Pendahuluan
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum
tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan, dengan
manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Leukosit dalam darah
berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi
tidak normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normal
juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik.
Leukemia akut dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia
mieloblastik akut (LMA). Leukemia limfoblastik Akut adalah suatu keganasan klonal
dari sel-sel prekursor limfoid, akibat kerusakan gen DNA yang terdapat pada sumsum
tulang.1,3
Leukemia akut pada masa anak-anak merupakan 30-40% dari keganasan.
Insidens rata-rata 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak di bawah 15 tahun. Di negara
berkembang 83% LLA, 17 % LMA, lebih tinggi pada anak kulit putih dibandingkan
kulit hitam. Di Jepang 4/100.000 anak, dan diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus
baru. Sedangkan di Jakarta pada tahun 1994 insidennya mencapai 2,76/100.000 anak
usia 1-4 tahun. Pada tahun 1996 didapatkan 5-6 pasien leukemia baru setiap bulan di
RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta, sementara itu di RSU Dr. Soetomo sepanjang tahun
2002 dijumpai 70 kasus leukemia baru. Di Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, leukemia menempati lebih 50% dari semua
keganasan pada anak. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 1,15 untuk LLA dan
mendekati 1 untuk LMA. 1,2
Virus
Virus HTLV-I (human T-cell lymphotropic virus type I), yang menyerupai
virus penyebab AIDS, diduga merupakan penyebab jenis leukemia yang jarang
terjadi pada manusia, yaitu leukemia sel-T dewasa. Hipotesis yang menarik
saat ini mengenai etiologi lekemia pada anak-anak adalah infeksi virus dan
atau bakteri seperti disebutkan Greaves (Greaves, Alexander 1993). Ia
mempercayai ada
kehamilan atau awal masa bayi dan kedua selama tahun pertama kehidupan
sebagai konsekuensi dari respons terhadap infeksi pada umumnya.
Faktor genetik
Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom Down dan sindrom
fanconi, mempunyai insidensi leukemia akut 20 kali lipat.
Faktor lingkungan
o Radiasi dosis tinggi merupakan leukemogenik, seperti dilaporkan di
Hiroshima dan Nagasaki sesudah ledakan bom atom. Meskipun
demikian paparan radiasi dosis tinggi in utero secara signifikan tidak
mengarah pada peningkatan insidens leukemia, demikian juga halnya
dengan radiasi dosis rendah.
o Studi terbaru menunjukkan peningkatan 2x diantara anak-anak yang
tinggal di jalur listrik tegangan tinggi, namun tidak signifikan karena
jumlah anak yang terpapar sedikit.
o Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan
agen antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi kejadian leukemia.
o Moskow melakukan studi kasus kelola pada 204 pasien dengan
paparan paternal/maternal terhadap pestisida dan produk minyak bumi.
Terdapat peningkatan resiko leukemia pada keturunannya.
Blastosit abnormal gagal berdiferensiasi menjadi bentuk dewasa, sementara
samping itu, sel abnormal, tadi melalui peredaran darah melakukan infiltrasi ke organ
tubuh2
Gejala klinik dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan
diagnosis leukemia. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan
aspirasi sumsum tulang, dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan
serebrospinal, dan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Gejala umum LLA
menggambarkan adanya kegagalan sistem hematopoesis yang normal yaitu terjadinya
anemia, trombositopenia dan neutropenia. Pucat, lemas, demam, perdarahan, nyeri
tulang adalah gejala yang sering ditemukan. Limfadenopati, hepatomegali, dan
splenomegali merupakan temuan klinis yang sering didapatkan dan menandakan
adanya infiltrasi ekstra medular. Lamanya gejala dapat bervariasi dalam beberapa hari
hingga bulan sebelum terdiagnosis4
Diagnosa banding leukemia pada anak yang perlu dipikirkan antara lain
anemia aplastik, gangguan mieloproliferatif, ITP, keganasan lain, penyakit
reumatologi atau penyakit kolagen vaskuler, sindrom hemofagosit familial atau
induksi virus, infeksi virus Ebstein-Barr, infeksi mononukleosis, reaksi leukemoid dan
sepsis1
Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif
meliputi pengobatan gejala yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi
| LAPORAN KASUS RAWAT INAP Leukemia Limfoblastik Akut
mempunyai hubungan liner terbalik dengan kemungkinan sembuh. Umur pada waktu
diagnosis juga merupakan salah satu tanda yang dapat dipercaya (reliable). Penderita
berumur lebih dari 10 tahun dan yang kurang dari 12 bulan yang mempunyai
penyusunan kembali (rearrangement ) kromosom yang menyangkut regio 11q23, jauh
lebih buruk dibanding anak dari kelompok umur pertengahan (intermediete).
Beberapa kelainan kromosom mempengaruhi hasil terapi. Hiperploidi lebih dari 50
kromosom berkaitan dengan hasil terapi baik dan memberi respon terhadap terapi
berbasis antimetabolit. Dua translokasi kromosom t(9;22), atau kromosom
Philadelpia, dan t(4;11) mempunyai prognosis buruk. Beberapa peneliti menganjurkan
CST selama remisi inisial pada penderita dengan translokasi tersebut. LLA progenitor
sel B dengan t(1;19) mempunyai prognosis kurang baik dibandingkan kasus lain
dengan imunofenotip ini, hanya 60% dari penderita akan remisi setelah 5 tahun jika
tidak mendapat terapi sangat intensif.
II.
KASUS
a. Anamnesis:
Pasien masuk IGD RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang pada tanggal 15 Agustus
2014 jam 01:13
Dilakukan anamnesis pada Senin, 25 Agustus 2014 di ruang kelas III anak (Kenanga)
jam 19.00 WITA melalui :
Alloanamnesis : Ibu dan ayah pasien
Identitas
Nama
: An.HOT
Usia
: 10 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Anak ke
: 2 dari 3 bersaudara
Alamat
: Oenlasi
Orang Tua
o Ayah/Usia
: Tn.JT/39 tahun
o Pekerjaan
: Sopir
o Ibu/usia
: Ny.IL/32 tahun
o Pekerjaan
Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir tanggal 3 Mei 2004, partus spontan di rumah ditolong dukun.
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi diakui lengkap sesuai umur. Tetapi ibu lupa jumlah suntikan di lengan dan
paha dan waktu suntikan.
Pasien diberikan ASI sampai umur 2,5 tahun. ASI ekslusif sampai 6 bulan. MPASI
diberikan sejak berusia 6 bulan berupa bubur saring.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Suhu aksila
: 36,9C
Nadi
: 118x/m, reguler, kuat angkat, isi cukup dan diukur saat anak
sedang berbaring tenang.
Laju pernapasan
Berat badan
: 23 kg
Tinggi badan
Status gizi
: Normal
Status Generalis
Kulit
Mulut : bibir pucat dan kering, lidah merah muda, atropi (-),
tidak ada ulcerasi mulut, celah pallatum juga tidak ada. Tonsil
T0/T0. Faring tidak hiperemis. Stomatitis tidak ada.
Leher : teraba pembesaran kelenjar getah bening.
Thorax :bentuk dada normal, simetris pengembangan dadanya,
penggunaan otot bantu pernapasan tidak ada.
| LAPORAN KASUS RAWAT INAP Leukemia Limfoblastik Akut
o Cor :
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula sinistra, thrill tidak ada
Auskultasi : BJI dan BJII tunggal, reguler, terdengar murmur, gallop tidak
terdengar
o Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada saat inspirasi simetris, tidak
Perkusi
Abdomen
Genitalia
Ekstremitas
Tabel Follow Up
No
1
Hari/Tanggal
16 Agustus
2014
S: Demam (-), lemas (+), batuk (+), dahak (-), belum BAB 2 hari
O: TTV, Hr:80x/menit, RR:28x/menit, suhu :36,9 C
Kulit: pucat (+), petekie (+) pada dada dan punggung, Mata:
Conjungtiva anemis +/+, Mulut: pucat (+), Leher: terdapat pembesaran
KGB submandibula dextra dan KGB inguinal sinistra dan dextra,
Cor:S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-) , gallop (-), Pul : vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh -/-, Abdomen : hepar teraba 4 jari di bawah arcus costae,
lien schuffner 4.
A: Susp. ALL
P: Lasix 1x20 mg pre-transfusi
WBC 1 unit/hari
Ampicilin 4 x 600 mg iv
Gentamicin 2 x 40 mg iv
Dulcolax Supp I
KIE keluarga untuk BMP
19 Agustus S: Demam hilang timbul, Mimisan (+) 3 kali, berisi darah segar,
2014
bergumpal, gusi berdarah (+), tampak bintik perdarahan pada perut dan
punggung.
O:TTV, HR:140x/menit, RR:28x/menit, suhu:37,9 C
Kulit: pucat (+), petekie (+) pada dada dan punggung, Mata:
Conjungtiva anemis +/+, Mulut:pucat (+), mukosa bibir kering, darah
(+), Hidung: darah (+) Leher: terdapat pembesaran KGB submandibula
dextra dan KGB inguinal sinistra dan dextra, Cor:S1 S2 tunggal,
reguler, murmur (-) , gallop (-), Pul : vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-,
Abdomen : hepar teraba 4 jari di bawah arcus costae, lien schuffner 4.
A:Susp.ALL
P:IVFD D5 NS 10 tpm
Cefotaxime 2x1 gr iv
Gentamicin 2 x 40 mg iv
Dexametason 2 x 1 amp iv
Transfusi trombosit 4 unit/hari
Transfusi PRC 1 unit/hari
Cek HB post transfusi
Observasi ketat
Rujuk
23 Agustus S: Mimisan (-), perdarahan gusi (-), demam (-), bintik kemerahan di
2014
tubuh dan wajah (+),keluhan lain (-)
O:TTV, HR:122x/menit, RR:22x/menit, suhu:36,4 C
Kulit: pucat (+), petekie (+) pada dada dan punggung, Mata:
Conjungtiva anemis +/+, Leher: terdapat pembesaran KGB
submandibula dextra dan KGB inguinal sinistra dan dextra, Cor:S1 S2
tunggal, reguler, murmur (-) , gallop (-), Pul : vesikuler +/+, Rh -/-, Wh
-/-, Abdomen : hepar teraba 4 jari di bawah arcus costae, lien schuffner
4.
A:Susp. ALL
| LAPORAN KASUS RAWAT INAP Leukemia Limfoblastik Akut
1
0
P:IVFD D5 NS 10 tpm
Cefotaxime 2 x 1 gr iv
Gentamicin 2 x 40 mg iv
Dexamethason 2 x 1 amp iv
KIE keadaan dan penyakit pasien kepada orang tua dan keluarga
bahwa pasien harus segera dirujuk untuk mendapat penanganan lebih
lanjut.
Orang tua sudah mengerti mengenai keadaan pasien, tetapi orang tua
menolak untuk dirujuk dengan alasan tidak ada biaya.
27 Agustus S: Tidak bisa tidur, nyeri kepala sebelah, mimisan (+) sepanjang
2014
malam, muntah hitam, BAB hitam, BAK lancar, makan minum baik,
batuk (+), pilek (+).
O:TTV, HR:120x/menit, RR:20x/menit, suhu: 37,2 C
Kulit: pucat (+), petekie (+) pada dada dan punggung, Mata:
Conjungtiva anemis +/+, Leher: terdapat pembesaran KGB
submandibula dextra dan KGB inguinal sinistra dan dextra, Cor:S1 S2
tunggal, reguler, murmur (-) , gallop (-), Pul : vesikuler +/+, Rh -/-, Wh
-/-, Abdomen : hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, lien scuffner 0
A:Leukemia Susp. ALL
RFA
P:IVFD D5 NS 10 tpm
Cefotaxime 2x gr iv
Gentamicin 2x40 mg iv
Transfusi PRC bag (150 ml)
Inj. Furosemide 20 mg iv pre transfusi
Cek DL setelah 6 jam setelah transfusi
Paracetamol 3x1/2 tab (KP)
Pulvis batuk pilek 3x1 bks
4 September S: Demam(-), mimisan (-), perdarahan gusi (-), BAB dan BAK lancar,
2014
makan minum baik, keluhan lain (-).
O:TTV, HR: 68x/menit, RR:20x/menit, suhu: 37 C
Kulit: pucat (+), petekie (-), Mata: Conjungtiva anemis +/+, Leher:
terdapat pembesaran KGB submandibula dextra, Cor:S1 S2 tunggal,
reguler, murmur (-) , gallop (-), Pul : vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-,
Abdomen : hepar tidak teraba, lien tidak teraba
A:Leukemia Susp ALL
Dd Anemia Aplastik
RFA
P:Paracetamol 3 x tab (KP)
Pulvis batuk pilek 3x1 bks
Boleh rawat jalan
1
1
c. Pemeriksaan Penunjang : DL, Blood Smear tanggal 15 Agustus 2014 dari IGD:
Jenis
15
Agustus
2014
17
Agustus
2014
23
Agustus
2014
Unit
Range
WBC
129,83
20,58
8,65
[10^3/uL]
4,30-10,30
Lymph#
5,81
[10^3/uL]
0,60-3,40
Mono#
2,42
[10^3/uL]
0,16-1,00
Eo#
0,23
0,19
0,03
[10^3/uL]
0,00-0,80
Baso#
0,05
0,06
0,03
[10^3/uL]
0,00-0,20
Neut#
0,36
[10^3/uL]
1,50-7,00
Lymph%
67,2
[%]
25,0-33,0
Mono%
28,0
[%]
2,0-5,0
Eo%
0,2
0,9
0,3
[%]
0,0-4,0
Baso%
0,0
0,3
0,3
[%]
0,0-1,0
Neut%
4,2
[%]
51,0-67,0
RBC
0,64
2,83
2,31
[10^6/uL]
4,00-5,50
HGB
1,8
7,8
6,5
[g/dl]
13,4-17,7
HCT
5,9
23,3
20,0
[%]
40,0-47,0
MCV
92,2
82,3
86,6
[fL]
86,0-110,0
MCH
28,1
27,6
28,1
[pg]
26,0-38,0
MCHC
30,5
33,5
32,5
[g/dL]
31,0-37,0
RDW-SD
61,3
42,5
47,9
[fL]
37,0-54,0
RDW-CV
22,6
15,6
16,4
[%]
11,0-16,0
PLT
12
[10^3/uL]
150-400
MPV
7,8
[fL]
9,0-13,0
PCT
0,01
[%]
0,17-0,35
PDW
11,4
[fL]
9,0-17,0
P-LCR
16,1
[%]
13,0-43,0
Blood Smear
E:Normokrom
1
2
L: Kesan jumlah sangat meningkat, limfosit > 10 %, atypical limfosit (+), Basket cell (+)
T:Kesan jumlah sangat menurun
Kesimpulan: kesan gambaran curiga ALL-L1
a. Resume :
Seorang laki-laki usia 10 tahun datang dengan keluhan demam yang dialami
sejak 3 minggu SMRS, pasien juga mengeluhkan batuk sejak 3 minggu SMRS. Pasien
mengatakan sejak 3 minggu belakangan pasien sering merasakan nyeri kepala yang di
rasakan tiba-tiba kemudian hilang secara perlahan, pasien juga mengeluhkan adanya
benjolan pada leher kanan dan kiri sejak 1 bulan SMRS. Benjolan membesar secara
perlahan tiap hari. Pada saat diperiksa, teraba benjolan dengan diameter kurang lebih 3
cm, konsistensi lunak, tepi rata, permukaan licin, tidak ada nyeri tekan, mobile. Gusi
berdarah sejak 3 minggu SMRS, Mimisan (-), terdapat bintik-bintik perdarahan di
seluruh tubuh.
Keadaan umum pasien saat diperiksa sadar dengan tanda vital dalam batas
normal. Nadi 118x/m, pernapasan 28x/menir, suhu pasien 36,9C. Status generalis
pasien, pasien tampak pucat tanpa ikterus dan sianosis dan terdapat bintik kemerahan
pada dada, konjungtiva anemis, sklera anikterik. Terdapat pembesaran kelenjar getah
benih pada leher kanan. Thorak simetris dan tak ada retraksi, bunyi jantung I dan II
tunggal dan teratur terdengar murmur dan gallop tidak terdengar, bunyi napas vesikuler
tanpa ronkhi dan wheezing. Perut pasien tampak cembung, simetris, dengan bising usus
kesan normal, teraba pembesaran hepar 4 jari di bawah arcus costae dan lien tidak
teraba, turgor < 3 detik. Akral hangat dan telapak tangan dan kaki terkesan pucat, CRT
< 2 detik.
b. Diagnosis : Leukemia Susp. ALL
c. Rencana Diagnosa: DL, Blood Smear dan BMP
d. Rencana Terapi :
Rujuk
e. Rencana pemantauan:
| LAPORAN KASUS RAWAT INAP Leukemia Limfoblastik Akut
1
3
III.
Keadaan umum
Keluhan
Tanda-tanda vital
Pada tabel di atas terlihat presentasi paling tinggi kejadian LLA pada anak
berusia 3-10 tahun, dan lebih sering terjadi pada anak kulit putih. Penyebab leukemia
belum diketahui secara pasti. Diperkirakan bukan penyebab tunggal tetapi gabungan
dari faktor resiko antara lain virus, faktor genetik, kelainan herediter, faktor
lingkungan1,2,3. Pada kasus ini, pasien berumur 10 tahun dan berjeniskelamin laki-laki,
kasus ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kejadian LLA meningkat pada
usia 3-10 tahun sebesar 54 % dan pada laki-laki sebesar 57 %. Melalui anamnesis
diketahui pasien berasal dari keluarga dengan status sosial dan ekonomi rendah. Ayah
pasien adalah seorang sopir dan ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien
memiliki 1 orang kakak dan 1 orang adik, anak pertama berusia 14 tahun dan adik
pasien berusia 2 tahun. Riwayat persalinan pasien di rumah dibantu dukun. Dari
riwayat sosial ekonomi dan riwayat persalinan pasien memiliki faktor resiko tinggi
terjadinya infeksi. Dari etiologi yang telah dijelaskan di atas pada pasien ini faktor
infeksi merupakan faktor yang paling berperan untuk terjadinya leukemia. Dari
anamnesis tidak ditemukan adanya faktor lain yang ikut berperan dalam kejadian
leukemia pada pasien ini.
| LAPORAN KASUS RAWAT INAP Leukemia Limfoblastik Akut
1
4
Childrens Cancer Study Group (1982) Acute lymphoblastic leukemia. In: Teppi CK (ed) Major topics in
pediatric and adolescent oncology. Hall, Boston, pp 342
Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan demam yang dialami 3 minggu
sebelum masuk Rumah Sakit. Saat anamnesis lebih lanjut ibu pasien mengatakan 3
minggu terakhir pasien sering mimisan dan gusi berdarah serta terdapat benjolan
dileher kanan dan lipat paha kiri dan kanan. Pada saat pemeriksaan terdapat bintik
kemerahan (petekiae) pada dada, punggung dan perut pasien yang merupakan
manifestasi klinis dari perdarahan. Pada pasien ini juga terdapat hepatosplenomegali.
Dari gejala klinis yang ditemukan pada pasien sesuai dengan teori gejala klinis pada
pasien leukemia yang terlihat pada tabel di atas antara lain berupa general symptoms,
lymphadenopathy, hepatosplemomegaly.
Gejala umum LLA menggambarkan adanya kegagalan sistem hematopoesis
yang normal yaitu terjadinya anemia, trombositopenia dan neutropenia 4. Pada
pemeriksaan sel darah merah kadang dalam batas normal, tetapi lebih sering terjadi
penurunan dari kadar hemoglobin, retikulosit juga mengalami penurunan. Jumlah sel
darah putih bisa normal, rendah maupun meningkat. Pada anak dengan leukopenia,
ditemukan beberapa sel limfoblast yang atipikal. Pada anak dengan leokositosis
ditemukan sel blast. Pada anak dengan leukositosi dimana jumlah WBC > 100x10
| LAPORAN KASUS RAWAT INAP Leukemia Limfoblastik Akut
1
5
maka akan ditemukan sel blast yang predominan6. Pada tabel 3 dijelaskan jumlah sel
darah pada pasien leukemia. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pada psien leukemia
kadar hemoglobin 7-11 g/dl memiliki presentasi paling tinggi, kemudian kadar
leukosit <10 x 109/l juga memilki presentasi paling tinggi, sedangkan kadar trombosit
presentasi paling tanggi biasanya pada jumlah 20-99 x 10 9/l Trombositipenia pada
LLA bisa disebabkan oleh invasi sel leukemia dalam sumsum tulang, pemberian
kemoterapi atau infeksi. Trombositopenia potensial menimbulkan perdarahan pada
penderita LLA. Sekitar 52% kematian LLA disebabkan oleh perdarahan 5. Gejala
klinik dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis
leukemia. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan aspirasi
sumsum tulang, dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, biopsi limpa,
dan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Pemeriksaan radiografi dada berfungsi
untuk melihat adanya infiltrasi mediastinum, kardoimegali, udem paru. Pada
pemeriksaan biopsi limpa memperlihatkan poriferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit normal, RES, granulosit,
dan pulp cell. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan biopsy limpa maupun
radiografi dada dengan alasan untuk pemeriksaan biopsy limpa harus dikirim ke luar
dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasilnya. Kemudian
pemeriksaan radiografi dada juga tidak dilakukan karena pasien tidak kooperatif
untuk melakukan pemeriksaan tersebut.
Tabel.3 Jumlah Sel Darah
1
6
1
7
Prognosis
1
8
b. Ditemukan pula adanya hubungan antara umur pasien saat diagnosis dan
hasil pengobatan. Pasien dengan umur dibawah 18 bulan atau di atas 10
tahun mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien
berumur diantara itu. Khusus pasien dibawah umur 1 tahun atau bayi
terutama di bawah 6 bulan mempunyai prognosis paling buruk. Hal ini
dikatakan karena mereka mempunyai kelainan biomolekuler tertentu.
c. Fenotipe imunologis dari limfoblas saat diagnosis juga mempunyai nilai
prognostik. Leukemia sel-B (L3 pada klasifikasi FAB) dengan antibodi
kappa dan lambda pada permukaan blas diketahui mempunyai
prognosis yang buruk.
d. Nilai prognostik jenis kelamin telah banyak dibahas. Dari berbagai
penelitian,
sebagian
besar
menyimpulkan
bahwa
anak
perempuan
mempunyai prognosis yang lebih baik dari anak laki-laki. Hal ini dikatakan
karena timbulnya relaps testis dan kejadian leukemia sel-T yang tinggi,
hiperleukositosis dan organomegali serta massa mediastinum pada anak
laki-laki.
e. Respons terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel blas di darah tepi
sesudah 1 minggu terapi prednison dimulai. Adanya sisa sel blas pada
sumsum tulang pada induksi hari ke-7 atau 14 menunjukkan prognosis
buruk.
f. Kelainan jumlah kromosom juga mempengaruhi prognosis.
Pada pasien ini dilihat dari jumlah leukosit awal saat diagnosis ditegakkan yaitu
>50.000 (129.830) memiliki prognosis yang buruk. Kemudian dilihat dari umur,
dikatakan pasien dengan usia di bawah 8 bulan dan di atas 10 tahun memilki prognosis
yang buruk, pada psien ini dengan usia 10 tahun bisa disimpulkan prognosisnya baik. Jika
dilihat dari jenis kelamin disimpulkan pada pasien ini memiliki prognosis buruk. Ada
beberapa faktor prognostik lain yang tidak dapat diperiksa di Kupang dengan alasan biaya
mahal dan fasilitasnya tidak memadai berupa pemeriksaan fenotipe imunologis dan
pemeriksaan kromosom.
V.
Ringkasan
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dengan demam 3 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Demam dialami sejak 3 minggu yang lalu. Demam dirasakan
| LAPORAN KASUS RAWAT INAP Leukemia Limfoblastik Akut
1
9
hilang timbul dan demam timbul di saat yang tidak menentu . Pasien juga
mengeluhkan adanya benjolan pada leher kanan dan kiri sejak 1 bulan SMRS.
Benjolan membesar secara perlahan tiap hari. Pada saat diperiksa, teraba benjolan
dengan diameter kurang lebih 3 cm, konsistensi lunak, tepi rata, permukaan licin,
tidak ada nyeri tekan, mobile. Gusi berdarah sejak 3 minggu SMRS, Mimisan (-),
terdapat bintik-bintik perdarahan di seluruh tubuh. Anak tersebut didiagnosis dengan
Leukemia Susp. LLA dan RFA berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Pada kasus ini, pasien datang dengan demam
yang dialami sejak 3 minggu SMRS, dan hasil pemeriksaan darah lengkap
menunjukkan hasil adanya peningkatan dari leukosit dan penurunan jumlah
hemoglobin dan trombosit. Sedangkan pada blood smear ditemukan E: Normokrom
anisopoikilositosis, L: Kesan jumlah sangat meningkat, limfosit > 10 %, atypical limfosit
(+), Basket cell (+), T:Kesan jumlah sangat menurun, Kesimpulan: kesan gambaran curiga
ALL-L1. Pada LLA pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa adalah BMP,
namun pada pasien ini tidak dilakukan BMP karena pasien menolak rujukan dengan
alasan tidak ada biaya. Terapi kuratif/spesifik bertujuan untuk menyembuhkan
leukemianya berupa kemoterapi yang meliputi induksi remisi, profilaksis susunan
saraf pusat dan rumatan. Klasifikasi resiko normal atau resiko tinggi, menentukan
protokol kemoterapi. Saat ini di Indonesia sudah ada 2 protokol pengobatan yang
lazim digunakan untuk pasien LLA yaitu Protokol Nasional (Jakarta) dan protokol
WK-ALL 2000. Pada pasien ini Pada pasien ini hanya dilakukan terapi suportif
berupa transfusi PRC, transfusi trombosit dan pemberian obat simptomatik gejala
batuk, pilek dan demam.
2
0
DAFTAR PUSTAKA
. Purmono B, Sutaryo, Urgasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku Ajar HematologiOnkologi Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010. Hal:236-243
2. Soemyarso NA, Saharso D, Arief S. Modul Pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-1.
Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair, 2014. Hal:115-121
3. Windiastuti E, Sari TT, Yuniar I, Indawati W. Peran Dokter Anak dalam Diagnosis Dini dan
Pemantauan Keganasan pada Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM, 2011. Hal 28-33
4.Refereat Leukemia pada Anak. http://www.academia.edu/4901858/52407689-REFERATLEUKEMIA-PADA-ANAK-almost-done. Diunduh pada tanggal 25 Agustus 2014
5. Dyahferi H, Larasati MCS, Andarsini MR, Urgasena IDG, Permono B. Hubungan Antara Immature
Platelet Fraction dan Megakariosit Sebagai Evaluasi Sistem Thrombopoetik setelah Fase Induksi
Kemoterapi pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut. Dalam : Sari Pediatri Vol.16, (Supl 2),
Agustus 2014. Hal 14-18
6. Imbach P, Kuhne Th, Arceci R. Pediatric Oncology. New York: Springer Verlag Berlin, 2006. Hal
28-45
2
1