Putri (406138049)
Joice Gunawan
BAB I
PENDAHULUAN
Rubella (German measles) menjadi terkenal karena sifat teratogeniknya. Rubella
merupakan suatu penyakit virus yang umumnya pada anak dan dewasa muda,
yang ditandai oleh suatu masa prodormal yang pendek, pembesaran kelenjar getah
bening servikal suboksipital dan postaurikular, disertai erupsi yang berlangsung 23 hari.1
Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa dapat terjadi infeksi berat
disertai kelainan sendi dan purpura. Kelainan prenatal akibat rubella pada
kehamilan muda dilaporkan dapat mengakibatkan abortus, bayi lahir mati dan
menimbulkan kelainan kongenital yang berat pada janin. Sindrom rubella
kongential merupakan penyakit yang sangat menular, mengenai banyak organ
dalam tubuh dengan gejala klinis yang luas. Hingga saat ini penyakit rubella
masih merupakan masalah dan terus diusahakan eliminasinya.1
Rubella disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus, famili
Togaviridae. Virus dapat diisolasi dari biakan jaringan penderita. Secara
fisikokimiawi virus ini sama dengan anggota virus lain dari famili tersebut, tetapi
virus rubella secara serologik berbeda. Pada waktu terdapat gejala klinis virus lain
ditemukan pada sekret nasofaring, darah, feses dan urin. Virus rubella hanya
menjangkiti manusia saja.1
Joice Gunawan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Rubella atau campak jerman adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
rubella. Pada anak-anak, infeksi biasanya hanya menimbulkan sedikit keluhan
atau tanpa gejala. Infeksi pada orang dewasa dapat menimbulkan keluhan demam,
sakit kepala, lemas dan konjungtivitis. Tujuh puluh persen kasus infeksi rubella di
orang dewasa menyebabkan terjadinya atralgi atau artritis.
Jika infeksi virus rubella terjadi pada kehamilan, khususnya trimester
pertama sering menyebabkan Congenital Rubella Syndrome (CRS). CRS
mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila
bayi tetap hidup.2,3 CRS merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang
berkembang pada bayi sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang
berlanjut dalam fetus. Nama lain CRS ialah Fetal Rubella Syndrome. Cacat
bawaan (Congenital defect) yang paling sering dijumpai ialah tuli sensorineural,
kerusakan mata seperti katarak, gangguan kardiovaskular dan retardasi mental.4,5
2.2. Virus Rubella
Struktur Virus
Virus rubella diasingkan pertama kali pada tahun 1962 oleh Parkman dan Weller.2
Rubella merupakan virus RNA yang termasuk dalam genus Rubivirus, famili
Togaviridae dengan jenis antigen tunggal yang tidak dapat bereaksi silang dengan
sejumlah grup Togavirus lainnya. Virus rubella memiliki 3 protein struktural
utama yaitu 2 glycoprotein envelope, E1 dan E2 dan 1 protein nukleokapsid.
Secara morfologi, virus rubella berbentuk bulat (sferis) dengan diameter 6070
mm dan memiliki inti nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid yang
mengandung glycoprotein E1 dan E2.
Joice Gunawan
Gambar 1. Virus Rubella terdiri dari lapisan glycoprotein, lemak dan inti dengan
RNA.7
Isolasi dan Identifikasi
Meskipun virus rubella dapat dibiakkan dalam berbagai biakan (kultur) sel,
infeksi virus ini secara rutin didiagnosis melalui metode serologis yang cepat dan
praktis. Berbagai jenis jaringan, khususnya ginjal kera paling baik digunakan
untuk mengasingkan virus, karena dapat menghasilkan level virus yang lebih
tinggi dan secara umum lebih baik untuk menghasilkan antigen. Pertumbuhan
virus tidak dapat dilakukan pada telur, tikus dan kelinci dewasa.7,8
Antigenisitas
Virus rubella memiliki sebuah hemaglutinin yang berkaitan dengan pembungkus
virus dan dapat bereaksi dengan sel darah merah anak ayam yang baru lahir,
kambing dan burung merpati pada suhu 4 oC dan 25oC dan bukan pada suhu 37oC.
Baik sel darah merah maupun serum penderita yang terinfeksi virus rubella
memiliki sebuah non-spesifik b-lipoprotein inhibitor terhadap hemaglutinasi.
Aktivitas komplemen berhubungan secara primer dengan envelope, meskipun
Joice Gunawan
ini terjadi di
permukaan sel dalam virus. Secara umum, ini merupakan proses enzimatis yang
menggunakan pre-existing ensim lisosomal atau melibatkan pembentukan ensim
yang baru.
Setelah proses uncoating, maka biosintesis asam nukleat dan beberapa
protein virus merupakan hal yang sangat penting. Sintesis virus terjadi baik di
dalam inti maupun di dalam sitoplasma sel inang, bergantung dari jenis asam
Joice Gunawan
nukleat virus dan kelompok virus. Pada virus RNA, seperti Virus Rubella, sintesis
ini terjadi di dalam sitoplasma, sedangkan pada kebanyakan virus DNA, asam
nukleat virus bereplikasi di inti sel inang sedangkan protein virus mengalami
replikasi pada sitoplasma.
Tahap terakhir replikasi virus yaitu proses pematangan partikel virus.
Partikel yang telah matang ini kemudian dilepaskan dengan bertunas melalui
membrane sel atau melalui lisis sel.7,8
2.3. Epidemiologi
Rubella terdistribusi secara luas di dunia. Epidemi terjadi dengan interval 5-7
tahun (6-9 tahun), paling sering timbul pada musim semi dan terutama mengenai
anak serta dewasa muda. Pada manusia virus ditularkan secara oral droplet dan
melalui plasenta pada infeksi kongenital. Sebelum ada vaksinasi, angka kejadian
tertinggi terdapat pada anak usia 5-14 tahun. Dewasa ini kebanyakan kasus terjadi
pada remaja dan dewasa muda.1
Kelainan pada fetus mencapai 30% akibat infeksi rubella pada ibu hamil
selama minggu pertama kehamilan. Risiko kelainan pada fetus tertinggi (50-60%)
terjadi pada bulan pertama dan menurun menjadi 4-5% pada bulan keempat
kehamilan ibu. Survey di Inggris (1970-1974) menunjukkan insidens infeksi fetus
sebesar 53% dengan rubella klinis dan hanya 19% yang subklinis. Sekitar 85%
bayi terinfeksi rubella kongential mengalami defek.1
Gambar 2. Angka kejadian penyakit rubella dan CRS di Amerika Serikat tahun
1980-1996.3
Joice Gunawan
2.4. Pathogenesis
Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami replikasi di
nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening. Viremia terjadi antara hari ke-5
sampai hari ke-7 setelah terpajan virus rubella. Viremia mencapai puncaknya tepat
sebelum timbul erupsi di kulit. Dalam ruangan tertutup, virus rubella dapat
menular ke orang yang berada di ruangan yang sama dengan penderita. Masa
inkubasi virus rubella berkisar antara 1421 hari. Masa penularan seminggu
sebelum dan empat hari setelah permulaan (onset) ruam (rash). Pada episode ini,
virus rubella sangat menular.2,3,7,8
Daya tular tertinggi terjadi pada akhir masa inkubasi, kemudian menurun
dengan cepat dan berlangsung hingga menghilangnya erupsi. Selain dari darah
dan sekret nasofaring, virus rubella telah diisolasi dari kelenjar getah bening, urin,
cairan serebrospinal, ASI, cairan synovial dan paru.1
Patogenesis Congenital Rubella Syndrome (CRS)
Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung.
Infeksi rubella menyebabkan kerusakan janin karena proses pembelahan
terhambat. Dalam sekret faring dan air kemih (urin) bayi dengan CRS, terdapat
virus rubella dalam jumlah banyak yang dapat menginfeksi bila bersentuhan
langsung. Virus dalam tubuh bayi dengan CRS dapat bertahan hingga beberapa
bulan atau kurang dari 1 tahun setelah kelahiran.2,3,8
Kerusakan janin disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh kerusakan
sel akibat virus rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus. Infeksi plasenta
terjadi selama viremia ibu, menyebabkan daerah (area) nekrosis yang tersebar
secara fokal di epitel vili korealis dan sel endotel kapiler. Sel ini mengalami
deskuamasi ke dalam lumen pembuluh darah, mengindikasikan bahwa virus
rubella ditransfer ke dalam sirkulasi janin sebagai emboli sel endotel yang
terinfeksi. Hal ini selanjutnya mengakibatkan infeksi dan kerusakan organ janin.
Selama kehamilan muda mekanisme pertahanan janin belum matang dan
Joice Gunawan
gambaran khas embriopati pada awal kehamilan adalah terjadinya nekrosis seluler
tanpa disertai tanda peradangan. 2,3,8
Sel yang terinfeksi virus rubella memiliki umur yang pendek. Organ janin
dan bayi yang terinfeksi memiliki jumlah sel yang lebih rendah daripada bayi
yang sehat. Virus rubella juga dapat memacu terjadinya kerusakan dengan cara
apoptosis. Jika infeksi maternal terjadi setelah trimester pertama kehamilan,
frekuensi dan beratnya derajat kerusakan janin menurun secara drastis. Perbedaan
ini terjadi karena janin terlindung oleh perkembangan progresif respon imun
janin, baik yang bersifat humoral maupun seluler dan adanya antibodi maternal
yang ditransfer secara pasif. 2,3,8
2.5. Manifestasi Klinis
Masa Inkubasi
Masa Inkubasi berkisar antara 14-21 hari. Dalam beberapa laporan lain waktu
inkubasi minimum 12 hari dan maksimum 17-21 hari.1
Masa Prodromal
Pada anak biasanya erupsi timbul tanpa keluhan sebelumnya, jarang disertai
gejala dan tanda pada masa prodromal. Namun pada remaja dan dewasa muda
masa prodromal berlangsung 1-5 hari dan terdiri dari demam ringan, sakit kepala,
nyeri tenggorok, kemerahan pada konjungtiva, rhinitis, batuk dan limfadenopati.
Gejala ini segera menghilang pada waktu erupsi timbul. Gejala dan tanda
prodromal biasanya mendahului erupsi di kulit 1-5 hari sebelumnya. 1
Pada beberapa penderita dewasa gejala dan tanda tersebut dapat menetap
lebih lama dan bersifat lebih berat. Pada 20% penderita selama masa prodromal
atau hari pertama erupsi, timbul eksantema, Forschheimer spot, yaitu macula atau
petekia pada palatum molle, bisa saling merengkuh sampai seluruh permukaan
faucia. Pembesaran kelenjar limfe bisa timbul 5-7 hari sebelum timbul eksantema,
khas mengenai kelenjar suboksipital, postaurikular dan servikal disertai nyeri
tekan.1
Joice Gunawan
Masa Eksantema
Seperti pada rubeola, eksantema mulai retroaurikular atau pada muka dan dengan
cepat meluas secara kraniokaudal ke bagian lain dari tubuh. Mula-mula berupa
makula yang berbatas tegas dan kadang-kadang dengan cepat meluas dan
menyatu, memberikan bentuk morbilliform. Pada hari kedua eksantema di muka
menghilang, diikuti hari ketiga di tubuh dan hari keempat di anggota gerak. Pada
40% kasus infeksi rubella terjadi tanpa eksantema. Meskipun sangat jarang, dapat
terjadi deskuamasi posteksantematik.1
Limfadenopati merupakan suatu gejala klinis yang penting pada rubella.
Biasanya pembengkakan kelenjar getah bening berlangsung selama 5-8 hari.
Pada penyakit rubella yang tidak mengalami penyulit sebagian besar penderita
sudah dapat bekerja seperti biasa pada hari ketiga. Pada sebagian kecil penderita
masih terganggu dengan nyeri kepala, sakit mata, rasa gatal selama 7-10 hari.1
Joice Gunawan
CRS dan hal ini mengakibatkan infeksi pada kontak yang rentan. Gambaran klinis
CRS diklasifikasikan menjadi :
1. Transient
2. Delayed onset
3. Permanent
Kelainan pertumbuhan seperti ketulian mungkin tidak akan muncul selama
beberapa bulan atau beberapa tahun, tetapi akan muncul pada waktu yang tidak
tentu. Kelainan kardiovaskuler seperti periapan (proliferasi) dan kerusakan lapisan
seluruh (integral) pembuluh darah dapat menyebabkan kerusakan yang membuntu
(obstruktif) arteri berukuran medium dan besar dalam sistem sirkulasi pulmoner
dan sistemik.
Ketulian yang terjadi pada bayi dengan CRS tidak diperkirakan
sebelumnya. Metode untuk mengetahui adanya kehilangan pendengaran janin
seperti pemancaran (emisi) otoakustik dan auditory brain stem responses saat ini
dikerjakan untuk menyaring bayi yang berisiko dan akan mencegah kelainan
pendengaran lebih awal, juga saat neonatus. Peralatan ini mahal dan tidak dapat
digunakan di luar laboratorium. Kekurangan inilah yang sering terjadi di negara
berkembang tempat CRS paling sering terjadi.
Kelainan mata dapat berupa afakia glaukoma setelah dilakukan aspirasi
katarak dan neovaskularisasi retina merupakan manifestasi klinis lambat CRS.
Delayed-onset CRS yang paling sering adalah terjadinya diabetes mellitus
tipe 1. Penelitian lanjutan di Australia terhadap anak yang lahir pada tahun 1934
sampai 1941, menunjukkan bahwa sekitar 20% diantaranya menjadi penderita
diabetes pada dekade ketiga kehidupan mereka.2,3
Infeksi setelah Trimester Pertama
Virus rubella dapat diisolasi dari ibu yang mendapatkan infeksi setelah trimester
pertama kehamilan. Penelitian serologis menunjukkan sepertiga dari bayi yang
lahir dari ibu yang terinfeksi virus rubella pada umur 1620 minggu memiliki IgM
spesifik rubella saat lahir. Penelitian di negara lain menunjukkan bahwa infeksi
Joice Gunawan
maternal diperoleh usia 1320 minggu kehamilan dan dari bayi yang menderita
kelainan akibat infeksi virus rubella terdapat 1618%, tetapi setelah periode ini
insidennya kurang dari 12%. Ketulian dan retinopati sering merupakan gejala
tunggal infeksi bawaan (congenital) meski retinopati secara umum tidak
menimbukan kebutaan.2,3
10
Joice Gunawan
Gambar 5. Respon antibodi janin yang terinfeksi virus rubella secara bawaan.7
2.7. Rubella Kongenital
Pengertian Rubela kongenital adalah infeksi transplasenta pada janin dengan
rubella, biasanya pada kehamilan trimester pertama, rubella kongenital
disebabkan oleh infeksi maternal. Rubella kongenital adalah suatu infeksi oleh
11
Joice Gunawan
virus penyebab rubella (campak jerman) yang terjadi ketika bayi berada dalam
kandungan dan bisa menyebabkan cacat bawaan.
Rubella kongenital adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan infeksi
kronik intrauterine dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin.
Selama infeksi wanita hamil, virus rubella dapat menimbulkan infeksi pada janin
melalui plasenta. Akibatnya janin meninggal dalam kandungan atau lahir dengan
rubella kongenital. Bayi yang menderita infeksi kronik (infeksi dalam kandungan)
merupakan sumber penularan bagi orang sekitarnya.
Kita harus mewaspadai Rubela kongenital pada saat wanita hamil, karena
resiko tertularnya janin yang dikandung oleh ibu terinfeksi rubella bervariasi,
tergantung kapan ibu terinfeksi.
Jika ibu hamil terinfeksi saat usia kehamilannya < 12 minggu maka risiko
janin tertular 80-90%.
Jika infeksi dialami ibu saat usia kehamilan 15-30 minggu, maka risiko
janin terinfeksi turun yaitu 10-20%.
Namun, risiko janin tertular meningkat hingga 100% jika ibu terinfeksi
saat usia kehamilan > 36 minggu.
Pada waktu mengalami infeksi rubella sebagian ibu hamil (50%) tidak
menunjukkan gejala atau tanda klinis. Meskipun demikian virus dapat
menimbulkan infeksi pada plasenta dan diteruskan ke janin, yang mana virus itu
menyerang banyak organ dan jaringan. Rubella pada ibu dapat menimbulkan
berbagai kemungkinan di janinnya, yaitu :1
1. Non-infeksi
2. Infeksi tanpa kelainan apapun
3. Infeksi dengan kelainan kongenital
4. Resorpsi embrio
5. Abortus
6. Kelahiran mati
Bayi yang lahir dari ibu hamil yang menderita rubella pada trimester pertama bisa
terkena sindrom rubella kongenital, yaitu trias anomaly kongenital :1
12
Joice Gunawan
13
Joice Gunawan
Ductus Arteriosus, yang disusul stenosis arteria pulmonalis dan stenosis katup
pulmonal.
Kelainan lain yang mungkin terjadi diantaranya adalah osteomyelitis,
malabsorbsi dan diabetes. Anomaly kongenital lain dapat pula terjadi tetapi jarang
dilaporkan, sehingga tidak dapat dipastikan apakah memang terjadi karena rubella
atau karena sebab lain.
14
Joice Gunawan
15
Joice Gunawan
16
Joice Gunawan
17
Joice Gunawan
18
Joice Gunawan
Tabel 2. Jenis pemeriksaan dan spesimen untuk menentukan infeksi virus rubella.9
Secara garis besar, pemeriksaan laboratorik untuk menentukan infeksi
virus rubella dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Isolasi virus
Virus rubella dapat diisolasi dari sekret hidung, darah, hapusan tenggorok, air
kemih, dan cairan serebrospinalis penderita rubella dan CRS. Virus juga dapat
diasingkan dari faring 1 minggu sebelum hingga 2 minggu setelah munculnya
ruam. Meskipun metode isolasi ini merupakan diagnosis pasti untuk menentukan
infeksi rubella, metode ini jarang dilakukan karena prosedur pemeriksaan yang
rumit. Hal ini menyebabkan metode pengasingan virus bukan sebagai metode
diagnostik rutin.2 Untuk isolasi primer spesimen klinis, sering menggunakan
kultur sel yaitu Vero; African green monkey kidney (AGMK) atau dengan RK-13.
Virus rubella dapat ditemui dengan adanya Cytophatic effects (CPE).2
2. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi digunakan untuk mendiagnosis infeksi virus rubella bawaan
dan pascanatal (sering dikerjakan di anak-anak dan orang dewasa muda) dan
untuk menentukan status imunologik terhadap rubella. Metode yang tersedia
antara lain: 6,7,8
a. Hemaglutinasi pasif
b. Uji hemolisis radial
c. Uji aglutinasi lateks
d. Uji inhibisi hemaglutinasi
e. Imunoasai fluoresens
f. Imunoasai enzim
19
Joice Gunawan
Pemeriksaan terhadap wanita hamil yang pernah kontak dengan penderita rubella,
memerlukan upaya diagnosis serologis secara tepat dan teliti (akurat). Jika
penderita memperlihatkan gejala klinis yang semakin memberat, maka harus
segera dikerjakan pemeriksaan imunoasai enzim terhadap serum penderita untuk
menetukan adanya IgM spesifik-rubella, yang dapat dikonfirmasi dengan
memeriksa dengan cara yang sama setelah 5 hari kemudian. Penderita tanpa gejala
klinis tetapi terdiagnosis secara serologis merupakan sebuah masalah khusus.
Mereka mungkin sedang mengalami infeksi primer atau re-infeksi karena telah
mendapatkan vaksinasi dan memiliki antibodi. Pengukuran kadar IgG rubella
dengan imunoasai enzim juga dapat membantu membedakan infeksi primer dan
re-infeksi. 7,8,9
Pemeriksaan serologis pada kasus yang dicurigai menderita CRS
memerlukan tiga pendekatan.
1.
Pendekatan pertama untuk mengetahui adanya antibodi IgM spesifikrubella pada serum bayi.
2.
3.
20
Joice Gunawan
21
Joice Gunawan
Gambar 7. Respon antibodi setelah infeksi virus rubella yang diperiksa dengan
berbagai pemeriksaan serologis untuk rubella.9
Pemeriksaan RNA virus
Jenis pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mengenali RNA virus rubella antara
lain :
a.
b.
Reverse Transcription-Loop-Mediated Isothermal Amplification (RTLAMP) RT-LAMP adalah salah satu jenis pemeriksaan untuk mengenali
RNA virus rubella. Dalam sebuah penelitian yang membandingkan
sensitivitas antara pemeriksaan RT-LAMP, RT-PCR dan isolasi virus
yang dilakukan di Jepang, ternyata didapatkan hasil 77,8% untuk RTLAMP, 66,7% untuk RT-PCR dan 33,3% untuk isolasi virus.
Pemeriksaan RT-LAMP mirip dengan pemeriksaan RT-PCR tetapi hasil
pemeriksaan di RT-LAMP dapat diketahui dengan melihat tingkat
kekeruhan (turbidity) setelah dilakukan pemeraman (inkubasi) di alat
turbidimeter. Berikut salah satu jenis hasil pemeriksaan menggunakan
RT-LAMP dan RT-PCR.12
22
Joice Gunawan
yang
menyerupai rubella, disertai pembesaran kelenjar getah bening umum. Kadangkadang perlu pemeriksaan serologi untuk sifilis.
23
Joice Gunawan
Jika anti-Rubella IgM saja yang positif atau anti-Rubella IgM dan antiRubella IgG positif, disarankan untuk menunda kehamilan sampai ??
Jika anti-Rubella IgG saja yang positif, berarti pernah terinfeksi dan
antibodi yang terdapat dalam tubuh dapat melindungi dari serangan virus
Rubella. Bila hamil, bayi pun akan terhindar dari Sindroma Rubella
Kongenital.
Bila sedang hamil dan belum mengetahui apakah tubuh telah terlindungi
dari infeksi Rubella maka dianjurkan melakukan pemeriksaan anti-Rubella
IgG dan anti-Rubella IgM : jika telah memiliki kekebalan (anti-Rubella
IgG positif), berarti janin pun terlindungi dari ancaman virus Rubella
24
Joice Gunawan
Bila sudah hamil padahal belum kebal, ibu hamil harus berusaha menghindari
tertular Rubella dengan cara berikut:16
1. Jangan mendekati orang sakit demam. Jangan pergi ke tempat banyak
anak berkumpul, misalnya Playgroup, sekolah TK dan SD Jangan pergi
ke tempat penitipan anak. Sayangnya, hal ini tidak dapat 100%
dilaksanakan karena situasi atau karena orang lain yang terjangkit
Rubella belum tentu menunjukkan gejala demam. Kekebalan terhadap
Rubella diperiksa ulang lagi umur 17-20 minggu.
2. Bila ibu hamil mengalami Rubella, periksalah darah apa benar terkena
Rubella.
3. Bila ibu sedang hamil mengalami demam disertai bintik-bintik merah,
pastikan apakah benar Rubella dengan memeriksa IgG dan IgM Rubella
setelah 1 minggu. Bila IgM positif, berarti benar infeksi Rubella baru.
4. Bila ibu hamil mengalami Rubella, pastikan apakah janin tertular atau
tidak. Untuk memastikan apakah janin terinfeksi atau tidak maka
dilakukan pendeteksian virus Rubella dengan teknik PCR (Polymerase
Chain Reaction). Bahan pemeriksaan diambil dari air ketuban (cairan
amnion). Pengambilan sampel air ketuban harus dilakukan oleh dokter
ahli kandungan & kebidanan, dan baru dapat dilakukan setelah usia
kehamilan lebih dari 22 minggu.
5. Bagi wanita usia subur bisa menjalani pemeriksaan serologi untuk
Rubella. Vaksinasi sebaiknya tidak diberikan ketika si ibu sedang hamil
atau kepada orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan akibat
kanker, terapi kortikosteroid maupun penyinaran. Jika tidak memiliki
antibodi, diberikan imunisasi dan baru boleh hamil 3 bulan setelah
penyuntikan.
2.12. Prognosis
Komplikasi relatif tidak lazim pada anak. Neuritis dan artritis kadang kadang
terjadi. Resistensi terhadap infeksi bakteri sekunder tidak berubah. Ensefalitis
25
Joice Gunawan
serupa dengan ensefalitis yang ditemukan pada rubeola yang terjadi pada sekitar
1/6.000 kasus.16
Prognosis rubella anak adalah baik; sedang prognosis rubella kongenital
bervariasi menurut keparahan infeksi. Hanya sekitar 30% bayi dengan ensefalitis
tampak terbebas dari defisit neuromotor, termasuk sindrom autistik. Kebanyakan
penderitanya akan sembuh sama sekali dan mempunyai kekebalan seumur hidup
terhadap penyakit ini.
Namun, dikhawatirkan adanya efek teratogenik penyakit ini, yaitu
kemampuannya menimbulkan cacat pada janin yang dikandung ibu yang
menderita rubella. Cacat bawaan yang dibawa anak misalnya penyakit jantung,
kekeruhan lensa mata, gangguan pigmentasi retina, tuli, dan cacat mental.
Penyakit ini kerap pula membuat terjadinya keguguran.
26
Joice Gunawan
BAB III
SIMPULAN
Congenital Rubella Syndrome (CRS) atau Fetal Rubella Syndrome
merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang pada bayi
sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. CRS
dapat mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat
apabila bayi tetap hidup. Infeksi virus rubella pada trimester I kehamilan memiliki
risiko kerusakan yang lebih besar dibandingkan dengan infeksi setelah trimester
pertama.
Bayi yang didiagnosis mengalami CRS apabila mengalami 2 gejala kriteria
A : Katarak, glaukoma bawaan, penyakit jantung bawaan (paling sering adalah
patient ductus arteriosus atau peripheral pulmonary artery stenosis), kehilangan
pendengaran, dan pigmentasi retina atau 1 kriteria A dan 1 kriteria B : purpura,
splenomegali, jaundice, mikrosefali, retardasi mental, meningoensefalitis dan
radiolucent bone disease.
Pemeriksaan laboratorik untuk menunjang diagnosis CRS antara lain :
isolasi virus, pemeriksaan serologik (hemaglutinasi pasif, uji hemolisis radial, uji
27
Joice Gunawan
28