Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

KERATOMIKOSIS

MUHAMMAD RIZKY NANDA


1707101030014

PEMBIMBING
DR. FIRDALENA MEUTIA, M.KES, SP.M
PENDAHULUAN

 Kornea adalah suatu media refrakta dan bersifat


jernih
 Keadaan keruh pada kornea biasanya dapat
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
 Infeksi mikroorganisme jamur merupakan masalah
oftalmologi disebut keratomikosis
 Kejadian keratomikosis besar kemungkinan
kejadiannya sesuai dengan lingkungan masyarakat
Indonesia yang agraris dan iklim yang tropis dengan
kelembaban tinggi.
PENDAHULUAN

 Insidens keratitis jamur di Amerika Serikat


bervariasi menurut lokasi geografi dan rata – rata
2% kasus keratitis di New York, 35% di florida
 Fusarium sp. penyebab infeksi jamur pada kornea
yang paling umum di Amerika
 Keratomikosis lebih sering ditemukan pada laki –
laki dibanding perempuan dan lebih sering
ditemukan pada pasien yang mempunyai riwayat
trauma ocular di luar rumah.
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
 Fungsi utama kornea adalah sebagai membran
protektif dan sebuah “jendela” yang dilalui cahaya
untuk mencapai retina.
 Kornea merupakan struktur jaringan yang
braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini
berarti penyembuhannya juga lambat
 Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)
diperoleh dari 3 sumber, difusi dari kapiler – kapiler
disekitarnya, difusi dari humor aquous, dan difusi
dari film air mata
ETIOLOGI

1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan


cabang-cabang hifa.
 Jamur bersepta: Fusarium spp, Acremonium spp, Aspergillus spp,
Cladosporium spp, Penicillium spp, Paecilomyces spp, Phialophora
spp, Curvularia spp, Altenaria spp.
 Jamur tidak bersepta: Mucor spp, Rhizopus spp, Absidia spp.

2. Jamur ragi (yeast)


 Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candidaalbicans,
Cryptococcus spp, Rodotolura spp.

3. Jamur difasik
 Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang pada media perbiakan
membentuk miselium: Blastomices spp,Coccidiodidies spp,
Histoplasma spp, Sporothrix spp.
Patogenesis

Jamur mencapai kedalam stroma kornea melalui


kerusakan pada epithelium - kemudian
memperbanyak diri dan menyebabkan nekrosis pada
jaringan dan menyebabkan reaksi inflamasi -
kerusakan pada epitelium biasanya disebabkan dari
trauma.
Organisme dapat menembus kedalam membran
descment yang intak dan mencapai bagian anterior
atau segmen posterior. Mikotoksin dan enzim
proteolitik menambah kerusakan jaringan yang ada.
Stadium Ulcus Cornea

(A) Infiltrasi progresif

(B) Ulserasi aktif

(C) Regresi

(D) Sikatrik
Manifestasi Klinis

 Adanya ulcus kornea


 Nekrosis lamella kornea
 Inflamasi akut
 Hipopion + uveitis berat
 Formasi cincin keliling ulkus kornea
 Plak endotel
 Lesi satelit / lesi indolen (tidak selalu ada)
 Penurunan visus
 Fotofobia
 Hiperlakrimasi
Diagnosis

 Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya
gejala subjektif yang dikeluhkan oleh pasien, dapat
berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur,
silau jika melihat cahaya, kelopak terasa berat.Yang
juga harus ditanyakan ialah adanya riwayat trauma,
kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak,
adanya penyakit vaskulitis atau autoimun, dan
penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
Pemeriksaan fisis
Visus
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami
infeksi oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi
refleksi cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.(3)

Slit lamp
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya
kekeruhan pada kornea.Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi
konjungtiva ataupun perikornea. Tanda yang umum pada pemeriksaan
slitlamp yang tidak spesifik, termasuk didalamnya:
 Injeksio konjungtiva Kerusakan epitel kornea
 Supurasi
 Infiltrasi stroma
 Reaksi pada bilik depan
 Hipopion
Pemeriksaan penunjang
Tes fluoresein.
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya
sebagian permukaan kornea.Untuk melihat adanya
daerah yang defek pada kornea. (warna hijau
menunjukkan daerah yang defek pada kornea,
sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang
intak).
 Pewarnaan gram,KOH, dan kultur.
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus,
oleh jamur.kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi
organisme kausatif pada beberapa kasus. Sangat membantu
diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan
diagnosis keratomikosis.Yang utama adalah melakukan
pemeriksaan kerokan kornea.
 Gambaran Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa
apusan kornea ditemukan adanya jamur.Hifa jamur berjalan
parallel pada permukaan kornea.Adanya komponen jamur
yang mencapai stroma menunjukkan tingkat virulensi kuman
sangat tinggi dan biasanya berhubungan dengan infeksi yang
progresif.
Tatalaksana

1. Polyene
Anti fungi dengan mengikat pada dinding sel
fungi dan mengganggu permeabilitas membran
jamur sehingga terjadi ketidakseimbangan
intraseluler
 Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk
keratomikosis akibat yis dan Candida
 Natamycin (paramycin) bersifat spektrum-luas
terhadap organisme filamentosa
2. Azole (imidazole dan triazole)
Golongan ini dilaporkan efektif terhadap
Aspergillus, Fusarium, dan Candida.
Diagnosa Banding
Komplikasi

 Perforasi kornea
 Neovaskularisasi
 Astigmatisme ireguler
 Penipisan kornea
 Sinekia anterior
 Sinekia posterior
 Glaucoma
 Katarak
Laporan Kasus
Anamnesis
Identitas Pasien
Keluhan utama: Pandangan
kabur mata kiri
Nama :Tn. DH Pasien datang ke IGD RSUDZA dengan keluhan
Umur :61 tahun pandangan pada mata kiri mulai kabur disertai
Jenis Kelamin : Laki-laki juga ada cairan berwarna putih didalam bola mata
Suku/Bangsa : Aceh pasien. Keluhan pandangan kabur, nyeri pada
RM : 1-19-19-54 mata kiri dan nyeri kepala dirasakan pasien secara
Agama :Islam mendadak sejak 2 minggu lalu. Awalnya pasien
Pekerjaan : Petani mengaku sedang bekerja di sawah dan terlempar
Alamat :Aceh Jaya tanah dari cangkul pasien hingga terkena mata
Tgl. Pemeriksaan : 23 November 2018 pasien, kemudian pasien membasuh mata dengan
air yang terletak pada ember digubuk sawah
pasien, kemudian keluhan mata kabur mulai
Keluhan tambahan: Nyeri dirasakan pasien. Keluhan dirasakan pasien
pada mata kiri, terdapat semakin memberat sampai sekarang hingga
cairan putih didalam bola pasien tidak dapat melihat apapun saat ini. Sejak 1
mata pasien dan nyeri minggu lalu, keluarga pasien juga mulai melihat
kepala adanya cairan putih pada bola mata kiri pasien.
Cairan putih terlihat menetap pada mata pasien
dan tidak ada tampak berkurang.
RPD: Pasien tidak pernah
RPK: mengalami keluhan yang sama
Tidak ada sebelumnya, pasien
20 tidak
pernah menggunakan
RKS: Pasien seorang kacamata. Pasien tidak
petani memiliki riwayat DM,
hipertensi atau penyakit
sistemik lainnya.
Pemeriksaan Fisik

Compos 140/80 80 kali 18 kali


36,7° C
mentis mmHg /menit / menit
PEMERIKSAAN OD OS

INSPEKSI

Palpebra Hematoma (-) Hematoma (-)


Edema (-) Edema (-)

Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)

Silia Sekret (-) Sekret (+)

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+)

Bola mata Normal Normal

Kornea Jernih Keruh diseluruh permukaan, Defek (+)

Bilik mata depan Normal Tampak hipopion

Iris Normal Sulit dievaluasi

Pupil Bulat, sentral, RC (+) Sulit dievaluasi

Lensa Jernih Sulit dievaluasi

Mekanisme Muskular Ke segala arah Ke segala arah


PALPASI

Tensi Okular Tn Tn +1

Nyeri Tekan Ada Ada

Massa Tumor Tidak ada Tidak ada

Glandula PreAurikuler Tidak ditemukan pembesaran Tidak ditemukan pembesaran

VISUS
VOD: 5/60 (on bed)
VOS: 1/∞
USG Mata
 Foto Klinis
Diagnosa

D/ OS Keratomikosis

Diagnosa banding : endotalmitis dd/ keratitis bakteri


Tatalaksana

 Medikamentosa
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1gr / 12jam
Inj. Methylprednisolone 125mg / 12jam
Inj. Ranitidin 1 amp / 12jam
Drip. PCT 1gr / 8jam
Vigamox fls 6gtt/hari OS
Noncort ed 6gtt/hari OS

 Operatif
Flap Konjungtiva
Prognosis

 Quo ad Vitam : Dubia et Bonam


 Quo ad Sanationam : Dubia et Bonam
 Quo ad Functionam : Dubia et Malam
 Quo ad Cosmeticum : Dubia et Malam
Pembahasan
Temuan Klins Teori
Anamnesis
Gejala nyeri terjadi oleh karena kornea
memiliki banyak serabut saraf nyeri
Dari anamnesis diketahui pasien sehingga setiap lesi pada kornea baik
mengeluh mata kiri merah dan nyeri superfisial maupun dalam akan
disertai dengan penurunan memberikan rasa sakit dan rasa sakit
penglihatan. Pasien juga mengeluh ini diperhebat oleh adanya gesekan
semakin hari nyeri pada mata kiri palpebra pada kornea. Penurunan
semakin bertambah dan mata kiri visus pada mata yang mengalami
pasien akhirnya tidak dapat melihat infeksi oleh karena adanya defek pada
lagi. kornea sehingga menghalangi refleksi
cahaya yang masuk ke media refrakta.
Temuan Klins Teori
Anamnesis
Pada keratomikosis terjadi infiltrasi
dari sel-selmononuclear, sel plasma,
Pasien mengaku bagian mata kiri yang leukosit polimorfonuklear (PMN),
berwarna hitam berubah menjadi yang mengakibatkan timbulnya
berwarna putih. Dari pemeriksaan infiltrat, yang tampak sebagai bercak
fisik status oftalmologis kiri berwarna kelabu, keruh dengan batas-
didapatkan visus = 1/∞, konjungtiva batas tak jelas dan permukaan tidak
dan sklera hiperemis, kornea keruh licin, kemudian dapat terjadi
dan terdapat hipopion. kerusakan epitel dan timbul ulkus.
Penanganan untuk keratomikosis adalah dengan
terapi anti jamur dan terapi suportif. Namun pada kasus
ini tidak diberikan obat anti jamur karena DPJP pasien
mendiagnosa kasus tidak dengan keratomikosis.
Diagnosa awal pada pasien saat masuk melalui IGD
RSUZA yaitu endoftalmitis, namun setelah dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa USG mata, tidak
dijumpai adanya tanda peradangan pada corpus vitreous,
vitreous aquos tidak keruh. Sehingga DPJP mendiagnosa
dengan uveitis + defek kornea. Namun, berdasarkan
faktor predisposisi, tanda dan gejala, maka penulis
berfikir diagnosa keratomikosis.
Kelas obat yang digunakan untuk pengobatan
keratitis jamur termasuk antibiotik polyene (nistatin,
amphoterecin B, natamycin); analog pyrimidine
(flucytosine); imidazole (clortrimazole, miconozole,
econazole, ketoconazole); triazoles (fluconazole,
itraconazole); dan sulfadiazine. Natamycin hanya dapat
diberikan secara topical; obat lain dapat diberikan dari
bermacam jalur yang ada. Steroid kontraindikasi karena
akan terjadi eksaserbasi penyakit. Apabila terjadi
perburukan atau semakin bertambahnya infeksi pada
kornea walaupun terlah mendapatkan pengobatan anti
fungi yang maksimum maka perlu di lakukan operasi.
Temuan Klins Teori
Tatalaksana • Parasetamol diberikan sebagai
analgetik sistemik, kombinasi dengan
• Diberikan drip PCT 1gr setiap 8 jam noncort ed sebagai analgetik lokal
dikombinasikan dengan noncort
6gtt/hari • Ranitidin sebagai protektor terhadap
mukosa lambung penderita
• Diberikan Ranitidin 1 amp/12jam keratomikosis akibat efek samping
pemberian obat terapi lain.
Temuan Klins Teori
Prognosis Pasien pada kasus ini mempunyai
prognosis dubia ad malam karena
Quo ad Vitam : Dubia et Bonam pasien tersebut sudah mengalami
Quo ad Sanationam : Dubia et Bonam kebutaan. Dengan terapi yang optimal
Quo ad Functionam : Dubia et Malam sekalipun, keratomikosis memiliki
Quo ad Cosmeticum : Dubia et Malam prognosis yang buruk.4 Prognosis
penderita keratomikosis tergantung
dari kondisi imunitas penderita,
durasi dari keratomikosis, virulensi
jamur, jangka waktu infeksi sampai
penatalaksanaan. Pada kasus ini,
prognosis pasien dubia ad malam
karena mengingat umur penderita
yang sudah cukup tua dan sudah
terjadi penurunan visus yang berat
Kesimpulan

 Seorang laki-laki, umur 61 tahun, datang ke IGD


RSUDZA dengan keluhan pandangan kabur pada mata
kiri sejak 2 minggu lalu. Awalnya pasien mengeluh mata
terkena tanah dan dibersihkan dengan air yang terdapat
pada ember digubuk pasien. Nyeri ada, kotoran mata
berlebih ada, air mata berlebih ada. Riwayat DM tidak
ada, riwayat hipertensi tidak ada, riwayat operasi katarak
tidak ada.
 Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan dari inspeksi
OS, terdapat ada lakrimasi berlebih, pada silia terdapat
sekret, konjungtiva hiperemis dan tampak adanya
hipopion, kornea keruh di seluruh permukaan.
Pemeriksaan visus didapatan visus mata kanan 5/60 on
bed dan mata kiri 1/∞.

Anda mungkin juga menyukai