Anda di halaman 1dari 27

Referat

Osteosarkoma

Disusun Oleh :

Fergie Merrywen Tamu Rambu

112016032

Dokter Pembimbing

dr. Nasirun Zulkarnaen, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


PERIODE 30 JANUARI 2017 11 FEBRUARI 2017
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU, KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
OSTEOSARCOMA

PENDAHULUAN

Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma ganas yang
berasal dari sel primitif (poorly differentiated cells) di daerah metafise tulang panjang pada anak-
anak. Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel
mesenkim primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang paling sering
terjadi. Meskipun tumor ini dahulu biasanya fatal, kemajuan dalam pengobatan telah secara
dramatis memperbaiki prognosis untuk neoplasma ini.1
Kasus osteosarcoma paling banyak terjad pada ianak remaja dan mereka yang baru
menginjak masa dewasa, tetapi dapat juga menyerang pasien penyakit paget yang berusia lebih
dari 50 tahun. Dalam klasifikasi sederhana, dapat dibagi menjadi bentuk primer dan bentuk
sekunder. Laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan.1,2

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat insiden pada usia kurang dari 20 tahun adalah 4.8 kasus per satu juta
populasi. Insiden dari osteosarkoma konvensional paling tinggi pada usia 10-20 tahun,
Setidaknya 75% dari kasus osteosarkoma adalah osteosarkoma konvensional. Observasi ini
berhubungan dengan periode maksimal dari pertumbuhan skeletal. Namun terdapat juga insiden
osteosarkoma sekunder yang rendah pada usia 60 tahun, yang biasanya berhubungan dengan
penyakit paget.1

Kebanyakan osteosarkoma varian juga menunjukkan distribusi usia yang sama dengan
osteosarkoma konvensional, terkecuali osteosarkoma intraosseous low-grade, gnathic,
dan parosteal yang menunjukkan insiden tinggi pada usia dekade ketiga.Osteosarkoma
konvensional muncul pada semua ras dan etnis, tetapi lebih sering pada afrika amerika daripada
kaukasian.Osteosarkoma konvensional lebih sering terjadi pada pria, dengan rasio 3:2 terhadap
wanita. Perbedaaan ini dikarenakan periode pertumbuhan skeletal yang lebih lama pada pria. 1,2

ANATOMI
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada daerah intra-seluler. Tulang berasal dari
embryonic hyaline cartilage yang mana melalui proses osteogenesis menjadi tulang. Proses ini
dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan
garam kalsium.
Tulang dalam garis besarnya dibagi atas :
1. Tulang panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia,fibula, ulna dan humerus,dimana daerah
batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Daerah
ini merupakan daerah yang sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit, oleh karena
daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah.
Kerusakan atau kelainan perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan menyebabkan
kelainan pertumbuhan tulang.
2. Tulang pendek
Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scapula dan tulang pelvis.3

Gambar 1. Tulang panjang (humerus)

HISTOLOGI
Berdasarkan histologinya, maka dikenal :3
Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone)
Tulang ini pertama tama terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan embrional
dan kemudian secara perlahan-lahan menjadi tulang yang matur dan pada umur satu tahun
tulang imatur tidak terlihat lagi. Tulang imatur ini mengandung jaringan kolagen dengan
substansi semen dan mineral yang lebih sedikit dibanding dengan tulang matur
Tulang matur (mature bone, lamellar bone)
Tulang kortikal
Tulang trabekuler
Secara histologik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel, jaringan
kolagen, dan mukopolisakarida.Tulang matur ditandai dengan sistem Haversian atau osteon yang
memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks yang tebal. Tulang matur kurang
mengandung sel dan lebih banyak substansi semen dan mineral dibanding dengan tulang matur.3

Gambar 2. A. jaringan tulang kompakta, B. Osteon dalam diafisis pada tulang, C. Osteon, D. Osteosit
dalam lacuna
FAAL

FISIOLOGI
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai lima fungsi utama,
yaitu:3
1. Membentuk rangka badan
2. Sebagai pengumpil dan tempat melekat tot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam seperti
otak, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-paru.
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam.
5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hemopoetik untuk memproduksi sel-sel darah
merah, sel-sel darah putih, dan trombosit.

Pertumbuhan tulang dibagi atas:3


1. Pertumbuhan memanjang tulang
Pertumbuhan interstisial tidak dapat terjadi di dalam tulang,Oleh karena itu pertumbuhan
interstisial terjadi melalui proses osifikasi endokondral pada tulang rawan. Ada dua lokasi
pertumbuhan tulang rawan pada tulang panjang, yaitu:3
a. Tulang rawan artikuler
Pertumbuhan tulang panjang terjadi pada daerah tulang rawan artikuler dan merupakan
tempat satu-satunya bagi tulang untuk bertumbuh pada daerah epifisis.Pada tulang
pendek, pertumbuhan tulang dapat terjadi pada seluruh daerah tulang.
b. Tulang rawan lempeng epifisis
Tulang rawan lempeng epifisis memberikan kemungkinan metafisis dan diafisis untuk
bertumbuh memanjang.Lempeng epifisis adalah tulang rawan yang berbentuk diskus
(piringan) yang terletak antara epifisis dan metafisis.Lempeng epifisis merupakan
bagian tulang yang bertanggung jawab dalam perkembangan dan pertumbuhan
memanjang pada tulang matur. Terdapat beberapa tempat osifikasi dalam tubuh yaitu
pusat osifikasi primer,yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan tulang-tulang kecil
seperti tulang lunatum, navikular, talus; pada tulang panjang dikenal adanya osifikasi
sekunder atau epifisis tekanan,misalnya caput femur dan sendi lutut; dikenal pula
adanya epifisis traksi atau apofisis pada daerah trokanter mayor, trokanter minor,
tuberkulum mayus humeri, sehingga perkembangan dan pertumbuhan tulang pada
tempat-tempat tersebut dapat terjadi melalui tekanan atau tarikan yang sesuai dengan
hokum Wolff. Proses pertumbuhan ini terus-menerus pada manusia selama hidupnya.
Perkembangan dan pertumbuhan sistem muskuloskeletal merupakan suatu proses yang
berkelanjutan dimana terjadi pembentukan, maturasi serta perombakan dari jaringan
mesenkim, pembentukan tulang rawan kemudian terjadi perombakan kembali menjadi
tulang.
Vaskularisasi lempeng epifisis berasal dari arteri metafisis dan arteri epifisis.Epifisis dan
lempeng epifisis mempunyai vaskularisasi yang unik.Permukaan epifisis ditutupi oleh
tulang rawan artikuler. Pembuluh darah epifisis juga bertanggung jawab terhadap
vaskularisasi sel-sel lempeng epifisis sehingga bila terjadi iskemi pada epifisis maka
akan terjadi kerusakan lempeng epifisis yang menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan memanjang tulang. Pertumbuhan memanjang tulang berasal dari lempeng
epifisis dimana epifisis berkembang dalam tiga dimensi dari zona tulang rawan sendi
yang dalam.
Lempeng epifisis tersusun atas tiga lapisan, yaitu :
1) Zona pertumbuhan
Germinal
Proliferasi
Palisade
2) Zona transformasi tulang rawan
Hipertrofi
Kalsifikasi
Degenerasi
3) Zona osifikasi
Vascular entry
Osteogenesis

Gambar 3.Photomicrograph dari lempeng epifisis


2. Pertumbuhan melebar tulang
Pertumbuhan melebar terjadi akibat pertumbuhan aposisi osteoblas pada lapisan dalam
periosteum dan merupakan suatu jenis osifikasi intramembran.
3. Remodelling tulang
Selama pertumbuhan memanjang tulang maka daerah metafisis mengalami remodelling
(pembentukan) dan pada saat yang bersamaan epifisis menjauhi batang tulang secara
progresif.

ETIOPATOGENESIS

Faktor Resiko

Penyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat berbagai faktor resiko
untuk terjadinya osteosarkoma yaitu:1,2,4

a. Pertumbuhan tulang yang cepat : pertumbuhan tulang yang cepat terlihat sebagai
predisposisi osteosarkoma, seperti yang terlihat bahwa insidennya meningkat pada saat
pertumbuhan remaja. Lokasi osteosarkoma paling sering pada metafisis, dimana area ini
merupakan area pertumbuhan dari tulang panjang.
b. Faktor lingkungan: satu satunya faktor lingkungan yang diketahui adalah paparan
terhadap radiasi.
c. Predisposisi genetik: displasia tulang, termasuk penyakit paget, fibrous dysplasia,
enchondromatosis, dan hereditary multiple exostoses and retinoblastoma (germ-line
form). Kombinasi dari mutasiRBgene (germline retinoblastoma) dan terapi radiasi
berhubungan dengan resiko tinggi untuk osteosarkoma, Li-Fraumeni syndrome (germline
p53 mutation), dan Rothmund-Thomson syndrome (autosomal resesif yang berhubungan
dengan defek tulang kongenital, displasia rambut dan tulang, hypogonadism, dan
katarak).

Patogenesis

Salah satu perubahan genetik yang terjadi pada osteosarcoma adalah hilangnya
heterozigositas dari gen (RB) retinoblastoma. Produk dari gen ini adalah protein yang bertindak
untuk menekan pertumbuhan sel dengan DNA yang rusak (supresor tumor). Hilangnya fungsi
gen ini memungkinkan sel untuk tumbuh tidak diatur, yang mengarah ke pembentukan kanker
tertentu, termasuk osteosarcoma. Kehadiran mutasi ini telah dikaitkan dengan tingkat
kelangsungan hidup menurun pada pasien dengan osteosarcoma.. Mutasi dari gen p53 yaitu
supresor tumor, juga terkait dengan osteosarcoma, dan beberapa inaktivasi gabungan Rb dan p53
ditemukan dalam osteosarcoma.
Faktor pertumbuhan epidermal reseptor manusia (HER-2 atau ERB-2) merupakan perubahan
molekuler yang berhubungan dengan osteosarcoma.4

KLASIFIKASI

Klasifikasi dari osteosarkoma merupakan hal yang kompleks, namun 75% dari
osteosarkoma masuk kedalam kategori klasik atau konvensional, yang termasuk osteosarkoma
osteoblastic, chondroblastic, dan fibroblastic. Sedangkan sisanya sebesar 25% diklasifikasikan
sebagai varian berdasarkan: 2,5

(1) karakteristik klinik seperti pada kasus osteosarkoma rahang, osteosarkoma postradiasi, atau
osteosarkoma paget;
(2) karakteristik morfologi, seperti pada osteosarkoma telangiectatic, osteosarkoma small-cell,
atau osteosarkoma epithelioid; dan
(3) lokasi, seperti pada osteosarkoma parosteal dan periosteal.
Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang panjang,
terutama pada distal femur (52%), proximal tibia (20%) dimana pertumbuhan tulang tinggi.
Tempat lainnya yang juga sering adalah pada metafisis humerus proximal (9%). Penyakit ini
biasanya menyebar dari metafisis ke diafisis atau epifisis.1 Kebanyakan dari osteosarkoma varian
juga menunjukkan predileksi yang sama, terkecuali lesi gnathic pada mandibula dan maksila, lesi
intrakortikal, lesi periosteal dan osteosarkoma sekunder karena penyakit paget yang biasanya
muncul pada pelvis dan femur proximal.2,5,6

Stadium konvensional yang biasa digunakan untuk tumor keras lainnya tidak tepat untuk
digunakan pada tumor skeletal, karena tumor ini sangat jarang untuk bermetastase ke kelenjar
limfa. Pada tahun 1980 Enneking memperkenalkan sistem stadium berdasarkan derajat,
penyebaran ekstrakompartemen, dan ada tidaknya metastase. Sistem ini dapat digunakan pada
semua tumor muskuloskeletal (tumor tulang dan jaringan lunak). Komponen utama dari sistem
stadium berdasarkan derajat histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor
(intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase.1,8

Dikutip dari kepustakaan 7

Untuk menjadi intra kompartemen, osteosarkoma harus berada diantara periosteum. Lesi
tersebut mempunyai derajat IIA pada sistem Enneking. Jika osteosarkoma telah menyebar keluar
dari periosteum maka derajatnya menjadi IIB. Untuk kepentingan secara praktis maka pasien
digolongkan menjadi dua yaitu pasien tanpa metastase (localized osteosarkoma) dan pasien
dengan metastase (metastatic osteosarkoma).3

MANIFESTASI KLINIS

Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan sebelum pasien didiagnosa.
Gejala yang paling sering terdapat adalah nyeri, terutama nyeri pada saat aktifitas dan massa atau
pembengkakan. Tidak jarang terdapat riwayat trauma, meskipun peran trauma pada
osteosarkoma tidaklah jelas. Fraktur patologis sangat jarang terjadi, terkecuali pada
osteosarkoma telangiectatic yang lebih sering terjadi fraktur patologis.2,6

Nyeri pada ekstrimitas dapat menyebabkan kekakuan. Riwayat pembengkakan dapat ada
atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi. Gejala sistemik, seperti demam atau
keringat malam sangat jarang. Penyebaran tumor pada paru-paru sangat jarang menyebabkan
gejala respiratorik dan biasanya menandakan keterlibatan paru yang luas.1,5

Gambar 4: Pasien dengan osteosarkoma di femur distal

Penemuan pada pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada tempat utama tumor. Massa
yang dapat dipalpasi dapat ada atau tidak, dapat nyeri tekan dan hangat pada palpasi, meskipun
gejala ini sukar dibedakan dengan osteomielitis. Pada inspeksi dapat terlihat peningkatan
vaskularitas pada kulit. Penurunan range of motion pada sendi yang sakit dapat diperhatikan
pada pemeriksaan fisik.Lymphadenopathy merupakan hal yang sangat jarang terjadi.1

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan berhubungan dengan


penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ sebelum pemberian
kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi. Pemeriksaan darah untuk
kepentingan prognosa adalah lactic dehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP).
Pasien dengan peningkatan nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk mempunyai metastase pada paru. Pada pasien tanpa metastase, yang mempunyai
peningkatan nilai LDH kurang dapat menyembuh bila dibandingkan dengan pasien yang
mempunyai nilai LDH normal.3

Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk:3

LDH
ALP (kepentingan prognostik)
Hitung darah lengkap
Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT),
bilirubin, dan albumin.
Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium, magnesium, phosphorus.
Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk investigasi.


Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada
tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitf bila dibandingkan
dengan MRI untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan
metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi
metastase pada tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan
bone scan.6
1. X-ray

Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari lesi tulang karena
hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan penentuan pemeriksaan lebih jauh yang tepat.
Gambaran foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan menunjukkan campuran antara area
litik dan sklerotik.11,12

Gambar 5: Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus,
mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak. Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow)
dan masa jaringan lunak yang luas (black arrow).

Lesi terlihat agresif, dapat berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas atau kadangkala
terdapat lubang kortikal multipel yang kecil. Setelah kemoterapi, tulang disekelilingnya dapat
membentuk tepi dengan batas jelas disekitar tumor. Penyebaran pada jaringan lunak sering
terlihat sebagai massa jaringan lunak. Dekat dengan persendian, penyebaran ini biasanya sulit
dibedakan dengan efusi. Area seperti awan karena sclerosis dikarenakan produksi osteoid yang
maligna dan kalsifikasi dapat terlihat pada massa. Reaksi periosteal seringkali terdapat ketika
tumor telah menembus kortek. Berbagai spektrum perubahan dapat muncul, termasuk Codman
triangles dan multilaminated, spiculated, dan reaksi sunburst, yang semuanya mengindikasikan
proses yang agresif.2,5
Gambar 6: Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal

Gambar 7: gambaran sklerotik dan litik pada proximal humerus


kanan

2. CT Scan

CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto


polos membingungkan, terutama pada area dengan anatomi
yang kompleks (contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada osteosarkoma
gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma sekunder). Gambaran cross-
sectional memberikan gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada
jaringan lunak sekitarnya daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks mineralisasi
dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama sangat membantu
ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan. CT jarang digunakan
untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun merupakan modalitas yang sangat berguna
untuk menentukan metastasis pada paru.6

CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma


telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level, dan jika digunakan bersama kontras dapat
membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka
akan terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik.7

3. MRI

MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor karena
kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan
tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu
dalam menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari tumor,
penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat asalnya merupakan hal yang
penting. Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian dari
kompartemen.6,7

Gambar 8: Gambaran MRI menunjukkan kortikal destruksi dan Adanya massa jaringan lunak.

4. Bone Scintigraphy
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop pada
bone scan yang menggunakan technetium-99m methylene diphosphonate (MDP). Bone scan
sangat berguna untuk mengeksklusikan penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru
dapat juga dideteksi, namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan MRI. Karena
osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat
sensitif namun tidak spesifik. 6,7

Gambar 9: Bone Scan yang membandingkan bagian bahu dengan oseosarcoma dan yang sehat

DIAGNOSIS BANDING
Beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang sering sulit dibedakan
dengan osteosarkoma, baik secara klinis maupun dengan pemeriksaan pencitraan. Adapun
kelainan-kelainan tersebut antara lain:6
Ewings sarcoma
Sarkoma Ewing merupakan tumor maligna yang tersusun atas sel bulat, kecil yang paling
banyak terjadi pada tiga dekade pertama kehidupan. Sarkoma Ewing merupakan tumor ganas
primer yang paling sering mengenai tulang panjang, kebanyakan pada diafisis. tulang yang
paling sering terkena adalah pelvis dan tulang iga. Sarkoma Ewing adalah neoplasma ganas yang
tumbuh cepat dan berasal dari sel-sel primitive sumsum tulang pada dewasa muda.Sarkoma
Ewing adalah suatu tumor ganas yang jarang terjadi dimana sel kanker dapat ditemukan pada
tulang maupun jaringan lunak.Ewings sarcoma dijelaskan pertama kali pada tahun 1921 oleh
Dr.James Ewing (1866 1943), dimana penyakit ini berbeda dengan limfoma dan jenis penyakit
kanker lainnya pada masa itu.Biasanya penyakit ini menyerang tulang panjang seperti pelvis,
femur, humerus dan tulang rusuk. Sarkoma Ewing juga dapat bermetastasis ke tempat lain seperti
sumsum tulang, paru-paru, ginjal, hati, kelenjar adrenal,dan jaringan lunak lainnya.Walaupun
Ewings sarcoma termasuk salah satu kanker tulang, namun dapat juga terjadi pada jaringan
lunak yang lebih dikenal dengan nama ekstraosseus sarkoma ewing.3
Sarkoma Ewing ini sangatlah ganas dengan rendahnya tingkat kesembuhan walaupun
dengan pembedahan ablatif baik disertai radiasi ataupun tidak. Namun demikian terapi radiasi
pada daerah primer dan daerah metastase yang dikombinasi dengan kemoterapi menggunakan
doxorubicine, cyclophosphamide, vincristine dan dactynomycin dilaporkan dapat meningkatkan
kelangsungan hidup penderita sekalipun dengan metastase. Memang terapi multimodalitas
diyakini akan meningkatkan proporsi long-term disease-free survival dari kurang 15 % menjadi
lebih dari 50 % pada 2 3 dekade belakangan ini.
Hingga kini, penyebab kanker tulang belum diketahui secara pasti. Namun faktor genetik
atau keturunan tampaknya memainkan peran besar dalam banyaknya kasus kanker tulang.
Kondisi lain yang menyebabkan peningkatan risiko kerusakan dan regenerasi tulang dalam
jangka waktu tertentu juga meningkatkan risiko berkembangnya tumor tulang. Hal ini menjadi
penjelasan mengapa Sarkoma Ewing sering menimpa anak-anak, ini karena pertumbuhan tulang
mereka yang cepat.
Berikut ini beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko seseorang terkena kanker
tulang.
Paparan radiasi tinggi dari suatu pengobatan yang pernah dialami penderita,
misalnya radioterapi.
Pernah memiliki riwayat suatu jenis kanker mata yang disebut retinoblastoma saat
kecil.
Pertumbuhan tulang yang cepat pada pubertas.
Menderita penyakit Paget, yaitu suatu kondisi yang dapat menyebabkan tulang
lemah.
Menderita penyakit hernia umbilitikus sejak lahir.
Manifestasi Klinis
Nyeri atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadisemakin
parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).
Fraktur patologik (patah tulang).
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas.
Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta
adanyapelebaran vena.
Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, beratbadan
menurun dan malaise.3,5
Pemeriksaan Penunjang
1. Test dan prosedur diagnostik berikut ini harus dilakukan pada semua pasien yang
dicurigai sarcoma Ewing :
a) Pemeriksaan darah rutin. b). Transaminase hati. c). Laktat dehidrogenase.
Kenaikan kadar enzim ini berhubungan dengan adanya atau berkembangnya
metastase.
2. Pemeriksaan radiologis : a). Foto rontgen. b). CT scan : Pada daerah yang dicurigai
neoplasma (misal : pelvis, ekstremitas, kepala) dan penting untuk mencatat besar dan
lokasi massa dan hubunganya dengan struktur sekitarnya dan adanya metastase pulmoner.
Bila ada gejala neorologis, CT scan kepala juga sebaiknya dilakukan.
3. Pemeriksaan invasif : a). Biopsi dan aspirasi sumsum tulang. Aspirasi dan biopsi sample
sumsum tulang pada jarak tertentu dari tumor dilakukan untuk menyingkirkan adanya
metastase. b). Biopsi insisi atau dengan jarum pada massa tumor sangat penting untuk
mendiagnosis Ewings Sarkoma. Jika terdapat komponen jaringan lunak, biopsi pada
daerah ini biasanya lebih dimungkinkan.6
Penatalaksanaan
Semua pasien dengan sarkoma Ewing, meskipun sudah mengalami metastase harus
diobati dengan sebaik-baiknya. Untuk keberhasilan pengobatan diperlukan kerja sama yang erat
diantara ahli bedah, kemoterapist dan radiotherapist untuk memastikan pendekatan yang efektif
guna mengendalikan lesi primer dan penyebaran tumor. Protokol pengobatan sarkoma Ewing
sekarang ini sering kali dimulai dengan 3 hingga 5 siklus kemoterapi sebelum radiasi.
Kemoterapi adjuvant adalah suatu kewajiban yang biasa digunakan untuk pengobatan
sarkoma ewing. Secara dua dekade berturut-turut, kemoterapi adalah terapi yang lebih efektif.
Adapun obat kemoterapi yang digunakan sejak 1960 adalah vincristine, actinomycin D dan
cyclophosphamide (regimen VAC) yang memang terbukti secara pemantauan jangka panjang.
Penelitian terbaru, terbukti dengan studi yang memperlihatkan bahwa ada dua jenis obat yang
sangat efektif berikatan dengan sel-sel agen tumor, antara lain alkylating agent dan anthracycline.
Disini dibuktikan bahwa isosfamide dan cyclophosphamide merupakan agen alkylating dan
anthracycline doxorubicin akan menstabilkan dan membuat maksimal jika digunakan dengan
regimen VAC.
Sekarang secara universal telah ditemukan adanya terapi terbaru yang telah difokuskan
pada pengobatan lokal dengan strategi yang lebih baik, yang telah dibuktikan pada berbagai
macam pasien untuk tumor ekstremitas. Dua strategi untuk meningkatkan hasil lokalisasi pada
pasien. Pertama, membandingkan efisiensi antara ifosfamide dengan cyclophosphamide, ternyata
yang lebih bagus adalah regimen yang menggunakan ifosfamide karena bisa menginduksi waktu
paruh lebih panjang. Strategi kedua adalah menggabungkan antara ifosfamide dan etoposide di
dalam terapi VDCA (vincristine, doxorubicin, cyclophosphamide dan actinomycin D), ternyata
hasilnya meningkatkan masa hidup yang lebih lama. Studi ini membuktikan bahwa untuk pasien
yang penyakitnya masih terlokalisasi, hasilnya lebih bagus tapi tidak ada hasil yang memuaskan
bila ada metastasis. Terapi radiasi biasanya menggunakan energi tinggi untuk menghancurkan
atau membunuh sel-sel kanker dari kecenderungan untuk tumbuh dan bermetastasis. Ini termasuk
pembedahan kecil. Terapi ini hanya bisa digunakan untuk area yang spesifik. Radiasi tidak bisa
digunakan untuk daerah yang tidak terlokalisasi atau sel-sel kanker yang sudah menyebar pada
bagian-bagian tubuh. Radioterapi bisa dilakukan dengan dua cara yakni eksternal dan internal:
a. Secara eksternal dengan cara mengirimkan energi radiasi tingkat tinggi yang berasal dari
mesin secara langsung pada tumor.
b. Secara internal atau brachiterapi, biasanya dengan menanamkan implantasi atau sejenis
materil radioaktif yang lebih kecil, dekat dengan kanker. Sarkoma ewing relatif sensitif
terhadap radiasi. Bila terlokalisasi, terapi radiasi adalah terapi utama tapi akan lebih
efektif jika digabungkan dengan kemoterapi.
Efek samping bisa timbul dengan berjalannya waktu. Dosis besar dapat
menyebabkan kerusakan pada kulit di area yang langsung menerima radioterapi. Pada
pasien sarkoma ewing bisa menyebabkan kerusakan pembuluh darah vena dan saraf,
sedangkan pemberian pada efek-efek lanjut biasanya muncul pada anak-anak, bisa
menyebabkan atropi, fibrosis, gangguan pertumbuhan tulang, gangguan pergerakan,
edem dan kerusakan saraf perifer.3,5

Osteomyelitis
Osteomielitis adalah infeksi tulang, sumsum tulang, dan jaringan lunak sekitarnya.
Mikroorganisme yang paling umum menginfeksi adalah staphylococcus aurens (buku sm sipen ).
Staphylococcus aurens menyebabkan lebih dari 50% infeksi tulang. Organism patogenik lain
yang sering kali ditemukan adalah organism Gram positif yang mencakup strptokokus dan
enterokokus, dilanjutkan dengan bakteri Gram negative yang mencakup spesies pseudomonas.3
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari pada
infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling
jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi
kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.5
Setiap jenis infeksi tulang memiliki faktor penyebab sendiri, mikroba patogen
mendukung tulang yang memiliki suplai darah yang kaya dan rongga sumsum. Hasil akut
hematogen infeksi dari bakteri, penyakit yang mendasari, atau trauma nonpenetrating. Infeksi
saluran kemih, khususnya pada pria yang lebih tua, cenderung menyebar ke tulang belakang
yang lebih rendah. Kateter IV jangka panjang (misalnya Hickman kateter) dapat menjadi sumber
utama infeksi. Pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang dan IV pencandu obat juga
berisiko untuk osteomyelitis. Infeksi Salmonella dari saluran pencernaan dapat menyebar ke
tulang. Pasien dengan penyakit sel sabit dan hemoglobinopathies lainnya sering memiliki
beberapa episode salmonellosis, yang dapat menyebabkan infeksi tulang.5
Osteomielitis adalah infeksi tulang, sumsum tulang, dan jaringan lunak sekitarnya.
Mikroorganisme yang paling umum menginfeksi adalah staphylococcus aurens (buku sm
sipen ). Staphylococcus aurens menyebabkan lebih dari 50% infeksi tulang. Organism patogenik
lain yang sering kali ditemukan adalah organism Gram positif yang mencakup strptokokus dan
enterokokus, dilanjutkan dengan bakteri Gram negative yang mencakup spesies pseudomonas.5,6

Manifestasi Klinis
Osteomyelitis akut mengacu pada infeksi awal atau infeksi yang dalam waktu kurang dari
1 bulan. Manifestasi klinis osteomielitis akut ada dua yaitu, sistemik dan lokal. Manifestasi
sistemik berupa demam, keringat malam, menggigil, gelisah, mual, dan malaise. Manifestasi
lokal meliputi nyeri konstan tulang yang tidak hilang dengan istirahat dan memburuk dengan
aktivitas, swealing kelembutan, dan kehangatan di lokasi infeksi, dan gerakan terbatas pada
bagian yang sakit. Kemudian tanda-tanda antara drainase dari saluran sinus pada kulit dan / atau
sinus yang patah tulang.3,4
Osteomyelitis kronis mengacu pada infeksi tulang yang bertahan selama lebih dari 1
bulan atau infeksi yang telah gagal untuk merespon program awal terapi antibiotik. Tanda-tanda
sistemik dapat berkurang, dengan tanda-tanda lokal infeksi lebih umum, termasuk nyeri konstan
tulang dan pembengkakan, nyeri dan panas di lokasi infeksi3

Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan darah

Sel darah putih meningkat samapai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap darah

b. Pemeriksaan titer antibody-anti staphylococcus

Pemeriksaan kultur darah unutk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan
uji sensitivitas

c. Pemeriksaan feses

Pemeriksaan feses unutk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri salmonella

d. Pemeriksaan biopsy tulang

Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk
serangkaian tes

e. Pemeriksaan ultra sound


Yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi

f. Pemeriksa radiologis

Pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologic.
Setelah 2 minggu akan terlibat berupa refraksi tulang yang bersifat difusi dan kerusakan
tulang dan pembentukan tulang yang baru.

g. Pemeriksaan tambahan

Bone scan : dapat dilakukan pada minggu pertama

MRI : jika terdapat focus gelap pada T1 dan focus yang terang pada T2, maka
kemungkinan besar adalah osteomilitis.5,6

Penatalaksanaan
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan
mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit
beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur
darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan
memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu
patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika
intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap
penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi sebelum
aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis
antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika
dalam darah yang terus menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap
organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila
infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan
sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama
makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang
terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah
itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibitika
dianjurkan.7
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen
bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli
bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang
untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization).
Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi
penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang
tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari.
Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris.
Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi
samping dengan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan
transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan
sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan
meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan
penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara
bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan
tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.5

Therapi

Begitu diagnosis secara klinis ditegakkan, ekstremitas yang terkena diistirahatkan


dan segera berikan antibiotik. Bila dengan terapi intensif selama 24 jam tidak didapati
perbaikan, dianjurkan untuk mengebor tulang yang terkena. Bila ada cairan yang keluar
perlu dibor dibeberapa tampat untuk mengurang tekanan intraostal. Cairan tersbut perlu
dibiakkan untuk menentuka jenis kuman dan resistensinya. Bila terdapat perbaikan,
antibiotik parenteral diteruskan sampai 2 minggu, kemudian diteruskan secara oral paling
sedikit empat minggu.7

Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa dekstruksi
sendi, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, dan osteomyelitis
kronik.

Pada dasarnya penanganan yang dilakukan adalah :

1. Perawatan dirumah sakit.


2. pengobatan suportif dengan pemberian infus dan antibiotika.
3. Pemeriksaan biakan darah.
4. antibiotika yang efektif terhadap gram negatif maupun gram positif diberikan
langsung tanpa menunggu hasil biakan darah, dan dilakukan secara parenteral selama
3-6 minggu.
5. Imobilisasi anggota gerak yang terkena.
6. Tindakan pembedahan.

PENATALAKSANAAN OATEOSARKOMA

Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat dilakukan pada 80%
pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar manajemen.
Osteosarkoma merupakan tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai
peranan dalam manajemen rutin.7

a) Kemoterapi

Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma ditangani secara


primer hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi). Meskipun dapat mengontrol tumor
secara lokal dengan baik, lebih dari 80% pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya berada
pada paru-paru. Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa pada saat diagnosis pasien
mempunyai mikrometastase. Oleh karena hal tersebut maka penggunaan adjuvant kemoterapi
sangat penting pada penanganan pasien dengan osteosarkoma.7

Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma, terbukti dalam
30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah melakuan prosedur operasi
penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate dari
penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke paru-paru dan sekalipun ada,
mempermudah melakukan eksisi pada metastase tersebut.7,8
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma adalah
kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan induction
chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi postoperatif (postoperative
chemotherapy) yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy.7,8
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya, sehingga
tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara dini terhadap terjadinya
mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara
luas dari tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian
kemoterapi postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah
operasi.7,8

b) Pembedahan

Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus sampai batas bebas
tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani pembedahan jika memungkinkan
reseksi dari tumor primer. Tipe dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor
yang harus dievaluasi dari pasien secara individual. Batas radikal, didefinisikan sebagai
pengangkatan seluruh kompartemen yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan.
Hasil dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan dengan
amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year survival rates sebesar 50-70% dan
sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal amputasi.7

Fraktur patologis, dengan kontaminasi semua kompartemen dapat mengeksklusikan


penggunaan terapi pembedahan limb salvage, namun jika dapat dilakukan pembedahan dengan
reseksi batas bebas tumor maka pembedahan limb salvage dapat dilakukan. Pada beberapa
keadaan amputasi mungkin merupakan pilihan terapi, namun lebih dari 80% pasien dengan
osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani dengan pembedahan limb salvage dan tidak
membutuhkan amputasi. 7,8

PROGNOSIS

Faktor yang mempengaruhi prognosis termasuk lokasi dan besar dari tumor, adanya
metastase, reseksi yang adekuat, dan derajat nekrosis yang dinilai setelah kemoterapi.8

a) Lokasi tumor

Lokasi tumor mempunyai faktor prognostik yang signifikan pada tumor yang
terlokalisasi. Diantara tumor yang berada pada ekstrimitas, lokasi yang lebih distal mempunyai
nilai prognosa yang lebih baik daripada tumor yang berlokasi lebih proksimal. Tumor yang
berada pada tulang belakang mempunyai resiko yang paling besar untuk progresifitas dan
kematian. Osteosarkoma yang berada pada pelvis sekitar 7-9% dari semua osteosarkoma, dengan
tingkat survival sebesar 20% 47%.8

b) Ukuran tumor

Tumor yang berukuran besar menunjukkan prognosa yang lebih buruk dibandingkan
tumor yang lebih kecil. Ukuran tumor dihitung berdasarkan ukuran paling panjang yang dapat
terukur berdasarkan dari dimensi area cross-sectional.1,8

c) Metastase

Pasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai prognosa yang lebih baik daripada
yang mempunyai metastase. Sekitar 20% pasien akan mempunyai metastase pada saat
didiagnosa, dengan paru-paru merupakan tempat tersering lokasi metastase. Prognosa pasien
dengan metastase bergantung pada lokasi metastase, jumlah metastase, dan resectability dari
metasstase. Pasien yang menjalani pengangkatan lengkap dari tumor primer dan metastase
setelah kemoterapi mungkin dapat bertahan dalam jangka panjang, meskipun secara keseluruhan
prediksi bebas tumor hanya sebesar 20% sampai 30% untuk pasien dengan metastase saat
diagnosis.8
Prognosis juga terlihat lebih baik pada pasien dengan nodul pulmoner yang sedikit dan
unilateral, bila dibandingkan dengan nodul yang bilateral, namun bagaimanapun juga adanya
nodul yang terdeteksi bukan berarti metastase. Derajat nekrosis dari tumor setelah kemoterapi
tetap merupakan faktor prognostik. Pasien dengan skip metastase dan osteosarkoma multifokal
terlihat mempunyai prognosa yang lebih buruk.8

d) Reseksi tumor

Kemampuan untuk direseksi dari tumor mempunyai faktor prognosa karena


osteosarkoma relatif resisten terhadap radioterapi. Reseksi yang lengkap dari tumor sampai batas
bebas tumor penting untuk kesembuhan. 8

e) Nekrosis tumor setelah induksi kemoterapi

Kebanyakan protokol untuk osteosarkoma merupakan penggunaan dari kemoterapi sebelum


dilakukan reseksi tumor primer, atau reseksi metastase pada pasien dengan metastase. Derajat
nekrosis yang lebih besar atau sama dengan 90% dari tumor primer setelah induksi dari
kemoterapi mempunyai prognosa yang lebih baik daripada derajat nekrosis yang kurang dari
90%, dimana pasien ini mempunyai derajat rekurensi 2 tahun yang lebih tinggi. Tingkat
kesembuhan pasien dengan nekrosis yang sedikit atau sama sekali tidak ada, lebih tinggi bila
dibandingkan dengan tingkat kesembuhan pasien tanpa kemoterapi.1,8
Daftar Pustaka

1. Brunner & Suddath.2013. Keperawatan medical-bedah. Jakarta : EGC


2. Copstead, Lee Ellen and C . 2010. Pathophysiology .4th edition .Canada : Elsevier
Saunders.
3. Ignatavicius , Donna D. Workman, M.Linda. 2010. Medical-surgical nursing: patient-
centered collaborative care- 6th ed. Elsevier Inc
4. Meiner, Sue E. 2011. Gerontologic Nursing. 4th Edition. Las Vegas: Elsevier Mosby
5. Schoen, Delores C .2000. Adult Orthopaedic Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.
6. Smeltzer, C. Suzanne, Bare G. Brenda., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah .
Alih Bahasa: dr. H. Y. Kuncara. Jakarta: EGC
7. Lewis, Dirksen, dkk. 2009-2011. Medikal Surgical Nursing : Assessment and
Management of Clinical Problems, Volume 2, Eight Edition. Elseiver Mosby
8. Schwartz.SI; Shires.GT; Spencer.FC; alih bahasa: Laniyati; Kartini.A; Wijaya.C;
Komala.S; Ronardy.DH; Editor Chandranata.L; Kumala.P. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu
Bedah. Penerbit EGC; Jakarta.2000.

Anda mungkin juga menyukai