PENDAHULUAN
Dermatitis eksfoliatif yang juga dikenal sebagai eritroderma adalah suatu
penyakit kulit dengan gambaran dermatologis berupa eritema difusa dan skuama yang
meliputi lebih dari 90% area permukaan kulit. 1 Rasio kejadian dermatitis eksfoliatif
pada laki-laki lebih tinggi dari pada wanita. Lebih banyak terjadi pada usia lebih dari 65
tahun.2
Penyebab dermatitis eksfoliatif sering kali tidak diketahui atau idiopatik,
beberapa
teori
menyebutkan
dermatitis
eksfoliatif
dikaitkan
dengan
reaksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis eksfoliatif yang juga dikenal sebagai eritroderma adalah suatu
penyakit kulit dengan gambaran dermatologis berupa eritema difusa dan skuama yang
meliputi lebih dari 90% area permukaan kulit.4 Penyebabnya sering kali tidak diketahui
atau idiopatik, beberapa teori menyebutkan dermatitis eksfoliatif dikaitkan dengan
reaksi hipersensitivitas terhadap obat, penyakit kulit, dan penyakit sistemik, termasuk
keganasan.3 Pendekatan terhadap pengobatan harus mencakup mencari faktor resiko,
penghentian obat penyebab, dan mengidentifikasi adanya suatu keganasan.
2.2 Etiologi
Sekitar 20% dari kasus dermatitis eksfoliatif tidak dicetuskan oleh penyakit yang
mendasarinya dan diklasifikasikan sebagai idiopatik. Penyebab paling umum dari
dermatitis eksfoliatif adalah pada pasien dengan riwayat penyakit kulit sebelumnya
(52%), hipersensitif terhadap obat (15%), keganasan (5%) yakni cutaneous T cell
lymphoma (CTCL) atau sezary syndrome. 2
Selain dicetuskan oleh penyakit, dermatitis eksfoliatif juga dapat ditimbulkan
akibat reaksi hipersensitivitas terhadap obat. Beberapa obat seperti golongan calcium
channel blocker, antiepilepsi, antibiotik, allopurinol, gold, lithium, quinidine, cimetidin
dan dapsone adalah yang paling sering mencetuskan terjadinya dermatitis eksfoliatif.
Berikut ini tabel yang menunjukkan beberapa jenis obat yang berkaitan dengan
dermatitis eksfoliatif :
Kehamilan
Stress emosional
Beberapa pasien dengan dermatitis eksfoliatif yang kronik idiopatik dilaporkan
berkembang menjadi CTCL atau Sezary Syndrome. Beberapa teori menyebutkan bahwa
stimulasi terus menerus dari sel limfosit T pada dermatitis eksfoliatif kronik dapat
menyebabkan perkembangan menjadi CTCL.3
2.3 Epidemiologi
Kejadian penyakit dermatitis eksfoliatif lebih dari 50% kasus dermatitis
eksfoliatif dilatarbelakangi oleh penyakit yang mendasarinya dimana psoriasis
merupakan penyakit terbanyak yang dapat mendasari terjadinya dermatitis eksfoliatif
yakni sebesar 25% kasus. Perbandingan laki-laki dan perempuan 1,7:1 dengan rentang
usia terbanyak 65 tahun. Dermatitis seboroik sebagai penyebab terbanyak (43,3%),
diikuti dengan alergi obat (26,7%), psoriasis vulgaris (3,3%), dermatitis kronis (3,3) dan
pemfigus foliaseus (3,3%).3
2.4 Patogenesis
Patogenesis timbulnya dermatitis eksfoliatif berkaitan dengan patogenesis dari
kelainan yang mendasari timbulnya penyakit ini. Dalam beberapa tahun terakhir, telah
disetujui oleh para ahli bahwa kondisi ini merupakan hasil reaksi sekunder terhadap
interaksi yang sitokin dan molekul adhesi selular. Interleukin (IL) -1, IL-2, IL-8,
molekul adhesi ICAM-1, tumor necrosis factor dan interferon gamma adalah sitokin
yang diduga memiliki peran dalam pathogenensis eksfoliatif dermatitis.5
Dermatitis eksfoliatif merupakan hasil dari peningkatan secara dramatis dari
tingkat pergantian pada lapisan epidermis. Pada pasien dengan penyakit ini, tingkat
mitosis dan jumlah absolut sel kulit germinative lebih tinggi dari normal. Selain itu,
waktu yang diperlukan bagi sel epidermis untuk matang secara normal juga menurun.
Proses kompresi dari proses pematangan yang cepat ini secara keseluruhan
menyebabkan pengelupasan dari epidermis. Epidermis yang normal mengalami
beberapa pengelupasan kulit setiap hari nya. Epidermis mengandung beberapa bahan
yang penting seperti asam nukleat, protein terlarut, dan asam amino. Namun, pada
dermatitis eksfoliatif, jumlah kehilangan protein dan asam folat sangat tinggi.
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehingga
4
menyebabkan hilangnya protein yang cukup tinggi sehingga pasien jatuh pada kondisi
hipoproteinemia. Bila kondisi ini terus berlangsung, dapat menyebabkan edema perifer
akibat ekstravasasi cairan ke ruang ekstraselular.1
Pada dermatitis eksfoliatif, juga terjadi eritema yang biasanya mendahului
munculnya skuama. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat. Hal ini yang menyebabkan permukaan
kulit pasien teraba lebih panas. Akibat proses ini, kehilangan panas melalui kulit akan
bertambah, sehingga pasien merasa dingin atau menggigil. Selain itu penguapan cairan
yang meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Kehilangan panas ini juga menyebabkan
hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme basal.1
2.5 Gejala dan Tanda Klinis
Secara klinis, tahap pertama dermatitis eksfoliatif adalah eritema, yang sering
dimulai sebagai pruritus tunggal atau ganda, terutama di bagian kepala, ekstremitas, dan
di daerah kelamin. Setelah beberapa hari atau minggu, eritema cenderung menyebar
sampai ke sebagian besar permukaan kulit disertai dengan pruritus.. Setelah itu, terjadi
pengelupasan atau munculnya skuama. Proses akut biasanya melibatkan area yang
besar, sedangkan proses kronis mengenai area yang lebih kecil. Proses eksfoliatif juga
dapat melibatkan kulit kepala, dengan 25 persen pasien mengalami alopesia. Kuku juga
sering terjadi distrofi, terutama pada pasien dengan yang sebelumnya sudah ada
psoriasis.5
juga bisa terjadi. Temuan klinis yang lainnya termasuk limfadenopati, hepatomegali,
splenomegali, edema kaki dan ginekomastia.5
Pengelupasan yang terjadi pada dermatitis eksfoliatif memiliki konsekuensi
metabolik berat, tergantung dari intensitas dan lama proses pengelupasan. Karena fungsi
kulit sebagai penghalang multi protektif terganggu pada dermatitis eksfoliatif, tubuh
kehilangan suhu, air, protein dan elektrolit, dan membuat diri pasien jauh lebih rentan
terhadap infeksi. Dermatitis eksfoliatif juga merupakan faktor risiko untuk penyebaran
dari methicillin-resistant Staphylococcus aureus.1
Kehilangan suhu tubuh harus diperhatiankan dengan lapisan kulit pelindung
yang rusak pada pasien dengan dermatitis eksfoliatif. Hilangnya fungsi vasokonstriksi
normal pada dermis,penurunan kepekaan terhadap menggigil refleks dan ekstra
pendingin yang berasal dari penguapan cairan tubuh keluar dari lesi kulit semuanya
menjadikan disfungsi termoregulasi yang dapat menyebabkan hipotermia atau
hyperthermia. Tingkat metabolisme basal juga meningkat pada pasien dengan dermatitis
eksfoliatif.
Masing-masing gangguan fisiologis berpotensi mengancam nyawa. Hipotermia
bisa mengakibatkan penurunan denyut jantung dan hipotensi. Peningkatan aliran darah
perifer dapat mengakibatkan gagal jantung. Hipervolemia juga dapat terjadi pada pasien
dengan dermatitis eksfoliatif, berkontribusi terhadap kemungkinan terjadi gagal
jantung.1
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi laboratorium pasien dengan eritroderma umumnya tidak sangat
membantu dalam menentukan diagnosis spesifik. Nilai laboratorium yang khas
termasuk anemia ringan, leukositosis, eosinofilia, peningkatan laju sedimentasi eritrosit,
normal serum protein elektroforesis dengan elevasi poliklonal di wilayah gamma
globulin, dan peningkatan IgE levels. Jumlah darah dan studi sumsum tulang dapat
membantu diagnosis leukemia yang mendasarinya. Analisis untuk sel Sezary mungkin
membantu, tetapi hanya jika sel-sel diidentifikasi dalam jumlah besar tegas.3
2.7 Diagnosis
Semua obat yang dianggap sebagai faktor pemicu dermatitis eksfoliatif harus
dihentikan pemakaiannya, termasuk obat-obat yang mengandung lithium dan obat
antimalaria yang dapat menjadi pencetus pada pasien dengan psoriasis.
b. Mencegah hipotermia
Pada pasien dermatitis eksfoliatif dapat timbul komplikasi berupa hipotermia
yang disebabkan gangguan pada fungsi termoregulasi di kulit sehingga kulit akan
melepaskan panas tubuh secara spontan. Untuk mencegah komplikasi tersebut perlu
dilakukan pengaturan suhu lingkungan sekitar pasien agar tetap hangat. Selain itu untuk
mencegah penguapan panas tubuh yang berlebihan dapat dimanfaatkan wet dressings.
c. Diet cukup protein
Pada pasien dermatitis eksfoliatif terjadi penggunaan protein yang berlebihan
karena terjadi peningkatan pembentukan skuama. Kehilangan banyak protein ini akan
menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia. Karena itu asupan gizi yang cukup protein
sangat berguna dalam proses terapi pasien dermatitis eksfoliatif.
d. Menjaga kelembaban kulit
Pada pasien dermatitis eksfoliatif kulit akan cenderung kering dan bersisik. Kulit
yang kering dan menjadi retak-retak berisiko untuk terjadi infeksi sekunder yang
bersifat lokal. Untuk itu diperlukan bahan yang dapat menjaga kelembaban kulit.
Emollient merupakan bahan yang melembutkan dan melembabkan kulit. Emollient
merupakan bahan dasar untuk kosmetik dan berfungsi untuk membatasi hilangnya
cairan. Ada lima kategori emollient antara lain hidrokarbon, waxes, natural lipid
poliester, ester, dan eter dengan berat molekul rendah dan silikon.
e. Menghindari menggaruk
Penggunaan antihistamin dapat diberikan pada pasien dermatitis eksfoliatif
sebagai terapi simtomatis terhadap rasa gatal. Sensasi gatal yang timbul pada
permukaan kulit merupakan bagian dari alergi imunologi yang disebabkan oleh histamin
yakni padareseptor H1. Sehingga antihistamin H1 akan menekan reseptor H1 akibatnya
rasa gatal akan berkurang.
f. Mencegah infeksi sekunder
Antibiotik sistemik diperlukan bagi pasien yang terbukti mendapat infeksi
sekunder baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pemberian antibiotik sistemik pada
pasien yang tidak terbukti mengalami infeksi sekunder juga memberikan keuntungan
karena kolonisasi bakteri dapat menyebabkan eksaserbasi dermatitis eksfoliatif.
f. Mengurangi edema
Pada pasien dermatitis eksfoliatif akan terjadi peningkatan pembentukan
skuama. Pembentukan skuama ini memerlukan protein sebagai bahan dasar. Akibatnya
protein di dalam tubuh menurun, terjadi hipoalbuminemia. Albumin yang rendah di
dalam darah menyebabkan tekanan onkotik menurun sehingga cairan intrasel akan
mengisi jaringan interstitiel (terjadi edema). Untuk mengurangi edema dapat diberikan
obat-obat diuretika.
g. Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik harus dihindari pada pasien dermatitis eksfoliatif yang
dicetuskan oleh psoriasis karena dapat menyebabkan reborn flare. Dermatitis eksfoliatif
yang disebabkan oleh psoriasis berespon baik dengan metotrexat, cyclosporin, acitretin,
danmycophenolat mofetil. Kortikosteroid sistemik berguna untuk dermatitis eksfoliatif
yang dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas obat, spongiotic dermatitis, dan papulo
erythroderma of Ofuji. Selain itu kortikosteroid sistemik dapat digunakan sebagai terapi
empiris pada dermatitis eksfoliatif yang tidak diketahui etiologinya. Dosis
kortikosteroid yang digunakan adalah 1-2mg/kg/hari dengan tapering off.
h. Methotrexate
Methotrexate adalah golongan antimetabolik yang awalnya ditujukan untuk
pengobatan keganasan hematologi dan beberapa tumor epitel. Kemudian obat ini
digunakan untuk mengobati penyakit yang tidak tergolong penyakit keganasan seperti
rheumatoid arthritis, asma, penyakit graft versus host, psoriasis, cutaneus cell
lymphoma dan sarcoidosis.
k. Cyclosporin
Cyclosporin adalah golongan obat imunosupresif. Selain digunakan sebagai obat
transplantasi, cyclosporin juga digunakan pada psoriasis, dermatitis atopik berat, kadang
digunakan pada rheumatoid arthtritis.
l. Mycophenolat mofetil
Mycophenolat mofetil (MMF) termasuk dalam golongan obat imunosupresif
yang merupakan etil ester asam mycofenolic yang dimetabolisme menjadi obat aktif
mycofenolic acid (MPA). Metabolit aktif MPA telah digunakan sejak dulu untuk
mengobati psoriasis rekalsitrans yang berat. MMF efektif dan aman untuk pengobatan
beberapa kelainan kulit autoimun dan inflamasi termasuk pemfigus, pemfigoid,
lupuseritematosus, dermatomiositis, pioderma gangrenosa, lichen planus, penyakit graft
versus host , dermatitis actinic kronik dan cutaneus vaskulitis.
2.10 Komplikasi
Komplikasi sistemik dermatitis eksfoliatif meliputi gangguan keseimbangan
cairan danelektrolit, gangguan termoregulator, infeksi, syok kardiogenik, sindrom gawat
napas,dekompensasi pada penyakit hati kronis, dan ginekomastia. Cairan dan elektrolit
hilang melalui kapiler-kapiler yang bocor akibatnya terjadi gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Hilangnya protein pada pasien dermatitis eksfoliatif terjadi melalui
pembentukan skuama yang lebih dari normal dimana pada pembentukan skuama
meningkat hingga 20-30%. Hilangnya protein yang signifikan menyebabkan negative
nitrogen balance (keseimbangan nitrogen negatif) yang dapat menimbulkan edema dan
hipoalbuminemia. Pada lesi akan mudah terbentuk kolonisasi bakteri yang akan
menimbulkanreaksi inflamasi, pecah-pecah, dan ekskoriasi pada kulit. Pasien dermatitis
eksfoliatif akibat CTCL atau HIV-AIDS sebagai penyakit yang mendasari akan lebih
rentan terjadi sepsis oleh bakteri stafilokokus.1
2.11 Prognosis
Prognosis jangka panjang adalah baik pada pasien dengan penyebab obat
meskipun tentu saja cenderung kambuh pada kasus idiopatik. Prognosis kasus yang
terkait dengan keganasan biasanya tergantung dari tipe dari keganasannya.
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: NWK
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 86 tahun
Alamat
: Padang Tegal
Agama
: Hindu
Tanggal Pemeriksaan
: 28 Februari 2015
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Pasien control, dengan keluhan gatal di seluruh tubuh.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang sadar diantar oleh menantunya ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
Sanjiwani Gianyar dengan mengeluh gatal sejak 10 hari yang lalu setelah obat yang
telah diberikan pada saat control sebelumnya habis. Gatal dirasakan pada kaki, telapak
tangan dan bagian dada. Timbul bercak kemerahan pada kulit, kemerahan tidak disertai
penonjolan pada kulit. Beberapa hari setelah muncul kemerahan, kulit pasien
mengelupas dan terasa sangat gatal terutama 10 hari terakhir ini sampai mengganggu
tidur.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Pasien mempunyai riwayat
diabetes melitus II.
Riwayat Pengobatan :
Metilprednisolon 3x4mg
Interhistin 3x1 tablet
Riwayat Atopik atau Alergi :
Riwayat alergi dan atopi disangkal
Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit serupa.
11
Status Present
2. Status General
3. Status Dermatologis
Lokasi
Effloresensi
Foto pasien
Lokasi
Effloresensi
Foto pasien
12
Lokasi
: dada
Effloresensi
Foto pasien:
Dermatitis Atopik
Psoriasis Vulgaris
13
yang mempunyai riwayat penyakit serupa. Status present pasien dengan keadaan umum
yang baik, status general dalam batas yang normal.
Status dermatologi :
Lokasi
Effloresensi
Lokasi
Effloresensi
Lokasi
: dada
Effloresensi
3.7 Diagnosis
Dermatitis Eksfoliatif
3.8 Penatalaksanaan
-
Terapi Medikamentosa :
Metilprednisolon 2 x 4 mg selama 5 hari
PO : CTM 3 x 4 mg
- Edukasi :
Menghentikan obat selain obat dari RS
Memberitahukan pasien untuk tidak menggaruk luka agar luka tidak lecet
Menganjurkan pasien untuk banyak istirahat
Makan makanan yg tinggi kadar protein
Bila pasien masih menggigil, pasien tidak boleh mandi dulu
3.9 Prognosis
Prognosis akan baik jika pasien mematuhi terapi pengobatan yang diberikan.
BAB IV
PEMBAHASAN
14
15
16
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
-
Pasien wanita 86 tahun, datang dengan keluhan gatal dan bercak merah pada kaki,
keganasan.
Diagnosis dermatitis eksfoliatif ditegakkan melalui anamnesa yang cermat,
5.2 Saran
-
17
DAFTAR PUSTAKA
18