Anda di halaman 1dari 32

RSU KABANJAHE KAB.

KARO

STATUS NEUROLOGI

NamaCoass : Aristya Maulida Safuranti

Tanggal : 26/ 11/ 2017

1. No. RM Pasien : 15-64-53

2. NamaPasien : Meri BR Hutabarat

Umur : 56 tahun

Sex : L/P

Alamat : Kaban Jahe

3. Keluhan Utama : Kejang, sakit kepala, mata berkunang kunang

Masuk RS : 26/ 11/ 2017

Keluar RS : 30/ 11/ 2017

4. RPS : 1 hari SMRS os kejang general dengan bangkitan tonik (kaku), os

dibawa ke RS karena os kejang sebanyak 4x, dengan sakit kepala dan

mata berkunang kunang, os tersadar setelah episode kejang, dengan

keluhan lemas dan pusing. Saat sampai di RSUD Kabanjahe os diperiksa

TD: 164/90 mmhg, RR: 28 x/i, HR: 88 x/i, T: 36oC, KGD: 650

5. RPD :DM, Hipertensi

1
6. Vital Sign : Kesadaran : Apatis

TD : 164/90 mmhg,

Nadi : 88 x/i

RR : 28 x/i

Suhu : 36oC

7. Status IPD : Kepala : Rambut tidak rontok, warna hitam beruban.

Mata : Konjungtiva anemis (-).

Hidung : Pernafasan Cuping hidung (-).

Mulut : Bibirkering (-),Sianosis (-),Lidah kotor (-),Kandidiasis (-).

Leher : KGB (-), JVP normal, tiroid normal.

Thorak : inspeksi simetris tidak ada benjolan, bentuk dada normal,

palpasi vocal premitus (-), nyeritekan (-), perkusisonor, batas jantung paru

normal, auskultasi vesicular.

Abdomen: inspeksibenjolan (-), asites (-), auskultasi peristaltic,

palpasibenjolan (-), nyeritekan (-), perkusi timpani (-), ekstremitas superior

dan inferior akral hangat.

8. Status Neurologi :

8.1 R. Meningeal: Kakukuduk (-) Laseque (-) Bruzinky I (-), II (-), III (-)

2
8.2 Cranial Nervus

8.2.1 Mata : 1. Pupil : Bentuk : bulat, isokor (+/+), Ukuran : 3 mm

2. GBM : Baik kesegala arah

3. Reflek: Cahaya : (+/+), Pupil : +/+

8.2.2 Hidung : Normosmia ( tidak ada kelainan nervus olfaktorius/ N. I ).

8.2.3 Wajah : Simetris

8.2.4 Lidah : DBN

8.2.5 Mulut : 1. Uvula : Di tengah

2. Arcus Pharynx :Sama tinggi (+/+)

3. Reflek Muntah :Tidak dilakukan

8.2.6 Leher dan bahu: Leher : M Sternomastoideusterlihat.

Bahu: bisa diangkat sama tinggi

8.3 Motorik : Inspeksi : Atrofi (-), Tremor (-)

Palpasi : DBN

Perkusi : Fasikulasi (-/-)

3
Kekuatan Otot: dextra sinistra

Ekstremitas Superior 5 5

Ekstremitas Inferior 5 5

8.4 Koordinasi / Keseimbangan : Vertigo (-)

8.5 Sensoris : Raba (+), Nyeri (+), Suhu (+).

8.6 Fungsi Luhur : Orientasi: Afasia (+), pasien kooperatif,

Ingatan: Baik

8.7 Reflek Fisiologi : BS : (+/+), TS : (+/+), Pattela (+/+), Achiles (+/+)

8.8 Reflek : Dextra: R. Babinski (-), R. Chaddock (-).

Sinistra : R. Babinski (-), R. Chaddock (-).

9. Follow Up

Hari/Tanggal Monitoring Pasien

S : Sakit kepala, mata berkunang kunang, kejang

tonik 4x.

26-11-2017 O : KGD: 650

A : DM + HT

4
P : -Infus RL

-Citiolin

-Ranitidin

-Piracetam 800mg

-Novorapid 3x18 unit

-Amplodipin 10mg

-Valsartan 80mg

S : Kejang tonik (+), sakit kepala, mata berkunang

O :TD : 150/100 mmhg,

27-11-2017 S: 36oC, RR: 28x/m HR: 82 x/m

A : Epilepsi bangkitan umum tonik

P : Intervensi dilanjutkan

S : Os sakit kepala, kejang tonik 10x, mata

berkunang, tangan sebelah kiri kebas

O : TD : 160/90, S : 36,5oC, RR: 24, HR: 80,

KGD: 600

28 - 11- 2017 A : Epilepsi bangkitan umum tonik, suspek stroke

P : RL + fenitoin 10amp

- Fenitonin 2x100mg

- Yang lain dilanjutkan

5
S : Os mengeluhkan lemas dan masih kejang

O : TD: 150/90, T : 36,5oC, RR: 26, HR: 88

29 -11- 2017 A : Epilepsi bangkitan umum tonik

P : -Fenitoin

-Carbamazepin

-Clobazam

-Piracetam

-Vit B complex

-Infus RL + Diazepam

S : Os masih lemas

O : TD: 160/90, T : 36oC, RR : 28, HR : 88

30-11-2017 A : Gangguan rasa nyaman

P : Terapi di lanjutkan

10. PemeriksaanTambahan

10.1 Lab : KGD

Tanggal 26-11-2017: 650

Tanggal 27-11-2017: 600

Tanggal 29-11-2017: 262

Fungsi Ginjal

6
Tanggal 27-11-2017

- Asam urat : 5,6mg/dl

Profil Lipid

Tanggal 27-11-2017

- Kolestrol Total : 220

Tanggal 29-11-2017

- Kolestrol total : 245

- Trigeliserida : 272

- HDL : 43

- LDL : 161

10.2 Radiologi : Tidak dilakukan pemeriksaan (MRI), ( CT-Scan )

10.3 EKG : Tidak dilakukan pemeriksaan

11. Diagnosa

11.1 D. Kerja : Epilepsi bangkitan umum tonik

11.2 D Tambahan : -

11.3 Differensial : Stroke

7
12. Terapi

12.1 Farmakologi

-Infus RL + Diazepam

-Fenitoin

-Carbamazepin

-Clobazam

-Piracetam

-Vit B complex

-Asam Folat

13.2 Non Farmakologi: Bedrest

14. Saran / Nasehat : - Saran  - Jangan stress

- Jangan terlalu banyak fikiran

- Nasehat - Harus patuh minum obat

- Jangan tidur larut malam (< jam 10 malam )

8
15. Pembahasan Kasus

15.1 Definisi

Epilepsi adalah Cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-

waktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat mengakibatkan serangan penurunan kesadaran,

perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan stereotipik.

Pelepasan aktifitas listrik abnormal dari sel-sel neuron di otak terjadi karena fungsi sel neuron

terganggu.

Gangguan fungsi ini dapat berupa gangguan fisiologik, biokimia, anatomi dengan

manifestasi baik lokal maupun general. Epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan

gangguan yang berat misalnya malformasi kongenital, pasca infeksi, tumor, penyakit vaskuler,

penyakit degeneratif dan pasca trauma otak.

15.2 ETIOLOGI

Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang berulang yang muncul tanpa

diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan saraf yang tidak terkontrol

baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini bisa diindikasikan sebagai disfungsi

otak. Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik berlebihan di sel

neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis atau

gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak

atau fungsi sel neuron di otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang atau serangan

epilepsi.

Penyebab epilepsi pada berbagai kelompok usia:

1. Neonatal

9
Kelainan kongenital, kelainan saat persalinan, anoksia, kelainan metabolik (hipokalsemia,

hipoglisemia, defisiensi vitamin B6, defisiensi biotinidase, fenilketonuria).

2. Bayi (1-6 bulan)

Kelainan kongenital, kelainan saat persalinan, anoksia, kelainan metabolik, spasme

infantil, Sindroma West.

3. Anak (6 bulan – 3 tahun)

Spasme infantil, kejang demam, kelainan saat persalinan dan anoksia, infeksi, trauma,

kelainan metabolik, disgenesis kortikal, keracunan obat-obatan.

4. Anak (3-10 tahun)

Anoksia perinatal, trauma saat persalinan atau setelahnya, infeksi, thrombosis arteri atau

vena serebral, kelainan metabolik, Sindroma Lennox Gastaut, Rolandic epilepsi.

5. Remaja (10-18 tahun)

Epilepsi idiopatik, termasuk yang diturunkan secara genetik, epilepsi mioklonik juvenile,

trauma, obat-obatan.

6. Dewasa muda (18-25 tahun)

Epilepsi idiopatik, trauma, neoplasma, keracunan alkohol atau obat sedasi lainnya.

10
7. Dewasa (35-60 tahun)

Trauma, neoplasma, keracunan alkohol atau obat lainnya.

8. Usia lanjut (>60 tahun)

Penyakit vascular (biasanya pasca infark), tumor, abses, penyakit degeneratif, trauma.

Meningitis atau ensefalitis dan komplikasinya mungkin adalah penyebab kejang di semua

kelompok usia. Hal ini dikarenakan adanya gangguan metabolik yang berat. Pada negara tropis

dan subtropis, infeksi parasit pada sistem saraf pusat adalah penyebab umum kejang.

15.3 Gejala bangkitan selain kejang

1. Melamun

2. Mata berkedip-kedip

3. Menggerak-gerakan bibir

4. Menggeleng-gelengkan leher

5. Labil emosi

6. Dimensia

7. Tiba-tiba jatuh

8. Apa yang di pengang tiba-tiba di lempar

9. Batuk yang di senaja

10. Meludah

15.4 Faktor risiko terkena Epilepsi

Faktor yang mungkin dapat meningkatkan risiko epilepsi adalah :

11
Usia

Epilepsi biasanya terjadi pada masa awal usia anak-anak dan setelah usia 65 tahun, tapi

kondisi yang sama dapat terjadi pada usia berapapun. Jenis kelamin Lelaki lebih berisiko terkena

epilepsi daripada wanita.

Catatan keluarga

Jika anda memiliki catatan epilepsi dalam keluarga, anda mungkin memiliki peningkatan

risiko mengalami kejang-kejang

Cedera kepala

Cedera ini bertanggung jawab pada banyak kasus epilepsi. Anda dapat mengurangi

risikonya dengan selalu menggunakan sabuk pengaman ketika mengendarai mobil dan

menggunakan helm ketika mengendarai motor, bermain ski, bersepeda atau melakukan aktifitas

lain yang berisiko terkena cedera kepala.

Stroke dan penyakit vaskular lain.

Ini dapat menyebabkan kerusakan otak yang memicu epilepsi. Anda dapat mengambil

beberapa langkah untuk mengurangi risiko penyakit-penyakit tersebut, termasuk adalah batasi

untuk mengkonsumsi alkohol dan hindari rokok, makan makanan yang sehat dan selalu

berolahraga.

12
Infeksi pada otak

Infeksi seperti meningitis, menyebabkan peradangan pada otak atau tulang belakang dan

menyebabkan peningkatan risiko terkena epilepsi.

Kejang-kejang berkepanjangan pada saat anak-anak

Demam tinggi pada saat anak-anak dalam waktu yang lama terkadang dikaitkan dengan

kejang-kejang untuk waktu yang lama dan epilepsi pada saat nanti. Khususnya untuk mereka

dengan catatan sejarah keluarga dengan epilepsi

15.5 Patofisiologi Epilepsi

Patofisiologi epilepsi berawal dari neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi

karena adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan

jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron

yang lebih negatif. Neuron bersinaps dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu

masukan melalui sinapsis yang bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi

membran yang berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi

membran. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial

aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk merangsang atau menghambat neuron lain.

Patofisiologi utama terjadinya epilepsi meliputi mekanisme yang terlibat dalam munculnya

kejang (iktogenesis), dan juga mekanisme yang terlibat dalam perubahan otak yang normal

menjadi otak yang mudah-kejang (epileptogenesis)

13
15.6 Patogenesis

Patofisiologi Neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya

perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan

ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif.

Neuron bersinapsis dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui

sinapsis yang bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang

berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila

eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim

sepanjang akson, untuk merangsang atau menghambat neuron lain, sehingga terjadilah epilepsi.

Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang yang diakibatkan oleh aktivitas listrik yang

berlebihan pada sebagian atau seluruh bagian otak. Seorang penderita dikatakan menderita

epilepsi bila setidaknya mengalami dua kali bangkitan tanpa provokasi. Bangkitan epilepsi

disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor eksitasi dan inhibisi serebral, bangkitan akan

14
muncul pada eksitabilitas yang tidak terkontrol. Pada sebagian besar kasus tidak dijumpai

kelainan anatomi otak, namun pada beberapa kasus epilepsi disertai oleh kerusakan struktural

otak yang mengakibatkan disfungsi fisik dan retardasi mental.

15.7 Sign dan Simtom

Menurut manifestasi klinisnya, kejang dibagi menjadi kejang parsial, yang berasal dari

salah satu bagian hemisfer serebri, dan kejang umum, dimana kedua hemisfer otak terlibat secara

bersamaan.

Tipe kejang Ciri khas

Kejang parsial

Parsial sederhana Adanya gejala motorik, somatosensorik, sensorik, otonom, atau psikis.

Kesadaran normal.

Parsial kompleks Adanya gejala motorik, somatosensorik, sensorik, otonom, atau psikis.

Adanya penurunan kesadaran.

Kejang umum

Tonik-klonik Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian

diikuti oleh gerakan klonik.

Absans Ciri khas serangan absans adalah durasi singkat, onset dan terminasi

mendadak, frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan klonik pada

mata, dagu dan bibir.

15
Mioklonik Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum

atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih ekstremitas, atau

satu grup otot. Dapat berulang atau tunggal.

Atonik Hilangnya tonus otot yang singkat

Tonik Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap

dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu

sisi, dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh.

Klonik Pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang

kelojot. dijumpai terutama sekali pada anak.

16
17
18
15.8 Diagnosa / Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis pasti epilepsi adalah dengan menyaksikan secara langsung terjadinya

serangan, namun serangan epilepsi jarang bisa disaksikan langsung oleh dokter, sehingga

diagnosis epilepsi hampir selalu dibuat berdasarkan alloanamnesis. Namun alloanamnesis yang

baik dan akurat sulit didapatkan, karena gejala yang diceritakan oleh orang sekitar penderita

yang menyaksikan sering kali tidak khas, sedangkan penderitanya sendiri tidak tahu sama sekali

19
bahwa ia baru saja mendapat serangan epilepsi. Satu-satunya pemeriksaan yang dapat

membantu menegakkan diagnosis penderita epilepsi adalah rekaman elektroensefalografi (EEG).

Terdapat beberapa tanda kardinal kejang epilepsi lobus temporal yaitu:

1. Gejala prodromal

Bebrapa pasien mengalami gejala prodromal, yang mungkin dapat

membantu memprediksi datangnya kejang. Prodromal dapat berlangsung

beberapa menit, jam, atau kadang berhari-hari. Contoh yang termasuk gejala

prodromal adalah sakit kepala, perubahan kepribadian, cepat marah, kecemasan

atau gugup.

2. Aura

Aura dalam kenyataannya terjadi pada kejang parsial sederhana tetapi

sebagian besar terjadi pada pasien kejang parsial kompleks. Aura tersebut dapat

berlangsung dari beberapa detik sampai 1-2 menit sebelum kesadaran hilang.

Beberapa penulis menyebutkan bahwa teradapat hubungan antara aura sensorik

dengan epilepsi lobus temporalis. Contohnya gejala seperti viserosensory yaitu

sensasi epigastrium seperti naik dan beberapa fenomena meliputi rasa takut,

dejavu, jamais vu, ilusi visual dan auditori, dan halusinasi visual atau auditorik

kompleks. Halusinasi olfaktori dan gustatori relatif khusus terjadi pada epilepsi

lobus temporal.

3. Penurunan kesadaran

Kejang parsial kompleks berhubungan dengan penurunan kesadaran, dan

amnesia. Biasanya hal tersebut menetap dengan durasi 30 detik sampai 1 atau 2

20
menit. Kesadaran memiliki beberapa aspek termasuk kognisi, persepsi, memori

dan gerakan voluntary.

4. Amnesia

Pasien kejang parsial kompleks mungkin tidak menyadari bahwa mereka

telah kejang beberapa menit sebelumnya dan mereka mungkin tidak mengingat

peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum onset kejang. Kemungkinan amnesia

pasca kejang diakibatkan oleh penurunan fungsi hipokampus bilateral.

5. Automatisme

Aktivitas motorik involunter bersifat stereotipi dan hampir selalu disertai

dengan penurunan kesadaran dan diikuti amnesia. Salah satu sistem membagi

automatisasi de novo dan automatisasi preservative. Automatisme de novo

dikatakan terjadi secara spontan pada saat kejang atau setelah kejang. Misalnya,

pasien mungkin minum dari cangkir dan ditempatkan di tangannya atau

mengunyah permen karet ditempatkan dalam mulutnya. Automatisasi preservative

mungkin mewakili kelanjutan dari tindakan kompleks motorik sebelum onset

kejang misalnya, membuka dan menutup pintu berulang kali. Automatisasi

preservative terjadi pada hampir dua pertiga dari kejang parsial dari mesial lobus

temporal onset. Mereka sering melibatkan tangan (meraba-raba, memetik, gelisah)

atau mulut (mengunyah, bibir memukul, menelan).

Pemeriksaan penunjang

a. Elektroensefalografi (EEG)

21
Pemeriksaan EEG digunakan untuk membantu membedakan tipe kejang dan sindrom

epilepsi. Pemeriksaan EEG dapat membantu menentukan OAE dan prognosis penderita.

Gelombang yang normal ditemukan adalah gelombang irama dasar sesuai dengan usia anak.

Perkembangan normal otak ditunjukkan dengan perubahan gelombang irama dasar mulai dari 3-

4 siklus/detik pada usia 4 bulan, 5 siklus/detik pada usia 6 bulan, 6-7 siklus/detik pada usia 9-18

16 bulan, 7-8 siklus/detik pada usia 2 tahun, 9 siklus/detik pada usia 7 tahun, dan 10- 11

siklus/detik pada 10-15 tahun. Gelombang yang dapat ditemukan pada penderita epilepsi umum

idiopatik spike atau polyspike dan bangkitan gelombang lambat 3-5 detik/siklus dengan aktivitas

otak normal dan sering dengan fotosensitivitas.

Penderita dengan epilepsi tipe absanse memberikan gambaran EEG gelombang spike

yang sinkron 3 siklus/detik. Epilepsi mioklonus memberikan gambaran EEG polyspike dan

interiktal EEG biasanya normal atau pada 15-40% kasus menunjukkan gelombang ritmik delta di

occipital. Pasien epilepsi absanse juvenil menunjukkan gelombang polyspike dan spike dengan

frekuensi diatas 3 siklus/detik dan tidak didapatkan gelombang ritmik delta di occipital. Epilepsi

mioklonik juvenil menunjukkan gambaran letupan singkat gelombang polyspike pada iktal dan

interiktal

22
b. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan CT scan dan MRI meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi lesi

epileptogenik di otak. Dengan MRI beresolusi tinggi berbagai macam lesi patologik dapat

terdiagnosis secara non-invasif, misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma,

malformasi kavernosus, DNET (dysembryoplastic neuroepithellialtumor). Ditemukannya lesi-

lesi ini menambah pilihan terapi pada epilepsi yang refrakter terhadap OAE. Functional brain

imaging seperti Positron Emission Tomography (PET), Single Photon Emisssion Computed

Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam

menyediakan informasi tambahan mengenai dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran

darah regional di otak berkaitan dengan bangkitan.

23
Gambar diatas merupakan gambar MRI anak laki laki 8tahun, dengan Epilepsi
Lobus Frontalis (MRI 1,5T) Tampak FCD di otak depan kiri, di dekat pusat bicara.

Gambar diatas merupakan gambar MRI memperlihatkan epilepsy pada anak


wanita usia 5tahun, sering kejang tanpa demam, tampak FCD Multiple di otak kiri
depan, jelas sekali pada MRI 1,5T.

24
15.8.1 Laboratorium

a.Fungsi Ginjal Nilai Normal Lab

 Ureum : (normal : 26) 10-50 mg/dl

 Kreatinin : (normal : 0,5)L:0,5-1,1 mg/dl, P : 0,5-0,9 mg/dl

 AsamUrat : (normal : 3,9)L:3,4-7,0 mg/dl, P : 2,4-5,7 mg/dl

15.9 Prognosis

Pasien epilepsy yang berobat teratur, 1/3 akan bebas dari serangan paling sedikit 2 tahun,

dan bisa lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan,pasien tidak mengalami

sawan lagi,dikatakan telah mengalami remisi.

Diperkirakan 30% pasien tidak mengalami remisis meskipun minum obat dengan teratur.

Sesudah remisi,kemungkinanmunculnya serangan ulang paling sering didapat pada sawan tonik-

klonik dan sawan parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami relaps

sesudah remisi.

15.10 Penatalaksanaan

Pengobatan epilepsi

Tujuan terapi epilepsi adalah mengupayakan tercapainya kualitas hidup optimal

untuk penyandang epilepsi sesuai dengan perjalanan penyakit dan disbilitas fisik

maupun mental yang dimilikinya

Pirnsip terapi faramakologi

1. OAE diberikan bila:

a. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan

25
b. Pastikan faktor pencetus bangkitan dapat dihindari (misalnya: alkohol,

kurang tidur, stress, dll)

c. Terdapat minimum 2 bangkitan dalam setahun

d. Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang

tujuan pengobatan

e. Penyandang dan/atau keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan

efek samping yang timbul dari obat anti epilepsi.

2. Terapi dimulai dngan monoterapi, menggunakan obat antiepilepsi pilihan

sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrim epilepsi.

1. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampaidosis

efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasmaditentukan

bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.

2. Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat

mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah

mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.

3. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat

diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

26
Pemilihan OAE Didasarkan Atas Jenis Bangkitan
Tipe Bangkitan OAE lini pertama OAE lini OAE lini
kedua/tambahan ketiga/tambahan
Lena Sodium valproate, Ethosuximide Levetiracetam,
lamotrigine zonisamide
Mioklonik Sodium valproate Topiramate, Lamotrigine,
levetiracetam, clobazam,
zonisamide clonazepam,
Phenobarbital
Tonik klonik Sodium valproate, Lamotrigine, Topiranate,
carbamazepine, oxcarbazepine levetiracetam,
phenitoin, zonisamide,
phenobarbital pirimidon
Atonik Sodium valproate Lamotrigine, Felbamate
topiramate
Parsial Carbamazepine, Sodium Tiagabine,
phenitoin, valproate, vigabatrin,
phenobarbital, levetiracetam, felbamate,
oxcarbazepine, zonisamide, pirimidon
lamotrigine, pregabalin
topiramate,
gabapentin
Tidak Sodium valproate Lamotrigine Topiramate,
terklasifikasikan levetiracetam,
zonisamide

27
Dosis OAE untuk orang dewasa

OAE Dosis awal Dosis rumatan Jumlah dosis

(mg/hari) (mg/hari) per hari

Carbamazepine 400-600 400-1600 2-3x

Phenitoin 200-300 200-400 1-2x

Sodium valproate 500-1000 500-2500 2-3x

Phenobarbital 50-100 50-200 1

Clonazepam 1 4 1 atau 2

Clobazam 10 10-30 1-2x

Oxcarbazepine 600-900 600-3000 2-3x

Levetiracetam 1000-2000 1000-3000 2x

Topiramate 100 100-400 2x

Gabapentine 900-1800 900-3600 2-3x

Lamotrigine 50-100 50-200 1-2x

Zonisamid 100-200 100-400 1-2x

Pregabalin 50-75 50-600 2-3x

28
Terapi pada pasien ini :

-Infus RL + Diazepam

-Fenitoin

-Carbamazepin

-Clobazam

-Piracetam

-Vit B complex

Indikasi fenitoin

Cara kerja obat:

Fenitoin merupakan obat golongan antiepilepsi. Mekanisme kerja utamanya pada korteks

motoris yaitu menghambat penyebaran aktivitas kejang. Kemungkinan hal ini disebabkan

peningkatan pengeluaran natrium dari neuron dan fenitoin cenderung menstabilkan ambang

rangsang terhadap hipereksitabilitas yang disebabkan perangsangan berlebihan atau kemampuan

perubahan lingkungan di mana terjadi penurunan bertahap ion natrium melalui membran. Ini

termasuk penurunan potensiasi paska tetanik pada sinaps. Fenitoin menurunkan aktivitas

maksimal pusat batang otak yang berhubungan dengan fase tonik dari kejang tonik-klonik (grand

mal). Waktu paruh plasma setelah pemberian oral rata-rata adalah 22 jam (antara 7-42 jam).

29
Indikasi:

Fenitoin diindikasikan untuk mengontrol keadaan kejang tonik-klonik (grand mal) dan

serangan psikomotor “temporal lobe”.

Kontraindikasi:

Pasien dengan sejarah hipersensitif terhadap fenitoin atau produk hidantoin lain.

15.11 komplikasi

 Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental

 Timbul depresi dan keadaan cemas

Kapan obat epilepsi di hentikan

Lama pengobatan sulit dipastikan, Rata-rata 2 -3 tahun bebas kejang Epilepsi tipe sulit 5

tahun bebas kejang. Tipe yang ringan setelah 6 bulan dapat dipertimbangkan untuk dihentikan,

Resiko kambuh 20-50%.

Pemberhentian OAE

1. Semakin lama riwayat epilepsi makin besar resiko kekambuhan

2. Penghentian obat dipikirkan setelah 2

3. 3 tahun bebas kejang

4. Epilepsi tipe sulit sebaiknya tetap diberikan OAE

5. Penghentian obat secara bertahap

6. Resiko kekambuhan

7. Penghentian obat bersifat individual

30
Jadi kesimpulanya apabila pengobatan lini pertama dan kedua gagal, pasien beresiko

mengunakan obat seumur hidup.

Efek samping obat OAE

Sama seperti kebanyakan obat, OAE juga berisiko menimbulkan efek samping. Efek

samping tersebut ini bisa tergolong ingan atau bisa juga parah. Beberapa diantaranya adalah :

 Pusing

 Badan terasa lelah

 Kenaikan berat badan

 Ruam kulit

 Daya ingat berkurang

 Penurunan kepadatan tulang

 Hilangnya koordinasi gerakan

 Bicara tidak lancar

Sedangkan Efek Samping Obat Anti Epilepsi OAE yang tergolong lebih berat adalah :

1. Menjadi depresi

2. Peradangan pada organ seperti organ hati

3. Ruam kulit parah

4. Kecenderungan untuk bunuh diri

31
16. Kesimpulan

Telah dibahas dikasus

Nama : Meri BR Hutabarat

Umur : 56 Tahun

Jeniskelamin : Perempuan

Diagnosa : Epilepsi Bangkitan Umum Tonik

32

Anda mungkin juga menyukai