Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Dermatitis eksfoliatif yang juga dikenal sebagai eritroderma adalah suatu
penyakit kulit dengan gambaran dermatologis berupa eritema difusa dan skuama yang
meliputi lebih dari 90% area permukaan kulit. 1 Rasio kejadian dermatitis eksfoliatif
pada laki-laki lebih tinggi dari pada wanita. Lebih banyak terjadi pada usia lebih dari 65
tahun.2
Penyebab dermatitis eksfoliatif sering kali tidak diketahui atau idiopatik,
beberapa

teori

menyebutkan

dermatitis

eksfoliatif

dikaitkan

dengan

reaksi

hipersensitivitas terhadap obat, penyakit kulit, dan penyakit sistemik, termasuk


keganasan.3
Gejala kinis pasien dengan dermatitis eksfoliatif awalnya berupa eritema, yang
sering disertai pruritus, terutama di bagian kepala, ekstremitas, dan di daerah kelamin.
Beberapa hari atau minggu kemudian eritema menyebar hingga sebagian besar
permukaan tubuh. Setelah itu terjadi pengelupasan kulit atau munculnya skuama tebal
yang menutup seluruh permukaan eritema. Proses eksfoliatif juga dapat melibatkan kulit
kepala dan distrofi kuku.5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis eksfoliatif yang juga dikenal sebagai eritroderma adalah suatu
penyakit kulit dengan gambaran dermatologis berupa eritema difusa dan skuama yang
meliputi lebih dari 90% area permukaan kulit.4 Penyebabnya sering kali tidak diketahui
atau idiopatik, beberapa teori menyebutkan dermatitis eksfoliatif dikaitkan dengan
reaksi hipersensitivitas terhadap obat, penyakit kulit, dan penyakit sistemik, termasuk
keganasan.3 Pendekatan terhadap pengobatan harus mencakup mencari faktor resiko,
penghentian obat penyebab, dan mengidentifikasi adanya suatu keganasan.
2.2 Etiologi
Sekitar 20% dari kasus dermatitis eksfoliatif tidak dicetuskan oleh penyakit yang
mendasarinya dan diklasifikasikan sebagai idiopatik. Penyebab paling umum dari
dermatitis eksfoliatif adalah pada pasien dengan riwayat penyakit kulit sebelumnya
(52%), hipersensitif terhadap obat (15%), keganasan (5%) yakni cutaneous T cell
lymphoma (CTCL) atau sezary syndrome. 2
Selain dicetuskan oleh penyakit, dermatitis eksfoliatif juga dapat ditimbulkan
akibat reaksi hipersensitivitas terhadap obat. Beberapa obat seperti golongan calcium
channel blocker, antiepilepsi, antibiotik, allopurinol, gold, lithium, quinidine, cimetidin
dan dapsone adalah yang paling sering mencetuskan terjadinya dermatitis eksfoliatif.
Berikut ini tabel yang menunjukkan beberapa jenis obat yang berkaitan dengan
dermatitis eksfoliatif :

Dermatitis eksfoliatif merupakan eksaserbasi dari penyakit kulit lokal


sebelumnya pada lebih dari separuh pasien. Beberapa faktor pencetus timbulnya
dermatitis eksfoliatif antara lain:
-

Penghentian kostikosteroid topical atau oral, methotrexate, dan agen biologis


Konsumsi obat (lithium, terbinafine, dan antimalaria
Iritan topikal, seperti tar
Penyakit sistemik
Infeksi, termasuk HIV
Fototerapi
3

Kehamilan
Stress emosional
Beberapa pasien dengan dermatitis eksfoliatif yang kronik idiopatik dilaporkan

berkembang menjadi CTCL atau Sezary Syndrome. Beberapa teori menyebutkan bahwa
stimulasi terus menerus dari sel limfosit T pada dermatitis eksfoliatif kronik dapat
menyebabkan perkembangan menjadi CTCL.3
2.3 Epidemiologi
Kejadian penyakit dermatitis eksfoliatif lebih dari 50% kasus dermatitis
eksfoliatif dilatarbelakangi oleh penyakit yang mendasarinya dimana psoriasis
merupakan penyakit terbanyak yang dapat mendasari terjadinya dermatitis eksfoliatif
yakni sebesar 25% kasus. Perbandingan laki-laki dan perempuan 1,7:1 dengan rentang
usia terbanyak 65 tahun. Dermatitis seboroik sebagai penyebab terbanyak (43,3%),
diikuti dengan alergi obat (26,7%), psoriasis vulgaris (3,3%), dermatitis kronis (3,3) dan
pemfigus foliaseus (3,3%).3
2.4 Patogenesis
Patogenesis timbulnya dermatitis eksfoliatif berkaitan dengan patogenesis dari
kelainan yang mendasari timbulnya penyakit ini. Dalam beberapa tahun terakhir, telah
disetujui oleh para ahli bahwa kondisi ini merupakan hasil reaksi sekunder terhadap
interaksi yang sitokin dan molekul adhesi selular. Interleukin (IL) -1, IL-2, IL-8,
molekul adhesi ICAM-1, tumor necrosis factor dan interferon gamma adalah sitokin
yang diduga memiliki peran dalam pathogenensis eksfoliatif dermatitis.5
Dermatitis eksfoliatif merupakan hasil dari peningkatan secara dramatis dari
tingkat pergantian pada lapisan epidermis. Pada pasien dengan penyakit ini, tingkat
mitosis dan jumlah absolut sel kulit germinative lebih tinggi dari normal. Selain itu,
waktu yang diperlukan bagi sel epidermis untuk matang secara normal juga menurun.
Proses kompresi dari proses pematangan yang cepat ini secara keseluruhan
menyebabkan pengelupasan dari epidermis. Epidermis yang normal mengalami
beberapa pengelupasan kulit setiap hari nya. Epidermis mengandung beberapa bahan
yang penting seperti asam nukleat, protein terlarut, dan asam amino. Namun, pada
dermatitis eksfoliatif, jumlah kehilangan protein dan asam folat sangat tinggi.
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehingga
4

menyebabkan hilangnya protein yang cukup tinggi sehingga pasien jatuh pada kondisi
hipoproteinemia. Bila kondisi ini terus berlangsung, dapat menyebabkan edema perifer
akibat ekstravasasi cairan ke ruang ekstraselular.1
Pada dermatitis eksfoliatif, juga terjadi eritema yang biasanya mendahului
munculnya skuama. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat. Hal ini yang menyebabkan permukaan
kulit pasien teraba lebih panas. Akibat proses ini, kehilangan panas melalui kulit akan
bertambah, sehingga pasien merasa dingin atau menggigil. Selain itu penguapan cairan
yang meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Kehilangan panas ini juga menyebabkan
hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme basal.1
2.5 Gejala dan Tanda Klinis
Secara klinis, tahap pertama dermatitis eksfoliatif adalah eritema, yang sering
dimulai sebagai pruritus tunggal atau ganda, terutama di bagian kepala, ekstremitas, dan
di daerah kelamin. Setelah beberapa hari atau minggu, eritema cenderung menyebar
sampai ke sebagian besar permukaan kulit disertai dengan pruritus.. Setelah itu, terjadi
pengelupasan atau munculnya skuama. Proses akut biasanya melibatkan area yang
besar, sedangkan proses kronis mengenai area yang lebih kecil. Proses eksfoliatif juga
dapat melibatkan kulit kepala, dengan 25 persen pasien mengalami alopesia. Kuku juga
sering terjadi distrofi, terutama pada pasien dengan yang sebelumnya sudah ada
psoriasis.5

Dermatitis eksfoliatif pada wajah dan seluruh tubuh


Gejala yang paling sering terjadi pada pasien dengan dermatitis eksfoliatif
termasuk malaise, gatal-gatal dan sensasi dingin. Kedua hipertermia dan hipotermia

juga bisa terjadi. Temuan klinis yang lainnya termasuk limfadenopati, hepatomegali,
splenomegali, edema kaki dan ginekomastia.5
Pengelupasan yang terjadi pada dermatitis eksfoliatif memiliki konsekuensi
metabolik berat, tergantung dari intensitas dan lama proses pengelupasan. Karena fungsi
kulit sebagai penghalang multi protektif terganggu pada dermatitis eksfoliatif, tubuh
kehilangan suhu, air, protein dan elektrolit, dan membuat diri pasien jauh lebih rentan
terhadap infeksi. Dermatitis eksfoliatif juga merupakan faktor risiko untuk penyebaran
dari methicillin-resistant Staphylococcus aureus.1
Kehilangan suhu tubuh harus diperhatiankan dengan lapisan kulit pelindung
yang rusak pada pasien dengan dermatitis eksfoliatif. Hilangnya fungsi vasokonstriksi
normal pada dermis,penurunan kepekaan terhadap menggigil refleks dan ekstra
pendingin yang berasal dari penguapan cairan tubuh keluar dari lesi kulit semuanya
menjadikan disfungsi termoregulasi yang dapat menyebabkan hipotermia atau
hyperthermia. Tingkat metabolisme basal juga meningkat pada pasien dengan dermatitis
eksfoliatif.
Masing-masing gangguan fisiologis berpotensi mengancam nyawa. Hipotermia
bisa mengakibatkan penurunan denyut jantung dan hipotensi. Peningkatan aliran darah
perifer dapat mengakibatkan gagal jantung. Hipervolemia juga dapat terjadi pada pasien
dengan dermatitis eksfoliatif, berkontribusi terhadap kemungkinan terjadi gagal
jantung.1
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi laboratorium pasien dengan eritroderma umumnya tidak sangat
membantu dalam menentukan diagnosis spesifik. Nilai laboratorium yang khas
termasuk anemia ringan, leukositosis, eosinofilia, peningkatan laju sedimentasi eritrosit,
normal serum protein elektroforesis dengan elevasi poliklonal di wilayah gamma
globulin, dan peningkatan IgE levels. Jumlah darah dan studi sumsum tulang dapat
membantu diagnosis leukemia yang mendasarinya. Analisis untuk sel Sezary mungkin
membantu, tetapi hanya jika sel-sel diidentifikasi dalam jumlah besar tegas.3
2.7 Diagnosis

Diagnosis dermatitis eksfoliatif ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa, perlu digali mengenai kemungkinan faktor
pencetus, misal: riwayat pengobatan, riwayat penyakit kulit atau penyakit sistemik, dan
riwayat keluarga. Pasien dengan penyakit dasar psoriasis dan dermatitis atopik, perlu
ditanyakan riwayat penggunaan obat kortikosteroid topikal atau sistemik, penyakit
infeksi, penyakit sistemik, kehamilan, dan stress emosional. Selain itu, penting juga
ditanyakan mengenai onset untuk menentukan kemungkinan penyebab dermatitis
eksfoliatif. Onset dermatitis eksfoliatif karena reaksi obat biasanya cepat dan resolusi
nya pun juga lebih cepat dibandingkan dermatitis eksfoliatif karena penyebab yang lain.
Namun pengecualian untuk dermatitis eksfoliatif akibat obat antikonvulsan, antibiotik,
dan alopurinol memberikan reaksi antara 2-5 minggu setelah paparan obat dan tetap
bertahan meskipun penggunaan obat telah lama dihentikan.3
Gambaran klinik dermatitis eksfoliatif telah dijelaskan dalam sub bab gejala
klinis. Temuan lain yang mendukung diagnosis dermatitis eksfoliatif adalah gangguan
termoregulasi, takikardia, peningkatan kardiak output, edema perifer, limfadenopati,
hepatomegali, dan splenomegali. Pemeriksaan penunjang dengan biopsi kulit seringkali
membantu diagnosis dermatitis eksfoliatif.3
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari dermatitis eksfoliatif antara lain adalah psoriasis
vulgaris, dermatitis atopik.
2.9 Penatalaksanaan
Penyakit dermatitis eksfoliatif memerlukan perawatan medis yang serius, oleh
karena itu pasien perlu dirawat di rumah sakit. Prinsip pengobatan pasien dermatitis
eksfoliatif antara lain manajemen awal, menghindari faktor pencetus, mencegah
hipotermia, diet cukup protein, menjaga kelembaban kulit pasien, menghindari
menggaruk, mencegah infeksi sekunder baik lokal maupun sistemik, mengurangi
edema, penggunaan kortikosteroid sistemik dan agen sitistatik.1

a. Menghindari faktor pencetus

Semua obat yang dianggap sebagai faktor pemicu dermatitis eksfoliatif harus
dihentikan pemakaiannya, termasuk obat-obat yang mengandung lithium dan obat
antimalaria yang dapat menjadi pencetus pada pasien dengan psoriasis.
b. Mencegah hipotermia
Pada pasien dermatitis eksfoliatif dapat timbul komplikasi berupa hipotermia
yang disebabkan gangguan pada fungsi termoregulasi di kulit sehingga kulit akan
melepaskan panas tubuh secara spontan. Untuk mencegah komplikasi tersebut perlu
dilakukan pengaturan suhu lingkungan sekitar pasien agar tetap hangat. Selain itu untuk
mencegah penguapan panas tubuh yang berlebihan dapat dimanfaatkan wet dressings.
c. Diet cukup protein
Pada pasien dermatitis eksfoliatif terjadi penggunaan protein yang berlebihan
karena terjadi peningkatan pembentukan skuama. Kehilangan banyak protein ini akan
menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia. Karena itu asupan gizi yang cukup protein
sangat berguna dalam proses terapi pasien dermatitis eksfoliatif.
d. Menjaga kelembaban kulit
Pada pasien dermatitis eksfoliatif kulit akan cenderung kering dan bersisik. Kulit
yang kering dan menjadi retak-retak berisiko untuk terjadi infeksi sekunder yang
bersifat lokal. Untuk itu diperlukan bahan yang dapat menjaga kelembaban kulit.
Emollient merupakan bahan yang melembutkan dan melembabkan kulit. Emollient
merupakan bahan dasar untuk kosmetik dan berfungsi untuk membatasi hilangnya
cairan. Ada lima kategori emollient antara lain hidrokarbon, waxes, natural lipid
poliester, ester, dan eter dengan berat molekul rendah dan silikon.
e. Menghindari menggaruk
Penggunaan antihistamin dapat diberikan pada pasien dermatitis eksfoliatif
sebagai terapi simtomatis terhadap rasa gatal. Sensasi gatal yang timbul pada
permukaan kulit merupakan bagian dari alergi imunologi yang disebabkan oleh histamin
yakni padareseptor H1. Sehingga antihistamin H1 akan menekan reseptor H1 akibatnya
rasa gatal akan berkurang.
f. Mencegah infeksi sekunder
Antibiotik sistemik diperlukan bagi pasien yang terbukti mendapat infeksi
sekunder baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pemberian antibiotik sistemik pada

pasien yang tidak terbukti mengalami infeksi sekunder juga memberikan keuntungan
karena kolonisasi bakteri dapat menyebabkan eksaserbasi dermatitis eksfoliatif.
f. Mengurangi edema
Pada pasien dermatitis eksfoliatif akan terjadi peningkatan pembentukan
skuama. Pembentukan skuama ini memerlukan protein sebagai bahan dasar. Akibatnya
protein di dalam tubuh menurun, terjadi hipoalbuminemia. Albumin yang rendah di
dalam darah menyebabkan tekanan onkotik menurun sehingga cairan intrasel akan
mengisi jaringan interstitiel (terjadi edema). Untuk mengurangi edema dapat diberikan
obat-obat diuretika.
g. Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik harus dihindari pada pasien dermatitis eksfoliatif yang
dicetuskan oleh psoriasis karena dapat menyebabkan reborn flare. Dermatitis eksfoliatif
yang disebabkan oleh psoriasis berespon baik dengan metotrexat, cyclosporin, acitretin,
danmycophenolat mofetil. Kortikosteroid sistemik berguna untuk dermatitis eksfoliatif
yang dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas obat, spongiotic dermatitis, dan papulo
erythroderma of Ofuji. Selain itu kortikosteroid sistemik dapat digunakan sebagai terapi
empiris pada dermatitis eksfoliatif yang tidak diketahui etiologinya. Dosis
kortikosteroid yang digunakan adalah 1-2mg/kg/hari dengan tapering off.
h. Methotrexate
Methotrexate adalah golongan antimetabolik yang awalnya ditujukan untuk
pengobatan keganasan hematologi dan beberapa tumor epitel. Kemudian obat ini
digunakan untuk mengobati penyakit yang tidak tergolong penyakit keganasan seperti
rheumatoid arthritis, asma, penyakit graft versus host, psoriasis, cutaneus cell
lymphoma dan sarcoidosis.
k. Cyclosporin
Cyclosporin adalah golongan obat imunosupresif. Selain digunakan sebagai obat
transplantasi, cyclosporin juga digunakan pada psoriasis, dermatitis atopik berat, kadang
digunakan pada rheumatoid arthtritis.
l. Mycophenolat mofetil
Mycophenolat mofetil (MMF) termasuk dalam golongan obat imunosupresif
yang merupakan etil ester asam mycofenolic yang dimetabolisme menjadi obat aktif
mycofenolic acid (MPA). Metabolit aktif MPA telah digunakan sejak dulu untuk

mengobati psoriasis rekalsitrans yang berat. MMF efektif dan aman untuk pengobatan
beberapa kelainan kulit autoimun dan inflamasi termasuk pemfigus, pemfigoid,
lupuseritematosus, dermatomiositis, pioderma gangrenosa, lichen planus, penyakit graft
versus host , dermatitis actinic kronik dan cutaneus vaskulitis.
2.10 Komplikasi
Komplikasi sistemik dermatitis eksfoliatif meliputi gangguan keseimbangan
cairan danelektrolit, gangguan termoregulator, infeksi, syok kardiogenik, sindrom gawat
napas,dekompensasi pada penyakit hati kronis, dan ginekomastia. Cairan dan elektrolit
hilang melalui kapiler-kapiler yang bocor akibatnya terjadi gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Hilangnya protein pada pasien dermatitis eksfoliatif terjadi melalui
pembentukan skuama yang lebih dari normal dimana pada pembentukan skuama
meningkat hingga 20-30%. Hilangnya protein yang signifikan menyebabkan negative
nitrogen balance (keseimbangan nitrogen negatif) yang dapat menimbulkan edema dan
hipoalbuminemia. Pada lesi akan mudah terbentuk kolonisasi bakteri yang akan
menimbulkanreaksi inflamasi, pecah-pecah, dan ekskoriasi pada kulit. Pasien dermatitis
eksfoliatif akibat CTCL atau HIV-AIDS sebagai penyakit yang mendasari akan lebih
rentan terjadi sepsis oleh bakteri stafilokokus.1
2.11 Prognosis
Prognosis jangka panjang adalah baik pada pasien dengan penyebab obat
meskipun tentu saja cenderung kambuh pada kasus idiopatik. Prognosis kasus yang
terkait dengan keganasan biasanya tergantung dari tipe dari keganasannya.

10

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama

: NWK

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 86 tahun

Alamat

: Padang Tegal

Agama

: Hindu

Tanggal Pemeriksaan

: 28 Februari 2015

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Pasien control, dengan keluhan gatal di seluruh tubuh.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang sadar diantar oleh menantunya ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
Sanjiwani Gianyar dengan mengeluh gatal sejak 10 hari yang lalu setelah obat yang
telah diberikan pada saat control sebelumnya habis. Gatal dirasakan pada kaki, telapak
tangan dan bagian dada. Timbul bercak kemerahan pada kulit, kemerahan tidak disertai
penonjolan pada kulit. Beberapa hari setelah muncul kemerahan, kulit pasien
mengelupas dan terasa sangat gatal terutama 10 hari terakhir ini sampai mengganggu
tidur.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Pasien mempunyai riwayat
diabetes melitus II.
Riwayat Pengobatan :
Metilprednisolon 3x4mg
Interhistin 3x1 tablet
Riwayat Atopik atau Alergi :
Riwayat alergi dan atopi disangkal
Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit serupa.

11

3.3 Pemeriksaan Fisik


1.

Status Present

: dalam batas normal

2. Status General

: dalam batas normal

3. Status Dermatologis
Lokasi

: kaki kiri dan kanan

Effloresensi

: Makula eritema multiple berbatas tidak tegas, bentuk bulat,


ukuran bervariasi disertai skuama berwarna putih keabuan
menutupi permukaan dan difuse. Tampak juga terdapat erosi
dengan dasar eritema.

Foto pasien

Lokasi

: telapak tangan kiri dan kanan

Effloresensi

: Erosi multiple, batas tidak tegas, bentuk geografika, ukuran


3x2cm 5x6cm, bilateral.

Foto pasien

12

Lokasi

: dada

Effloresensi

: macula eritema multiple, batas tidak tegas, bentuk seperti lesi


satelit, ukuran 10 x 15cm.

Foto pasien:

3.4 Diagnosis Banding

Dermatitis Atopik
Psoriasis Vulgaris

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Gula sewaktu : 179 mg/dL (tinggi)
Ureum
: 124 mg/dL (tinggi)
Creatinin
: 3,3 mg/dL (tinggi)
SGOT
: 28 U/L
SGPT
: 9 U/L
3.6 Resume
Pasien wanita usia 86 tahun datang bersama menantunya dengan keluhan utama
gatal sejak 10 hari yang lalu setelah obat yang telah diberikan pada saat control
sebelumnya habis. Gatal dirasakan pada kaki, telapak tangan dan bagian dada. Timbul
bercak kemerahan pada kulit, kemerahan tidak disertai penonjolan pada kulit. Beberapa
hari setelah muncul kemerahan, kulit pasien mengelupas dan terasa sangat gatal
terutama 10 hari terakhir ini sampai mengganggu tidur. Pasien pernah mengalami hal
yang sama sebelumnya. Pasien mempunyai riwayat diabetes melitus II. Riwayat
pengobatan, sebelumnya pasien telah mendapatkan terapi metilprednisolon 3x4mg dan
interhistin 3x1 tablet. Riwayat alergi dan atopi disangkal. Tidak ada anggota keluarga

13

yang mempunyai riwayat penyakit serupa. Status present pasien dengan keadaan umum
yang baik, status general dalam batas yang normal.
Status dermatologi :
Lokasi

: kaki kiri dan kanan

Effloresensi

: Makula eritema multiple berbatas tidak tegas, bentuk bulat,


ukuran bervariasi disertai skuama berwarna putih keabuan
menutupi permukaan dan difuse. Tampak juga terdapat erosi
dengan dasar eritema.

Lokasi

: telapak tangan kiri dan kanan

Effloresensi

: Erosi multiple, batas tidak tegas, bentuk geografika, ukuran


3x2cm 5x6cm, bilateral.

Lokasi

: dada

Effloresensi

: macula eritema multiple, batas tidak tegas, bentuk seperti lesi


satelit, ukuran 10 x 15cm.

3.7 Diagnosis
Dermatitis Eksfoliatif
3.8 Penatalaksanaan
-

Terapi Medikamentosa :
Metilprednisolon 2 x 4 mg selama 5 hari
PO : CTM 3 x 4 mg
- Edukasi :
Menghentikan obat selain obat dari RS
Memberitahukan pasien untuk tidak menggaruk luka agar luka tidak lecet
Menganjurkan pasien untuk banyak istirahat
Makan makanan yg tinggi kadar protein
Bila pasien masih menggigil, pasien tidak boleh mandi dulu
3.9 Prognosis
Prognosis akan baik jika pasien mematuhi terapi pengobatan yang diberikan.
BAB IV
PEMBAHASAN

14

Diagnosis dermatitis eksfoliatif ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang.1 Pada laporan kasus ini, perempuan 86 tahun, datang ke
RSUD Sanjiwani dengan keluhan gatal pada kaki, telapak tangan dan bagian dada.
Pasien mengeluh gatal sejak 10 hari yang lalu. Gatal muncul pada kaki dan telapak
tangan, kemudian di dada. Awalnya timbul bercak kemerahan pada kulit. Beberapa hari
setelah muncul kemerahan, kulit pasien mengelupas dan terasa sangat gatal. Pasien
pernah mengalami gatal di seluruh tubuh 3 minggu yang lalu dan pasien sudah
mendapatkan pengobatan sebelumnya. Saat obat tersebut telah habis pada 10 hari yang
lalu, pasien mengeluhkan gatal- gatal kembali. Pasien mempunya riwayat penyakit
sistemik yaitu diabetes mellitus II. Riwayat alergi dan atopi disangkal. Tidak ada
anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit serupa. Dari riwayat penyakit
dahulu, pasien mengaku pernah menderita penyakit kulit seperti ini. Pasien juga
mempunyai penyakit sistemik yaitu diabetes mellitus II.
Temuan klinis yang didapatkan pada pasien ini adalah pada kaki kiri dan kanan
terdapat makula eritema multiple berbatas tidak tegas, bentuk bulat, ukuran bervariasi
disertai skuama berwarna putih keabuan menutupi permukaan dan difuse. Tampak juga
terdapat erosi dengan dasar eritema. Pada telapak tangan kiri dan kanan terdapat erosi
multiple, batas tidak tegas, bentuk geografika, ukuran 3x2cm 5x6cm, bilateral. Pada
dada terdapat macula eritema multiple, batas tidak tegas, bentuk seperti lesi satelit,
ukuran 10 x 15cm.
Pengelupasan yang terjadi pada dermatitis eksfoliatif memiliki konsekuensi
antara lain gangguan termoregulasi, hilangnya air, protein dan elektrolit, dan membuat
diri pasien jauh lebih rentan terhadap infeksi. Kehilangan suhu tubuh harus
diperhatiankan dengan lapisan kulit pelindung yang rusak pada pasien dengan
dermatitis eksfoliatif. Hilangnya fungsi vasokonstriksi normal pada dermis, penurunan
kepekaan terhadap menggigil refleks dan ekstra pendingin yang berasal dari penguapan
cairan tubuh keluar dari lesi kulit semuanya menjadikan disfungsi termoregulasi yang
dapat menyebabkan hipotermia atau hyperthermia. Pada lesi yang terjadi erosi akan
mudah terbentuk kolonisasi bakteri yang akan menimbulkan reaksi inflamasi, pecahpecah, dan ekskoriasi pada kulit.3
Penyakit dermatitis eksfoliatif memerlukan perawatan medis yang serius, oleh
karena itu pasien perlu dirawat di rumah sakit. Prinsip pengobatan pasien dermatitis

15

eksfoliatif antara lain manajemen awal, menghindari faktor pencetus, mencegah


hipotermia, diet cukup protein, menjaga kelembaban kulit pasien, menghindari
menggaruk, mencegah infeksi sekunder baik lokal maupun sistemik, mengurangi
edema, penggunaan kortikosteroid sistemik atau agen sitostatik.1
Pasien ini mendapatkan terapi

Kortikosteroid yang diberikan adalah

Metilprednisolon 4 mg, dengan pertimbangan efek samping yang lebih rendah


dibandingkan Prednison atau Dexamethasone. Sedangkan untuk terapi simptomatis
diberikan antipruritus dengan CTM dosis 3 x 4 mg. Bila gejala gatal berkurang/hilang,
obat simtomatis tidak perlu diberikan lagi.
Edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga meliputi: menghentikan
obat selain obat dari RS, memberitahukan pasien untuk tidak menggaruk luka agar luka
tidak lecet, menganjurkan pasien untuk banyak istirahat, makan makanan yg tinggi
kadar protein, bila pasien masih menggigil, pasien tidak boleh mandi dulu. Prognosis
pada pasien ini dapat dikatakan baik, karena pasien berespon terhadap pengobatan, yang
telihat dari perbaikan gejala klinis dan hilang nya skuama dan eritema secara bertahap.
Namun, perlu diedukasikan bahwa kemungkinan penyakit pasien dapat kambuh lagi.
Oleh karena itu, harus dihindari segala sesuatu yang menyebabkan atau memicu
timbulnya dermatitis eksfoliatif pada pasien.

16

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
-

Pasien wanita 86 tahun, datang dengan keluhan gatal dan bercak merah pada kaki,

telapak tangan dan bagian dada. Pasien didiagnosa Dermatitis Eksfoliatif.


Dermatitis eksfoliatif adalah suatu penyakit kulit dengan gambaran dermatologis
berupa eritema difusa dan skuama yang meliputi lebih dari 90% area permukaan
kulit. Penyebab dermatitis eksfoliatif sering kali tidak diketahui atau idiopatik,
beberapa teori menyebutkan dermatitis eksfoliatif dikaitkan dengan reaksi
hipersensitivitas terhadap obat, penyakit kulit, dan penyakit sistemik, termasuk

keganasan.
Diagnosis dermatitis eksfoliatif ditegakkan melalui anamnesa yang cermat,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.


Prinsip pengobatan pasien dermatitis eksfoliatif antara lain manajemen awal,
menghindari faktor pencetus, mencegah hipotermia, diet cukup protein, menjaga
kelembaban kulit pasien, menghindari menggaruk, mencegah infeksi sekunder baik
lokal maupun sistemik, mengurangi edema, penggunaan kortikosteroid sistemik atau
agen sitostatik.

5.2 Saran
-

Untuk menegakkan diagnosis dermatitis eksfoliatif, kita harus menyingkirkan

diagnosis banding salah satu nya dengan pemerksaan penunjang.


Kejadian mengenai dermatitis eksfoliatif masih jarang ditemui di masyarakat, maka
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari lebih dalam mengenai
dermatitis eksfoliatif.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A., Hamzah., M., Aisah, S. 2009. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ke-5, Hal. 197-200, FK Universitas Indonesia;
Jakarta
2. Earlia, N., Nurharini, F., Jatmiko, A. C., Ervianti E. 2009. Penderita Eritroderma
di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya Tahun 20052007. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, Vol. 21,
No. 2, Page 93-101
3. Grant-Kels, J. M., Bernstein, M. L., Rothe, M. J. 2008. Exfoliative Dermatitis.
Fitzpatrick Dermatology 7th Ed, Chapter 23, Page 263-270
4. Murtiastutik, D., Ervianti, E., Agusni, I., Suyoso, S. 2009. Eritroderma.
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2, Chapter 6, Hal. 125-127, FK Unair/RSUD
Dr. Soetomo; Surabaya
5. Sehgal, V. N., Srivastava, G., Sardana, K. 2004. Erythroderma/exfoliative
dermatitis: a synopsis. International Journal of Dermatology, Vol. 43, Page 39
47
6. Trozak, D. J., Tennenhouse, Russell. J., Dermatology skills for primary care : an
illustrated, Page 104-107

18

Anda mungkin juga menyukai