Oleh :
Rahmatiah M Budu, S.Ked (K1A1 12 094)
Pembimbing :
KENDARI
2020
HALAMANPENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas refarat dalam rangka kepanitraan klinik pada Bagian
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
maupun internet. Oleh karena itu penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah menyediakan berbagai referensi demi kesmpurnaan makalah ini.
Penulis sadari bahwa makalah ini tidak luput dari kesalahan yang bersifat
deskriptif maupun tehnik penulisan. Maka dari itu saran dan kritik dari pembaca
sangat dinantikan oleh penulis demi perbaikan makalah ini secara berkala, semoga
makalah ini dapat berguna bagi orang banyak khususnya mahasiswa kepanitraan
klinik pada Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Halu Oleo.
Tim Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan
antemortem dan postmortem pada orang yang tidak dikenal. Data yang
diduga sebagai orang hilang terkadang kurang lengkap, bahkan tidak ada.
kasus bencana massal dengan potongan tubuh yang sulit dikenal, memerlukan
berbagai disiplin ilmu, antara lain keahlian bidang forensik patologi, forensik
odontologi, forensik anthropologi, ahli sidik jari, ahli DNA, radiologi dan
fotografer.2
1
2
B. Rumusan Masalah
2. Apa yang dimaksud dengan Poses dari fase Disaster Victim Identification
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
(DVI)
D. Manfaat
mengidentifikasi korban mati akibat bencana masal secara ilmiah dan dapat
menentukan adanya Primary Identifier (PI) yang terdiri dari sidik jari,
odontologi, dan DNA serta Secondary Identifier (SI) yang terdiri dari medis,
disebut sah dan benar apabila telah berhasil diuji oleh minimal satu Primary
kesulitan terutama karena penampakan tubuh korban yang sama sekali tidak
bisa dikenali secara kasat mata karena sebagian besar tubuhnya telah hancur
(Disaster Victim Identification) Interpol. Poses DVI yang terdiri dari 5 fase
yaitu:4,5
(TKP). Pada fase pertama, tim awal yang datang ke TKP melakukan
pemilahan antara korban hidup dan korban mati selain juga mengamankan
barang bukti yang dapat mengarahkan pada pelaku apabila bencana yang
3
4
terjadi merupakan bencana yang diduga akibat ulah manusia. Pada korban
mati diberikan label sebagai penanda. Label ini harus memuat informasi
tim pemeriksa, lokasi penemuan, dan nomor tubuh/mayat. Label ini akan
2. Post mortem examination Fase kedua dalam proses DVI adalah fase
pertama dan fase ketiga. Pada fase ini, para ahli identifikasi, dokter
gigi, seluruh tubuh, dan barang bawaan yang melekat pada mayat.
3. ante mortem Information Retrieval dimana ada tim kecil yang menerima
laporan orang yang diduga menjadi korban. Tim ini meminta masukan
dari pakaian yang terakhir dikenakan, ciri-ciri khusus (tanda lahir, tato,
tahi lalat, bekas operasi, dan lainlain), data rekam medis dari dokter
keluarga dan dokter gigi korban, data sidik jari dari pihak berwenang
memilikinya. Apabila tidak ada data sidik DNA korban maka dilakukan
yaitu fase rekonsiliasi apabila terdapat kecocokan antara data Ante Mortem
belumlah selesai. Masih ada satu fase lagi yaitu fase kelima yang disebut
fase debriefing. Fase ini dilakukan 3-6 bulan setelah proses identifikasi
selesai. Pada fase debriefing, semua orang yang terlibat dalam proses
apa yang dapat terus dilakukan di masa yang akan datang, apa yang bisa
ditingkatkan, hal-hal apa yang tidak boleh terulang lagi di masa datang,
kesulitan apa yang ditemui dan apa yang harus dilakukan apabila
pada setiap kasus bencana. Namun pada kenyataannya, banyak hambatan dan
1. Postmortem
golongan darah, konstruksi gigi dan foto diri korban pada saat ditemukan
2. Antemortem
meninggal. Mulai dari pakaian atau aksesoris yang terakhir kali dikenakan,
barang bawaan, tanda lahir, tato, bekas luka, cacat tubuh, foto diri, berat
dan tinggi badan, serta sampel DNA. Data-data ini biasanya didapatkan
menyebutkan umur, warna kulit, ciri fisik seperti sidik jari, tanda lahir atau
susunan gigi berdasarkan data dari dokter gigi jika yang bersangkutan
Fase kedua dalam proses DVI adalah fase pemeriksaan mayat. Pada
fase ini tubuh korban diradiografi dan diotopsi. Fase ini dapat berlangsung
bersamaan dengan fase pertama dan fase ketiga. Pada fase ini, para ahli
terhadap gigi, seluruh tubuh, dan barang bawaan yang melekat pada mayat.
tersedia.
pemeriksaan dari berbagai keahlian antara lain dokter ahli forensik, dokter
umum, dokter gigi forensik, sidik jari, fotografi, DNA dan ahli antropologi
forensik.7
e. Deskripsi pakaian satu persatu mulai dari luar, kemudian dilepas dan
g. Periksa secara teliti mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki yang
meliputi:
bawah harus dilepaskan dan jaringan kulit atau otot pada rahang atas
dikupas ke atas agar gigi tampak jelas kemudian dibersihkan. Hal ini
f. Apabila rahang atas dan bawah tidak dapat dipisahkan dan rahang kaku,
pada region gigi molar atas dan bawah kiri atau kanan atau dapat
10
k. Selanjutnya bila perlu dibuat cetakan gigi jenazah untuk analisa lebih
lanjut.
Fase ketiga adalah fase pengumpulan data antemortem dimana ada tim
kecil yang menerima laporan orang yang diduga menjadi korban. Tim ini
diminta mulai dari pakaian yang terakhir dikenakan, ciri-ciri khusus (tanda
lahir, tato, tahi lalat, bekas operasi, dan lain-lain), data rekam medis dari
dokter keluarga dan dokter gigi korban, data sidik jari dari pihak berwenang
Apabila tidak ada data sidik DNA korban maka dilakukan pengambilan
sampel darah dari keluarga korban. Data Ante Mortem diisikan ke dalam
A. Kesimpulan
garis batas polisi sehingga area TKP tidak terganggudan dapat dilakukan
d. Reconciliation, pada fase ini, data post mortem dan ante mortem yang
diketahui.
keluarganya.
12
13
B. Saran
Penulis sadari bahwa makalah ini tidak luput dari kesalahan yang
bersifat deskriptif maupun tehnik penulisan, oleh karena itu saran dan kritik
9. Diakses pada tanggal 5 April 2015 By dr. bijeugm • Posted in Health System
and Disaster • Tagged ante mortem, autopsi, identifikasi jenazah, post mortem