PENDAHULUAN
Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah) + derma,
dermatos (skin = kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada
permukaan kulit yang biasanya disertai skuama. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu
ditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, pada
mulanya tidak disertai skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas
karena bercampur dengan hiperpigmentasi.1,2 Nama lain penyakit ini adalah dermatitis
eksfoliativa generalisata, meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda.
Kata eksfoliasi berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun kadang-kadang
tidak begitu terlihat, dan kata dermatitis digunakan berdasarkan terdapatnya reaksi
eksematus.3 Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah ada
sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan dermatosis spongiotik lainnya), reaksi
hipersensitivitas obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium channel blocker, dan
bahan topikal), penyakit sistemik termasuk keganasan, serta idiopatik (20%).1,4,5
Insiden eritroderma di Amerika Serikat bervariasi, antara 0,9 sampai 71,0 per
100.000 penderita rawat jalan dermatologi.1 Hasan dan Jansen (1983) memperkirakan insiden
eritroderma sebesar 12 per 100.000 penderita. Sehgal dan Srivasta (1986) pada sebuah
penelitian prospektif di India melaporkan 35 per 100.000 penderita eritroderma dirawat jalan
dermatologi.6 Pada beberapa laporan kasus, didapatkan insiden pada laki-laki lebih besar
daripada perempuan, dengan proporsi 2:1 sampai 4:1, dan usia rata-rata 4161 tahun. 6,7,8
Angka kematian tergantung pada penyebab eritroderma. Sigurdson (1996) melaporkan dari
102 penderita eritroderma terdapat 43% kematian, 18% disebabkan langsung oleh
eritroderma dan 74% tidak berhubungan dengan eritroderma.9
Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal turnover rate, kecepatan mitosis
dan jumlah sel kulit germinatif meningkat lebih tinggi dibanding normal. Selain itu, proses
pematangan dan pelepasan sel melalui epidermis menurun yang menyebabkan hilangnya
sebagian besar material epidermis, yang secara klinis ditandai dengan skuama dan
pengelupasan yang hebat. Patogenesis eritroderma masih menjadi perdebatan. Penelitian
terbaru mengatakan bahwa hal ini merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks antara
molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul
adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan interferon-.3,4
Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat membantu menentukan penyakit
yang mendasarinya. Diagnosis yang akurat dari penyakit ini merupakan suatu proses yang
sistematis di mana dibutuhkan pengamatan yang seksama, evaluasi serta pengetahuan tentang
terminologi dermatologi, morfologi serta diagnosa banding.
Eritroderma secara klinis digambarkan dengan eritema luas, skuama, pruritus dan
lesi primernya biasanya sulit ditentukan.1,3,4 Peradangan kulit yang begitu luas pada
eritroderma merupakan salah satu penyakit yang dapat mengancam jiwa. Risiko ini semakin
meningkat bila diderita oleh penderita dengan usia yang sangat muda atau pada usia lanjut.
Pada beberapa penderita, eritroderma dapat ditoleransi dan berada pada kondisi yang kronik.
Pengobatan disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya, namun tetap memperhatikan
keadaan umum, seperti keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, memperbaiki hipoalbumin
dan anemia, serta pengendalian infeksi sekunder.1,5,8 Eritroderma bukan merupakan kasus
yang sering ditemukan, namun masalah yang ditimbulkannya cukup parah dan sering kali
para dokter ahli penyakit kulit dan kelamin mengalami kesulitan dalam penatalaksanaannya.
Diagnosis yang ditegakkan lebih awal, cepat dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat
sangat memengaruhi prognosis penderita.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah) + derma,
dermatos (skin = kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada
permukaan kulit yang biasanya disertai skuama. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu
ditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, pada
mulanya tidak disertai skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas
karena bercampur dengan hiperpigmentasi.1,2 Nama lain penyakit ini adalah dermatitis
eksfoliativa generalisata, meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda.
Kata eksfoliasi berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun kadang-kadang
tidak begitu terlihat, dan kata dermatitis digunakan berdasarkan terdapatnya reaksi
eksematus.3 Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah ada
sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan dermatosis spongiotik lainnya), reaksi
hipersensitivitas obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium channel blocker, dan
bahan topikal), penyakit sistemik termasuk keganasan, serta idiopatik (20%).1,4,5
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden eritroderma di Amerika Serikat bervariasi, antara 0,9 sampai 71,0 per
100.000 penderita rawat jalan dermatologi.1 Hasan dan Jansen (1983) memperkirakan insiden
eritroderma sebesar 12 per 100.000 penderita. Sehgal dan Srivasta (1986) pada sebuah
penelitian prospektif di India melaporkan 35 per 100.000 penderita eritroderma dirawat jalan
dermatologi.6 Pada beberapa laporan kasus, didapatkan insiden pada laki-laki lebih besar
daripada perempuan, dengan proporsi 2:1 sampai 4:1, dan usia rata-rata 4161 tahun. 6,7,8
Angka kematian tergantung pada penyebab eritroderma. Sigurdson (1996) melaporkan dari
102 penderita eritroderma terdapat 43% kematian, 18% disebabkan langsung oleh
eritroderma dan 74% tidak berhubungan dengan eritroderma.9
2.3 ETIOLOGI
Berdasarkan Fitzpatrick, eritroderma dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :1
1. Sebagian besar kasus didahului oleh perluasan penyakit kulit (spongiotic dermatitis 20
24%, atopik 9%, dermatitis kontak 6%, dermatitis seboroik 4%, dermatitis aktinik kronis
3%, dan psoriasis 23%). Eritroderma yang disebabkan oleh penyakit kulit lain, merupakan
penyebab eritroderma yang paling banyak ditemukan dan tersering disebabkan oleh
penyakit :
a. Psoriasis
Psoriasis dapat menjadi eritroderma disebabkan oleh 2 hal yaitu oleh perkembangan
penyakit psoriasis itu sendiri maupun akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat.
Oleh sebab itu perlu dianamnesis dengan jelas riwayat penyakit psoriasis dan
pengobatan yang sudah dilakukan.2
b. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik yang dimaksud ialah dermatitis seboroik pada bayi juga dapat
menyebabkan eritroderma yang juga dikenal sebagai penyakit Leiner atau eritroderma
deskuamativum. Etiologinya belum diketahui pasti namun diduga disebakan oleh
dermatitis seboroika yang meluas. Usia penderita berkisar 4-20 minggu. Selain itu yang
dapat menyebabkan eritroderma adalah ptiriasis rubra pilaris, pemfigus foliaseus,
dermatitis atopic dan liken planus.1,2,10
2. Reaksi hipersensitivitas obat (15%)
Keadaan ini banyak ditemukan pada anak hingga dewasa muda. Obat yang dapat
menyebabkan eritroderma adalah obat yang mengandung arsenik organik, emas, merkuri
(jarang), penisilin, barbiturate. Pada beberapa masyarakat, eritroderma mungkin lebih
tinggi karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional. Waktu mulainya obat
ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi, dapat segera sampai 2 minggu.
Gambaran klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu
yang masuk ke dalam tubuh, diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering
menyebabkan alergi.2,8
3. Keganasan (Cutaneous T-Cell Lymphoma/CTCL - 16%)
Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal hingga
keganasan dapat memberikan kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus
eritroderma yang tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit lain
harus dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan menyeluruh termasuk
pemeriksaan laboratorium dan foto toraks, untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat
dalam atau infeksi fokal dan mencari kemungkinan adanya keganasan. Adanyaleukositosis
tanpa ditemukan penyebabnya, menunjukan adanya infeksi bacterial yang tersembunyi
(occult infection) yang perlu diobati.2
Termasuk didalamnya ialah sindrom sezary yaitu suatu limfoma yang belum
diketahui penyebabnya ada yang menduga bahwa ini berhubungan dengan stadium dini
mikosis fungoides. Diduga juga berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan
dimasukan ke dalam CTCL (Cutaneus T-Cell Lymphoma). Yang diserang ialah orang
dewasa, pria berkisar usia 64 tahun dan wanita berkisar 53 tahun. Sindrom ini ditandai
dengan eritema berwarna merah membara yang universal disertai skuama dan rasa sangat
gatal.
Pada sepertiga atau setengah dari pasien didapat splenomegaly, limfadenopati
superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hyperkeratosis palmaris dan plantasis, serta kuku
yang distrofik.
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat sel yang khas berupa sel limfosit atipik
yang disebut sel sezary. Dapat disebut sindrom sezary jika jumlah sel sezary yang beredar
1000/m3 atau lebih atau melebihi 10% sel yang beredar. Jika jumlah sel dibawah
1000/mm3 maka disebut sindrom pre-sezary.
4. Idiopatik (20%).
Rook dan Wilkinson (1998) pada tabel klasifikasi menyebutkan penyebab
tersering adalah tipe eksema dan variasinya (40%), psoriasis (25%), pemfigus foliaseus
(0,5%), obat (10%), kelainan herediter (1%), CTCL dan leukemia (15%) dan idiopatik 8%.3
2.4 PATOFISIOLOGI
Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal turnover rate, kecepatan mitosis
dan jumlah sel kulit germinatif meningkat lebih tinggi dibanding normal. Selain itu, proses
pematangan dan pelepasan sel melalui epidermis menurun yang menyebabkan hilangnya
sebagian besar material epidermis, yang secara klinis ditandai dengan skuama dan
pengelupasan yang hebat. Patogenesis eritroderma masih menjadi perdebatan. Penelitian
terbaru mengatakan bahwa hal ini merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks antara
molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul
adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan interferon-.3,4
2.5 GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang dimunculkan pada ertirodermal dapat berbeda-beda
berdasarkan etiologi yang mendasari terjadinya eritroderma. Namun secara garis besar
memiliki gejala umum berupa pasien sering mengeluh kedinginan. Kedinginan terjadi karena
vasodilatasi pembuluh darah kulit sehinggan kehilangan panas tubuh dan rusaknya
pengendalian regulasi suhu tubuh yang menghilang, sehingga sebagai kompensasi, sekujur
tubuh pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik.
Kelainan kulit yang tampak secara umumnya timbul bercak eritema yang dapat
meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah
lipatan, hingga menyeluruh.Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan
kuku, dan kuku dapat terlepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul
setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut, dan
kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang,
panas, kering dan kalau diraba tebal.
Pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat kelainan kulit dapat juga
mengenai membrane mukosa. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada
mulanya kulit hanya eritema universal terutama pada saat akut, setelah mencapai fase
penyembuhan barulah timbul skuama.2,10
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat membantu menentukan penyakit
yang mendasarinya. Diagnosis yang akurat dari penyakit ini merupakan suatu proses yang
sistematis di mana dibutuhkan pengamatan yang seksama, evaluasi serta pengetahuan tentang
terminologi dermatologi, morfologi serta diagnosa banding.
Eritroderma secara klinis digambarkan dengan eritema luas, skuama, pruritus dan
lesi primernya biasanya sulit ditentukan.1,3,4 Peradangan kulit yang begitu luas pada
eritroderma merupakan salah satu penyakit yang dapat mengancam jiwa. Risiko ini semakin
meningkat bila diderita oleh penderita dengan usia yang sangat muda atau pada usia lanjut.
Pada beberapa penderita, eritroderma dapat ditoleransi dan berada pada kondisi yang kronik.
Pengobatan disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya, namun tetap memperhatikan
keadaan umum, seperti keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, memperbaiki hipoalbumin
dan anemia, serta pengendalian infeksi sekunder.1,5,8
Diagnosis ditegakkan ditegakan berdasarkan adanya eritema yang universal dapat
disertai dan tidak oleh skuama halus, karena harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah
ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan dan perubahan kuku pada psoriasis;
hiperkeratotik skala besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan
rambut rontok di CTCL. likenifikasi, erosi dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema;
menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan hiperkeratotik skala besar kulit kepala,
biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL dan pitiriasis
rubra, ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan
diagnosis.
Eritroderma bukan merupakan kasus yang sering ditemukan, namun masalah
yang ditimbulkannya cukup parah dan sering kali para dokter ahli penyakit kulit dan kelamin
mengalami kesulitan dalam penatalaksanaannya. Diagnosis yang ditegakkan lebih awal, cepat
dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat sangat memengaruhi prognosis penderita.
2.7 DIAGNOSIS BANDING
Ada beberapa diagnosis banding pada eritroderma:
1. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di lapisan epidermis
dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik pada keluarga asma bronkial,
rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi di antara 15-25% populasi, berkembang dari
satu menjadi banyak kelainan dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih
banyak karena alergi inhalasi. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin
terjadi pada usia berapa pun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya ada
tiga tahap: balita, anak-anak, dan dewasa.
Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada orang dewasa
di mana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-existing, pruritus yang parah,
likenifikasi dan prurigo nodularis, sendangkan pada gambaran histologi terdapat akantosis
ringan, spongiosis variabel, derma eosinofil dan parakeratosis.10
Gambar 7. Psoriasis
3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai dengan plak
eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar
sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung,
ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan
meningkat pada usia 40 tahun. Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki dari pada
wanita dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan minum
alkohol.2
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman pityrosporum ovale
yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala tampak eritema dan
skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama
putih yang berminyak pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.2
Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat
seperti pada psoriasi. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostisk dapat
memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya
dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress emosional, infeksi, atau
defisiensi imun.
Pada eritroderma terjadilah eritema yang berarti pelebaran pembuluh darah yang
menyebabkan peningkatan penguapan yang dapat mengakibatkan dehidrasi. Kehilangan
skuama yang dapat mencapai 9 gram/m2 pada permukaan kulit mengakibatkan kehilangan
protein. Sehingga pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan
peningkatan relative gammaglobulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut
meningkat dan leukositosis.1,2
2. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi pada kebanyakan pasien dengan eritroderma dapat
membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit
dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses
inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, sehingga terjadi
edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan
mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrate
di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuclear atipikal dan Pautriers
microabscesses. Pada pasien dengan Sindrom Sezary ditemukan limfosit atipik yang
disebut sel Sezary. Biopsi pada kulit juga memberi kelainan yang agak khas, yakni
terdapat infiltrat pada dermis bagian atas dan terdapatnya sel Sezary. Disebut sindrom
Sezary, jika jumlah sel Sezary yang beredar 1000/mm3 atau lebih atau melebihi 10% selsel yang beredar. Bila jumlah sel tersebut di bawah 1000/mm3 dinamai sindrom preSezary.2
Pemeriksaan immunofenotipe infiltrate limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan
permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T matang
pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran
clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superfisial
juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang
dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya.
2.9 PENATALAKSANAAN
Pada eritroderma yang diakibatkan oleh alergi obat atau golongan I, obat
tersangka sebagai kausanya segera dihentikan. Umumnya pengobatan eritroderma dengan
kortikosteroid. Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis
prednisone 4 x 10 mg. penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu.
Pada golongan akibat perluasan penyakit kulit atau golongan II juga diberikan
kortikosteroid. Dosis mula prednisone 4 x 10 mg sampai 15 mg sehari. Jika setelah beberapa
hari tidak tampak perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis
diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada
psoriasis, makan obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula
diobati dengan etretinat salah satunya adalah asetretin. Lama penyembuhan golongan II ini
bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti golongan I.
Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama (long term), yakni jika
melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisolon darpiada prednison dengan dosis
ekuivalen karena efeknya lebih sedikit.
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid memberi hasil yang baik.
Dosis prednisone 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrom Sezary pengobatan terdiri atas
kortikosteroid (prednisone 30 mg sehari) atau metilprednisolon ekuivalen dengan sitostatik,
biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama
mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit juga perlu diolesi emolien untuk
mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema misalnya dengan salep lanolin 10% atau
krim urea 10%.
2.10
KOMPLIKASI
Komplikasi pada eritroderma bisa berupa komplikasi yang ringan hingga berat.
Komplikasi dapat terjadi pada banyak sistem organ selain epidermis dan dermis.
Limpadenopati terjadi pada 60% dari sebagian besar kasus, Hepatomegali ditemukan pada
20% kasus, spenomegali ditemukan pada 3% kasus dan semua berkaitan dengan eritroderma
yang disebabkan oleh perluasan penyakit sistemik terutama oleh limfoma pada sindrom
sezary. Komplikasi terjadi belum diketahui secara pasti mekanismenya dan dapat terjadi pada
stadium awal dan pada hampir 20% stadium akhir.1,2
Rusaknya barier kulit pada eritroderma menyebabkan peningkatan extrarenal
water lostkarena penguapan air berlebihan melalui barrier kulit yang rusak. Peningkatan
extrarenal water lost ini menyebabkan kehilangan panas tubuh yang menyebabkan
hipotermia dan kehilangan cairan yang menyebabkan dehidrasi. 1,2,8 Respon tubuh terhadap
dehidrasi dengan meningkatkan cardiac output, yang bila terus berlanjut akan menyebabkan
gagal jantung, dengan manifestasi klinis seperti takikardia, sesak, dan edema.Oleh karena itu
evaluasi terhadap balans cairan sangatlah penting pada pasien eritroderma.1,2
Pasien dengan eritroderma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari
ketidakseimbangan elektrolit, edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya masa otot. Pada
eritroderma kronik dapat mengakibatkan alopesia, palmoplantar keratoderma, kelainan pada
kuku ektropion, hingga perburukan keadaan umum yang progresif.1,8
Komplikasi yang harus lebih diperhatikann ialah komplikasi sistemik akibat eritroderma
seperti hipotermia, edema perifer, dan kehilangan cairan dan albumin, dengan takikardia dan
kelainan jantung harus mendapatkan perawatan yang serius.
2.11
PROGNOSIS
Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya.
Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah penggunaan obat dihentikan dan diberi
terapi yang sesuai. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan dengan
golongan yang lain.2
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan
kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami ketergantungan
kortikosteroid (corticosteroid dependence).2
Eritroderma disebabkan oleh dermatosa dapat diatasi dengan pengobatan, tetapi
mungkin akan timbul kekambuhan. Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak terduga, dapat
bertahan dalam waktu yang lama, seringkali disertai dengan kondisi yang lemah.
Sindrom Sezary prognosisnya buruk, pasien pria umumnya akan meninggal
setelah 5 tahun, sedangkan pasien wanita setelah 10 tahun. Kematian disebabkan oleh infeksi
atau penyakit berkembang menjadi mikosis fungoides.2
BAB 3
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta: dr. Marhamah Hasnul
Nama Wahana: RSUD Lubuk Basung
Topik: Eritroderma
Tanggal (kasus): 11 Januari 2016
Nama Pasien: Tn. A
Tanggal Presentasi: 27 Januari
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Lansia
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja Dewasa
Bumil
Deskripsi: Laki-laki, 73 tahun, datang dengan keluhan Bengkak dan merah pada wajah sejak
16 jam sebelum masuk RS.
Tujuan: Menegakkan diagnosis pasien dengan Eritroderma
Bahan Bahasan:
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara Membahas:
Diskusi
Pos
Data Pasien:
Nama: Tn. A
Telp :
Terdaftar sejak :
4. Riwayat Keluarga:
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.
Riwayat eksema, rhinitis alergi, asma dalam keluarga tidak ada
5. Riwayat Pekerjaan:
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik:
Daftar Pustaka:
1. Grant-Kels JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Exfoliative Dermatitis In: Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill Book Co; 2008. p. 22532.
2. Juanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam: Juanda A, Juanda S, Hamzah M, editor.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005. h.
197200.
3. Burton JL, Holden CA. Eczema, Lichenification and Prurigo. In: Champion RH, Burton
JL, Burn DA, Breathnach, editors. Rook, Wilkinson, Ebling. Textbook of Dermatology.
6th ed. Oxford: Blackwell, scientific publication; 1998. p. 6737.
4. Gibson LE, Perry HO. Papulosquamous Eruption and Exfoliative Dermatitis. In:
Moschella, Hurley, editors. Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Co; 1992. p.
60746.
5. Guliz Karakayll, Grant Beckham, MD, Ida Orengo, MD, et al. Exfoliative Dermatitis. Am
Fam Phys 1999; 59: 112.
6. Hasan T, Jansen CT: Erythroderma: a follow-up of fifty cases. J Am Acad Dermatol 1983;
8: 836840.
7. Sehgal VN, Srivastava G. Exfoliative dermatitis: A prospective study of 80 patients.
Dermatologica 1986; 173: 278284.
8. Umar HS, Kelly PA. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis). July 24, 2007
Available from: URL: http://www.emedicine.com/EMERG/topic142.htm
9. Sigurdsson V, Toonstra J, Hazemans-Boer M, Van Vloten WA. Erythroderma. A clinical
and follow-up study of 102 patients with special emphasis on survival. J Am Acad
dermatol. 1996; 35(1): 537.
10. Siregar, RS. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC, 2004.
Hasil Pembelajaran :
1 Diagnosis Eritroderma
2 Penatalaksanaan Eritroderma
3 Edukasi keluarga
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
Subyektif:
Bengkak dan merah pada wajah sejak 16 jam sebelum masuk RS. Bengkak
disertai rasa gatal, yang lama-lama berair. Bengkak pada wajah membuat
kedua mata pasien sulit dibuka.
Kulit terasa menebal, panas, gatal dan bersisik pada hampir seluruh tubuh
sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan gatal, bengkak,
bercak merah dan kulit bersisik pada kedua tangan dan kedua kaki, keluhan
ini sudah dirasakan sejak 1,5 tahun yang lalu. Pasien sering menggarukgaruk lesi hingga kulit mengelupas. Pasien sudah berobat ke dokter spesialis
kulit, diberikan obat penghilang rasa gatal dan salep yang digunakan setelah
lipat lengan, lipat kaki, leher dan pergelangan tangan disangkal oleh pasien.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan penggunaan obat jangka lama
sebelumnya.
Pasien mandi 1x sehari dengan menggunakan sabun.
2 Objektif:
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum
: Sakit sedang
Kesadaran
Keadaan gizi
: Cukup
Tekanan darah
: 130/80 mmhg
Nadi
: 80 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,5 0C
Kepala
Mata
Leher
Thorax
Abdomen
Genitalia
: tidak diperiksa
Ekstremitas
2. Status Dermatologikus
Lokasi
: seluruh tubuh
Distribusi
: universal
Bentuk
: Tidak khas
Susunan
: Tidak khas
Batas
Ukuran
: Plakat
Efloresensi
Sekunder
: 15,2 gr%
Leukosit : 12.800/mm3
Trombosit : 267.000/mm3
Hematokrit : 44 vol%
Kimia klinik :
GDS
SGOT
SGPT
Ur
Cr
: 87 mg/dl
: 20 u/l
: 15 u/l
: 28 mg/dl
: 1.0 mg/dl
Assessment:
Telah dilaporkan kasus seorang pasien laki-laki, umur 73 tahun, dengan
diagnosis Eritroderma ec. Perluasan penyakit + Angioedema. Berdasarkan
anamnesis, pasien mengeluhkan bengkak dan merah pada wajah sejak 16 jam
sebelum masuk RS. Bengkak disertai rasa gatal, yang lama-lama berair.
Bengkak pada wajah membuat kedua mata pasien sulit dibuka. Kulit terasa
menebal, panas, gatal dan bersisik pada hampir seluruh tubuh sejak 1 minggu
yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan gatal, bengkak, bercak merah dan kulit
bersisik pada kedua tangan dan kedua kaki, keluhan ini sudah dirasakan sejak
1,5 tahun yang lalu. Pasien sering menggaruk-garuk lesi hingga kulit
mengelupas. Pasien sudah berobat ke dokter spesialis kulit, diberikan obat
penghilang rasa gatal dan salep yang digunakan setelah mandi, namun pasien
lupa nama obatnya. Keluhan sering berulang. Demam tidak ada. Keluhan
ketombe dan rambut rontok ada. Keluhan kuku menjadi kuning dan keruh
disangkal oleh pasien. Keluhan bercak merah bersisik yang gatal terutama saat
berkeringat pada lipat lengan, lipat kaki, leher dan pergelangan tangan
disangkal oleh pasien. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan
penggunaan obat jangka lama sebelumnya. Pasien mandi 1x sehari dengan
menggunakan sabun. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya ada. Riwayat
asma dan rhinitis alergi tidak ada. Riwayat alergi makanan tidak ada. Riwayat
alergi obat tidak ada. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.
Riwayat eksema, rhinitis alergi, asma dalam keluarga tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, sadar, tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, nafas 20 kali/menit, dan suhu 36,5o C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan lokasi lesi pada seluruh tubuh, distribusi
universal, bentuk tidak khas, susunan tidak khas, batas tidak tegas (difus),
ukuran plakat, dan efloresensi primer plak dan makula eritem dan efloresensi
sekunder skuama halus sampai kasar, berlapis, berwarna keputihan, dan kering,
disertai ekskoriasi, krusta, dan likenifikasi.
4 Plan:
DIAGNOSIS
Eritroderma ec. Perluasan penyakit + Angioedema
PENATALAKSANAAN
Sistemik
Prognosis
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia
FOLLOW UP
12-01-2016
S
:
KU
Sdg
Kes
CMC
TD
130/80 mmHg
Nd
82x/i
Nfs
20 x/i
T
36,5C
Lokasi
: seluruh tubuh
Distribusi
: universal
Bentuk
: Tidak khas
Susunan
: Tidak khas
Batas
Ukuran
: Plakat
Efloresensi
Sekunder
P:
Sistemik
Inj. Dexamethason 2 x 5 mg (iv)
Inj. Gentamisin 2 x 80 mg (iv)
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
Inj. Difenhidramin 2 x 1 amp (iv)
Topikal
Soft U derm 1 jam sebelum mandi
Hydrocortisone cr 2,5% sesudah mandi
13-01-2016
S
:
KU
Kes
TD
Sdg
CMC 130/80 mmHg
Status Generalis : dalam batas normal
Nd
82x/i
Nfs
20 x/i
T
36,5C
Status Dermatologis :
Lokasi
: seluruh tubuh
Distribusi
: universal
Bentuk
: Tidak khas
Susunan
: Tidak khas
Batas
Ukuran
: Plakat
Efloresensi
Sekunder
P:
Sistemik
Inj. Dexamethason 1 x 5 mg (iv)
Inj. Gentamisin 2 x 80 mg (iv)
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
Inj. Difenhidramin 2 x 1 amp (iv)
Cetirizine 2 x 10 mg (p.o)
Topikal
Soft U derm 1 jam sebelum mandi
Hydrocortisone cr 2,5% sesudah mandi
Hasil laboratorium :
Hematologi :
Hb
: 15,8 gr%
LED
: 10 mm/2 jam
Leukosit : 20.300/mm3
Trombosit : 285.000/mm3
Hematokrit : 45 vol%
Hitung jenis :
o Basofil : 0
o
o
o
o
o
Eusinofil : 0
N. Batang : 3
N. Segmen : 85%
Limfosit : 7%
Monost : 5
Kimia klinik :
GDS
Kolesterol total
Trigliserida
HDL Kolesterol
LDL Kolesterol
Bilirubin total
Bilirubin indirek
Bilirubin direk
Protein total
Albumin
Globulin
Alkali fosfatase
SGOT
SGPT
Ur
Cr
: 90 mg/dl
: 252 mg/dl
: 127 mg/dl
: 48 mg/dl
: 172 mg/dl
: 0,38 mg/dl
: 0,25 mg/dl
: 0,13 mg/dl
: 5,33 gr/dl
: 4,12 gr/dl
: 1,21 gr/dl
: 381 u/l
: 23 u/l
: 26 u/l
: 33 mg/dl
: 1.0 mg/dl
14-01-2016
S
:
KU
Kes
TD
Sdg
CMC 130/80 mmHg
Status Generalis : dalam batas normal
Nd
82x/i
Status Dermatologis :
Lokasi
Distribusi
: regional
Bentuk
: Tidak khas
Susunan
: Tidak khas
Nfs
20 x/i
T
36,5C
Batas
Ukuran
: Plakat
Efloresensi
Sekunder
P:
Sistemik
Inj. Dexamethason 1 x 5 mg (iv) (sampai besok)
Inj. Gentamisin 2 x 80 mg (iv)
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
Inj. Difenhidramin 2 x 1 amp (iv)
Cetirizine 2 x 10 mg (p.o)
Topikal
Soft U derm 1 jam sebelum mandi
Hydrocortisone cr 2,5% sesudah mandi
15-01-2016
S
:
KU
Sdg
Kes
CMC
TD
130/80 mmHg
Nd
82x/i
Status Dermatologis :
Lokasi
Nfs
25 x/i
T
37,8C
Distribusi
: regional
Bentuk
: Tidak khas
Susunan
: Tidak khas
Batas
Ukuran
: Plakat
Efloresensi
Sekunder
P:
Sistemik
Inj. Dexamethason 1 x 5 mg (iv)
Loratadine 1 x 10 mg (p.o)
Topikal
Deksametason cr sesudah mandi
Betametason cr sesudah mandi
Pasien alih rawat ke Bangsal penyakit dalam.
PENDIDIKAN
Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini disebabkan perluasan
penyakit kulit dan prinsip pengobatan penyakit ini bertujuan untuk
mengurangi gejala dan mencegah perluasan lanjut.
Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggaruk-garuk lesi
Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan sarung tangan saat
bekerja.
Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kelembababan kulit.
Menjelaskan kepada pasien untuk mandi dengan sabun pH netral.
Menjelaskan kepada pasien untuk diet tinggi protein.
BAB IV
DISKUSI
Telah dilaporkan kasus seorang pasien laki-laki, umur 73 tahun, dengan diagnosis
Eritroderma ec. Perluasan penyakit + Angioedema. Berdasarkan anamnesis, pasien
mengeluhkan bengkak dan merah pada wajah sejak 16 jam sebelum masuk RS. Bengkak
disertai rasa gatal, yang lama-lama berair. Bengkak pada wajah membuat kedua mata pasien
sulit dibuka. Kulit terasa menebal, panas, gatal dan bersisik pada hampir seluruh tubuh sejak
1 minggu yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan gatal, bengkak, bercak merah dan kulit
bersisik pada kedua tangan dan kedua kaki, keluhan ini sudah dirasakan sejak 1,5 tahun
yang lalu. Pasien sering menggaruk-garuk lesi hingga kulit mengelupas. Pasien sudah berobat
ke dokter spesialis kulit, diberikan obat penghilang rasa gatal dan salep yang digunakan
setelah mandi, namun pasien lupa nama obatnya. Keluhan sering berulang. Demam tidak ada.
Keluhan ketombe dan rambut rontok ada. Keluhan kuku menjadi kuning dan keruh disangkal
oleh pasien. Keluhan bercak merah bersisik yang gatal terutama saat berkeringat pada lipat
lengan, lipat kaki, leher dan pergelangan tangan disangkal oleh pasien. Pasien tidak memiliki
riwayat alergi obat dan penggunaan obat jangka lama sebelumnya. Pasien mandi 1x sehari
dengan menggunakan sabun. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya ada. Riwayat asma dan
rhinitis alergi tidak ada. Riwayat alergi makanan tidak ada. Riwayat alergi obat tidak ada.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Riwayat eksema, rhinitis alergi, asma
dalam keluarga tidak ada.
Berdasarkan teori, eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit
yang telah ada sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan dermatosis spongiotik lainnya),
reaksi hipersensitivitas obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium channel blocker,
dan bahan topikal), penyakit sistemik termasuk keganasan, serta idiopatik (20%). 1,4,5 Pada
beberapa laporan kasus, didapatkan insiden pada laki-laki lebih besar daripada perempuan,
dengan proporsi 2:1 sampai 4:1, dan usia rata-rata 4161 tahun.6,7,8
Dari pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, sadar, tekanan darah 130/80
mmHg, nadi 80 kali/menit, nafas 20 kali/menit, dan suhu 36,3o C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan lokasi lesi pada seluruh tubuh, distribusi universal, bentuk tidak khas, susunan
tidak khas, batas tidak tegas (difus), ukuran plakat, dan efloresensi primer plak dan makula
eritem dan efloresensi sekunder skuama halus sampai kasar, berlapis, berwarna keputihan,
dan kering, disertai ekskoriasi, krusta, dan likenifikasi.
Gejala klinis yang dimunculkan pada ertiroderma dapat berbeda-beda
berdasarkan etiologi yang mendasari. Kelainan kulit yang tampak secara umumnya timbul
bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi
yang difus dimulai dari daerah lipatan, hingga menyeluruh.Bila kulit kepala sudah terkena,
dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat terlepas. Dapat terjadi limfadenopati
dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan.
Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi
dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal.
Eritroderma yang terjadi akibat perluasan penyakit kulit lainnya diantaranya psoriasis maka
tanda khasnya akan menghilang. Akan menimbulkan gejala awalnya didapati eritema yang
tidak merata.
2,10
klinisyang keadaan umumnya baik tanpa keluhan dan gambaran kelainan kulit berupa eritema
dapat pada seluruh tubuh disertai skuama yang kasar.2,10
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, pada
pasien ini dapat ditegakkan sebagai eritroderma ec. Perluasan penyakit dan angioedema.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya eritroderma dibutuhkan pemeriksaan histopatologis.
Pada pasien ditatalaksana dengan terapi sistemik steroid dexamethason, antibiotik gentamisin
, anti histamin difenhidramin dan terapi topikal emolien dan kortikosteroif topikal
Hydrocortisone cr 2,5%.