Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan sebuah gangguan kecemasan di mana orang
memiliki keinginan yang tidak diinginkan dan diulang, perasaan, ide, sensasi (obsesi) atau
tingkah laku yang membuat mereka selalu ingin melakukan sesuatu (kompulsif).1
Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide atau bayangan mental yang mendesak ke dalam
pikiran secara berulang. Pikiran atau bayangan obsesi dapat kekhawatiran yang biasa tentang
apakah pintu sudah dikunci atau belum sampai fantasi aneh dan menakutkan tentang bertindak
kejam terhadap orang yang disayangi. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls
yang tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Sering suatu pikiran obsesif mengakibatkan
suatu tindakan kompulsif. Tindakan kompulsif dapat berupa berulang kali memeriksa pintu
yang terkunci, kompor yang sudah mati atau menelepon orang yang dicintai untuk memastikan
keselamatannya.2

1
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. DEFINISI
Gangguan Obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder / OCD) adalah
gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan disertai
tindakan kompulsif.7
Kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang
menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan
tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat
kecemasannya.8
Gangguan obsesif kompulsif diklasifikasikan dalam Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) sebagai gangguan
kecemasan.12
Dalam DSM-IV TR obsesi didefinisikan sebagai berikut :
 Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap yang dialami, pada
suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan
menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
 Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang masalah
kehidupan yang nyata
 Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan
tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
 Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah hasil dari
pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)

Dalam DSM-IV TR mendefinisikan kompulsi sebagai berikut :


 Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan
mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang
dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau
menurut dengan aturan yang harus dipenuhi secara kaku.

2
 Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi penderitaan
atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, akan tetapi, perilaku atau
tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa yang
mereka maksudkan untuk menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan

Obsesi adalah hal yang mengganggu, berulang, ide-ide yang tidak diinginkan, pikiran,
atau impuls yang sulit untuk diberhentikan meskipun mengganggu alam sadar mereka.
Kompulsi merupakan perilaku yang dilakukan berulang, baik yang dapat diamati ataupun
secara mental, yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh obsesi.
Beberapa penelitian besar menemukan bahwa obsesi yang tersering adalah pikiran tentang
kontaminasi, dan kompulsi tersering adalah tindakan “memeriksa” sesuatu. Namun, sebagian
besar individu dengan gangguan ini memiliki multipel obsesi dan kompulsi dari waktu ke
waktu.5
Penderita mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak masuk akal, tidak pada
tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak dapat menghilangkannya dan juga
ia juga tidak mengerti mengapa ia mempunyai dorongan yang begitu kuat untuk berbuat dan
berpikir demikian.8
Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa gangguan obsesif kompulsif
adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang
menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-
ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.
3

II.2. Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum diperkirakan


adalah 2 sampai 3 persen dimana pria dan wanita memiliki resiko sama. Beberapa peneliti telah
memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen
pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif-
kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik tersering yang keempat setelah fobia, gangguan
berhubungan zat, dan gangguan depresif berat. Penelitian epidemiologis di Eropa, Asia, dan
Afrika telah menegakkan angka tersebut melewati ikatan kultural.6,9

Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita sama mungkin terkena; tetapi untuk remaja, laki-
laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan perempuan. Usia onset
rata-rata adalah kira-kira 20 tahun walaupun laki-laki memiliki onset usia yang agak lebih awal

3
(rata-rata sekitar usia 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-rata sekitar 22 tahun). Secara
keseluruhan, kira-kira duapertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan
kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Gangguan obsesif-
kompulsif dapat memiliki onset pada remaja atau masa anak-anak pada beberapa kasus dapat
pada usia 2 tahun. OETng yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-
kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun temuan tersebut kemungkinan
mencerminkan kesulitan yang di miliki pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif dalam
mempertahankan suatu hubungan. Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang
diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih walaupun tersedianya jalur ke
pelayanan kesehatan dapat menjelaskan sebagian besar variasi tersebut ketimbang perbedaan
prevalensi antara ras-ras. 6

Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan mental lain.
Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien dengan gangguan obsesif-
kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan untuk fobia sosial adalah 25 persen. Diagnosis
psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan
pengaruh alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan.6

Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya merupakan orang-orang yang sukses,


pemalu, keras kepala, perfeksionis, suka menghakimi, sangat berhati-hati, kaku, dan pencemas
yang kronis yang menghindari keintiman dan hanya menikmati sedikit kesenangan dalam
hidupnya. Mereka suka bimbang dan banyak permintaannya dan sering kali dianggap sebagai
orang yang dingin, pendiam, dan tidak ramah. 10,6

II.3. Etiologi

1. Faktor Biologis

a. Neurotransmiter

Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat mendukung
hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di dalam pembentukan
gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data menunjukkan bahwa obat
serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem
neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan
obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini. Penelitian klinis telah mengukur
konsentrasi metabolit serotonin sebagai contohnya, 5-hydroxyndoleacetic acid (5-

4
HIAA) di dalam cairan serebrospinal dan afinitas sertai jumlah tempat ikatan
trombosit pada pemberian imipramine (yang berikatan dengan tempat ambilan
kembali serotonin) dan telah melaporkan berbagai temuan pengukuran tersebut pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Beberapa penelitian telah mengatakan
bahwa sistem neurotransmiter kolinergik dan dopaminergik pada pasien gangguan
obsesif-kompulsif adalah dua bidang penelitian riset untuk di masa depan.6

b. Penelitian pencitraan otak

Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai contoh PET (positron


emission tomography), telah menemukan peningkatan aktifitas (sebagai contoh,
metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata),
dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik tomografi
komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) telah menemukan
adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan otak fungsional maupun struktural
konsisten dengan pengamatan bahwa prosedur neurologis yang melibatkan singulum
kadang-kadang efektif dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif.
Suatu penelitian MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1 di
korteks frontalis. 6

c. Genetika

Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif telah


secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara
bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian
keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35 persen
sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga menderita
gangguan. 6

d. Data biologis lainnya

Penelitian elektrofisiologis, penelitian elektroensefalogram (EEG) tidur , dan


penelitian neuroendokrin telah menyumbang data yang menyatakan adanya kesamaan
antara gangguan depresif dan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan
EEG nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien
gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan yang
mirip dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti penurunan latensi REM

5
(rapid eye movement). Penelitian neuroendokrin juga telah menemukan beberapa
kemiripan dengan gangguan depresif, seperti nonsupresi pada dexamethasone-
suppression test pada kira-kira sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormon
pertumbuhan pada infus clonidine (catapres). 6

2. Faktor Perilaku

Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan. Stimulus yang relatif
netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan melalui proses pembiasaan
responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah
berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya netral
menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan.
6

Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa tindakan
tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional. Jadi, strategi
menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan
untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut
dalam menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi
menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang dipelajari. 6

3. Faktor Psikososial

a. Faktor kepribadian

Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan kepribadian obsesif-


kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala
kompulsif pramorbid. Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan
atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira
15 sampai 35 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional
pramorbid.6

b. Faktor psikodinamika

Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis utama yang


menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif; isolasi,
meruntuhkan (undoing), dan pembentukan reaksi. 6

6
1) Isolasi

Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek dan
impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls yang
didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan
dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait
seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang
tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya. 6

2) Undoing

Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat lolos dari
mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder
diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang
mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan
manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan
kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai
oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adalah mekanisme
meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan
adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah
atau meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran
atau impuls obsesional yang menakutkan. 6

3) Pembentukan reaksi

Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang
secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali, pola
yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai. 6

4) Faktor psikodinamik lainnya

Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif dinamakan neurosis


obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi dari fase perkembangan oedipal
ke fase psikoseksual anal. Jika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa
terancam oleh kecemasan tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek
cinta yang penting, mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium
emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya
benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan
pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu ciri yang

7
melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah derajat dimana
mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi gejala
mereka atau dalam hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan demikian,
psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan
perkembangan pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase
perkembangan anal-sadistik. 6

5) Ambivalensi

Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam karakteristik


kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak normal selama fase
perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan cinta dan kebencian kepada
suatu objek. Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada
pola perilaku melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-
raguan yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan. 6

6) Pikiran magis

Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal, ketimbang
impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh regresi. Yang
melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa
mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik
yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa
tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif akan
menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif. 6

II.4. Gejala Klinis

Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:

1. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan terus-
menerus ke dalam kesadaran seseorang.

2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral dan
seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan melawan gagasan atau
impuls awal.

3. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami sebagai suatu
yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk
psikologis.

8
4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut, pasien
biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.

5. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu
dorongan yang kuat untuk menahannya. 10,6

Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada anak-anak dan remaja.
Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih dan berubah dengan berjalannya waktu,
tetapi gangguan obsesif-kompulsif memiliki empat pola gejala yang utama. Pola yang paling
sering ditemukan adalah suatu obsesi tentang kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai
penghindaran obsesif terhadap objek yang kemungkinan terkontaminasi. Objek yang ditakuti
seringkali sukar untuk dihindari, sebagai contoh feses, urin, debu atau kuman. Pasien mungkin
secara terus-menerus menggosok kulit tangannya dengan mencuci tangan secara berlebihan
atau mungkin tidak mampu pergi keluar rumah karena takut akan kuman. Walaupun
kecemasan adalah respon emosional yang paling sering terhadap objek yang ditakuti, rasa malu
dan rasa jijik yang obsesif juga sering ditemukan. Pasien dengan obsesi kontaminasi biasanya
percaya bahwa kontaminasi ditularkan dari objek ke objek atau orang ke orang oleh kontak
ringan. 10,6

Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh pengecekan yang kompulsi.
Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya kekerasan, seperti lupa mematikan kompor atau
tidak mengunci pintu. Pengecekan tersebut mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali
ke rumah untuk memeiksa kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri sendiri yang
obsesional, saat mereka selalu merasa bersalah karena melupakan atau melakukan sesuatu. 10,6

Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan pikiran semata-mata pikiran obsesional yang
mengganggu tanpa suatu kompulsi (intrusif). Obsesi tersebut biasanya berupa pikiran berulang
akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh pasien. 6

Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau ketepatan, yang dapat
menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara harfiah menghabiskan waktu berjam-jam
untuk makan atau mencukur wajahnya. Penumpukan obsesi dan kompulsi religius adalah
sering pada pasien obsesif-kompulsif. Trichotillomania (menarik rambut kompulsif) dan
menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi yang berhubungan dengan gangguan obsesif-
kompulsif. 10,6

Terdapat juga beberapa gangguan yang biasa merupakan bagian merupakan bagian dari atau
dengan kuat dihubungkan dengan spectrum GOK (gangguan obsesif-kompulsif)

9
1. Gangguan dismorfik tubuh (body Dysmorphic Disorder)
Pada gangguan ini orang terobsesi dengan keyakinan bahwa mereka buruk rupa atau
bagian tubuh mereka berbentuk tidak normal.
2. Trikhotilomania
Orang dengan Trikhotilomania terus menerus mencabuti rambut mereka sehingga timbul
daerah-daerah botak.
3. Sindrom Tourettes

Gejala sindrom Tourettes meliputi gerakan yang pendek dan cepat, tik dan ucapan kata-
kata kotor yang tak terkontrol. 8

Tabel 1. Klasifikasi Obsesi dan Kompulsi 3

10
II.5. Diagnosis

Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:

Salah satu obsesi atau kompulsi

Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:

a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang


dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai intrusif dan tidak
sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.

b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran yang


berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.

c. Orang tersebut berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau
bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran atau tindakan
lain.

d. Orang tersebut menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan


obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar
seperti pada insersi pikiran).

Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:

a. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau


tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam
hati) yang berulang yang membuat orang tersebut terdorong untuk melakukannya
sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus
dipatuhi secara kaku.

b. Perilaku atau tindakan mental tersebut ditujukan untuk mencegah atau


mengurangi penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang
menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan
dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap untuk menetralkan atau
mencegah, atau jelas berlebihan.

2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang tersebut telah menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak berlaku
bagi anak-anak

11
3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan waktu
(menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna mengganggu
rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik) atau aktivitas atau hubungan
sosial yang biasanya.

4. Jika terdapat gangguan lain pada aksis I, isi obsesi atau kompulsi tidak terkait pada
gangguan tersebut (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan
makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania, permasalahan pada penampilan
jika terdapat gangguan dismorfik tubuh, preokupasi dengan obat jika terdapat suatu
gangguan penggunaan zat, preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika
terdapat hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika
terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan depresif berat).

5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang disalahgunakan,
medikasi) atau kondisi medis umum. Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk: jika selama
sebagian besar waktu selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi
dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. 10,6

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:

1. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif,


atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu
berturut-turut.

2. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas


penderita.

3. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.

b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan meskipun
ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.

c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau
anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.

d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan


yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).

12
4. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi.
penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif,
dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-
pikiran obsesif selama episode depresifnya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal
tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara
paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan
tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan
depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak
adayang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan
saat gejala yang lain menghilang.

5. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette,
atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut. 6,9

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan

Pedoman Diagnostik

1. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls (dorongan
perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)

2. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu


menyebabkan penderitaan (distress) 6,9

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif (obsesional ritual)

Pedoman Diagnostik

1. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya mencuci


tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi yang
dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan keteraturan. Hal
tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam
dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual tersebut merupakan
ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya tersebut.

2. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa jam
dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan mengambil
keputusan dan kelambanan. 6,9

13
F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif

Pedoman Diagnostik

1. Kebanyakan dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif


serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua hal tersebut
sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.
2.
Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan dalam
diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang berbeda
terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif terhadap terapi
perilaku.6,9

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya

F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT 9

II.6. DIAGNOSIS BANDING


1. Kondisi medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding
adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan
kadang-kadang komplikasi trauma dan pascaensefalitik. Gejala karakteristik dari
gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering dan hampir setiap hari
terjadi. 6
2. Kondisi psikiatrik
Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan obsesif-
kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan
gangguan depresif. Gangguan obsesif kompulsif biasanya dapat dibedakan dari
skizofrenia oleh tidak adanya gejala skizofrenik lain, oleh kurang kacaunya sifat
gejala, dan oleh tilikan pasien terhadap gangguan mereka. Gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat gangguan fungsional yang berhubungan
dengan gangguan obsesif-kompulsif. Fobia dibedakan dengan tidak adanya hubungan
antara pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat
disertai oleh gagasan obseisf, tetapi pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif saja
tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat. 6
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan gangguan obsesif-
kompulsif adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan kemungkinan

14
gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua
gangguan tersebut pasien memiliki pikiran yang berulang, sebagai contoh
permasalahan tentang tubuhnya, atau perilaku yang berulang sebagai contoh mencuri.
6

II.7. TERAPI
1. Farmakoterapi
a. Penggolongan
1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik
Contoh: Clomipramine.
2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors)
Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine,
Citalopram.9

b. Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif Kompulsif.
Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif:
1) Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami gejala-
gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut:
a) Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls dari diri
individu sendiri;
b) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik);
c) Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan atau impuls
tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau
kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau ansietas);
d) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil
dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi
dilawan/dielakkan oleh penderita;

2) Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau


menggangu aktivitas sehari-hari (disability)

15
Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi seringkali
hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30%-60% dan kebanyakan masih menunjukkan
gejala secara menahun. Namun demikian, umumnya penderita sudah merasa sangat tertolong.
Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik, perlu disertai dengan terapi perilaku
(behavior therapy). 9
Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg
sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga
hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis.
Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa
sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering.3
SSRI. Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif
menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat terapeutik. Walaupun
SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan
efek samping gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik.
Dengan demikian, kadang-kadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam
pengobatan gangguan obsesif kompulsif. 6
Obat lain. Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak
ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam pengobatan
gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI = monoamine
oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil). 6

2. Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku sama
efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif. Dengan
demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi terpilih
untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat dilakukan pada situasi rawat
inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama pada gangguan obsesif-
kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan
pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada
pasien gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar
menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan. 6

3. Psikoterapi

16
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien
gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat
keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial. Dengan
kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional, simpatik, dan
mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan bantuan tersebut,
tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkna gangguan. Kadang-kadang jika ritual
dan kecemasan obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu
untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan institusi dan
menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai tingkat yang
dapat ditoleransi. 6
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku pasien.
Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga melalui
dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang bagaimana
menangani dan berespons terhadap pasien. 6

4. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu
menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan membangun
ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien. Terapi kelompok
berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien. 6

5. Cognitive Behavior Therapy


Cognitive Behavior Therapy untuk mengatasi gangguan Obsesif-Kompulsif.
Mendasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku, teknik yang umumnya diterapkan
untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif adalah exposure with response
prevention. Pasien dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia
harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya namun mereka cegah
untuk tidak melakukan ritual itu. Jika klien dapat mencegah untuk tidak melakukan
ritual tersebut dan ternyata sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi. Hal ini dapat
membantu dalam mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Teknik lain
berupa terapi kognitif dimana mengajarkan jalan terbaik dan efektif untuk merespon
pikiran obsesif tanpa perlu sampai ke kompulsif. 14

17
II.8. PROGNOSIS
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan penyakit yang kronik dengan perode dari
gejala-gejala yang seiring dengan berjalannya waktu akan mengalami peningkatan. Penderita
gangguan ini tidak biasanya sembuh sempurna atau bebas dari gejala. Walaupun demikian
dengan pengobatan, banyak orang yang mengalami perbaikan. Perbaikan tersebut berupa
gejala yang berbeda seperti cara merealisasikan suatu obsesif yang berbeda. Diagnosis awal
dan terapi yang dilakukan secepatnya akan memberikan hasil yang lebih baik di mana
penekanan onset usia dini adalah hal yang patut untuk segera didiagnosis. Selain itu, mereka
yang bergerak di bidang kesehatan mesti memahami perbedaan antara gangguan obsesif-
kompulsif dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif yang mana untuk jenis gangguan
kepribadian biasanya dimulai pada saat dewasa muda, yaitu umur di atas 20 tahun sedangkan
untuk gangguan obsesif kompulsif biasanya dimulai pada usia anak-anak.1,12

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Berger FK. Obsessive-Compulsive Disorder. MedlinePlus. 2012 Jul 03. Diakses pada
tanggal 7 Januari 2019 di http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000929.htm

2.Durand, V. Mark dan David H. Barlow. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar

3. Fausiah, F & Widury, J. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI-Press.

4. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2rd rev. ed. Surabaya: Airlangga
University Press; 2009, 312-313 p.

5.. Jerald Kay, Allan Tasman. Obsessive Compulsive Disorder. Wiley Essential Of
Psychiatry.British Library Cataloguing. 2006.

6. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. 2rd rev. ed. Kusuma M, translator. Jakarta: Erlangga; 2010.p.56-67

7. Ko Soo Meng. Obsessive Compulsive Disorder. 2006. Available from:


www.ed.nus.edu.sg/pcm/book/14.pdf.

8. Maramis WF.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.2009


h290-6

9. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III. 1st ina
ed. Jakarta:Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNIKA Atmajaya;2001.p.76-77.

10. Noorhana SW. Buku ajar psikiatri. Edisi kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2013.h.273-6.

11. Novedica. Obsessive Compulsive Disorder. 2010. Available from:


http://noel4.student.umm.ac.id/2010/09/23/obsessive-compulsive-disorder-ocd/

19
12. Pinzon, R. 2006. Tatalaksana Farmakologis. Gangguan Spektrum Autistik:Telaah Pustaka
Kini. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi, No.4, vol.19, ISSN 0215-7551, hal. 169-
172

13. Rogge T. Obsessive-Compulsive Personaliy Disorder. MedlinePlus. 2012 Nov 11. Diakses
pada tanggal 19 Mei 2013 di http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000942.htm

14. Robinson L, Smith M, Segal J. Obsessive-Compulsive Disorder (OCD). Helpguide. 2013


Apr. Diakses pada tanggal 7 Januari 2019 di
http://www.helpguide.org/mental/obsessive_compulsive_disorder_ocd.htm

20

Anda mungkin juga menyukai

  • Case Report Morbus Hansen Caca Fix Print
    Case Report Morbus Hansen Caca Fix Print
    Dokumen36 halaman
    Case Report Morbus Hansen Caca Fix Print
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Referat Uklus Dekubitus Caca
    Referat Uklus Dekubitus Caca
    Dokumen24 halaman
    Referat Uklus Dekubitus Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Referat Ocd Caca
    Referat Ocd Caca
    Dokumen20 halaman
    Referat Ocd Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • 1.1.1 SK Visi Misi
    1.1.1 SK Visi Misi
    Dokumen4 halaman
    1.1.1 SK Visi Misi
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Long Case Skizo Caca
    Long Case Skizo Caca
    Dokumen18 halaman
    Long Case Skizo Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Referat Ocd Caca
    Referat Ocd Caca
    Dokumen20 halaman
    Referat Ocd Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Case Neuro Caca
    Case Neuro Caca
    Dokumen27 halaman
    Case Neuro Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Surat Cuti Koas
    Surat Cuti Koas
    Dokumen1 halaman
    Surat Cuti Koas
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Referat Ocd Caca
    Referat Ocd Caca
    Dokumen20 halaman
    Referat Ocd Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Referat Ocd Caca
    Referat Ocd Caca
    Dokumen20 halaman
    Referat Ocd Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Naskah Roleplay Kelompok 1
    Naskah Roleplay Kelompok 1
    Dokumen2 halaman
    Naskah Roleplay Kelompok 1
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Long Case Skizo Caca
    Long Case Skizo Caca
    Dokumen18 halaman
    Long Case Skizo Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Surat Cuti Koas
    Surat Cuti Koas
    Dokumen1 halaman
    Surat Cuti Koas
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Case Neuro Caca
    Case Neuro Caca
    Dokumen27 halaman
    Case Neuro Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Long Case Skizo Caca
    Long Case Skizo Caca
    Dokumen18 halaman
    Long Case Skizo Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Case Neuro Caca
    Case Neuro Caca
    Dokumen27 halaman
    Case Neuro Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Long Case Skizo Caca
    Long Case Skizo Caca
    Dokumen18 halaman
    Long Case Skizo Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Case Neuro Caca
    Case Neuro Caca
    Dokumen27 halaman
    Case Neuro Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Case Neuro Caca
    Case Neuro Caca
    Dokumen27 halaman
    Case Neuro Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Cover Case Caca
    Cover Case Caca
    Dokumen2 halaman
    Cover Case Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Case Neuro Caca
    Case Neuro Caca
    Dokumen27 halaman
    Case Neuro Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Cover Case Caca
    Cover Case Caca
    Dokumen2 halaman
    Cover Case Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Cover Case Caca
    Cover Case Caca
    Dokumen2 halaman
    Cover Case Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Laporan Diagnosis Dan Intervensi Komunitas Klp. 3 Fixx Rev. 1
    Laporan Diagnosis Dan Intervensi Komunitas Klp. 3 Fixx Rev. 1
    Dokumen91 halaman
    Laporan Diagnosis Dan Intervensi Komunitas Klp. 3 Fixx Rev. 1
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Surat Cuti Koas
    Surat Cuti Koas
    Dokumen1 halaman
    Surat Cuti Koas
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Case Neuro Caca
    Case Neuro Caca
    Dokumen27 halaman
    Case Neuro Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Kulit Caca
    Jurnal Kulit Caca
    Dokumen35 halaman
    Jurnal Kulit Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Ebm Caca
    Ebm Caca
    Dokumen14 halaman
    Ebm Caca
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat
  • Roleplay 8:01:2018
    Roleplay 8:01:2018
    Dokumen6 halaman
    Roleplay 8:01:2018
    Arlita Mirza Dian Prastiwi
    Belum ada peringkat