Anda di halaman 1dari 12

Referat

Lupus Eritematosus Kutan

Disusun Oleh :
Fergie Merrywen Tamu Rambu
112016032

Dokter Pembimbing
dr. Endang Soekmawati, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
PERIODE 20 MARET 22 APRIL 2017
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU
KUDUS
2017
Pendahuluan
Lupus Eritematosus (LE) merupakan penyakit autoimun yang melibatkan jaringan
konektif dan pembuluh darah. LE memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi, yaitu
kelainan kulit saja (LE Kutan) hingga keterlibatan sistemik (LE Sistemik/ LES). LE kutan
merupakan manifestasi kulit yang dapat terjadi pada 72-85% pasien LES didahului dengan lesi
pada Kulit. Ratio pada perempuan dan laki-laki adalah 9:1

Etiopatogenesis
Hingga saat ini penyebab dan patomekanisme LE kutan belum diketahui secara pasti,
tetapi berhubungan erat dengan pathogenesis LES. Factor pejamu (suseptibilitas, Hormonal) dan
Faktor Lingkungan menyebabkan hilangnya self-tolerance dan menginduksi proses autoimun.
Hal ini di ikuti aktifasi dan ekspansi system imun sehingga mencetuskan penyimpangan
imunologik yang berdampak pada beberapa organ dan tampilan klinis penyakit. Beberapa
penelitian baru memfokuskan pada peran sinyal interferon- (IFN-) dalam patogenesis LE.
Selain predisposisi genetic, pajanan factor lingkungan, misalnya radiasi ultraviolet (UV),
infeksi virus, obat, rokok mempunyai peranan besar dalam perkembangan penyakit LE. Radiasi
UV mempunyai peranan paling penting dalam fase Induksi penyakit LE Kutan. UVB
memyebabkan apoptosis keratinosit dan Autoantigen Ro/ SS-A, La/SS-B, serta calreticulin,
berpindah dari lokasi normal di dalam keratinosit ke permukaan sel. UVB juga di ketahui
menginduksi dan meningkatkan ekspresi beberapa kemokin sehingga mengaktifkan sel T
autoreaktif dan IFN-, sel dendrit yang mempunyai peran utama dalam pathogenesis LE.

Gambaran Klinis
Manifestasi klinis keterlibatan kulit pada pasien LE sangat sering ditemukan dan sangat
bervariasi. Klasifikasi Gilliam (1982) yang sering digunakan dan mudah diterapkan pada
kelainan kulit LE yang sangat bervariasi. Gilliam membagi berdasarkan gambaran karasteristik
histopatologis, yaitu LE kutan spesifik dan LE kutan non-spesifik. Sangat penting membedakan
kedua subtype LE Kutan spesifik, karena keterlibatan kulit mencerminkan aktivitas penyakit
LES. LE Kutan akut mencerminkan keparahan LES, sedangkan LE Kutan Kronik biasanya
menunjukkan tidak ada kelianan sistemik.
Klasifikasi Lupus Eritematosus Kutan berdasarkan Gilliam, sebagai berikut :

LE specific skin disease LE- non spesifik skin disease


I. LE kutan Akut ( ACLE ) I. Penyakit vascular kulit
1. ACLE local ( malar rash, a. Vaskulitis
butterfly rash ) 1. Leukocytoclastik
2. ACLE general 2. Periarteritis nodosa
( makulopapular rash, b. Vaskulopati
SLE rash, fotosensitif 1. Degos disease
dermatitis lupus ) 2. Atropi blanche sekunder
II. LE kutan subakut ( SCLE ) ( livedoid vaskulitis,
1. Annular SCLE ( Lupus livedo vaskulitis )
marginatus, eritema c. Periungual teleangiektasis
simetris sentrifugal) d. Livedo reticularis
2. Papuloskuamos SCLE e. Thromboplebitis
( DLE disseminate, f. Fenomena Raynaud
ptiriasiform LE, g. Eritromelalgia
makulopapular II. Non-scarring alopecia
photosensitive LE ) a. Rambut lupus
III. LE kutan kronik ( CCLE ) b. Telogen effluvium
1. LE discoid klasik c. Alopesia areata
a. DLE local III. Sclerodactyly
b. DLE general IV. Rheumatoid nodules
2. DLE V. Calcinosis cutis
hipertropik/verrucous VI. Lesi bula LE-non spesifik
3. Lupus profundus/lupus VII. Urticaria
panniculitis VIII. Papulonodular mucinosis
4. DLE mukosa IX. Cutis laxa/anetoderma
a. DLE oral X. Akantosis nigrikan ( resistensi
b. DLE konjunctiva insulin tipe B )
5. Lupus tumidus XI. Eritema multiforme
6. LE chilblain XII. Ulkus tungkai
XIII. Liken planus

Lupus Eritematosus Kutan Akut


LE Kutan akut lokalisata biasanya di temukan di wajah berupa lesi malar atau butterfly
rash dan di laporkan terjadi pada 20-60% pasien LES. Gambaran khas berupa lesi erimatosa
yang simatris dan konfluens, serta edema pada area malar dan melintasi hidung. Biasanya
dimulai dengan macula kecil atau papul pada wajah kemudian konfluens dan hiperkeratotik.
Terkadang dapat meluas sampai ke dahi, dagu, dan leher area V. jarang di temukan mengenai
lipatan nasolabial.
LE Kutan akut generalisata merupakan perluasan lesi makulopapular atau erupsi
eksantematosa yang biasanya mengenai ekstremitas atas dan tangan sisi ekstensor dan jarang
melibatkan sendi. Lesi makulopapular di temukan pada 35-60% LES.
LE Kutan akut dicetuskan dan dapat eksaserbasi akibat pajanan radiasi UV. Lesi dapat
bertahan dalam durasi yang bervariasi hingga menetap untuk jangka panjang bergantung pada
aktivitas penyakit. Pigmentasi post inflamasi sering kali ditemukan pada pasien berkulit gelap.
Tidak di temukan jaringan parut kecuali bila terjadi Infeksi bakteri sekunder.

Gambar 1. Malar rash, butterfly rash

Lupus Eritematosus Kutan Subakut


Gambaran Klinis berupa macula atau papul eritematosa yang berkembang menjadi lesi
papuloskuamosa atau plak anular hiperkeratotik. Lesi sangat fotosensitif dan ditemukan pada
area yang mudah terpajan UV, yaitu punggung atas, bahu, lengan sisi ekstensor, area leher V, dan
jarang sekali di wajah. Bila mengenai wajah biasanya pada sisi lateral.
Lesi biasanya menetap lebih lama di bandingkan lesi pada LE Kutan akut dan
meniggalkan macula pigmentasi dalam waktu cukup lama. Lesi LE kutan subakut mengalami
resolusi tanpa meninggalkan jaringan parut/skar.

Gambar 2. Lupus erimatosus sub akut (

Lupus Eritematosus Kutan Kronik


Lesi discoid Klasik (DLE) merupakan bentuk yang paling sering ditemukan, di mulai
macula merah-keunguan, papul atau plak kecil yang secara cepat berkembang menjadi
permukaan yang hiperkeratotik.
Lesi discoid awal berupa plak eritematosa dengan bentuk menyerupai uang logam yang
berbatas tegas, di tutupi skuama yang lekat dan menutupi folikel rambut. Bentuk khas lesi
discoid adalah plak eritema yang meluas dengan area hiperpigmentasi di bagian perifer,
meninggalkan skar atrofik pada bagian sentral, telangiektasis, dan hipopigmentasi.
Pada area rambut dapat menyebabkan alopesia dengan skar sehingga menyebabkan
deformitas dan sering memengaruhi kualitas hidup pasien. Keterlibatan folikel berupa keratotic
plug merupakan gambaran yang dominan.
LE kutan kronik mempunyai predileksi pada wajah, scalp, telinga, area leher V, dan sisi
ekstensor ekstremitas. Bila lesi discoid meluas sampai ke bawah bagian leher maka di golongkan
dalam LE kutan Kronik generalisata dan di hubungkan dengan LES serta rekalsitran terhadap
pengobatan.

Gambar 4. CCLE. Lesi klasik DLE, discoid seperti koin.

Pemeriksaan Penunjang
Beberapa antibody mempunyai hubungan erat dengan LE, sehingga pada LE kutan akut
sering ditemukan titer tinggi ANA, anti-dsDNA, anti-Sm, dan hipokomplementemia. Penanda
pada LE Kutan Subakut adalah autoantibodi anti-Ro/SS-A (70-90%) dan anti-La/SS-B (30-50%).
ANA dapat ditemukan pada 60-80% dan factor rheumatoid pada sepertiga pasien LE Kutan
Subakut. Pada yang rendah (30-40%). Hanya 5% pasien DLE di temukan titer ANA tinggi.
Pada pemeriksaan histopatologi LE Kutan spesifik dapat di temukan hiperkeratotik, atrofi
epidermal degenerasi mencair sel basal, penebalan membrane DEJ, edema pada dermis, deposit
musin, serta infiltrate sel mononuclear yang dominan tersebar di perivascular dan sekitar adneksa
kulit.
Pada pemeriksaan imunoflouresens langsung pada kulit yang tampak normal pasien LES
dapat di lihat pita terdiri atas deposit granular immunoglobulin G, M, atau A dan komplemen C3
pada taut epidermal-dermal yang disebut lupus band. Hal ini dapat dilihat pada 90-100% pasien
LES.

Diagnosis Banding
LE Kutan akut lokalisata dapat menyerupai rosasea dan dermatomiositis. LE Kutan akut
generalisata menyerupai hipersensitivitas obat, reaksi fotoalergi atau fototoksis, dan ekasantema
viral. Lesi papuloskuamosa pada LE Kutan subakut member gambaran menyrupai eritema
anulare sentrifugum dan granuloma anulare. Lesi DLE terkadang menyerupai lesi karsinoma sel
skuamosa, keratosis aknitik dan keratoakantoma.

Penatalaksanaan
Langkah utama dalam tatalaksana LE Kutan adalah evaluasi kemungkinan keterlibatan
sistemik. Penghindaran terhadap radiasi UV dan penggunaan tabir surya setiap hari sangat
penting dalam mencegah perluasan dan eksaserbasi penyakit, sehingga pasien perlu di berikan
edukasi mengenai hal tersebut. Pada lesi yang sedikit atau Lokalisata, pemberian kortikosteroid
topical potensi sedang-tinggi dapat bermanfaat. Terkadang dapat diberikan suntikan
kortikosteroid intralesi.
Kortikosteroid sistemik, antimalaria, retinoid, dan imunosupresan di berikan pada LE
kutan yang luas atau tidak respons terhadap terapi topical. Perlu perhatikan pada efek samping
akibat penggunaan terapi sistemik jangka panjang. Misalnya retinopati akibat penggunaan
antimalaria.

Glukokortikoid lokal
Walau beberapa digunakan preparat dengan potensi intermediate seperti triamsinolon

acetonide 0,1 % untuk area sensitive seperti wajah, agen topical kelas I superpoten seperti

clobetasol propionate 0,05 persen atau betametasin diproprionat 0,05%. Penggunaan dua kali

sehari untuk lesi kulit. 1

Terapi sistemik

-Antimalaria

Satu atau kombinasi dari antimalaria aminoquinolon dapat efektif pada sekitar 75%

pasien dengan LE Kutan yang gagal dengan menggunakan terapi local. Resiko toksisitas retina

harus didiskusikan dengan pasien, dan pemeriksaan ophtalmologis sebelum terapi disarankan.

Walaupun begitu, resiko dari retinopati antimalaria sangat jarang apabila dosis maksimum

perhari dari agen ini tidak berlebihan. ( hidroksi klorokuin 6,5 mg/kgbb/hari, berdasarkan berat

badan ideal. Klorokuin 4 mg.kg.bb.1

Hidroxyklrokouin sulfat 400mg/hari per oral, diberikan selama 6 sampai 8 minggu

pertama terapi. Saat respon klinis adekuat tercapai, dosis perhari diturunkan sampai dosis

maintenance perhari 200 mg/hari paling tidak selama satu tahun untuk minimalisir angka

rekurensi. Apabila tidak ada respon terlihat selama 6-8 minggu terapi, quinacrine hidroklorid

dapat ditambahkan. Apabila setelah 4 sampai 6 minggu, tidak mencapai respon klinis yang

adekuat, dapat mengganti obat dengan klorokuin dipospat, 250 mg/hari.1

Beberapa pasien dengan CLE refrakter memberikan respon terhadap

diaminodiphenilsulfone. Dosis inisial sebesar 25 mg per oral dua kali sehari dapat ditingkatkan

hingga 200 sampai 400 mg/hari apabila diperlukan. 1

-Glukokortikoid sistemik
Dapat diberikan glukokortikoid sistemik pada penyakit kulit berat dan simptomatik,

metiprednisolon dapat diberikan secara intravena. Pada beberapa kasus akut, dosis moderat dari

glukokortikoid oral ( prednisone 20 40 mg/hari dapat diberikan sebagai single dose pada pagi

hari ) dapat digunakan sebagai terapi suplemen selama loadingfase pada penggunaan agen

antimalaria.1

Azatioprin 1,5-2 mg/kgBB/hari per oral atau Mycophenolate mofetil dapat digunakan

sebagai obat-obatan immunosurpresif. 1

Ada laporan mengenai kegunaan anti-TNF ( etanercept, adalimunab, infliximab ) pada

pengobatan CLE, khususnya SCLE. Namun, agen ini juga dikenal dapat menginduksi SLE

maupun CLE.1

-Thalidomid

Thalidomid merupakan agen antiinflamasi dan immunomodulator yang menghambat

produksi TNF alfa. Laporan mengenai penggunaan thalidomide untuk terapi LE Kutan oleh

Barba-Rubio dan Franco-Gonzales. Pada tahun 1983 Knop et al melaporkan adanya perbaikan

komplit atau bermakna pada 54 dari 60 pasien dengan thalidomide.6

Pada sebuah studi nan random, thalidomide efektif untuk menangani LE Kutan refrakter

yang tidak respon terhadap agen anti malaria, steroid, maupun agen immunosurpresif lainnya.

Respon klinis berkisar antara 84-100% dengan dosis perhari 50-400mg.7


Prognosis

ACLE

Baik pada bentuk local maupun general berkaitan dengan aktivitas SLE. Sehingga

prognosis pasien dengan ACLE mirip dengan pola SLE. Baik 5 year survival ( 80-90 persen )

dan 10 year survival ( 70-90 persen ) . Survival rate telah meningkat secara progresif selama

empat dekade ini dimungkinkan oleh diagnosis yang lebih dini dengan pemeriksaan

laboratorium, dan kemajuan dalam regimen immunosurpresif.1

SCLE

Karena SCLE baru dikenal sebagai penyakit yang berbeda selama dua dekade ini, luaran

jangka panjang yang diasosiasikan dengan SCLE belum ada. Pengalaman penulis bahwa

kebanyakan pasien dengan SCLE mempunyai rekurensi intermiten dari penyakit kulitnya pada

waktu yang panjang tanpa progresi dari keterlibatan sistemik. Dari pengalaman penulis juga,

sekitar 15 % pasien dengan SCLE akan menjadi SLE, termasuk nefritis lupus. Studi jangka

panjang terhadap SCLE diperlukan untuk menentukan resiko sesungguhnya dari progresi

penyakit sistemik pada pasien dengan SCLE.1

CCLE

Hampir semua pasien dengan lesi klasik DLE yang tidak tertangani akan mengalami lesi

yang tidak nyeri, daerah luas dengan distrofi kulit, dan scarring alopecia yang secara psikososial

sangat berpengaruh. Namun dengan penanganan yang tepat, penyakit kulit ini dapat dikontrol.

Kadang bias terjadi remisi spontan. Kematian akibat SLE tidak biasa pada pasien dengan DLE

local. Karena hanya 5% kemungkinan seseorang dengan DLE berkembang menjadi SLE.1
Cutaneus Lupus erythematosus Disease Area and Severity Index( CLASI ) dikembangkan

untuk menilai hasil dari terapi pada CLE. Parodi et al menemukan 60 hasil luaran yang tersedia

untuk SLE, tidak ada satupun yang cukup sensitive untuk menilai aktivitas dari CLE. Sebagai

tambahan, hanya sedikit yang diketahui mengenai perkembangan CLE, keparahan dari gejala,

dan waktu untuk pasien merespon terhadap terapi.8

PENUTUP

Cutan Lupus Erythematosus merupkan manifestasi klinis lupus erythematosus pada kulit.
Pada pasien dengan LE Kutan ada kemungkinan perkembangan menjadi sistemik SLE. Terbagi
atas LE spesifik skin disease dan LE non spesifik skin disease sebagai payung dari banyaknya
kelompok dari LE Kutan, dan dengan manifestasi klinis yang sangat beragam. Pengenalan
terhadap LE Kutan dapat memberikan gambaran tentang keparahan, dan progresi akan menjadi
sistemik, dan prognosis ke depannya. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap LE
Kutan ini karena data-datanya yang masih terbatas.
Daftar Pustaka

1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, Ilmu penyakit kulit dan kelamin, ed. 7,
2016.h.300-3
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, et al. Fitzpatrick: Dermatology in
general medicine:seventh edition. McGraw-Hill companies.
3. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick color atlas & synopsis of clinical dermatology:sixth
edition. McGraw-Hill companies.
4. Kuhn A, Stitcherling M, Gisela Bonsmann. Clinical manifestations of cutaneus lupus
erythematosus. JDDG;2007 (5):1124-1140.
5. Berberr ALCV, Mantese SAO. Cutaneus lupus erythematosus-clinical and laboratory
aspects. An Bras Dermatol. 2005:80(2):119-31.

Anda mungkin juga menyukai