 10 hingga 40 kasus dari 1
juta anak per tahunnya. Kuwait melaporkan angka insidens yang lebih tinggi yakni
berjumlah sekitar 125 kasus per 1 juta anak per tahunnya. Puncak prevalensi pada anak
berada pada usia 2 hingga 4 tahun.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. L
b. Umur : 5 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Semarang
e. Tanggal Masuk : 27 Agustus 2017
f. Tanggal Keluar : 31 Agustus 2017
g. Ruang : Melati
h. No. RM : 538xxx
i. Status Pasien : BPJS

2. IDENTITAS ORANG TUA


Nama ayah : Tn. M Nama Ibu : Ny. M
Umur : 45 tahun Umur : 43 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Jawa Tengah Suku bangsa :Jawa Tengah
Agama : Islam Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

B. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis dengan ibu pasien tanggal 31 Agustus
2017 jam 15.00 WIB di ruang Melati 10.5 RSUD Tugurejo Semarang didukung
catatan medik.

1. Keluhan Utama : Muncul Lebam-Lebam diseluruh tubuh

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


7 Hari SMRS pasien mengeluh demam terus menerus selama dua hari.
Sehari sebelumnya pasien mendapat imunisasi MMR. Demam mereda ketika
diberi parasetamol.
5 Hari SMRS muncul ruam kemerahan diseluruh tubuh pasien secara
mendadak dan hilang dalam 2 hari tanpa diberi pengobatan.
1 Hari SMRS muncul bercak kemerahan serta lebam –lebam disekujur
tubuh pasien secara tiba-tiba, tidak sakit bila disentuh. Pasien mual dan
muntah berwarna merah kental sebanyak dua kali. Pasien dibawa ke IGD,
namun menolak untuk dirawat inap.
Pasien kembali datang ke IGD dengan keluhan mimisan satu kali,
BAB hitam sebanyak dua kali dan BAK berwarna kuning jernih. Mual dan
muntah dua kali berwarna merah kental. Keluhan demam, nyeri kepala,
kejang, gusi berdarah, benturan terhadap benda keras sebelumnya disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan serupa (lebam secara tiba tiba) : disangkal
Riwayat perdarahan sulit berhenti : disangkal
Riwayat konsumsi obat sebelumnya : disangkal
Riwayat penyakit TB : disangkal
Riwayat opname : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan serupa (lebam secara tiba tiba) : diakui, sepupu pasien memiliki
penyakit ITP
Riwayat perdarahan sulit berhenti : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

5. Riwayat Pribadi, Sosial dan Ekonomi


Pasien merupakan anak tunggal peserta BPJS kelas mandiri .Pasien tinggal
bersama ayah dan ibunya. Ayahmerupakan wiraswasta, dan ibu sebagai ibu
rumah tangga. Keseharian pasien dirawat oleh Ibu dan Neneknya. Kesan:
ekonomi cukup. Disekitar lingkungan rumah tidak ada yang terkena demam
berdarah

6. Riwayat Pemeliharaan Prenatal


Ibu memeriksakan kandungannya secara teratur sejak usia kehamilan 15
minggu. Mulai usia kehamilan 12 minggu hingga mendekati persalinan,
pemeriksaan dilakukan 1 kali tiap bulan di bidan dan 2 kali selama kehamilan.
Selama kehamilan berat badan ibu bertambah sebanyak 2 kg/bulan. Ibu makan
dengan nasi, lauk dan pauk cukup, serta minum 1500 ml air/hari. Riwayat
perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma selama kehamilan
disangkal, riwayat minum obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal, riwayat
kejang waktu hamil juga disangkal. Obat–obatan yang diminum selama masa
kehamilan adalah vitamin dan obat penambah darah.
Kesan : Kehamilan baik.

7. Riwayat Persalinan
Saat hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan. Pasien
merupakan anak perempuan yang lahir dari ibu G1P0A0 hamil 39minggu, lahir
normal dengan bidan., tidak terdapat lilitan tali pusat, langsung menangis, berat
badan lahir 2700 gram, panjang badan 49 cm, lingkar kepala lupa dan lingkar dada
lupa, tidak ada kelainan bawaan.
Kesan : neonatus aterm, lahir normal

8. Riwayat Pemeliharaan Postnatal :


Pemeliharaan sewaktu bayi dilakukan di bidan dan posyandu.Anak dalam
kondisi sehat.
Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal baik.

9. Riwayat Imunisasi :
Menurut keterangan ibu, pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai
usia.
10. Riwayat Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang sesuai usia. Saat ini pasien berada di kelas 1SD, dapat
mengikuti pelajaran dengan baik serta dapat bersosialisasi dengan baik dengan
teman-teman di sekitarnya.

Kesan : Baik

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 31 Agustus 2017 pukul 15.15 WIB di
bangsal Melati RSUD Tugurejo Semarang. Anak perempuan usia 6 tahun.
1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
a. Keadaan umum : Tampak kurus
b. Kesadaran : Compos mentis. E4V5M6
c. Tekanan darah : tidak dilakukan
d. Frek. Nadi : 75 x/menit, isi dan tegangan cukup
e. Frek. Nafas : 24 x/menit, reguler
f. Suhu : 36,8ºC
g. SpO2 : 98%
h. Berat badan : 15 kg
i. Tinggi badan : 117 cm
2. Status Generalisata
a. Kulit : ptekie (+), purpura (+)
b. Kepala :Kesan mesocephal, tidak tampak tua, rambut
tidak mudah tercabut
c. Mata :Konjungtiva palpebra anemis (-/-), perdarahan
konjuntiva (-/-), pupil isokor, sklera ikterik (-/-)
,injeksi:konjungtiva/silier(-/-),:bercak bitot (-/-)
d. Telinga : otorraghi (-/-)
e. Hidung : epistaksis (-)
f. Mulut : Mukosa kering (-), bibir pucat (-) perdarahan
gusi (-)
g. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
h. Thorax :
Pulmo Anterior

Dextra Sinistra

Inspeksi Ptekie (+), Normochest, Ptekie (+), Normochest,


gerakan dada simetris, gerakan dada simetris,
retraksi dada (-), diameter AP diameter AP < Lateral
< Lateral

Palpasi Nyeri tekan (-), ICS tidak Nyeri tekan (-), ICS tidak
melebar dan tidak melebar dan tidak
menyempit, fremitus tidak menyempit, fremitus tidak
meningkat dan tidak menurun meningkat dan tidak
menurun

Dextra Sinistra

Perkusi Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler

Wheezing -/- ; ronki -/- Wheezing -/- ; ronki -/-

Pulmo Posterior

Dextra Sinistra

Inspeksi Ptekie (+), Normochest, Ptekie (+), Normochest,


gerakan dada simetris, gerakan dada simetris,
retraksi dada (-), diameter AP diameter AP < Lateral
< Lateral

Palpasi Nyeri tekan (-), ICS tidak Nyeri tekan (-), ICS tidak
melebar dan tidak melebar dan tidak
menyempit, fremitus tidak menyempit, fremitus tidak
meningkat dan tidak menurun meningkat dan tidak
menurun

Perkusi Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler


Wheezing -/- ; ronki -/- Wheezing -/- ; ronki -/-

Kesan : terdapat ptekie

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV linea

: midclavicularis sinistra

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Aukultasi : Bunyi jantung I dan II regular, bising (-)

Kesan : dalam batas normal

i. Abdomen :
1) Inspeksi : Bentuk datar, ptekie (+), ikterik (-)
2) Auskultasi : Peristaltik (+) normal
3) Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen
4) Palpasi : Nyeri tekan (-) ; turgor kulit cukup ;
: hepatomegali (-) ; splenomegali (-) ;

: ginjal tidak teraba

Kesan : terdapat ptekie, organomegali (-)

j. Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Capillary Refill Time < 2 detik / < 2 detik /

< 2 detik < 2 detik

Gerakan +/+ +/+

Oedem -/- -/-

Pembengkakan sendi -/- -/-

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Pemeriksaan Antropometri
a. Jenis Kelamin : Perempuan
b. Usia : 5 tahun 6 bulan
c. Berat badan : 15 kg
d. Tinggi badan : 117 cm
Status gizi menggunakan Z score

 BB/U

Kesan :Normal
 TB/U

Kesan :Normal

 IMT/U
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) 15 𝑘𝑔
𝐼𝑀𝑇 = 2
= 2
= 11,2 2
𝑇𝐵 (𝑚) 1,17 𝑚

Kesan : Gizi Kurang


2. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan darah pada tanggal 27 Agustus 2017

Darah Lengkap

Jenis Hasil Satuan Nilai normal

Leukosit 7.45 103/ul 4.5 – 12.5

Eritrosit 4.87 106/ul 3.8 – 5.8

Hemoglobin 11.80 g/dl 10.8 – 15.6

Hematokrit 36.30 % 33 – 45

Trombosit L1 103/ul 181 – 521

MCV 77.70 fL 69 – 93

MCH 25.30 pg 22 – 34

MCHC 32.60 g/dl 32 – 36

RDW 13.10 % 11.5 – 14.5

PLCR 26.3 % 15 – 25

Eosinofil absolute 0.14 103/ul 0.045 – 0.44

Basofil absolute 0.00 103/ul 0 – 0.2

Netrofil absolute 3.31 103/ul 1.8 – 8

Limfosit absolute 3.27 103/ul 0.9 – 5.2

Monosit absolute 0.17 103/ul 0.16 – 1

Eosinofil L 01.90 % 2–4

Basofil 0.30 % 0–1

Netrofil L 44.40 % 50 – 70

Limfosit 36.00 % 25 – 50

Monosit H 9.50 % 1–6


Hematologi EDTA (B)

Gambaran Daarah Tepi Menyusut

Coagulasi (Citras B)

PPT 11.1 Detik 10.0- 12.17

APTT (PSL) L 28.40 Detik 28.9 – 45.6

Pemeriksaan darah pada tanggal 28 Agustus 2017

Hasil Pemeriksaaan Darah Lengkap Otomatis

Parameter Hasil Satuan

Hemoglobin 11,8 gr/dl

Hematokrit 33,9 %

Eritrosit 4.400.000 /uL

MCV 77,0 Fl

MCH 26,8 Pg

MCHC 34,8 %

RDW 11,8 %

Leukosit 7,420 /uL

Trombosit 3000 /uL


Hasil Pemeriksaan Morfologi Darah Tepi

Eritrosit Anisositosis, poikilositosis (Ovalosit, eliptosit, sel target, sel


blurr)

Normositik normokromik

Polikromasi

Leukosit Estimasi jumlah normal

Beberapa neutrofil dengan granula toksik

Limfosit dan monosit tampak reaktif/ teraktivasi

Trombosit Estimasi jumlah menurun

Morfologi : Besar

Kesan Trombositopenia disertai kemungkinan adanya suatu proses


infeksi

DD/ ITP

Pemeriksaan darah pada tanggal 29 Agustus 2017

Darah Lengkap

Jenis Hasil Satuan Nilai normal

Leukosit 10.09 103/ul 4.5 – 12.5

Eritrosit 5.55 106/ul 3.8 – 5.8

Hemoglobin 14.40 g/dl 10.8 – 15.6

Hematokrit 43.00 % 33 – 45

Trombosit L 025 103/ul 181 – 521


MCV 82.50 fL 69 – 93

MCH 25.90 pg 22 – 34

MCHC 31.40 g/dl 32 – 36

RDW 13.10 % 11.5 – 14.5

PLCR 20.2 % 15 – 25

Eosinofil absolute L 00.00 103/ul 0.045 – 0.44

Basofil absolute 0.01 103/ul 0 – 0.2

Netrofil absolute 7.44 103/ul 1.8 – 8

Limfosit absolute 1.69 103/ul 0.9 – 5.2

Monosit absolute 0.17 103/ul 0.16 – 1

Eosinofil L 00.00 % 2–4

Basofil 0.30 % 0–1

Netrofil H 72.50 % 50 – 70

Limfosit L 24.70 % 25 – 50

Monosit 5.50 % 1–6


Pemeriksaan Darah Lengkap Tanggal 30 Agustus 2017
Darah Lengkap

Jenis Hasil Satuan Nilai normal

Leukosit 10.09 103/ul 4.5 – 12.5

Eritrosit 5.55 106/ul 3.8 – 5.8

Hemoglobin 14.40 g/dl 10.8 – 15.6

Hematokrit 43.00 % 33 – 45

Trombosit L 071 103/ul 181 – 521

MCV 82.50 fL 69 – 93

MCH 25.90 pg 22 – 34

MCHC 31.40 g/dl 32 – 36

RDW 13.10 % 11.5 – 14.5

PLCR 20.2 % 15 – 25

Eosinofil absolute L 00.00 103/ul 0.045 – 0.44

Basofil absolute 0.01 103/ul 0 – 0.2

Netrofil absolute 7.44 103/ul 1.8 – 8

Limfosit absolute 1.69 103/ul 0.9 – 5.2

Monosit absolute 0.17 103/ul 0.16 – 1

Eosinofil L 00.00 % 2–4

Basofil 0.30 % 0–1

Netrofil H 72.50 % 50 – 70

Limfosit L 24.70 % 25 – 50

Monosit 5.50 % 1–6


3. Pemeriksaan Rumple Leed
Rumple Leed (-)

D. RESUME
7 Hari SMRS pasien mengeluh demam terus menerus selama dua hari.
Sehari sebelumnya pasien mendapat imunisasi MMR. Demam mereda ketika
diberi parasetamol.
5 Hari SMRS muncul ruam kemerahan diseluruh tubuh pasien secara
mendadak dan hilang dalam 2 hari tanpa diberi pengobatan.
1 Hari SMRS muncul bercak kemerahan serta lebam –lebam disekujur
tubuh pasien secara tiba-tiba, tidak sakit bila disentuh. Pasien mual dan
muntah berwarna merah kental sebanyak dua kali. Pasien dibawa ke IGD,
namun menolak untuk dirawat inap.
Pasien kembali datang ke IGD dengan keluhan mimisan satu kali,
BAB hitam sebanyak dua kali dan BAK berwarna kuning jernih. Mual dan
muntah dua kali berwarna merah kental. Keluhan demam, nyeri kepala,
kejang, gusi berdarah, benturan terhadap benda keras sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ptekie dan purpura diseluruh tubuh,
tidak nyeri bila disentuh. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil
Trombositopenia dengan morfologi yang besar.

E. DAFTAR MASALAH
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan
Penunjang
1. Muncul Lebam 2. Kulit : ptekie 3. Trombositopenia
Lebam diseluruh dan purpura dengan morfologi
tubuh secara yang besar
spontan
F. DIAGNOSIS BANDING
I. Trombositopenia :
a. Immune Trombocytopenic Purpura
b. Anemia Aplastik
c. Keganasan sumsum tulang

G. DIAGNOSIS KERJA
 Diagnosis klinis : Immune Trombocytopenic Purpura
 Diagnosis pertumbuhan : Normal
 Diagnosis Perkembangan : Perkembangan sesuai usia
 Diagnosis Gizi : Gizi Kurang
 Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
 Diagnosis Sosial : Kesan ekonomi cukup

H. INITIAL PLAN
1. IP. Dx
IP. Px : Bone Marrow Punction
Ip Tx
Non Medikamentosa
Infus KAEN 3B 10 tpm
Konsul Gizi
Medikamentosa:
Inj Ceftriaxone 1 x 750 mg
Inj. Metilprednisolone 3 x 5mg
Inj. Omeprazole 3x 3mg
Paracetamol syr 4x 12,5ml
Molafate syr 3 x 5 ml

2. IP. Mx
l.Perlu dilakukan monitoring terhadap:

1. Keadaan umum dan tanda vital

2. Perdarahan
3. Peningkatan Intrakranial

3. IP. EDUKASI
 Menjelaskan penyakit ITP kepada orangtua
 Membatasi aktifitas fisik, mencegah perdarahan akibat trauma
 Menghiindari obat yang dapat menekan produksi trombosit atau merubah
fungsinya

I. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : ad bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam

J. FOLLOW UP

Tanggal Hasil Pemeriksaan


28-08-20 S: Mimisan (+), gusi berdarah (+), BAB hitam (-), urin kemerahan (-)
17 O: Kesadaran : Compos mentis
- HR : 97x/menit
- RR : 24x/menit
- Suhu : 36,7 C
- Kepala : mesosefal
- Mata : perdarahan konjungtiva (-/-)
- Thorax : nampak purpura (+). pulmo SDV +/+, suara tambahan
-/-; cor SI SII intensitas N reguler
- Abdomen : purpura (+) Turgor cukup, BU (+) N, supel
- Ekstremitas: purpura (+), hemarthrosis (-)
A: ITP
P : Infus KAEN 3B 10tpm
Transfusi Trombosit 2 kolf
Inj Ceftriaxone 1 x 750 mg
Inj. Metilprednisolone 3 x 5mg
Inj. Omeprazole 3x 3mg
Paracetamol syr 4x 12,5ml
Molafate syr 3 x 5 ml
29-08 S: Mimisan (-), gusi berdarah (-), BAB hitam (-), urin kemerahan (-)
-2017 O: Kesadaran : Compos mentis
- HR : 97x/menit
- RR : 24x/menit
- Suhu : 36,7 C
- Kepala : mesosefal
- Mata : perdarahan konjungtiva (-/-)
- Thorax : nampak purpura (+). pulmo SDV +/+, suara tambahan
-/-; cor SI SII intensitas N reguler
- Abdomen : purpura (+) Turgor cukup, BU (+) N, supel
- Ekstremitas: purpura (+), hemarthrosis (-)
A: ITP
P : Terapi Lanjut
Cek Darah Rutin jam 12.00
30-08-2017 S: bintik kemerahan mulai hilang. BAB hitam (-), urin kemerahan (-)
O: Kesadaran : Compos mentis
- HR : 97x/menit
- RR : 24x/menit
- Suhu : 36,7 C
- Kepala : mesosefal
- Mata : perdarahan konjungtiva (-/-)
- Thorax : nampak purpura (+). pulmo SDV +/+, suara tambahan
-/-; cor SI SII intensitas N reguler
- Abdomen : purpura (+) Turgor cukup, BU (+) N, supel
- Ekstremitas: purpura (+), hemarthrosis (-)
A: ITP
P : Terapi lanjut
31-08-2017 S: Mimisan (-), gusi berdarah (-), BAB hitam (-), urin kemerahan (-)
O: Kesadaran : Compos mentis
- HR : 97x/menit
- RR : 24x/menit
- Suhu : 36,7 C
- Kepala : mesosefal
- Mata : perdarahan konjungtiva (-/-)
- Thorax : nampak purpura (+). pulmo SDV +/+, suara tambahan
-/-; cor SI SII intensitas N reguler
- Abdomen : purpura (+) Turgor cukup, BU (+) N, supel
- Ekstremitas: purpura (+), hemarthrosis (-)
A: ITP
P : BLPL
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

.1 DEFINISI

IImmune Trombositopenia Purpura ialah suatu penyakit perdarahan


yang didapat sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan, yang
ditandai dengan: trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), purpura, gambaran
darah tepi yang umumnya normal, dan tidak ditemukan penyebab trombositopenia
yang lainnya. ITP merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan
meningkatnya penghancu ran trombosit dalam sistem retikuloendotelial.4

Tabel 2.1 Terminologi terkait ITP5

Terminologi Definisi Terbaru

<100 × 109 / L (sebelumnya


Nilai ambang batas trombosit
didefinisikan sebagai <150 × 109 / L)

tidak adanya penyebab yang


ITP Primer menyebabkan trombositopenia
(diagnosis eksklusi)

trombositopenia imunitas karena


ITP sekunder
penyakit atau paparan obat

ITP parah Perdarahan membutuhkan perawatan


terlepas dari jumlah trombosit

Dari awal diagnosis hingga 3 bulan


Baru didiagnosis ITP (sebelumnya dikenal sebagai ITP akut
sampai 6 bulan dari diagnosis)

ITP persisten 3-12 bulan setelah diagnosis

> 12 bulan setelah diagnosis


ITP kronis (sebelumnya didefinisikan sebagai> 6
bulan setelah diagnosis)

Kebutuhan kelanjutan steroid selama


minimal 2 bulan untuk mempertahankan
ITP tergantung steroid
jumlah trombosit ≥30 × 109 / L dan
menghindari perdarahan
(CR) Jumlah trombosit ≥100 × 109 / L +
Respon lengkap
tidak ada perdarahan

Jumlah trombosit ≥30 × 109 / L +


kenaikan setidaknya 2 kali lipat dari
Respon (R)
jumlah trombosit awal + tidak ada
perdarahan

Jumlah trombosit <30 × 109 / L (atau)


Tidak ada respon (NR) kurang dari peningkatan 2 kali lipat dari
jumlah trombosit awal (atau) perdarahan

refrakter untuk mencapai setidaknya R


(atau) kehilangan R setelah splenektomi
Kegagalan ITP
+ membutuhkan penanganan untuk
mengontrol perdarahan

2 EPIDEMIOLOGI

Insiden ITP pada orang dewasa adalah sekitar 66 kasus per 1.000.000 per
tahun. Perkiraan rata-rata kejadian pada anak-anak adalah 50 kasus per 1.000.000
per tahun. Kasus baru ITP refrakter kronis terdiri sekitar 10 kasus per 1.000.000
per tahun. Puncak prevalensi terjadi pada orang dewasa berusia 20-50 tahun.
Puncak prevalensi terjadi pada anak usia 2-4 tahun. Sekitar 40% dari semua pasien
yang lebih muda dari 10 tahun.6

Menurut studi di Denmark dan Inggris, ITP terjadi pada sekitar 10-40 kasus
per 1.000.000 per tahun. Sebuah studi di Kuwait melaporkan insiden yang lebih
tinggi dari 125 kasus per 1.000.000 per tahun.6

Perdarahan merupakan komplikasi yang paling serius. Perdarahan


intrakranial adalah yang paling signifikan. Tingkat kematian dari perdarahan
adalah sekitar 1% pada anak-anak dan 5% pada orang dewasa. Pada pasien dengan
trombositopenia berat, diperkirakan angka kematian 5-tahun dari perdarahan
secara signifikan mengangkat pada pasien yang lebih tua dari 60 tahun
dibandingkan pasien yang lebih muda dari 40 tahun, 47,8% dibandingkan 2,2%,
masing-masing. Usia yang lebih tua dan riwayat perdarahan meningkatkan risiko
perdarahan hebat di ITP dewasa. Remisi spontan terjadi pada lebih dari 80% kasus
pada anak-anak. Namun, hal ini jarang terjadi pada orang dewasa.6

3 ETIOLOGI

1. Immune Thrombocytopenic Purpura Primer7

a. Peningkatan destruksi trombosit

Ada bukti luas bahwa pasien dengan ITP mengembangkan


autoantibodi, umumnya IgG, mengikat bahwa untuk trombosit, yang
mengarah ke fagositosis mereka melalui reseptor Fcγ diekspresikan pada
makrofag jaringan yang terletak terutama di limpa dan liver. Apa
memprovokasi produksi autoantibodi tidak diketahui , tetapi kebanyakan
pasien ITP memiliki antibodi terhadap integrin αIIbβ3 (glikoprotein IIa /
IIIb), glikoprotein Ib/IX, atau protein platelet dengan penyakit klinis,
ditandai dengan trombositopenia dan perdarahan mukokutan, adalah dasar.
Kerusakan trombosit dalam makrofag atau sel dendritik mendegradasi
antigen trombosit untuk peptida. Peptida disajikan pada permukaan sel
dalam konteks MHCII dan costimulatory bantuan untuk presentasi ke sel T,
memperkuat respon imun awal dan mungkin menghasilkan epitop samar
dari glikoprotein trombosit lain, respon imun menyebar melibatkan
beberapa antigen. Platelet pada ITP adalah ditandai dengan berkurangnya
regulasi sel T dan sel sitokin Thy2, mengarah ke profil Thy1/Thy0 dan
regulasi molekul costimulatory yang memfasilitasi proliferasi asal antigen
sel T CD4+ dan kerjasama sel B dan sel T untuk menghasilkan
isotype-switched, afinitas tinggi antibodi. Ada bukti yang muncul bahwa
sel-sel T sitotoksik yang meningkat di sumsum tulang dan dapat
menyebabkan destruksi trombosit atau gangguan produksi. Pentingnya
kerusakan trombosit di perifer ditegaskan oleh fakta bahwa dua pertiga dari
pasien mengembangkan dan mempertahankan remisi setelah splenektomi,
yang membatasi fagositosis, tetapi juga dapat mengurangi produksi antibodi
dari waktu ke waktu. Demikian juga, sebagian besar terapi medis pertama
dan lini kedua untuk ITP diyakini bekerja dengan menghambat kerusakan
trombosit.

b. Produksi trombosit menurun7

Berdasarkan studi in vivo kinetika, bahwa produksi trombosit


bervariasi dari agak meningkat menjadi agak terganggu pada kebanyakan
pasien dengan ITP. Sintesis trombopoetin tidak diatur di hati. Kadar plasma
TPO pada pasien dengan ITP dari normal menjadi sedikit meningkat
sebagai akibat dari peningkatan pembersihan hormon dan pengikatan
megakariosit diperbanyak. Antibodi ITP dan mungkin sel T menghambat
perkembangan megakariosit in vitro dan dapat menyebabkan apoptosis dan
penghancuran trombosit intramedullar in vivo, berkontribusi terhadap
kegagalan splenektomi dan perawatan lain yang bertindak dengan
menghambat pembersihan.

Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit


meningkat karena adanya antibodi yang dibentuk saat terjadi respon imun
terhadap infeksi bakteri/virus atau pada pemberian imunisasi, yang bereaksi
silang dengan antigen dari trombosit.

2. IImmune Thrombocytopenic Purpura sekunder, penyebabnya adalah: 6,4

 Sindrom Antifosfolipid
 Trombositopenia autoimun (eg, Evans syndrome)
 Common variable immune deficiency
 Drug administration side effect
 Infeksi cytomegalovirus, Helicobacter pylori, hepatitis C, human
immunodeficiency virus, varicella zoster.
 Kelainan limfoproliferatif
 Efek samping transpalantasi sumsum tulang belakang
 Systemic lupus erythematosus

4 PATOFISIOLOGI

ITP disebabkan oleh antibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan


trombosit analog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem
fagosit mononuklear melalui reseptor Fc makrofag. Trombosit yang diselimuti
oleh antibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati
setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan.8

Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis pada antara ITP


akut dan kronis menimbulkan dugaan adanya mekanisme patofisiologi terjadinya
trombositopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa
penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi yang dibentuk saat
terjadinya respon imun terhadap infeksi bakteri/virus atau pada imunisasi yang
bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Sedangkan pada ITP kronis
mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit
autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap
trombosit.8

Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan


antibodi ITP untuk berikata dengan trombosit yang secara genetik kekurangan
kompleks glikoprotein Ib/IX, Ia/Iia, IV dan V dan determinan trombosit yang lain,
serta ditemukan beberapa antibodi yang bereaksi dengan berbagai antigen yang
berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu
oleh antibodi akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen yang berakibat
produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopenia.6,8
Gambar 2.1 Patogenesis Idiopathic thrombocytopenic purpura.(Dalam : Cines DB,
Blanchette VS, Chir B. Immune Thrombocytopenic Purpura. N Engl J Med. 2002
March 28; 346:995-1008).9

5 GEJALA KLINIS

Awitan biasanya akut. Memar dan ruam petekie menyeluruh terjadi 1-4
minggu setelah infeksi virus atau pada beberapa kasus tidak ada penyakit yang
mendahului. Gambaran klasik pada ITP ialah mengenai anak yang sebelumnya
sehat dan mendadak timbul petekie, purpura, dan ekimosis yang dapat tersebar ke
seluruh tubuh, biasanya asimetris, dan mungkin mencolok di tungkai bawah.
Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput lendir terutama hidung
dan mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan tanpa
kelainan kulit. 1,9

Gambar 2.2 Gejala Klinis ITP. (Dalam: Cines DB, Blanchette VS, Chir B. Immune
Thrombocytopenic Purpura. N Engl J Med. 2002 March 28; 346:995-1008).9

Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia,


hematuria), traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva,
retina). Hati, limpa dan kelenjar limfe tidak membesar, kecuali tanda perdarahan
akut. Fase akut penyakit disertai perdarahan spontan selama 1-2 minggu.
Trombositopenia mungkin menetap, tetapi perdarahan mukokutan spontan
menyurut. Kadang-kadang awitan lebih perlahan-lahan, dengan memar sedang dan
sedikit ptekie.1

6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Darah Tepi 4

ITP ditandai dengan trombositopenia dengan pemeriksaan darah


lengkap dinyatakan normal. Anemia karena kehilangan darah dapat ditemukan,
tetapi harus sebanding dengan jumlah, dan durasi perdarahan dan dapat
menyebabkan defisiensi besi. Jika anemia ditemukan, jumlah retikulosit dapat
membantu menentukan apakah hasil produksi yang buruk atau peningkatan
perusakan sel darah merah.

Pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan apusan darah tepi oleh


hematopathologist biasanya cukup untuk mendukung kecurigaan klinis ITP
klasik. Fitur morfologi termasuk trombosit yang besar pada apusan darah
perifer (Gambar. 2a, 2b) dan jumlah yang memadai atau meningkat dari
megakariosit di sumsum tulang. Informasi paling penting yang akan
membantu adalah dari pemeriksaan darah dan sumsum tulang belakang adalah
adanya eritrosit, leukosit dan prekursor lainnya normal, sehingga
menyingkirkan kelainan hematologi dan penyebab infiltratif lainnya.
Gambar 2.3 Trombosit dan megakariosit. (a) apusan darah tepi menunjukkan trombosit
normal (panah putus-putus) (b) apusan darah tepi menunjukkan trombositopenia
dengan trombosit besar (panah putus-putus ) pada ITP (c) bone marrow dengan jumlah
normal megakariosit (panah) (d) aspirasi bone marrow menunjukkan peningkatan
megakariosits (panah) pada ITP [Mei-Grunwald-Giemsa stain; a dan b, pembesaran
asli x 40; c dan d, pembesaran asli x 10]. (Dalam: Anoop P. Immune
thrombocytopenic purpura: Historical perspective, current status, recent
advances and future directions. Indian pediatr. 2012; 49: 811-818).5

b. Pemeriksaan Helicobacter pylori 6

Deteksi infeksi Helicobacter pylori, sebaiknya dengan tes napas urea


atau tes antigen pada tinja, harus dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada
orang dewasa dengan ITP yang khas di mana hal itu mungkin karena adanya
bukti klinis (tingkat bukti IIa). Deteksi serologi dapat digunakan tetapi kurang
sensitif dan kurang spesifik daripada tes lainnya; Selanjutnya, tes dapat
menghasilkan hasil positif palsu setelah terapi IV Ig. Kecuali di daerah
prevalensi tinggi, literatur tidak mendukung pemeriksaan rutin pada anak-anak
dengan ITP.

c. Pemeriksaan HIV dan HCV 4,6


Trombositopenia terkait dengan HIV dan infeksi virus hepatitis C
(HCV) mungkin secara klinis tidak dapat dibedakan dari ITP primer dan dapat
terjadi beberapa tahun sebelum pasien menunjukkan evaluasi gejala lainnya.
Sering ditemukan HIV dan atau infeksi HCV pada pasien dewasa yang diduga
ITP, terlepas dari prevalensi dan latar belakang faktor risiko pribadi ditemukan
dalam riwayat pasien dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan. Pengendalian
infeksi ini dapat menyebabkan perbaikan hasil jumlah pemeriksaan darah
lengkap.

d. Pemeriksaan kadar immunoglobulin secara kuantitatif 6

Dasar imunoglobulin (Ig) kadar (IgG, IgA, dan IgM) harus diukur pada
orang dewasa. Juga harus dipertimbangkan pada anak-anak dengan ITP awal,
dan diukur pada anak-anak dengan ITP persisten atau kronis sebagai bagian
dari evaluasi ulang. Kadar yang rendah dapat menunjukkan kondisi yang
umum pada imunodefisiensi (CVID) atau defisiensi IgA selektif. Pengobatan
ITP dengan agen imunosupresif karena itu relatif kontraindikasi pada CVID.
Meskipun tingkat Ig idealnya harus diuji sebelum digunakan dari IVIg, sering
akan diperlukan untuk mengobati pasien sebelum hasilnya diketahui.

e. Pemeriksaan Antiglobulin Langsung 6

Direct antiglobulin test (DAT) yang positif ditemukan pada 22% dari
205 pasien (19 anak, 186 orang dewasa) dengan ITP, namun secara perubahan
klinis tidak diketahui. Sebuah DAT umumnya sesuai jika anemia dikaitkan
dengan jumlah retikulosit tinggi ditemukan dan jika pengobatan dengan anti-D
imunoglobulin sedang dipertimbangkan.

f. Tes antibodi antiplatelet: tes antibodi-glikoprotein spesifik 6

Tes antibodi terhadap glikoprotein trombosit spesifik tidak rutin


dianjurkan karena platelet terkait IgG (PaIgG) meningkat pada kedua
trombositopenia imun dan non-imun.
7 DIAGNOSIS

Diagnosis ITP sebagian besar ditegakkan berdasarkan gambaran klinis


adanya gejala dan atau tanda perdarahan, disertai penurunan jumlah trombosit
(trombositopeni).Pemeriksaan laboratorium lainnya dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopeni yang lain.4

Alat diagnostik untuk orang dewasa dan anak-anak yang diduga ITP
dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan rekomendasi. Sebuah diagnosis
dugaan ITP dibuat berdasarkan riwayat pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
darah lengkap, dan pemeriksaan apus darah tepi dan tidak disarankan untuk
penyebab lain dari trombositopenia. Tidak ada pemeriksaan gold standar yang
dipercaya bisa menegakkan diagnosis. Respon terhadap terapi ITP spesifik,
misalnya, imunoglobulin intravena (IVIg) dan intravena anti-D adalah mendukung
diagnosis tetapi pengecualian pada ITP sekunder.7

a. Riwayat Pasien

Trombositopenia dapat disebabkan oleh banyak kondisi termasuk


penyakit sistemik, infeksi, obat-obatan, dan gangguan hematologi primer.
Sekitar 60% kasus anak, ada riwayat dari infeksi. Sebelumnya peningkatan
risiko ITP juga terkait dengan vaksinasi. Vaksin mumps measles rubella
(MMR), perdarahan setelah operasi sebelumnya, perdarahan gigi, dan trauma
harus dipertimbangkan ketika memperkirakan mungkin durasi trombositopenia
kronis atau gangguan perdarahan lain. Jika diagnosis ITP tegakkan,
kontraindikasi atau indikasi diberikan terapi kortikosteroid harus dicatat.
Keturunan trombositopenia harus dipertimbangkan pada pasien dengan
trombositopenia kronik yang dipengaruhi oleh pengobatan dan pada mereka
dengan riwayat keluarga trombositopenia atau gangguan perdarahan.4,8

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus normal selain dari manifestasi perdarahan,


splenomegali ringan dapat ditemukan pada pasien yang lebih muda, tapi
splenomegali sedang atau berat menunjukkan penyebab lain. Gejala sistemik,
seperti demam atau penurunan berat badan, hepatomegali, limfadenopati atau
mungkin menunjukkan gangguan yang mendasari seperti HIV, Systemic lupus
erythematosus (SLE), atau penyakit limfoproliferatif.4

8 DIAGNOSIS BANDING

ITP harus dibedakan dari proses aplasia atau infiltratif sumsum tulang.
Aplasia atau pendesakan sumsum kurang mungkin, jika pemeriksaan fisik dan
hitung darah normal, kecuali trombositopenia.Pembesaran limpa yang bermakna
mengesankan penyakit pimer hati dengan splenomegali kongestif, lipidosis, atau
retikuloendoteliosis. Purpura trombositopenia dapat merupakan manifestasi awal
SLE, AIDS, atau limfoma, tetapi penyakit-penyakit ini jarang pada anak. Berikut
beberapa diagnosis banding dari ITP:

Tabel 2.2 Etiologi trombositopenia pada anak 5

Peningkatan destruksi Gangguan Produksi

Imun Aplasia/displasia

Autoimun : ITP, SLE, APLS, ES, CVID Fanconi anemia, myelofibrosis,


pearson syndrome

Alloimun : NAIT, PTP

Obat-obatan : heparin yang dapat


menyebabkan trombositopenia

Non-imun Penggantian sumsum tulang


belakang

Neonatus: Infeksi TORCH, kelainan Leukimia, solid tumor


maternal, asfiksia

Berbagai umur: infeksi*

Keturunan

Bernard Soulier Syndrome, wiskott aldrich


syndrome, von willebrand disease

Keterangan: ITP, immune thrombocytopenic purpura; SLE, systemic lupus erythematosus;


APLS, anti-phospholipid syndrome; ES, Evans syndrome; CVID, common variable immune
deficiency; NAIT, neonatal alloimmune thrombocytopenia; PTP, post-transfusion purpura; *
Hepatitis viruses B and C, human immunodeficiency virus and H.pylori have proven
associations with thrombocytopenia.

9 PENATALAKSANAAN

Berikut merupakan beberapa faktor pertimbangan ketika memutuskan


untuk mengobati atau tidak untuk mengobati anak-anak dengan ITP, termasuk
gejala perdarahan, jumlah trombosit, dan masalah psikososial dan gaya hidup
seperti aktivitas anak.

Tabel 2.3 Derajat keparahan dan manajemen pasien ITP 7

Perdarahan / kualitas hidup manajemen pendekatan

Derajat 1. Perdarahan kecil, beberapa


petechiae (≤ Total 100) dan / atau ≤ 5
Observasi
memar kecil (≤ diameter 3 cm); ada
perdarahan mukosa

Derajat 2. perdarahan ringan, banyak


petechiae (> Total 100) dan / atau> 5 Observasi atau pengobatan pada
memar besar (> diameter 3 cm); ada anak-anak tertentu
perdarahan mukosa

Intervensi untuk mencapai derajat 1/2


Derajat 3. perdarahan sedang,
pada anak-anak tertentu
perdarahan mukosa yang jelas

Derajat 4. perdarahan mukosa atau


Intervensi
dicurigai adanya perdarahan internal

Setelah 2010 pernyataan konsensus internasional, American Society of


Hematology (ASH) diperbaharui pedoman manajemen ITP tahun 2011, berikut
rekomendasi berdasarkan evidance based:5

Tabel 2.4 Manajemen ITP 5


Keadaan Klinis Rekomendasi Derajat

Gejala baru suspek Pemeriksaan bone marrow tidak


Derajat 1B
ITP diperlukanjika ada gejala khas

Observasi Derajat 1B
Tidak ada
perdarahan atau IVIg Derajat 1B
perdarahan kulit
hanya pengobatan Kortikosteroid Derajat 1B
lini pertama
Anti D Derajat 2B

Tidak respon
terhadap
pengobatan lini Rituximab
Derajat 2C
pertama dan Splenektomi
perdarahan mukosa
berulang

Jika persisten trombositopenia


Waktu untuk berat dengan perdarahan mukosa
Derajat 2C
splenektomi selama12 bulan ang kegagalan
pengoabatan lini kedua

Semua imunisasi termasuk MMR


Imunisasi rutin Derajat 1B
diberikan

a. Penatalaksanaan lini pertama pada ITP anak 7

Hal ini diperlukan untuk memperlakukan semua anak dengan gejala


perdarahan parah dan perawatan juga harus dipertimbangkan pada anak
dengan perdarahan sedang atau orang-orang pada peningkatan risiko
perdarahan.

Tabel 2.5 Terapi lini pertama/ pilihan pengobatan awal untuk meningkatkan
jumlah trombosit pada anak
b. Pengobatan untuk anak-anak dengan ITP persisten atau kronis 7

Tujuan pengobatan untuk anak-anak dengan ITP persisten atau kronis


adalah untuk mempertahankan jumlah trombosit hemostatik dengan terapi lini
pertama (misalnya, IVIg, IV anti-D, kortikosteroid jangka pendek) dan untuk
meminimalkan penggunaan terapi kortikosteroid berkepanjangan. Obat
sitotoksik harus digunakan dengan sangat hati-hati pada anak-anak.

Tabel 2.6 Pilihan pengobatan untuk anak-anak dengan ITP persisten atau kronis
Indikasi rawat inap:

Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan rawat inap bila:

1. Jumlah hitung trombosit < 20.000/ul

2. Perdarahan berat

3. Kecurigaan/pasti perdarahan intrakranial

4. Umur < 3 tahun

Bila tidak dirawat inap, penderita diwajibkan untuk tidak/menghindari


obat anti agregasi (seperti salisilat dan lain sebagainya) dan olahraga yang
traumatis (kepala).

Splenektomi 5,7

Splenektomi dengan vaksinasi sebelumnya yang sesuai, diikuti oleh


antibiotik profilaksis, adalah pengobatan yang efektif untuk ITP anak . Namun,
jarang dianjurkan pada anak-anak karena risiko kematian dari ITP pada anak-anak
sangat rendah (<0,5%). Angka perbandingan terkait dengan postsplenektomi
sepsis hingga 3% pada anak. Risiko sepsis mungkin berlangsung selama hidup.
Pada anak-anak yang menjalani splenektomi, efektivitas keseluruhan baik, tetapi
komplikasi, terutama sepsis, tetap menjadi perhatian.

Splenektomi harus maka ditunda sampai usia lebih dari 6 tahun, sebaiknya
dengan trombositopenia berat <10 × 109 / L dan perdarahan mukosa berulang
terus-menerus selama minimal 12 bulan dan kegagalan obat lini kedua. Splenektomi
memiliki respon lengkap baik dan tahan lama (CR) tingkat 75%. Anak-anak harus
divaksinasi terhadap pneumococcus, meningococcus dan H.influenzae minimal 2
minggu sebelumnya. Rekomendasi saat ini adalah penisilin profilaksis adalah untuk
sampai setidaknya 5 tahun dan selama minimal 1 tahun setelah prosedur dilakukan.
Namun banyak dokter, lebih memilih untuk lebih konservatif dalam hal ini dan
merekomendasikan profilaksis antibiotik seumur hidup. Respon sebelum IVIG
dikaitkan dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi setelah splenektomi,
sedangkan yang tidak respon tidak berarti gagal.

Penanganan darurat pada anak 7

Dalam keadaan mengancam jiwa (seperti dengan pasien dewasa), dosis


yang lebih besar dari biasanya (2 sampai 3 kali lipat) dari trombosit harus
diperhatikan bersama dengan kortikosteroid IV dosis tinggi dan IVIg atau IV anti-D.
Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan jumlah trombosit ke tingkat di mana
risiko perdarahan berat miminimalkan sesegera mungkin. Dalam keadaan khusus,
splenektomi darurat mungkin perlu dipertimbangkan.

10 KOMPLIKASI

Perdarahan yang serius jarang didapatkan pada ITP, berbeda dengan


trombositopenia pada sindrom kegagalan sumsum tulang yang lebih sering
menimbulkan perdarahan serius yang dapat mengancam jiwa. Perdarahan otak
yang merupakan komplikasi yang paling ditakutkan dan mendorong para dokter
untuk melakukan pengobatan pada ITP ternyata sangat jarang didapatkan. Insidens
perdarahan otak pada ITP dalam minggu pertama hanya berkisar 0,1-0,2%, namun
meningkat menjadi 1% pada mereka dengan jumlah trombosit kurang dari
20.000/mm3 setelah 6-12 bulan. Meskipun insiden perdarahan intrakranial sangat
rendah, namun angka kematian yang diakibatkannya mencapai 50%.11

Tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk mempediksi terjadinya


perdarahan intrakranial, dan pengobatan tidak mengurangi risiko terjadinya
perdarahan otak pada ITP. Faktor penting yang berhubungan dengan
meningkatnya kemungkinan terjadinya perdarahan intrakranial yaitu riwayat
trauma kepala, malformasi arteriovenosus, penggunaan obat antiplatelet seperti
aspirin pada anak dengan jumlah trombosit sangat rendah (<10x109/l). Pada pasien
ini perlu diidentifikasi segera dan diterapi lebih agresif.4

11 PROGNOSIS

Lebih dari 80% anak-anak yang tidak diobati memiliki pemulihan


spontan dengan jumlah trombosit normal selama 2-8 minggu. Perdarahan yang
fatal terjadi pada 0,9% pada presentasi awal. Sebuah tinjauan sistematis dan
meta-analisis mengidentifikasi faktor-faktor berikut terkait dengan risiko yang
lebih tinggi dari ITP pada anak-anak menjadi kronis : 6

 Perempuan jenis kelamin (rasio odds [OR] 1,17)

 Usia ≥11 tahun pada presentasi (OR 2,47)

 Tidak ada infeksi sebelumnya atau vaksinasi (OR 3,08)

 Onset berbahaya (OR 11,27)

 Trombosit ≥20 × 10 9 / L pada presentasi OR 2.15)

 Adanya antibodi antinuclear (OR 2,87)

Pengobatan dengan metilprednisolon ditambah imunoglobulin intravena (OR 2,67)


DAFTAR PUSTAKA

1. Corrigan, JJ. Purpura trombositopenik idiopatik. Dalam: Behrman RE,


Kliegman RM, Arvin AM. eds.. Ilmu kesehatan anak nelson 15th. Jakarta:
EGC, 2000. 1746-1747

2. DR Terrell, LA Beebe, SK Vesely, BR Neas, JB Segal, JN George. The


Incidence of immune thrombocytopenic purpura in children and adults:
Acritical review of published reports. Am J Hematol. 2010 Mar; 85 (3): 174-80

3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi 4th. Purpura
trombositopenia autoimun (idiopatik). Jakarta: EGC, 2005. 236-239

4. McCrae K. Immune thrombocytopenia: No longer ‘idiopathic. CCJM


2011 Jun;78(6):358-373

5. Anoop P. Immune thrombocytopenic purpura: Historical perspective, current


status, recent advances and future directions. Indian pediatr. 2012; 49: 811-818

6. Silverman MA. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura.


http://emedicine.medscape.com/article/779545-overview#a6. Diakses pada
tanggal 14 Desember 2015

7. Cines DB, Liebman H, Stasi R. Pathobiology of secondary immune


thrombocytopenia. Semin Hematol. 2009 Jan; 46 (1 suppl 2): s2-14

8. Provan D, Stasi R, Newland AC, et al. International consensus report on the


investigation and management of primary immune thrombocytopenia.
American Society of hematology. 2010 Jan 115(2)

9. Cines DB, Blanchette VS, Chir B. Immune Thrombocytopenic Purpura. N Engl


J Med. 2002 March 28; 346:995-1008

Anda mungkin juga menyukai