Pembimbing :
dr. Ratna Lusiawati, Sp.P, M.Kes
dr. Nia Marina Premesti, Sp.P, M.Kes
Disusun Oleh :
Erra Irhamni, S.Ked J510181019
i
HALAMAN PENGESAHAN CASE REPORT
PNEUMONIA DISERTAI PPOK EKSASERBASI AKUT DAN CPCD
Pembimbing :
dr. Ratna Lusiawati, Sp.P., M.Kes
dr. Nia Marina Premesti, Sp.P., M.Kes
Disusun Oleh :
Disetujui :
(dr. Ratna Lusiawati, Sp.P., M.Kes (.................................)
ii
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 4
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................... 5
A. Identitas Pasien............................................................................................. 5
B. Anamnesis .................................................................................................... 5
C. Pemeriksaan Fisik ........................................................................................ 7
D. Status Lokalis ............................................................................................... 8
E. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 10
F. Diagnosis .................................................................................................... 11
G. Tindakan/ Penatalaksanaan........................................................................ 11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 15
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 42
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 45
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pnemonia dan PPOK merupakan masalah kesehatan pada saluran
pernafasan yang sering dijumpai. Pneumonia masih menjadi masalah utama di
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun di negara
maju (Diatri & Iskandar, 2015). Pneumonia merupakan penyakit infeksi
saluran napas bawah akut pada parenkim paru dan dijumpai sekitar 15-20 %
pada kasus penyakit paru (Baharirama & Artini, 2017). Pneumonia disebabkan
oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit (Cilloniz, et al.,
2016).
Berdasarkan laporan WHO (2012) menyebutkan bahwa infeksi saluran
napas bawah terutama pneumonia menduduki peringkat keempat sebagai
penyebab kematian tertinggi di dunia dan sekaligus penyebab utama kematian
dari golongan penyakit infeksi (WHO, 2014; Wunderink & Waterer, 2014).
Dari data Riskesdas (2013) terjadi peningkatan prevalensi pneumonia pada
semua umur dari 2,1% pada tahun 2007 menjadi 2,7% tahun 2013 (Kemenkes
RI, 2013). Pada tahun 2015, terjadi 920.136 kematian akibat pneumonia
(Farida, et al., 2017). Pneumonia di Indonesia termasuk dalam 10 besar
penyakit rawat inap di rumah sakit yaitu dengan proporsi kasus 53,95% laki-
laki dan 46,05% perempuan, dengan CFR atau Crude Fatality Rate 7,6%, dan
merupakan CFR paling tinggi dibandingkan dengan penyakit lainnya (PDPI,
2014).
Pneumonia membutuhkan pengobatan yang adekuat, dikarenakan angka
morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Pengobatan awal pneumonia
didasari dengan pengobatan empiris. Setelah diagnosa pneumonia ditegakkan
harus segera diberikan antibiotik. Pemberian antibiotik kurang dari 4 jam
setelah masuk IGD dan diagnosis pneumonia ditegakkan akan menurunkan
angka kematian (PDPI, 2014).
1
2
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SS
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sukoharjo
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku : Jawa
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
RM : 00383800
MRS tanggal : 02 Juni 2018
Tanggal Pemeriksaan : 05 Juni 2018
Keluar RS : 07 Juni 2018
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Sukoharjo pada hari
Sabtu tanggal 02 Juni 2018 jam 13.30. Pasien datang dengan keluhan
sesak nafas dan batuk berdahak. Pada saat masuk Rumah Sakit, pasien
masih bisa berjalan tetapi pasien mengucapkan kalimat dengan terbata-
bata.
Pasien mengatakan 3 minggu yang lalu merasakan sesak dan batuk
berdahak. Kemudian pasien berobat ke Balai Paru dan diberi obat
rawat jalan. Seminggu kemudian, keluhan pasien sudah membaik.
Setelah itu pasien tidak kontrol kembali. 3 hari setelah obat habis,
pasien mengeluh sesak nafas setiap maghrib sampai pagi hari. 3 hari
5
6
kemudian sesak dirasakan setiap hari sampai hari ini dan dibawa ke
IGD RSUD Sukoharjo. Pada saat masuk rumah sakit, pasien merasakan
sesak yang tidak membaik dengan istirahat. Pasien merasa sesak
berkurang apabila posisi setengah duduk. Pasien juga mengeluhkan
batuk berdahak dengan dahak berwarna putih. Pasien tidak demam,
menggigil maupun berkeringat pada malam hari. Pasien juga tidak
mengeluhkan mual, muntah, dan sakit kepala. Buang air besar dan
buang air kecil lancar seperti biasa. Nafsu makan dan minum baik dan
berat badan tidak menurun.
Pasien merupakan seorang perokok aktif sejak SD. Setiap hari
pasien merokok 1 bungkus yang berisi 16 batang rokok. Pasien
berhenti merokok karena mengeluhkan sesak nafas sejak 3 minggu
yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat pengobatan dengan OAT : disangkal
b. Riwayat TB paru : disangkal
c. Riwayat asma : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat mondok di rumah sakit : disangkal
f. Riwayat DM : disangkal
g. Riwayat hipertensi : disangkal
h. Riwayat penyakit jantung : disangkal
i. Riwayat trauma : disangkal
j. Riwayat keganasan : disangkal
4. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat merokok : diakui, sejak SD sehari satu
bungkus
b. Riwayat minum alkohol : diakui, saat SMA
c. Riwayat konsumsi jamu : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat DM : disangkal
7
8. Resume Anamnesis
Laki-laki usia 33 tahun datang dengan keluhan sesak nafas dan
batuk dengan sputum putih sejak 3 hari yang lalu. Penurunan berat
badan dan keringat malam disangkal. Pasien merupakan perokok aktif
sejak SD sebanyak kurang lebih 16 batang per hari dan berhenti 3
minggu yang lalu sejak mengeluhkan sesak nafas. Pasien pernah
berobat ke Balai Paru dengan keluhan sesak nafas dan sudah membaik,
tetapi 3 hari setelah obat habis keluhan pasien kambuh kembali dan
semakin memberat tiap harinya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : sedang
b. Kesadaran/GCS : compos mentis/ E4V5M6
8
D. STATUS LOKALIS
a. Kepala
1. Rambut : rambut hitam, lurus, tidak mudah rontok
2. Kulit kepala : laserasi (-), ketombe (-)
3. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edem
palpebra (-/-)
4. Hidung : sekret (-), mukosa (dbn)
5. Telinga : daun telinga simetris, tanda peradangan (-), liang
telinga sekret dalam batas normal
6. Mulut : gigi hitam (+), lidah kotor (-), mulut kering (-), bau
mulut (-)
b. Leher
1. Pembesaran kelenjar limfe regional tidak ditemukan
2. JVP dalam batas normal
c. Thorax
1. Cor
1) Inspeksi : iktus kordis tidak tampak, tidak terlihat
masa dan masa, normochest
2) Palpasi : iktus kordis teraba dan kuat angkat di SIC V linea
midclavicula sinistra
3) Perkusi :
a) Batas kanan atas : SIC II parasternalis dextra
b) Batas kanan bawah : SIC IV parasternalis dextra
9
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Darah Lengkap 02 Juni 2018 pukul 18:08
Hasil Nilai Rujukan Ket
Lekosit 13,3 3,8-10,6 H
Eritrosit 6,46 4,40-5,90 H
Hemoglobin 16,1 13,2-17,3 N
Hematokrit 48,6 40-52 N
MCV 75,2 80-100 L
MCH 24,9 26-35 L
MCHC 33,1 32-37 H
Trombosit 476 150-450 N
RDW-CV 13,8 11,5-14,5 N
PDW 9,4 #
MPV 9,0 #
P-LCR 15,8 #
PCT 0,43 #
NRBC 0,00 0-1
Neutrofil 51,8 53-75 L
Limfosit 30,9 25-40
Monosit 6,10 2-8
Eosinofil 10,20 2,00-4,00 H
Basofil 1,00 0-1 N
Ig 0,20 #
b. Kimia Klinik
Hasil Nilai Rujukan Ket
GDS 81 70-120 N
Ureum 16,1 0-31 N
Kreatinin 1,17 0,60-1,10 H
SGOT 25,00 0-30 N
SGPT 41,4 0-50 N
c. Sero Imunologi
HbsAg Rapid Non-Reaktif
d. Pemeriksaan Radiologi
F. DIAGNOSIS
PPOK eksaserbasi akut, Pneumonia, CPCD
G. TINDAKAN/ PENATALAKSANAAN
O2 3 Lpm
Inf RA 20 tpm + 1 ampul aminophilin
Inj Ceftazidim 1g/ 8j
Inj Metil Prednisolon 62,5 mg/ 8j
Ambroxol 3x1
Sucralfat 3xC1
Codein 3x1
Nebu ventolin:pulmicort 1:1
12
Codein 3x10
mg
Ambroxol 3x1
Ulsafat syr 3 x
C1
Bricasma 3x 1
tab
Ofloxacin 1x
400 mg
6/6/2018 Sesek (+) KU : sedang PPOK RA + 1 amp
berkurang, Kesadaran : eksaserbasi aminofilin 20
batuk (+) CM akut tpm
berkurang TD : 120/80 Pneumonia O2 3 lpm
N : 88 CPCD Ceftazidim
R : 18 injeksi 3x1
S : 36,4 OMZ inj 2x1
TCM : MTB MP inj 3x 26,5
not detected Fluimucyl inj
3x1
Combiven +
Pulmicort neb /
8 jam
Salbutamol 3x2
mg
Codein 3x10
mg
Ambroxol 3x1
Ulsafat syr 3 x
C1
Bricasma 3x 1
tab
Ofloxacin 1x
400 mg
Rhetapyl SR
1x150 mg
14
Aminophilin
100mg
Salbutamol 2mg
Bricasma 1 tab
S cap dtd 3 dd 1
XV
Codein 10mg
Ambroksol 1
tab
Cimetidin ½ tab
MP 4mg
S cap dtd 3 dd 1
XV
Omz 1x1 V
Ulsafat syr
3xC1 I
Spironolakton
25 mg
KSR 1 tab
Furo ½ tab
S cap dtd 1-0-0
(V)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
15
16
d. Patofisiologi
Seseorang yang mengirup bahan-bahan iritan seperti asap rokok,
polusi udara, dan lain-lain akan masuk ke dalam saluran nafas. Paparan
bahan tersebut menstimulasi akumulasi dari sel-sel inflamasi seperti
neutrofil, sel T CD8, Sel B, dan makrofag (Barnes, 2013). Sel-sel inflamasi
yang teraktivasi menyebabkan terjadinya cascade inflamasi yang memicu
pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti TNF-alfa, IFN-gamma,
MMP 6, MMP 9, C-Reactive Protein (CRP), IL 1, IL 6, IL 8, dan
fibinogen. Adanya mediator inflamasi ini menyebabkan proses inflamasi
terjadi secara terus menerus dan menyebabkan kerusakan jaringan saluran
nafas dan berbagai efek sistemik. Inflamasi kronis yang terjadi
menyebabkan perubahan struktur di paru-paru, saluran nafas menjadi
sempit, terjadi penurunan aliran udara, sehingga muncul gejala PPOK
(Agusti, 2015).
3) Disfungsi mukosiliar
Paparan bahan iritan yang memicu timbulnya respon
peradangan, menyebabkan metaplasi sel goblet, sehingga
memperbesar kelenjar mukus yang melapisi dinding saluran nafas dan
meningkatkan sekresi mukus. Mukus yang berlebihan tersebut,
mampu menghambat aliran oksigen yang masuk ke dalam saluran
nafas. Pada saluran nafas juga terdapat sistem mukosiliar yang
bertugas untuk membersihkan lendir dari saluran nafas. Tetapi,
paparan bahan iritan tersebut menyebabkan kerusakan sistem
mukosiliar, sehingga lendir terakumulasi berlebihan di saluran udara
dan menyebabkan obstruksi jalan nafas (Danahaya & Jackson, 2015).
2) Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
a) Inspeksi
Pursed - lips breathing, adalah sikap seseorang yang bernapas
dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap
ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan
retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pink puffer adalah
gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed - lips breathing, sementara
blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronik,
penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki
basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
b) Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
c) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
d) Auskultasi
a) suara napas vesikuler normal, atau melemah
22
b) terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa
c) ekspirasi memanjang
d) bunyi jantung terdengar jauh
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1)Faal paru
a) Spirometri
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Dinyatakan adanya obstruksi apabila %
VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %. VEP1
merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila
spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
b) Uji bronkodilator
Uji bronkodilator dilakukan dengan menggunakan spirometri,
bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator
inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat
perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20%
nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK
stabil.
2)Darah rutin
Hb, Ht, leukosit.
3)Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain.
23
h) Ekokardiografi
i) Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
j) Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema
pada usia muda).
g. Tatalaksana
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi:
1) Edukasi
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut
secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri
maupun bagi keluarganya. Secara umum bahan edukasi yang harus
diberikan adalah:
a. Pengetahuan dasar tentang PPOK
b. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
c. Cara pencegahan perburukan penyakit
d. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
e. Penyesuaian aktivitas
2) Obat-obatan
a. Bronkodilator
1) Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4
kali perhari).
25
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang
rutin.
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati.
Gejala Golongan Obat Obat & Kemasan Dosis
Tanpa gejala Tanpa obat
Gejala intermiten Agonis ß2 Inhalasi kerja cepat Bila perlu
( pada waktu aktiviti )
Gejala terus menerus Antikolinergik Ipratropium bromida 2 - 4 semprot
20 µgr 3 - 4 x/hari
Inhalasi Agonis ß2 Fenoterol 2 - 4 semprot
kerja cepat 100µgr/semprot 3 - 4 x/hari
salbutamol 2 - 4 semprot
100µgr/semprot 3 - 4 x/hari
Terbutalin 2 - 4 semprot
0,5µgr/semprot 3 - 4 x/hari
Prokaterol 2 - 4 semprot
10µgr/semprot 3 x/hari
Kombinasi terapi Ipratropium bromid 2 - 4 semprot
20µgr+salbutamol 3 - 4 x/hari
100µgr persemprot
Pasien memakai Inhalasi Inhalasi Agonis ß2 kerja Formoterol 6µgr, 1 - 2 semprot
agonis ß2 kerja lambat ( tidak dipakai 12µgr/semprot 2 x/hari tidak
untuk eksaserbasi ) melebihi 2 x/hari
Atau
27
3) Terapi oksigen
Terapi oksigen diberikan atas indikasi Pao2 < 60mmHg atau Sat
O2 < 90%, Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor
Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal
jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.
4) Ventilasi mekanik
a. Ventilasi mekanik tanpa intubasi, digunakan pada PPOK dengan
gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk
ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten
Positif Pressure (NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV).
28
2. PNEUMONIA
a. Definisi
Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Pneumonia komunitas adalah peradangan akut pada parenkim
paru yang didapat di masyarakat.
30
b. Epidemiologi
Insiden pneumonia komunitas (PK) yang sebenarnya tidak pasti
karena penyakitnya tidak dapat dilaporkan dan hanya 20% hingga 50%
pasien yang memerlukan rawat inap. Perkiraan kejadian PK berkisar 2
hingga 15 kasus per 1000 orang per tahun, dengan tingkat yang jauh lebih
tinggi pada orang tua (Mason et al., 2005). Sekitar 20-40% pasien
pneumonia komunitas memerlukan perawatan rumas sakit dan sekitar 5-
10% memerlukan perwatan intensif. Angka kematian pada pasien rawat
jalan 1% dan pada pasien rawat inap meningkat meningkat menjadi 25%.
Di Indonesia, pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat
inap di rumah sakit dengan proporsi kasus 53,95% laki – laki dan 46,05%
perempuan, dengan crude fatality rate (CFR)7,6%, paling tinggi bila
dibandingkan penyakit lainya.
c. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam kuman, yaitu
bakteri, virus, jamur, dan protozoa (Perhimpunan Dokter Paru Indonesisa,
2014).
Tabel 1. Penyebab pneumonia komunitas
Community-Acquired Streptococcus pneumoniae
Pneumonia (CAP) Enteric gram-negative bacilli
Pneuminia komunitas Staphylococcus aureus
(PK) Legionella spp.
Mycoplasma pneumoniae
Respiratory viruses
(Mason et al., 2005)
d. Patofisiologi
Pneumonia menunjukkan proses peradangan parenkim paru yang
disebabkan oleh agen mikroba. Mikroorganisme yang berasal dari
kolonisasi orofaring,udara, droplet, atau darah masuk ke dalam saluran
nafas, akan menempati ruang antar sel dan antar alveolus. Karena adanya
kolonisasi mikroorganisme tersebut, tubuh mendapatkan sinyal bahwa
31
2) Pemeriksaan fisis
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru.
Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup,
pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial
yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki
basah kasar pada stadium resolusi.
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat
berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram",
penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi
yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai
30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke
kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis
etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak
34
pada pasien PPOK stabil, istilah kor pulmonal dan gagal jantung kanan
tidak identic (Barr, 2018).
b. Epidemiologi
Prevalensi pasti dari cor pulmonale di COPD tidak diketahui karena
tidak layak untuk melakukan kateterisasi jantung kanan dalam skala besar.
Prevalensi yang dilaporkan bervariasi dari 20% –91% tergantung pada
definisi cor pulmonal, tingkat keparahan penyakit paru-paru dalam
kelompok yang diteliti (Barr, 2018).
c. Patofisiologi
Terjadinya CPCD diawali dengan kelainan struktural di paru, yakni
kelainan pada parenkim paru yang bersifat menahun kemudian berlanjut
pada kelainan jantung. Perjalanan dari kelainan fungsi paru menuju
kelainan fungsi jantung, secara garis besar dapat digambar sebagai berikut
(Bethesda, 2013):
a) Hipoventilasi alveoli
b) Menyempitnya area aliran darah dalam paru (vascular bed)
c) Terjadinya shunt dalam paru
d) Peningkatan tekanan arteri pulmonal
e) Kelainan jantung kanan
f) Kelainan karena hipoksemia relatif pada miocard
37
7) Antikoagulan
Didasarkan atas kemungkinan terjadina tromboemboli akibat
pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya faktor
imobilisasi pada pasien.
8) Terapi penyakit yang mendasari.
BAB IV
PEMBAHASAN
42
43
44
DAFTAR PUSTAKA
45
46
Harun, S., & Ika, P. (2015). Ilmu Penyakit Dalam: Kor Pulmonal Kronik (5th ed.).
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013, Jakarta: Kemenkes RI.
Laperre, T., Sont, J., & Van, S. (2017). Smoking cessation and bronkhial epitelial
remodelling in COPD. Respir Res, 7(8), 85-93.
Macnee, W., 2016. Pathophysiology of Cor Pulmonale in COPD. American Journal
of Respiratory and Critical Care Medicine, 150(3), 833-52.
Nelson, S., & Mason, C. (2015). Pathophysiology of pneumonia. Clin Chest Med,
2(16), 1-123.
Oemiati, R., 2013. Kajian Epidemiologis PPOK. Media Litbangkes, 23(2), 82-8.
PDPI. (2014). Community Acquired Pneumonia. Jakarta: PDPI.
PDPI. (2011). Penyakit Paru Obstruktif Kronis. Jakarta: PDPI.
Ramirez, J. (2014). Community Acquired Pneumonia. Dipetik Juni 7, 2018, dari
www.antimicrobe.org/e55.asp
Saftarina, F., Anggraini, D. I. & Ridho, M., 2017. Penatalaksanaan Penyakit Paru
Obstruktif Kronis pada Pasien Laki-Laki Usia 66 Tahun Riwayat Perokok
Aktif dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Kecamatan Tanjung Sari
Natar. Jurnal Agromed Unila, 4(1), 143-51.
Sugiharti, S. & Sondari, T. R., 2015. Gambaran PPOK di Daerah Pertambangan
Batubara, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ekologi
Kesehatan, 14(2), 136-44.
Sylvia, A., & Wilson, L. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis dan Proses-Proses
Penyakit (6th ed.). Jakarta: EGC.
Welsh, D., & Mason, C. (2013). Host defence in respiratory infection. Med Clin
North Am(85), 1329-47.
WHO. (2014). Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. US: Global
Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease.