Disusun Oleh:
Atika Rachmi
H2A012038
Pembimbing:
dr. Setya Dipayana, Sp. A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing,
A. IDENTITAS
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. L
b. Umur : 5 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Semarang
e. Tanggal Masuk : 27 Agustus 2017
f. Tanggal Keluar : 31 Agustus 2017
g. Ruang : Melati
h. No. RM : 538xxx
i. Status Pasien : BPJS
B. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis dengan ibu pasien tanggal 31 Agustus
2017 jam 15.00 WIB di ruang Melati 10.5 RSUD Tugurejo Semarang didukung
catatan medik.
7. Riwayat Persalinan
Saat hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan. Pasien
merupakan anak perempuan yang lahir dari ibu G1P0A0 hamil 39minggu, lahir
normal dengan bidan., tidak terdapat lilitan tali pusat, langsung menangis, berat
badan lahir 2700 gram, panjang badan 49 cm, lingkar kepala lupa dan lingkar dada
lupa, tidak ada kelainan bawaan.
Kesan : neonatus aterm, lahir normal
9. Riwayat Imunisasi :
Menurut keterangan ibu, pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai
usia.
10. Riwayat Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang sesuai usia. Saat ini pasien berada di kelas 1SD, dapat
mengikuti pelajaran dengan baik serta dapat bersosialisasi dengan baik dengan
teman-teman di sekitarnya.
Kesan : Baik
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 31 Agustus 2017 pukul 15.15 WIB di
bangsal Melati RSUD Tugurejo Semarang. Anak perempuan usia 6 tahun.
1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
a. Keadaan umum : Tampak kurus
b. Kesadaran : Compos mentis. E4V5M6
c. Tekanan darah : tidak dilakukan
d. Frek. Nadi : 75 x/menit, isi dan tegangan cukup
e. Frek. Nafas : 24 x/menit, reguler
f. Suhu : 36,8ºC
g. SpO2 : 98%
h. Berat badan : 15 kg
i. Tinggi badan : 117 cm
2. Status Generalisata
a. Kulit : ptekie (+), purpura (+)
b. Kepala :Kesan mesocephal, tidak tampak tua, rambut
tidak mudah tercabut
c. Mata :Konjungtiva palpebra anemis (-/-), perdarahan
konjuntiva (-/-), pupil isokor, sklera ikterik (-/-)
,injeksi:konjungtiva/silier(-/-),:bercak bitot (-/-)
d. Telinga : otorraghi (-/-)
e. Hidung : epistaksis (-)
f. Mulut : Mukosa kering (-), bibir pucat (-) perdarahan
gusi (-)
g. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
h. Thorax :
Pulmo Anterior
Dextra Sinistra
Palpasi Nyeri tekan (-), ICS tidak Nyeri tekan (-), ICS tidak
melebar dan tidak melebar dan tidak
menyempit, fremitus tidak menyempit, fremitus tidak
meningkat dan tidak menurun meningkat dan tidak
menurun
Dextra Sinistra
Pulmo Posterior
Dextra Sinistra
Palpasi Nyeri tekan (-), ICS tidak Nyeri tekan (-), ICS tidak
melebar dan tidak melebar dan tidak
menyempit, fremitus tidak menyempit, fremitus tidak
meningkat dan tidak menurun meningkat dan tidak
menurun
Cor
: midclavicularis sinistra
i. Abdomen :
1) Inspeksi : Bentuk datar, ptekie (+), ikterik (-)
2) Auskultasi : Peristaltik (+) normal
3) Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen
4) Palpasi : Nyeri tekan (-) ; turgor kulit cukup ;
: hepatomegali (-) ; splenomegali (-) ;
j. Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
B. PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Pemeriksaan Antropometri
a. Jenis Kelamin : Perempuan
b. Usia : 5 tahun 6 bulan
c. Berat badan : 15 kg
d. Tinggi badan : 117 cm
Status gizi menggunakan Z score
BB/U
Kesan :Normal
TB/U
Kesan :Normal
IMT/U
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) 15 𝑘𝑔
𝐼𝑀𝑇 = 2
= 2
= 11,2 2
𝑇𝐵 (𝑚) 1,17 𝑚
Darah Lengkap
Hematokrit 36.30 % 33 – 45
MCV 77.70 fL 69 – 93
MCH 25.30 pg 22 – 34
PLCR 26.3 % 15 – 25
Netrofil L 44.40 % 50 – 70
Limfosit 36.00 % 25 – 50
Coagulasi (Citras B)
Hematokrit 33,9 %
MCV 77,0 Fl
MCH 26,8 Pg
MCHC 34,8 %
RDW 11,8 %
Normositik normokromik
Polikromasi
Morfologi : Besar
DD/ ITP
Darah Lengkap
Hematokrit 43.00 % 33 – 45
MCH 25.90 pg 22 – 34
PLCR 20.2 % 15 – 25
Netrofil H 72.50 % 50 – 70
Limfosit L 24.70 % 25 – 50
Hematokrit 43.00 % 33 – 45
MCV 82.50 fL 69 – 93
MCH 25.90 pg 22 – 34
PLCR 20.2 % 15 – 25
Netrofil H 72.50 % 50 – 70
Limfosit L 24.70 % 25 – 50
D. RESUME
7 Hari SMRS pasien mengeluh demam terus menerus selama dua hari.
Sehari sebelumnya pasien mendapat imunisasi MMR. Demam mereda ketika
diberi parasetamol.
5 Hari SMRS muncul ruam kemerahan diseluruh tubuh pasien secara
mendadak dan hilang dalam 2 hari tanpa diberi pengobatan.
1 Hari SMRS muncul bercak kemerahan serta lebam –lebam disekujur
tubuh pasien secara tiba-tiba, tidak sakit bila disentuh. Pasien mual dan
muntah berwarna merah kental sebanyak dua kali. Pasien dibawa ke IGD,
namun menolak untuk dirawat inap.
Pasien kembali datang ke IGD dengan keluhan mimisan satu kali,
BAB hitam sebanyak dua kali dan BAK berwarna kuning jernih. Mual dan
muntah dua kali berwarna merah kental. Keluhan demam, nyeri kepala,
kejang, gusi berdarah, benturan terhadap benda keras sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ptekie dan purpura diseluruh tubuh,
tidak nyeri bila disentuh. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil
Trombositopenia dengan morfologi yang besar.
E. DAFTAR MASALAH
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan
Penunjang
1. Muncul Lebam 2. Kulit : ptekie 3. Trombositopenia
Lebam diseluruh dan purpura dengan morfologi
tubuh secara yang besar
spontan
F. DIAGNOSIS BANDING
I. Trombositopenia :
a. Immune Trombocytopenic Purpura
b. Anemia Aplastik
c. Keganasan sumsum tulang
G. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis : Immune Trombocytopenic Purpura
Diagnosis pertumbuhan : Normal
Diagnosis Perkembangan : Perkembangan sesuai usia
Diagnosis Gizi : Gizi Kurang
Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
Diagnosis Sosial : Kesan ekonomi cukup
H. INITIAL PLAN
1. IP. Dx
IP. Px : Bone Marrow Punction
Ip Tx
Non Medikamentosa
Infus KAEN 3B 10 tpm
Konsul Gizi
Medikamentosa:
Inj Ceftriaxone 1 x 750 mg
Inj. Metilprednisolone 3 x 5mg
Inj. Omeprazole 3x 3mg
Paracetamol syr 4x 12,5ml
Molafate syr 3 x 5 ml
2. IP. Mx
l.Perlu dilakukan monitoring terhadap:
2. Perdarahan
3. Peningkatan Intrakranial
3. IP. EDUKASI
Menjelaskan penyakit ITP kepada orangtua
Membatasi aktifitas fisik, mencegah perdarahan akibat trauma
Menghiindari obat yang dapat menekan produksi trombosit atau merubah
fungsinya
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
J. FOLLOW UP
TINJAUAN PUSTAKA
.1 DEFINISI
2 EPIDEMIOLOGI
Insiden ITP pada orang dewasa adalah sekitar 66 kasus per 1.000.000 per
tahun. Perkiraan rata-rata kejadian pada anak-anak adalah 50 kasus per 1.000.000
per tahun. Kasus baru ITP refrakter kronis terdiri sekitar 10 kasus per 1.000.000
per tahun. Puncak prevalensi terjadi pada orang dewasa berusia 20-50 tahun.
Puncak prevalensi terjadi pada anak usia 2-4 tahun. Sekitar 40% dari semua pasien
yang lebih muda dari 10 tahun.6
Menurut studi di Denmark dan Inggris, ITP terjadi pada sekitar 10-40 kasus
per 1.000.000 per tahun. Sebuah studi di Kuwait melaporkan insiden yang lebih
tinggi dari 125 kasus per 1.000.000 per tahun.6
3 ETIOLOGI
Sindrom Antifosfolipid
Trombositopenia autoimun (eg, Evans syndrome)
Common variable immune deficiency
Drug administration side effect
Infeksi cytomegalovirus, Helicobacter pylori, hepatitis C, human
immunodeficiency virus, varicella zoster.
Kelainan limfoproliferatif
Efek samping transpalantasi sumsum tulang belakang
Systemic lupus erythematosus
4 PATOFISIOLOGI
5 GEJALA KLINIS
Awitan biasanya akut. Memar dan ruam petekie menyeluruh terjadi 1-4
minggu setelah infeksi virus atau pada beberapa kasus tidak ada penyakit yang
mendahului. Gambaran klasik pada ITP ialah mengenai anak yang sebelumnya
sehat dan mendadak timbul petekie, purpura, dan ekimosis yang dapat tersebar ke
seluruh tubuh, biasanya asimetris, dan mungkin mencolok di tungkai bawah.
Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput lendir terutama hidung
dan mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan tanpa
kelainan kulit. 1,9
Gambar 2.2 Gejala Klinis ITP. (Dalam: Cines DB, Blanchette VS, Chir B. Immune
Thrombocytopenic Purpura. N Engl J Med. 2002 March 28; 346:995-1008).9
6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dasar imunoglobulin (Ig) kadar (IgG, IgA, dan IgM) harus diukur pada
orang dewasa. Juga harus dipertimbangkan pada anak-anak dengan ITP awal,
dan diukur pada anak-anak dengan ITP persisten atau kronis sebagai bagian
dari evaluasi ulang. Kadar yang rendah dapat menunjukkan kondisi yang
umum pada imunodefisiensi (CVID) atau defisiensi IgA selektif. Pengobatan
ITP dengan agen imunosupresif karena itu relatif kontraindikasi pada CVID.
Meskipun tingkat Ig idealnya harus diuji sebelum digunakan dari IVIg, sering
akan diperlukan untuk mengobati pasien sebelum hasilnya diketahui.
Direct antiglobulin test (DAT) yang positif ditemukan pada 22% dari
205 pasien (19 anak, 186 orang dewasa) dengan ITP, namun secara perubahan
klinis tidak diketahui. Sebuah DAT umumnya sesuai jika anemia dikaitkan
dengan jumlah retikulosit tinggi ditemukan dan jika pengobatan dengan anti-D
imunoglobulin sedang dipertimbangkan.
Alat diagnostik untuk orang dewasa dan anak-anak yang diduga ITP
dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan rekomendasi. Sebuah diagnosis
dugaan ITP dibuat berdasarkan riwayat pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
darah lengkap, dan pemeriksaan apus darah tepi dan tidak disarankan untuk
penyebab lain dari trombositopenia. Tidak ada pemeriksaan gold standar yang
dipercaya bisa menegakkan diagnosis. Respon terhadap terapi ITP spesifik,
misalnya, imunoglobulin intravena (IVIg) dan intravena anti-D adalah mendukung
diagnosis tetapi pengecualian pada ITP sekunder.7
a. Riwayat Pasien
b. Pemeriksaan Fisik
8 DIAGNOSIS BANDING
ITP harus dibedakan dari proses aplasia atau infiltratif sumsum tulang.
Aplasia atau pendesakan sumsum kurang mungkin, jika pemeriksaan fisik dan
hitung darah normal, kecuali trombositopenia.Pembesaran limpa yang bermakna
mengesankan penyakit pimer hati dengan splenomegali kongestif, lipidosis, atau
retikuloendoteliosis. Purpura trombositopenia dapat merupakan manifestasi awal
SLE, AIDS, atau limfoma, tetapi penyakit-penyakit ini jarang pada anak. Berikut
beberapa diagnosis banding dari ITP:
Imun Aplasia/displasia
Keturunan
9 PENATALAKSANAAN
Observasi Derajat 1B
Tidak ada
perdarahan atau IVIg Derajat 1B
perdarahan kulit
hanya pengobatan Kortikosteroid Derajat 1B
lini pertama
Anti D Derajat 2B
Tidak respon
terhadap
pengobatan lini Rituximab
Derajat 2C
pertama dan Splenektomi
perdarahan mukosa
berulang
Tabel 2.5 Terapi lini pertama/ pilihan pengobatan awal untuk meningkatkan
jumlah trombosit pada anak
b. Pengobatan untuk anak-anak dengan ITP persisten atau kronis 7
Tabel 2.6 Pilihan pengobatan untuk anak-anak dengan ITP persisten atau kronis
Indikasi rawat inap:
Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan rawat inap bila:
2. Perdarahan berat
Splenektomi 5,7
Splenektomi harus maka ditunda sampai usia lebih dari 6 tahun, sebaiknya
dengan trombositopenia berat <10 × 109 / L dan perdarahan mukosa berulang
terus-menerus selama minimal 12 bulan dan kegagalan obat lini kedua. Splenektomi
memiliki respon lengkap baik dan tahan lama (CR) tingkat 75%. Anak-anak harus
divaksinasi terhadap pneumococcus, meningococcus dan H.influenzae minimal 2
minggu sebelumnya. Rekomendasi saat ini adalah penisilin profilaksis adalah untuk
sampai setidaknya 5 tahun dan selama minimal 1 tahun setelah prosedur dilakukan.
Namun banyak dokter, lebih memilih untuk lebih konservatif dalam hal ini dan
merekomendasikan profilaksis antibiotik seumur hidup. Respon sebelum IVIG
dikaitkan dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi setelah splenektomi,
sedangkan yang tidak respon tidak berarti gagal.
10 KOMPLIKASI
11 PROGNOSIS
3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi 4th. Purpura
trombositopenia autoimun (idiopatik). Jakarta: EGC, 2005. 236-239