Anda di halaman 1dari 14

CASE REPORT

HEMATEMESIS MELENA

PEMBIMBING :
dr.Arayana Muharam, Sp.PD

Disusun oleh :
Arlita Mirza Dian Prastiwi
1102013043

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR DRADJAT PRAWIRANEGARA
DESEMBER 2017- FEBRUARI 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan kasih sayang-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad SAW, beserta para
keluarganya, sahabatnya, dan umatnya hingga akhir zaman, aamiin. Penulisan laporan kasus
yang berjudul “Hepatitis B Viral Akut“ ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam
menempuh kepanitraan klinik di bagian penyakit dalam di RSUD dr. Drajat Prawiranegara.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu,
terutama kepada dr. Arayana Muharam, Sp.PD yang telah memberikan arahan serta
bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan di
kemudian hari. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Serang, Januari 2018

Arlita Mirza
Penyusun

2
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Serang
Agama : Islam

II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Mntah darah
Keluhan Tambahan : BAB berdarah, mual
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah dr. Drajat Prawiranegara
Serang dengan keluhan muntah darah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Warna
darah merah kehitaman disertai dengan gumpalan gumpalan darah. Pasien mengaku
muntah darah sebanyak kurang lebih 3 x dalam sehari. Pasien mengaku muntah darah kira
kira sebanyak 1 gelas. Selain itu, keluhan juga disertai dengan BAB berwarna kehitaman
seperti oli yang dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluahn juga disertai
dengan mual dan pusing. Pasien juga mengaku nyeri ulu hati, seperti tertusuk - tusuk,
nyeri tidak terus menerus, nyeri tidak tembus ke belakang maupun menjalar ke bagian
perut yang lain, nyeri terutama muncul ketika pasien terlambat makan, nyeri tidak
dipengaruhi oleh jenis makanan. Pasien sering mengkonsumsi obat piroxicam untuk
mengobati nyeri pinggang. Pasien mengaku jarang mengkonsumsi makanan yang asam
dan pedas. Riwayat konsumsi alcohol dan jamu jamuan disangkal. Riwayat penyakit gula
(-), riwayat hipertensi (-)
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat sirosis hepatis (-)
Riwayat hepatitis (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat diabetes mellitus (-) tidak terkontrol
Riwayat penyakit paru (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat sirosis hepatis (-)
Riwayat hepatitis (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat penyakit paru (-)

3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital : Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 79 x/m
Respirasi : 20 x/m
Suhu : 36,9 C

IV. STATUS GENERALIS


Kepala Bentuk : Normocepal, simetris
Mata : Conjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik -/-,
pupil isokor kanan dan kiri, refleks cahaya (+/+).
Hidung : deformitas (-), nyeri tekan (-), sekret (-/-)
THT : tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak
hiperemis
Leher Inspeksi : bentuk normal, deviasi trakea (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar tiroid dan KGB (-), JVP
tidak meningkat
Thoraks Pulmo
Inspeksi : bentuk simetris kanan dan kiri, bagian dada
tidak tertinggal saat inspirasi (-/-), scar
Palpasi : (-),retraksi (-).
Perkusi : teraba focal fremitus pada kedua lapangan paru
Auskultasi : terdengar suara sonor pada kedua lapang paru
vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi :
Palpasi : tampak ictus kordis
Perkusi teraba ictus cordis di ICS V
Batas atas : sela iga III garis sternalis kiri
Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis
Auskultasi : kanan
Batas kiri : sela iga V garis midklavikula kiri
BJ I,II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi : perut tampak datar, tidak ada jaringan parut.


Palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegali (-), Splenomegali

4
(-), spider nevi (-), caput medusae (-)
Perkusi : shifting dullness (-), timpani pada seluruh lapang
Auskultasi : bising usus (+)

Ekstremitas Superior : deformitas (-), edema (-/-), CRT < 2 detik


Inferior deformitas (-), edema (-/-), CRT < 2 detik

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 22/1/18
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 6,60 g/dl 1-12 thn : 11,0 – 14,0
>12 th : 13,0 – 16,0
Hematokrit 20,30 % 40,00 – 48,00
Leukosit 8.900 /ul 5.000 – 10.000
Trombosit 117.000 /ul <12 th : 180.000 – 450.000
≥12 th : 150.000 – 450.000
Eritrosit 1,99 Juta/ul 4,5 – 5,5
MCV 102 fL 82- 92
MCH 32,90 Pg 27 – 31
MCHC 32,30 % 32 – 37
DIFF
Basofil 0 % 0 -1
Eosinofil 0 % 0-3
Batang 2 % 0–6
Segmen 70 % 50 - 70
Limfosit 18 % 20 – 40
Monosit 10 % 0–8

23/1/18
Ureum 56 mg/dL 6-46
Creatinin 1,1 mg/dL 0,57-1,25

VI. DIAGNOSIS
Hematemesis Melena e.c Gastropati NSAID
Anemia

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


Pemeriksaan endoskopi

5
VIII. PENATALAKSANAAN
Drip Omeprazole 1 amp/ 8 jam
Ulsafat syr 3x1 cth
Inj. Kalnex 250 mg/12 jam
Transfusi PRC 1 kolf/ 12 jam

PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter
22 Januari S : mual (+), muntah (-) isi cairan, R/ - Inj. Omeprazole 1A/12
2018 warna hitam, frekuensi 1x tadi jam
T: 100/60mmHg pagi, BAB hitam (+), frekuensi 1 x - Ulsafat syr 3x1cth
N: 79x/menit - Transfusi PRCs.d Hb
O : SS/GC/CM
P: 20x/menit >9,5
Kepala : normocephale
S: 36,9o C Mata: CA+/+, SI-/_
Leher : JVP tidak meningkat

Thoraks : simetris, spider nevi-


Cor : S1S2 reguler, murmur -,
gallop -
Abd : BU(+)
Ext : edema (-)

A/ - Hematemesis melena
23 januari S : mual (-), muntah (-),BAB R/ - Inj. Omeprazole 1A/8
2018 hitam (-) jam
T: 90/50 mmHg O : SS/GC/CM - Ulsafat syr 3x1cth
N: 80x/menit - Transfusi PRC 1 kolf/12
Kepala : normocephale
P :20x/menit jam
Mata: CA+/+, SI-/-
- Inj. Kalnex 250 mg/12
S: 37,2o C Leher : JVP tidak meningkat
jam

Hasil lab: Thoraks : simetris, spider nevi-


Ur:56 Cor : S1S2 reguler, murmur -,
Cr:1,1 gallop -
Abd : BU(+)
Ext : edema (-)

6
A/ Melena e.c gastropati NSAID

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di sebelah
proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna
bagian atas terjadi sebagai akibat dari ulkus peptikum yang disebabkan oleh H. pylori atau
penggunaan obat – obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) dan alkohol. Hematemesis adalah
dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/ gumpalan/ cairan
warna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan
berbentuk seperti butiran kopi.Melena yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti
aspal (ter) dengan bau khas, yang menunjukkan perdarahan saluran cerna atas serta
dicernanya darah pada usus halus.

Etiologi
Secara teoritis, terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh
ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif meningkat atau
faktor defensifnya menurun. Beberapa penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas adalah

7
kelainan di esophagus, kelainan di lambung ataupun di duodenum. Salah satu kelainan di
esophagus contohnya varises esofagus yang merupakan penyebab terbanyak di Indonesia,
disebabkan oleh penyakit sirosis hati. Sedangkan salah satu kelainan di lambung contohnya
gastritis erosive ataupun ulkus peptikum. Keduanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan
dari faktor agresif dan faktor defensive. Faktor agresif dibagi menjadi 2 yaitu faktor endogen
dan faktor eksogen. Pada lambung normal, terdapat dua mekanisme yang bekerja dan
mempengaruhi kondisi lambung yaitu faktor pertahanan lambung dan faktor perusak
lambung. Faktor perusak lambung meliputi faktor perusak eksogen. Beberapa faktor
eksogennya yaitu obat – obatan NSAIDs, alkohol dan infeksi Helicobacter Pylori. Faktor
pertahanan lambung berfungsi untuk melawan atau mengimbangi kerja dari faktor tersebut
diatas. Faktor pertahanan pada lambung meliputi lapisan pre – epitel, epitel dan post epitel.
Apabila terjadi ketidakseimbangan kedua faktor diatas, baik faktor pertahanan yang melemah
ataupun faktor perusak yang semakin kuat, dapat mengakibatkan kerusakan pada sel – sel
lambung.
Dalam masyarakat yang paling sering terjadi adalah gangguan pada pertahanan
mukosa lambung pada penggunaan NSAIDs, alkohol, garam empedu, dan zat – zat lain dapat
menimbulkan kerusakan pada mukosa lambung akibat difusi balik asam klorida
menyebabkan kerusakan jaringan, khususnya pada pembuluh darah. Penggunaan NSAIDs,
menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga
menekan produksi prostaglandin. Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin
pada penggunaan NSAIDs melalui 4 tahap yaitu : pertama, menurunkan sekresi mucus dan
bikarbonat yang dihasilkan oleh sel epitel pada lambung dan duodenum menyebabkan
pertahanan lambung dan duodenum menurun. Kedua, penggunaan NSAIDs menyebabkan
gangguan sekresi asam dan poliferasi sel sel mukosa. Ketiga, terjadi penurunan aliran darah
mukosa, hal ini terjadi akibat hambatan COX-1 akan menimbulkan vasokonstriksi sehingga
aliran darah menurun dan terjadi nekrosis sel epitel. Tahap keempat, berlakunya kerusakan
mikrovaskuler yang diperberat oleh platelet dan mekanisme koagulasi. Hambatan pada COX-
2 menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal
dan mesentrik, dimana dimulai dengan pelepasan mikrovaskular sehingga terjadi iskemia dan
akhirnya terjadi ulcers. Penggunaan obat – obatan golongan NSAID secara kronik dan
regular dapat menyebabkan terjadinya resiko perdarahan gastrointestinal 3 kali lipat
dibandingkan yang bukan pemakai.

Diagnosis
8
Diagnosis pada gejala hematemesis dan melena bertujuan untuk mencari tahu tentang
kemungkinan penyebab utama dari perdarahan SCBA tersebut, lokasi yang tepat dari sumber
perdarahannya, sifat perdarahannya (sedang atau telah berlangsung, banyak atau sedikit), dan
derajat gangguan yang ditimbulkan perdarahan SCBA pada organ lain seperti syok, koma,
kegagalan fungsi hati/jantung/ginjal. Untuk menegakkan diagnosis dapat digali berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien
mengeluh muntah darah disertai berak kehitaman. Selain itu, pasien juga mengeluh nyeri
uluhati yang dirasakan sejak lama dan hilang timbul. Pasien juga biasanya mengeluh
dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu sindrom klinik beberapa penyakit saluran cerna seperti
mual, muntah, perut kembung, nyeri uluhati, sendawa/ terapan, rasa terbakar, rasa penuh
uluhati, dan cepat merasa kenyang. Untuk menentukan lokasi ulkus berdasarkan anamnesis
salah satunya adalah kuantitas nyeri. Pada ulkus gaster, nyeri dirasakan sebelum makan dan
setelah makan nyeri tidak berkurang atau semakin memberat (Pain Food Pain) sedangkan
pada ulkus duodenum nyeri dirasakan menghilang atau berkurang (Pain Food Relief).
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran cerna bagian atas yang perlu diperhatikan
adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala
hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya renjatan
atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis
hepatis, seperti spider naevi, ginekomastia, eritema palmaris, caput medusae, adanya
kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.

Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorik dianjurkan dilakukan sedini mungkin, tergantung dari lengkap


tidaknya sarana yang tersedia. Disarankan pemeriksaan-pemeriksaan seperti darah lengkap,
waktu perdarahan, waktu pembekuan, pemeriksaan tes faal hati bilirubin, SGOT, SGPT,
fosfatase alkali, protein total, albumin, globulin, dan HBSAg. Pemeriksaan yang diperlukan
pada komplikasi kegagalan fungsi ginjal, koma atau syok adalah kreatinin, ureum, elektrolit,
analisa gas darah, dan gula darah sewaktu.
- Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan sedini mungkin bila perdarahan telah berhenti. Mula-mula
dilakukan pemeriksaan esofagus barium, diikuti dengan pemeriksaan lambung dan
doudenum, sebaiknya dengan kontras ganda. Pemeriksaan dilakukan dalam berbagai posisi
9
dan diteliti ada tidaknya varises di daerah 1/3 distal esofagus, atau apakah terdapat ulkus,
polip atau tumor di esofagus, lambung, doudenum.

- Pemeriksaan endoskopik

Pemeriksaan endoskopik terbukti sangat penting untuk menentukan dengan tepat sumber
perdarahan SCBA. Tergantung keterampilan dokternya, endoskopi dapat dilakukan sebagai
pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera setelah hematemesis berhenti. Pada
endoskopik darurat dapat ditentukan sifat dari perdarahan yang sedang berlangsung.
Beberapa ahli langsung melakukan terapi sklerosis pada varises esofagus yang pecah,
sedangkan ahli-ahli lain melakukan terapi dengan laser endoskopik pada perdarahan lambung
dan esofagus. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan
pengambilan foto slide, film atau video untuk dokumentasi, juga dapat dilakukan aspirasi
serta biopsi untuk pemeriksaan sitologi.
- Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati

Pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjang diagnosa hematemesis/melena bila diduga


penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus, karena secara tidak langsung memberi
informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati dengan hipertensi portal,
keganasan hati dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan persiapan sesudah
perdarahan akut berhenti. Dengan alat endoskop ultrasonografi, suatu alat endoskop mutakhir
dengan transducer ultrasonografi yang berputar di ujung endoskop, maka keganasan pada
lambung dan pankreas juga dapat dideteksi. Pemeriksaan scanning hati hanya dapat
dilakukan di rumah sakit besar yang mempunyai bagian kedokteran nuklir. Dengan
pemeriksaan ini diagnosa sirosis hati dengan hipertensi portal atau suatu keganasan di hati
dapat ditegakkan.

Penanganan

Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada umumnya,
yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan pokoknya adalah
mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah
perdarahan ulang.
Tindakan pertama yang dilakukan adalah resusitasi, untuk memulihkan keadaan
penderita akibat kehilangan cairan atau syok. Cairan infus dekstrose 5% atau Ringer laktat
10
atau NACL O,9% dan transfusi Whole Blood atau Packed Red Cell. Kemudian pasang NGT
lakukan aspirasi cooling spooling dgn NaCl 0,9% dingin ± 100 cc, biarkan ½ jam, kemudian
aspirasi dan cooling spooling lagi tiap 1-2 jam. NGT di cabut bila dalam 24 jam aspirasi telah
jernih. Bila air kurasan lambung tetap merah, penderita terus dipuasakan. Setelah perdarahan
berhenti dapat mulai diberi diet cair, dan secara bertahap ditingkatkan dengan diet makanan
lunak/bubur saring dalam porsi kecil setiap 1-2 jam.
Penggunaan antagonis reseptor H2 atau PPI untuk mengurangi sekresi asam lambung
contoh : injeksi Ranitidine atau omeprazole. Kemudian sitoprotektor mempunyai efek
perlindungan terhadap mukosa termasuk stimulasi prostaglandin mukosa, contoh : sucralfat,
misoprostol. Pemberian antasida untuk menetralkan asam lambung, contohnya Mg(OH)2,
CaC03. Injeksi Traneksamic acid, jika ada peningkatan aktifitas fibrinolisin.
Tindakan khusus yang dapat diberikan dalam hal ini pada pasien dengan perdarahan
oleh karena penyebab variseal. Vasopresin terutama diberikan pada penderita perdarahan
varises esofagus yang perdarahannya tetap berlangsung setelah lavage lambung dengan air es.
Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem vaskuler sehingga
terjadi penurunan aliran darah di daerah splanknik, yang selanjutnya menyebabkan
penurunan tekanan portal. Karena pembuluh darah arteri gastrika dan mesenterika ikut
mengalami kontraksi, maka selain di esofagus, perdarahan dalam lambung dan doudenum
juga ikut berhenti. Kemudian terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau
Minesota. Terapi endoskopi berupa ligasi dan skleroterapi.

Pembahasan

Dari uraian kasus di atas ada beberapa hal menarik yang bisa ditinjau. Dimulai dari
perdarahan yang terjadi apakah merupakan perdarahan saluran cerna atas atau bawah. Pada
perdarahan saluran cerna atas didapatkan manifestasi klinik umumnya hematemesis dan atau
melena serta aspirasi nasogastrik didapat adanya darah, sedangkan pada perdarahan saluran
cerna bawah didapatkan manifestasi klinik umumnya hematokezia dan pada aspirasi
nasogastrik didapatkan jernih. Pada kasus ini didapatkan adanya hematemesis dan melena
serta aspirasi nasogastrik didapatkan adanya darah.
Beberapa penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kelainan di
esophagus, kelainan di lambung ataupun di duodenum. Kuman Helicobacter Pylori dianggap
merupakan penyebab utama, disamping NSAIDs dan penyakit hati kronis. Pada kasus ini
tidak didapatkan adanya peningkatan WBC. Hal ini menunjukkan berarti hematemesis
11
melena bukan karena adanya infeksi Helicobacter Pylori Pada pasien juga tidak ditemukan
adanya tanda-tanda kegagalan faal hati ataupun hipertensi portal. Kemungkinan penyebab
terjadinya hematemesis melena pada pasien adalah ulcus peptikum oleh karena penggunaan
obat anti nyaeri (NSAIDs) piroxicam jangka panjang.
Untuk mendiagnosis suatu hematemesis melena dapat digambarkan dan digali
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
didapatkan pasien mengeluh muntah darah diserai berak kehitaman. Selain itu, pasien juga
mengeluh nyeri ulu hati yang dirasakan sejak lama dan hilang timbul. Pasien juga memiliki
riwayat konsumsi obat anti nyeri yaitu piroxicam. Hal ini sesuai dengan teori dimana secara
umum seorang yang menderita hematemesis melena biasanya mengeluh dyspepsia atau
memiliki riwayat keluhan dyspepsia berulang dan salah satunya dengan riwayat penggunaan
obat NSAIDs jangka panjang.
Dalam masyarakat yang paling sering terjadi adalah gangguan pada pertahanan
mukosa lambung dengan penggunaan NSAIDs, alkohol, garam empedu, dan zat – zat lain
dapat menimbulkan kerusakan pada mukosa lambung akibat difusi balik asam klorida
menyebabkan kerusakan jaringan, khususnya pada pembuluh darah. Penggunaan NSAIDs,
menhambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan
produksi prostaglandin. Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada
penggunaan NSAIDs melalui 4 tahap yaitu : pertama, menurunkan sekresi mucus dan
bikarbonat yang dihasilkan oleh sel epitel pada lambung dan duodenum menyebabkan
pertahanan lambung dan duodenum menurun. Kedua, penggunaan NSAIDs menyebabkan
gangguan sekresi asam dan poliferasi sel sel mukosa. Ketiga, terjadi penurunan aliran darah
mukosa. Hal ini terjadi akibat hambatan COX-1 akan menimbulkan vasokonstriksi sehingga
aliran darah menurun dan terjadi nekrosis sel epitel. Tahap keempat, berlakunya kerusakan
mikrovaskuler yang diperberat oleh platelet dan mekanisme koagulasi. Hambatan pada COX-
2 menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal
dan mesentrik, dimana dimulai dengan pelepasan mikrovaskular sehingga terjadi iskemia dan
akhirnya terjadi ulcers. Penggunaan obat – obatan golongan NSAID secara kronik dan
regular dapat menyebabkan terjadinya resiko perdarahan gastrointestinal 3 kali lipat
dibandingkan yang bukan pemakai.Pada kasus yang terjadi pada pasien, penggunaan obat –
obatan NSAIDs yang sering dan gejala yang timbul sesuai dengan teori yang ada, yaitu
menimbulkan berak kehitaman dan muntah darah.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Wenas NT. Pathophysiology and Prevention of NSAID Gastropathy. The 4th


international endoscopy workshop & international symposium on digestive disease.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI; 2009. p. 83-4.
2. Fandy Gosal, Bram Paringkoan, Nelly Tendean Wenas. Pathophysiology and
Treatment of Nonsteroidal Anti-inflammatory Drug Gastropathy. 2009. Available at
Pendahuluan.pdf. FK Universitas Indonesia. Access on 30th May 2015.

13
3. Gralnek. IM, Barkun. A.N, Bardou ,M. The new england journal of medicine :
Management of Acute Bleeding from a Peptic Ulcer. England : N Engl J Med 2008 ;
359: p.928-37.
4. Djuwantoro Dwi; Zubir Nazrul dan Julius. Diagnosis dan Pengobatan Tukak
Peptikum; Gambaran Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas. Padang. Dalam :
Cermin Kedokteran No. 79, 2009.
5. Tarigan, Pangarapen; Akil, HAM. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Edisi V, jilid: I, Gastritis erosiva. 2010.
Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai