Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


DERMATITIS EKSFOLIATIF

Disusun untuk Melaksanakan Tugas Dokter Internsip


RS Perkebunan Jember Klinik

Disusun oleh:
dr. Shalahuddin Galih Pradipta

Dokter Pembimbing:
dr. Hendra Minarto, Sp.KK
dr. Anita Fadhilah, MMRS
dr. Rizky Imansari

PT. NUSANTARA MEDIKA UTAMA


RS PERKEBUNAN (JEMBER KLINIK)
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis eksfoliatif yang juga dikenal sebagai eritroderma adalah suatu penyakit kulit
dengan gambaran dermatologis berupa eritema difusa dan skuama yang meliputi lebih dari 90%
area permukaan kulit.1 Rasio kejadian dermatitis eksfoliatif pada laki-laki lebih tinggi dari pada
wanita. Penyakit ini banyak ditemukan pada rentang usia 41 hingga 61 tahun. Kasus pada anak-
anak jarang ditemukan.2,3

Penyebab dermatitis eksfoliatif banyak berasal dari berbagai penyakit kulit dan pada kasus
tertentu tidak diketahui penyebabnya atau bersifat idiopatik. Sebagian besar kasus dermatitis
eksfoliatif disebabkan oleh dermatosis yang dimiliki sebelumnya, diikuti oleh angka kejadian yang
disebabkan oleh hipersensitivitas obat, cutaneous T-cell Lymphoma, dan Sezary Syndrome.3

Gejala kinis pasien dengan dermatitis eksfoliatif awalnya berupa eritema, yang sering
disertai pruritus, terutama di bagian kepala, ekstremitas, dan di daerah kelamin. Beberapa hari atau
minggu kemudian eritema menyebar hingga sebagian besar permukaan tubuh. Setelah itu terjadi
pengelupasan kulit atau munculnya skuama tebal yang menutup seluruh permukaan eritema.
Proses eksfoliatif juga dapat melibatkan kulit kepala dan distrofi kuku.5

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dermatitis eksfoliatif yang juga dikenal sebagai eritroderma adalah suatu penyakit kulit
dengan gambaran dermatologis berupa eritema difusa dan skuama yang meliputi lebih dari 90%
area permukaan kulit.4

2.2 Etiologi

Menentukan penyebab dari dermatitis eksfoliatif merupakan tugas yang menantang karena
penyakit ini bisa disebabkan oleh berbagai penyakit kulit dan sistemik. Penyebab dermatitis
eksfoliatif banyak berasal dari berbagai penyakit kulit dan pada kasus tertentu tidak diketahui
penyebabnya atau bersifat idiopatik. Sebagian besar kasus dermatitis eksfoliatif dilatar belakangi
oleh penyakit yang mendasarinya. Dermatosis yang dimiliki sebelumnya menjadi penyebab
terbesar (52%), diikuti oleh hipersensitivitas terhadap obat (15%), Cutaneous T-cell Lymphoma
(CTCL) atau Sezary Syndrome (5%). Penyakit kulit yang menjadi penyebab tersering adalah
psoriasis (23%) dan dermatitis spongiotik (20%).3

Penyebab lain dermatitis eksfoliatif termasuk penyakit kulit imunobulosa, penyakit


jaringan ikat, infeksi, dan keganasan. Dermatitis eksfoliatif juga dapat ditimbulkan akibat reaksi
hipersensitivitas terhadap obat. Beberapa obat seperti golongan calcium channel blocker,
antiepilepsi, antibiotik, allopurinol, gold, lithium, quinidine, cimetidin dan dapsone adalah yang
paling sering mencetuskan terjadinya dermatitis eksfoliatif.3

Berikut ini tabel yang menunjukkan beberapa jenis obat yang berkaitan dengan dermatitis
eksfoliatif:

2
Tabel 2.1 Obat-obat yang berhubungan dengan dermatitis eksfoliatif

3
Dermatitis eksfoliatif merupakan eksaserbasi dari penyakit kulit lokal sebelumnya pada
lebih dari separuh pasien. Beberapa faktor pencetus timbulnya dermatitis eksfoliatif antara lain:
- Penghentian kortikosteroid topical atau oral, methotrexate, dan agen biologis
- Konsumsi obat (lithium, terbinafine, dan antimalaria)
- Iritan topikal, seperti tar
- Penyakit sistemik
- Infeksi, termasuk HIV
- Fototerapi
- Kehamilan
- Stress emosional

Beberapa pasien dengan dermatitis eksfoliatif yang kronik idiopatik dilaporkan


berkembang menjadi CTCL atau Sezary Syndrome. Beberapa teori menyebutkan bahwa stimulasi
terus menerus dari sel limfosit T pada dermatitis eksfoliatif kronik dapat menyebabkan
perkembangan menjadi CTCL.3

2.3 Epidemiologi

Beberapa penelitian besar melaporkan hasil yang variatif dari angka kejadian dermatitis
eksfoliatif dengan rentang 0.9 hingga 71 kasus pada setiap 100.000 pasien rawat jalan. Angka
kejadian pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dengan perbandingan 2:1 hingga 4:1.
Rentang usia yang terpengaruh adalah 41-61 tahun. Dermatitis eksfoliatif merupakan kasus yang
jarang ditemukan pada anak-anak.3

2.4 Patogenesis

Patogenesis timbulnya dermatitis eksfoliatif berkaitan dengan patogenesis dari kelainan


yang mendasari timbulnya penyakit ini. Dalam beberapa tahun terakhir, telah disetujui oleh para
ahli bahwa kondisi ini merupakan hasil reaksi sekunder terhadap interaksi yang sitokin dan
molekul adhesi selular. Interleukin (IL) -1, IL-2, IL-8, molekul adhesi ICAM-1, tumor necrosis

4
factor dan interferon gamma adalah sitokin yang diduga memiliki peran dalam pathogenensis
eksfoliatif dermatitis.5

Dermatitis eksfoliatif merupakan hasil dari peningkatan secara dramatis dari tingkat
pergantian pada lapisan epidermis. Pada pasien dengan penyakit ini, tingkat mitosis dan jumlah
absolut sel kulit germinative lebih tinggi dari normal. Selain itu, waktu yang diperlukan bagi sel
epidermis untuk matang secara normal juga menurun. Proses kompresi dari proses pematangan
yang cepat ini secara keseluruhan menyebabkan pengelupasan dari epidermis. Epidermis yang
normal mengalami beberapa pengelupasan kulit setiap hari nya. Epidermis mengandung beberapa
bahan yang penting seperti asam nukleat, protein terlarut, dan asam amino. Namun, pada dermatitis
eksfoliatif, jumlah kehilangan protein dan asam folat sangat tinggi. Kehilangan skuama dapat
mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehingga menyebabkan hilangnya protein yang
cukup tinggi sehingga pasien jatuh pada kondisi hipoproteinemia. Bila kondisi ini terus
berlangsung, dapat menyebabkan edema perifer akibat ekstravasasi cairan ke ruang ekstraselular.1

Pada dermatitis eksfoliatif, juga terjadi eritema yang biasanya mendahului munculnya
skuama. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit
meningkat. Hal ini yang menyebabkan permukaan kulit pasien teraba lebih panas. Akibat proses
ini, kehilangan panas melalui kulit akan bertambah, sehingga pasien merasa dingin atau menggigil.
Selain itu penguapan cairan yang meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Kehilangan panas ini
juga menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme basal.1

2.5 Gejala dan Tanda Klinis

Secara klinis, tahap pertama dermatitis eksfoliatif adalah eritema, yang sering dimulai
sebagai pruritus tunggal atau ganda, terutama di bagian kepala, ekstremitas, dan di daerah kelamin.
Setelah beberapa hari atau minggu, eritema cenderung menyebar sampai ke sebagian besar
permukaan kulit disertai dengan pruritus. Setelah itu, terjadi pengelupasan atau munculnya
skuama. Proses akut biasanya melibatkan area yang besar, sedangkan proses kronis mengenai area
yang lebih kecil. Proses eksfoliatif juga dapat melibatkan kulit kepala, dengan 25 persen pasien
mengalami alopesia. Apabila telah memengaruhi daerah periorbital maka dapat ditemukan

5
blefaritis dan epifora. Kuku juga sering terjadi distrofi, terutama pada pasien dengan yang
sebelumnya sudah ada psoriasis.3, 5

Gambar 2.1 Dermatitis Eksfoliatif pada psoriasis

Gambar 2.2 Blefaritis dan epifora pada dermatitis eksfoliatif

6
Gambar 2.3 Hiperkeratosis palmar dan subungual pada dermatitis eksfoliatif

Gejala yang paling sering terjadi pada pasien dengan dermatitis eksfoliatif termasuk
malaise, gatal-gatal dan sensasi dingin. Hipertermia dan hipotermia juga bisa terjadi. Temuan
klinis yang lainnya termasuk limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, edema kaki dan
ginekomastia.5

Pengelupasan yang terjadi pada dermatitis eksfoliatif memiliki konsekuensi metabolik


berat, tergantung dari intensitas dan lama proses pengelupasan. Karena fungsi kulit sebagai
penghalang multi protektif terganggu pada dermatitis eksfoliatif, tubuh kehilangan suhu, air,
protein dan elektrolit, dan membuat diri pasien jauh lebih rentan terhadap infeksi. Dermatitis
eksfoliatif juga merupakan faktor risiko untuk penyebaran dari methicillin-resistant
Staphylococcus aureus.1

Kehilangan suhu tubuh harus diperhatikan dengan lapisan kulit pelindung yang rusak pada
pasien dengan dermatitis eksfoliatif. Hilangnya fungsi vasokonstriksi normal pada dermis,
penurunan kepekaan terhadap refleks menggigil dan suhu tubuh lebih dingin yang berasal dari
penguapan cairan tubuh keluar dari lesi kulit menyebabkan terjadinya disfungsi termoregulasi
yang dapat menyebabkan hipertermia atau hipotermia. Tingkat metabolisme basal juga meningkat
pada pasien dengan dermatitis eksfoliatif.3

7
Masing-masing gangguan fisiologis berpotensi mengancam nyawa. Hipotermia bisa
mengakibatkan penurunan denyut jantung dan hipotensi. Peningkatan aliran darah perifer dapat
mengakibatkan gagal jantung. Peningkatan aliran darah perifer juga dapat terjadi pada pasien
dengan dermatitis eksfoliatif, berkontribusi terhadap kemungkinan terjadi gagal jantung.1

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Evaluasi laboratorium pasien dengan eritroderma umumnya tidak sangat membantu dalam
menentukan diagnosis spesifik. Nilai laboratorium yang khas termasuk anemia ringan,
leukositosis, eosinofilia, peningkatan laju sedimentasi eritrosit, normal serum protein
elektroforesis dengan elevasi poliklonal di wilayah gamma globulin, dan peningkatan IgE levels.
Jumlah darah dan studi sumsum tulang dapat membantu diagnosis leukemia yang mendasarinya.
Analisis untuk sel Sezary mungkin membantu, tetapi hanya jika sel-sel diidentifikasi dalam jumlah
besar tegas.3

2.7 Diagnosis

Diagnosis dermatitis eksfoliatif ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa, perlu digali mengenai kemungkinan faktor pencetus,
misal: riwayat pengobatan, riwayat penyakit kulit atau penyakit sistemik, dan riwayat keluarga.
Pasien dengan penyakit dasar psoriasis dan dermatitis atopik, perlu ditanyakan riwayat
penggunaan obat kortikosteroid topikal atau sistemik, penyakit infeksi, penyakit sistemik,
kehamilan, dan stress emosional. Selain itu, penting juga ditanyakan mengenai onset untuk
menentukan kemungkinan penyebab dermatitis eksfoliatif. Onset dermatitis eksfoliatif karena
reaksi obat biasanya cepat dan resolusi nya pun juga lebih cepat dibandingkan dermatitis eksfoliatif
karena penyebab yang lain. Namun pengecualian untuk dermatitis eksfoliatif akibat obat
antikonvulsan, antibiotik, dan alopurinol memberikan reaksi antara 2-5 minggu setelah paparan
obat dan tetap bertahan meskipun penggunaan obat telah lama dihentikan.3

8
Temuan lain yang mendukung diagnosis dermatitis eksfoliatif adalah gangguan
termoregulasi, takikardia, peningkatan kardiak output, edema perifer, limfadenopati,
hepatomegali, dan splenomegali. Pemeriksaan penunjang dengan biopsi kulit seringkali membantu
diagnosis dermatitis eksfoliatif.3

Bagan 2.1 Pendekatan diagnosis pada kasus dermatitis eksfoliatif

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari dermatitis eksfoliatif antara lain adalah psoriasis vulgaris,
dermatitis atopik.

2.9 Penatalaksanaan

Penyakit dermatitis eksfoliatif memerlukan perawatan medis yang serius, oleh karena itu
pasien perlu dirawat di rumah sakit. Prinsip pengobatan pasien dermatitis eksfoliatif antara lain
manajemen awal, menghindari faktor pencetus, mencegah hipotermia, diet cukup protein, menjaga
kelembaban kulit pasien, menghindari menggaruk, mencegah infeksi sekunder baik lokal maupun
sistemik, mengurangi edema, penggunaan kortikosteroid sistemik dan agen sitostatik.1

9
a. Menghindari faktor pencetus

Semua obat yang dianggap sebagai faktor pemicu dermatitis eksfoliatif harus dihentikan
pemakaiannya, termasuk obat-obat yang mengandung lithium dan obat antimalaria yang dapat
menjadi pencetus pada pasien dengan psoriasis.

b. Mencegah hipotermia

Pada pasien dermatitis eksfoliatif dapat timbul komplikasi berupa hipotermia yang
disebabkan gangguan pada fungsi termoregulasi di kulit sehingga kulit akan melepaskan panas
tubuh secara spontan. Untuk mencegah komplikasi tersebut perlu dilakukan pengaturan suhu
lingkungan sekitar pasien agar tetap hangat. Selain itu untuk mencegah penguapan panas tubuh
yang berlebihan dapat dimanfaatkan wet dressings.

c. Diet cukup protein

Pada pasien dermatitis eksfoliatif terjadi penggunaan protein yang berlebihan karena
terjadi peningkatan pembentukan skuama. Kehilangan banyak protein ini akan menyebabkan
terjadinya hipoalbuminemia. Karena itu asupan gizi yang cukup protein sangat berguna dalam
proses terapi pasien dermatitis eksfoliatif.

d. Menjaga kelembaban kulit

Pada pasien dermatitis eksfoliatif kulit akan cenderung kering dan bersisik. Kulit yang
kering dan menjadi retak-retak berisiko untuk terjadi infeksi sekunder yang bersifat lokal. Untuk
itu diperlukan bahan yang dapat menjaga kelembaban kulit. Emollient merupakan bahan yang
melembutkan dan melembabkan kulit. Emollient merupakan bahan dasar untuk kosmetik dan
berfungsi untuk membatasi hilangnya cairan. Ada lima kategori emollient antara lain hidrokarbon,
waxes, natural lipid poliester, ester, dan eter dengan berat molekul rendah dan silikon.

e. Menghindari menggaruk

Penggunaan antihistamin dapat diberikan pada pasien dermatitis eksfoliatif sebagai terapi
simtomatis terhadap rasa gatal. Sensasi gatal yang timbul pada permukaan kulit merupakan bagian

10
dari alergi imunologi yang disebabkan oleh histamin yakni padareseptor H1. Sehingga
antihistamin H1 akan menekan reseptor H1 akibatnya rasa gatal akan berkurang.

f. Mencegah infeksi sekunder

Antibiotik sistemik diperlukan bagi pasien yang terbukti mendapat infeksi sekunder baik
yang bersifat lokal maupun sistemik. Pemberian antibiotik sistemik pada pasien yang tidak terbukti
mengalami infeksi sekunder juga memberikan keuntungan karena kolonisasi bakteri dapat
menyebabkan eksaserbasi dermatitis eksfoliatif.

f. Mengurangi edema

Pada pasien dermatitis eksfoliatif akan terjadi peningkatan pembentukan skuama.


Pembentukan skuama ini memerlukan protein sebagai bahan dasar. Akibatnya protein di dalam
tubuh menurun, terjadi hipoalbuminemia. Albumin yang rendah di dalam darah menyebabkan
tekanan onkotik menurun sehingga cairan intrasel akan mengisi jaringan interstitiel (terjadi
edema). Untuk mengurangi edema dapat diberikan obat-obat diuretika.

g. Kortikosteroid sistemik

Kortikosteroid sistemik harus dihindari pada pasien dermatitis eksfoliatif yang dicetuskan
oleh psoriasis karena dapat menyebabkan reborn flare. Dermatitis eksfoliatif yang disebabkan oleh
psoriasis berespon baik dengan metotrexat, cyclosporin, acitretin, dan mycophenolat mofetil.
Kortikosteroid sistemik berguna untuk dermatitis eksfoliatif yang dimediasi oleh reaksi
hipersensitivitas obat, dermatitis spongiotik, dan papulo erythroderma of Ofuji. Selain itu
kortikosteroid sistemik dapat digunakan sebagai terapi empiris pada dermatitis eksfoliatif yang
tidak diketahui etiologinya. Dosis kortikosteroid yang digunakan adalah 1-2mg/kg/hari dengan
tapering off.

h. Methotrexate

Methotrexate adalah golongan antimetabolik yang awalnya ditujukan untuk pengobatan


keganasan hematologi dan beberapa tumor epitel. Kemudian obat ini digunakan untuk mengobati
penyakit yang tidak tergolong penyakit keganasan seperti rheumatoid arthritis, asma, penyakit
graft versus host, psoriasis, cutaneus cell lymphoma dan sarcoidosis.
11
k. Cyclosporin

Cyclosporin adalah golongan obat imunosupresif. Selain digunakan sebagai obat


transplantasi, cyclosporin juga digunakan pada psoriasis, dermatitis atopik berat, kadang
digunakan pada rheumatoid arthtritis.

l. Mycophenolat mofetil

Mycophenolat mofetil (MMF) termasuk dalam golongan obat imunosupresif yang


merupakan etil ester asam mycofenolic yang dimetabolisme menjadi obat aktif mycofenolic acid
(MPA). Metabolit aktif MPA telah digunakan sejak dulu untuk mengobati psoriasis rekalsitrans
yang berat. MMF efektif dan aman untuk pengobatan beberapa kelainan kulit autoimun dan
inflamasi termasuk pemfigus, pemfigoid, lupuseritematosus, dermatomiositis, pioderma
gangrenosa, lichen planus, penyakit graft versus host, dermatitis actinic kronik dan cutaneus
vaskulitis.

2.10 Komplikasi

Komplikasi sistemik dermatitis eksfoliatif meliputi gangguan keseimbangan cairan dan


elektrolit, gangguan termoregulator, infeksi, syok kardiogenik, sindrom gawat napas,
dekompensasi pada penyakit hati kronis, dan ginekomastia. Cairan dan elektrolit hilang melalui
kapiler-kapiler yang bocor akibatnya terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Hilangnya protein pada pasien dermatitis eksfoliatif terjadi melalui pembentukan skuama yang
lebih dari normal dimana pada pembentukan skuama meningkat hingga 20-30%. Hilangnya
protein yang signifikan menyebabkan negative nitrogen balance (keseimbangan nitrogen negatif)
yang dapat menimbulkan edema dan hipoalbuminemia. Pada lesi akan mudah terbentuk kolonisasi
bakteri yang akan menimbulkanreaksi inflamasi, pecah-pecah, dan ekskoriasi pada kulit. Pasien
dermatitis eksfoliatif akibat CTCL atau HIV-AIDS sebagai penyakit yang mendasari akan lebih
rentan terjadi sepsis oleh bakteri stafilokokus.1

12
2.11 Prognosis

Prognosis jangka panjang adalah baik pada pasien dengan penyebab obat meskipun tentu
saja cenderung kambuh pada kasus idiopatik. Prognosis kasus yang terkait dengan keganasan
biasanya tergantung dari tipe dari keganasannya.

13
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

1. Nama : Ny. F
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Umur : 45 tahun
4. Alamat : Jl. Hargoyo No. 78, Jember
5. Suku : Jawa
6. Agama : Islam
7. Tanggal MRS : 8 Februari 2018
8. Tanggal Pemeriksaan : 8 Februari 2018
9. No. Rekam Medis : 234796

3.2 Anamnesis
 Keluhan Utama : Kulit seluruh tubuh gatal dan mengelupas
 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang sadar diantar oleh keluarganya ke IGD RS Jember Klinik dengan keluhan
gatal di seluruh tubuh selama 3 tahun SMRS. Gatal dirasakan terus menerus dan semakin parah 15
hari SMRS, tidak berkurang pada waktu-waktu tertentu. Keluhan berawal dengan kemerahan pada
kulit di daerah tangan dan kaki kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Pasien menggaruk-garuk
daerah yang gatal hingga luka, kulit mengelupas, bersisik, dan pecah-pecah. Kulit yang telah
digaruk menjadi berwarna lebih gelap. Kulit yang pecah-pecah kadang terasa perih. Pasien
menyatakan sempat timbul benjolan kecil sebagian berisi cairan bening, sebagian lagi berisi nanah
yang pecah karena tergaruk. Keluhan sangat mengganggu kegiatan sehari-hari pasien hingga tidak
bisa beraktivitas. Rasa gatal diperparah setelah digaruk dan sedikit berkurang apabila diseka air
hangat. Keluhan tidak dipengaruhi oleh menstruasi. Pasien tidak memiliki riwayat pemakaian zat

14
yang dioleskan ke kulit selain obat yang diberikan oleh perawat di dekat rumahnya. Pasien tidak
memiliki riwayat kontak dengan zat-zat kimia sebelum keluhan terjadi. Tidak ada riwayat
pemakaian perhiasan atau aksesoris tertentu sebelum keluhan terjadi. Pasien sudah melakukan
pengobatan ke perawat di dekat rumahnya dan diberikan obat minum dan obat oles namun belum
ada perbaikan sehingga keluarga pasien memutuskan untuk membawa pasien ke RS Jember
Klinik. Tidak ada obat-obatan lain yang dipakai atau dikonsusmsi selain obat yang diberikan
perawat.

Keluhan disertai dengan timbulnya ketombe dan rambut rontok. Ketombe dan rambut
rontok semakin parah 2 minggu terakhir. Pasien menyatakan sudah berketombe sebelum keluhan
terjadi. Keluhan disertai dengan bengkak pada kaki hilang timbul. Bengkak dirasakan mulai 2
minggu terakhir SMRS. Keluhan disertai dengan badan sumer-sumer, tidak enak badan,
menggigil, lemas, bibir pecah-pecah, dan mata berair. Nafsu makan pasien menurun. Tidak ada
penurunan berat badan signifikan sejak keluhan dirasakan. Tidak ada benjolan pada bagian tubuh
tertentu yang dirasakan pasien.
 Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Pasien memiliki alergi yang
dicetuskan oleh debu atau perubahan musim. Alergi menimbulkan gatal-gatal pada kulit
khususnya daerah-daerah lipatan siku dan belakang lutut. Pasien memiliki riwayat berketombe
sebelum keluhan terjadi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung, liver, ginjal, atau
penyakit sistemik lain. Pasien tidak memiliki riwayat asma.
 Riwayat Pengobatan :

Pasien memiliki riwayat pengobatan ke perawat namun nama obat tidak diketahui dan
obat tidak dibawa.
 Riwayat Atopik atau Alergi :

Pasien memiliki riwayat alergi gatal-gatal khususnya bila terkena debu atau saat
perubahan musim.
 Riwayat Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit serupa.

15
3.3 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 75x/menit
 Respirasi : 24x/menit
 Suhu : 36,5o C
4. Head to Toe Examination
 Kepala :
a. Bentuk dan Ukuran : normal, deformitas (-)
b. Rambut : hitam, mudah rontok
c. Mata :
1. Konjungtiva anemis -/-
2. Sklera ikterus -/-
3. Edema palpebra -/-
4. Refleks cahaya +/+
d. Hidung : sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
e. Telinga : sekret (-)
f. Mulut : mulut kering dan pecah-pecah, ulkus (-)
g. Faring : d.b.n.
h. Tonsil : T2/T2, hiperemis (-)
 Leher :
a. KGB : d.b.n.
 Toraks :
a. Bentuk : normal dan simetris
b. Jantung :
1. Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

16
2. Palpasi : iktus kordis teraba pada 2 cm lateral dari
midclavicular line setinggi ICS 5
3. Perkusi : batas jantung d.b.n.
4. Auskultasi : S1S2 tunggal regular, suara tambahan (-)
c. Paru :
Kanan Kiri
I : simetris, retraksi I : simetris, retraksi
Depan
subkostal (-) subkostal (-)
P : fremitus raba (+) dbn P : fremitus raba (+) dbn
P : Sonor P : Sonor
A :Ves + Rh - ; Wh - A :Ves + Rh - ; Wh -
Belakang I : simetris, retraksi (-) I : simetris, retraksi (-)
P : fremitus raba (+) dbn P : fremitus raba (+) dbn
P : Sonor P : Sonor
A :Ves + Rh - ; Wh - A :Ves + Rh - ; Wh -

 Abdomen :
a. Inspeksi : datar
b. Auskultasi : BU (+) N
c. Perkusi : timpani
d. Palpasi : hepar & lien d.b.n.; tidak ada nyeri tekan
 Ekstremitas :
a. Ekstremitas atas : hangat, edema -/-
b. Ekstremitas bawah : hangat, edema +/+ (pitting)
5. Status Dermatologis

Lokasi : seluruh tubuh

Effloresensi : Makula eritema difusa disertai skuama kasar

17
Gambar 3.1 Foto klinis pasien

3.4 Diagnosis Banding


 Psoriasis Vulgaris
 Xeroderma

3.5 Pemeriksaan Penunjang


 Darah Lengkap
o Hb : 11,8 g/dL
o Leukosit : 16.500/µL
o Trombosit : 506.000/ µL

18
o PCV : 33%
 Gula Darah Sewaktu : 77 mg/dl
 Faal Hati
o SGOT : 58 U/L
o SGPT : 28 U/L
o Tot. Protein : 4,98 g/dL
o Albumin : 2,04 g/dL
o Globulin : 2,94 g/dL
 Elektrolit
o Kalium : 3,67 mEq/ L
o Natrium : 147,3 mEq/L
o Klorida : 112,7 mEq/L
o Kalsium : 7 mEq/L
 Widal Slide
o Typhi O :-
o Typhi H : + 1/80
o Paratyphi O :-
o Paratyphi H :-
 Urine Lengkap
o Ph & BJ : 6,5/1.030
o Leukosit : +3
o Nitrit :-
o Protein/WET : -
o Glukosa :-
o Keton :-
o Urobilin :-
o Bilirubin :-
o Darah :+
o Sedimen : Leukosit penuh, eritrosit 13-15, epitel penuh

19
3.6 Resume

Pasien wanita usia 45 tahun datang ke IGD RS Jember Klinik dengan keluhan gatal di
seluruh tubuh sejak 3 tahun SMRS. Timbul kemerahan pada kulit dan semakin lama kulit menjadi
bersisik. Keluhan semakin berat 2 minggu SMRS. Keluhan disertai dengan adanya ketombe dan
rambut rontok. Gejala lain yang dirasakan adalah badan sumer-sumer, tidak enak badan,
menggigil, lemas, bibir pecah-pecah, bengkak kaki dan mata berair. Pasien pertama kali
mengalami keluhan seperti ini. Pasien sudah berobat tapi tidak ada perbaikan. Terdapat riwayat
alergi gatal yang dicetuskan debu dan perubahan musim. Tidak ada keluarga yang memiliki
keluhan yang sama. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan pemeriksaan fisik umum
dalam batas normal.

Status dermatologi:

Lokasi : seluruh tubuh

Effloresensi : Makula eritema difusa disertai skuama kasar

Pasien mengalami peningkatan enzim hati (SGOT & SGPT) dan penurunan albumin.

3.7 Diagnosis

Dermatitis Eksfoliatif

3.8 Penatalaksanaan
- Terapi Medikamentosa :
 Infus RL:D5 1:1 20 tpm
 Inj. Metilprednisolon 1x62,5 mg
 Inj. Diphenhidramin 2x1 amp
 Inj. Acran 2x1 amp
 Inj. Bioxon 2x100 g
 Nofacort cream+Salicylic acid 2% 2xoles/hari (untuk kepala)
 Inerson ointment+Salicylic acid 3% 2xoles/hari (untuk badan)
 Pirotop cream 2xoles/hari (untuk luka)

20
 Lameson 1x16 mg
 Cerini 2x1 tab
 Acran 2x1 tab ½ h.a.c.
 Sedrofen 2x500 mg
 Vipalbumin 3x2 tab
- Edukasi :
 Menghentikan obat selain obat dari RS
 Memberitahukan pasien untuk tidak menggaruk luka agar luka tidak lecet
 Menganjurkan pasien untuk banyak istirahat
 Makan makanan yg tinggi kadar protein
 Bila pasien masih menggigil, pasien tidak boleh mandi dulu

3.9 Prognosis
 Dubia ad vitam : ad bonam
 Dubia ad functionam : dubia ad bonam
 Dubia ad sanationam : dubia ad bonam

21
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis dermatitis eksfoliatif ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang.1 Pasien wanita usia 45 tahun datang ke IGD RS Jember Klinik
dengan keluhan gatal di seluruh tubuh sejak 3 tahun SMRS. Timbul kemerahan pada kulit dan
semakin lama kulit menjadi bersisik. Keluhan semakin berat 2 minggu SMRS. Keluhan disertai
dengan adanya ketombe dan rambut rontok. Gejala lain yang dirasakan adalah badan sumer-sumer,
tidak enak badan, menggigil, lemas, bibir pecah-pecah, bengkak kaki dan mata berair. Pasien
pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Pasien sudah berobat tapi tidak ada perbaikan.
Terdapat riwayat alergi gatal yang dicetuskan debu dan perubahan musim. Tidak ada keluarga
yang memiliki keluhan yang sama. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan pemeriksaan
fisik umum dalam batas normal.

Temuan klinis yang didapatkan pada pasien ini adalah pada seluruh tubuh. Terdapat makula
eritema diffusa di seluruh tubuh disertai skuama kasar.

Pengelupasan yang terjadi pada dermatitis eksfoliatif memiliki konsekuensi antara lain
gangguan termoregulasi, hilangnya air, protein dan elektrolit, dan membuat diri pasien jauh lebih
rentan terhadap infeksi. Kehilangan suhu tubuh harus diperhatiankan dengan lapisan kulit
pelindung yang rusak pada pasien dengan dermatitis eksfoliatif. Hilangnya fungsi vasokonstriksi
normal pada dermis, penurunan kepekaan terhadap menggigil refleks dan ekstra pendingin yang
berasal dari penguapan cairan tubuh keluar dari lesi kulit semuanya menjadikan disfungsi
termoregulasi yang dapat menyebabkan hipotermia atau hyperthermia. Pada lesi yang terjadi erosi
akan mudah terbentuk kolonisasi bakteri yang akan menimbulkan reaksi inflamasi, pecah-pecah,
dan ekskoriasi pada kulit.3

Penyakit dermatitis eksfoliatif memerlukan perawatan medis yang serius, oleh karena itu
pasien perlu dirawat di rumah sakit. Prinsip pengobatan pasien dermatitis eksfoliatif antara lain
manajemen awal, menghindari faktor pencetus, mencegah hipotermia, diet cukup protein, menjaga

22
kelembaban kulit pasien, menghindari menggaruk, mencegah infeksi sekunder baik lokal maupun
sistemik, mengurangi edema, penggunaan kortikosteroid sistemik atau agen sitostatik.1

Pasien ini mendapatkan terapi kortikosteroid injeksi selama dirawat di rumah sakit yaitu
Metilprednisolon untuk mengurangi peradangan kulit yang dialami pasien. Injeksi lain yaitu
Diphenhydramine sebagai antihistamin yang akan mengurangi gejala gatal pada pasien, acran
untuk mengurangi gejala dispepsia yang ditimbulkan oleh pengobatan, Bioxon sebagai antibiotik
parenteral guna mencegah terjadinya infeksi bakteri yang akan memperburuk kondisi pasien.
Obat-obatan topikal berupa kombinasi kortikosteroid (Nofacort & Inerson) dikombinasikan
dengan asam salisilat berguna untuk mengurangi proses peradangan kulit dan melancarkan
turnover kulit khususnya pada daerah yang berskuama. Antibiotik topikal (Pirotop) juga diberikan
pada luka terbuka pada kulit pasien untuk menyembuhkan dan mencegah infeksi bakteri. Obat
rawat jalan yang diberikan pada pasien memiliki karakteristik yang sama yaitu antibiotik,
antihistamin, dan kortikosteroid.

Edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga meliputi: menghentikan obat selain
obat dari RS, memberitahukan pasien untuk tidak menggaruk luka agar luka tidak lecet,
menganjurkan pasien untuk banyak istirahat, makan makanan yg tinggi kadar protein, bila pasien
masih menggigil, pasien tidak boleh mandi dulu. Prognosis pada pasien ini dapat dikatakan baik,
karena pasien berespon terhadap pengobatan, yang telihat dari perbaikan gejala klinis dan hilang
nya skuama dan eritema secara bertahap. Namun, perlu diedukasikan bahwa kemungkinan
penyakit pasien dapat kambuh lagi. Oleh karena itu, harus dihindari segala sesuatu yang
menyebabkan atau memicu timbulnya dermatitis eksfoliatif pada pasien.

23
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
- Pasien wanita 45 tahun, datang dengan keluhan gatal dan kulit bersisik di seluruh tubuh. Pasien
didiagnosa Dermatitis Eksfoliatif.
- Dermatitis eksfoliatif adalah suatu penyakit kulit dengan gambaran dermatologis berupa
eritema difusa dan skuama yang meliputi lebih dari 90% area permukaan kulit. Penyebab
dermatitis eksfoliatif adalah dermatosis yang dimiliki sebelumnya.
- Diagnosis dermatitis eksfoliatif ditegakkan melalui anamnesa yang cermat, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
- Prinsip pengobatan pasien dermatitis eksfoliatif antara lain manajemen awal, menghindari
faktor pencetus, mencegah hipotermia, diet cukup protein, menjaga kelembaban kulit pasien,
menghindari menggaruk, mencegah infeksi sekunder baik lokal maupun sistemik, mengurangi
edema, penggunaan kortikosteroid sistemik atau agen sitostatik.

5.2 Saran
- Untuk menegakkan diagnosis dermatitis eksfoliatif, kita harus menyingkirkan diagnosis
banding salah satu nya dengan pemerksaan penunjang.
- Kejadian mengenai dermatitis eksfoliatif masih jarang ditemui di masyarakat, maka perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari lebih dalam mengenai dermatitis
eksfoliatif.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A., Hamzah., M., Aisah, S. 2009. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Edisi Ke-5, Hal. 197-200, FK Universitas Indonesia; Jakarta
2. Earlia, N., Nurharini, F., Jatmiko, A. C., Ervianti E. 2009. Penderita Eritroderma di
Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun
2005–2007. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, Vol. 21, No. 2, Page 93-101
3. Grant-Kels, J. M., Bernstein, M. L., Rothe, M. J. 2008. Exfoliative Dermatitis. Fitzpatrick
Dermatology 8th Ed, Chapter 23, Page 263-270
4. Murtiastutik, D., Ervianti, E., Agusni, I., Suyoso, S. 2009. Eritroderma. Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi 2, Chapter 6, Hal. 125-127, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo; Surabaya
5. Sehgal, V. N., Srivastava, G., Sardana, K. 2004. Erythroderma/exfoliative dermatitis: a
synopsis. International Journal of Dermatology, Vol. 43, Page 39–47
6. Trozak, D. J., Tennenhouse, Russell. J., Dermatology skills for primary care : an
illustrated, Page 104-107

25

Anda mungkin juga menyukai