Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN

Vitiligo adalah kelainan kulit dan mukosa yang ditandai dengan adanya
makula depigmentasi berbatas tegas yang terjadi akibat kerusakan selektif pada
melanosit .Vitiligo generalisata merupakan jenis yang paling banyak ditemukan
dengan faktor predisposisi multifaktorial dan faktor pencetus seperti trauma,
terbakar matahari, stres serta penyakit sistemik.1,2
Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang paling sering ditemukan
didunia dan dapat terjadi pada semua umur serta jenis kelamin. Prevalensi vitiligo
diperkirakan sekitar 0,1-2 % populasi. Pada populasi Kaukasia di Amerika Serikat
dan Eropa Utara diperkirakan sebesar 0,38% sedangkan pada populasi di Cina
diperkirakan sebesar 0,19%. Insiden tertinggi dari India yaitu 1,25-8,8 % lalu
Meksiko 2,6-4 % dan Jepang 1,64 %. Sebagian besar kasus vitiligo dilaporkan
berkembang aktif sebelum usia 20 tahun sekitar 50 % dan usia 30 tahun sekitar
70-80 %. Kondisi ini jarang ditemukan saat lahir.3,4
Penyakit vitiligo ditandai dengan adanya makula berwarna putih susu
dengan depigmentasi yang homogen berbatas tegas dengan tepi konveks tersebar
secara diskret. Walaupun biasanya asimptomatis keluhan gatal kadang-kadang
dikeluhkan. Lokasi yang biasanya mengalami hiperpigmentasi seperti daerah
wajah, periorifisium, permukaan dorsal tangan dan kaki, puting susu, daerah
lipatan, serta region anogenital dan kadang-kadang seluruh tubuh dapat terkena.1,3
Oleh karena etiopatogenesis dari vitiligo belum dipahami dengan jelas
menyebabkan hambatan dalam penatalaksaannya. Kortikosteroid topikal banyak
digunakan sebagai terapi pertama pada bentuk vitiligo yang terbatas bersama
dengan inhibitor kalsineurin topikal dengan 75 % repigmentasi daerah yang
terpapar sinar matahari seperti wajah dan leher.5 Vitiligo juga dapat diterapi
dengan cara fototerapi menggunakan narrowband UVB (311 nm) terutama pada
vitiligo aktif dengan lesi yang luas dan memiliki efek samping yang lebih rendah
dibandingkan dengan PUVA atau KUVA dengan efektivitas yang setara.7
Pembedahan pada vitiligo dapat dilakukan pada kondisi vitiligo yang
stabil dan terlokalisir. Pembedahan dilakukan dengan transplantasi melanosit
namun pada area yang luas memerlukan anestesi general dan adanya kekambuhan
setelah pembedahan juga perlu dipertimbangkan. 5,6

1
LAPORAN KASUS

 Identitas Pasien

Nama : Tn. R
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Aceh
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Status Pernikahan : Menikah
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 173 cm
Alamat : Aceh Besar
Tanggal Pemeriksaan : 22 Mei 2018
Jaminan : JKA
Nomor CM : 0-92-23-37

 Anamnesis

Keluhan Utama
Bercak putih pada tubuh sejak 10 tahun

Keluhan Tambahan
Bercak putih terkadang gatal

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUDZA dengan keluhan
bercak putih pada tubuh yang sudah dialami selama 10 tahun terakhir. Awalnya
bercak ini hanya terlihat pada bagian tangan sebelah kanan namun lama kelamaan
bercak tersebut meluas hingga ke lengan dan wajah. Bercak putih dirasakan
terkadang gatal, keluhan mati rasa tidak ada. Pasien sudah berobat ke klinik
dokter lalu diberikan obat minum serta salap dan keluhan dirasakan berkurang.
Kemudian 3 bulan yang lalu bercak putih tersebut bertambah hingga ke leher dan

2
sebagian badan. Pasien lalu berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSUDZA dan
dilakukan fototerapi. Saat ini pasien sudah menjalani fototerapi yang ke 11.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami luka bakar ringan pada tangan akibat minyak
panas pada tahun 2006. Riwayat alergi obat dan makanan disangkal, riwayat sakit
gula, darah tinggi dan gondok di sangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien dengan keluhan yang sama

Riwayat Pemakaian Obat


Obat minum dan salep namun pasien tidak ingat nama obatnya

Riwayat Kebiasaan Sosial yang Terkait


Pasien saat ini sedang menjalani fototerapi yang ke 11

 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan vital sign


Kesadaran : Kompos mentis
TD : 110/80mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,50C

Pemeriksaan Fisik Kulit

Regio : Fasialis, colli, ektremitas superior dekstra sinistra dan


ekstremitas inferior dekstra sinistra
Deskripsi lesi : Tampak pacth depigmentasi, berbatas tegas, tepi irreguler,
ukuran plakat, jumlah multipel, distribusi generalisata

3
A. Lesi pada regio fasialis dan colli

B. Lesi pada regio ektremitas superior dekstra sinistra

C. Lesi pada regio ekstremitas inferior dekstra sinistra

Gambar 1. Manifestasi Klinis pada Pasien

 Penilaian luas lesi


- Metode penilaian dengan VASI (Vitiligo Area Scoring Index)
Penghitungan VASI menggunakan rumus :

∑(𝒉𝒂𝒏𝒅 𝒖𝒏𝒊𝒕𝒔)𝒙 (𝒓𝒆𝒔𝒊𝒅𝒖𝒂𝒍 𝒅𝒆𝒑𝒊𝒈𝒎𝒆𝒏𝒕𝒂𝒕𝒊𝒐𝒏)


VASI :
𝒂𝒍𝒍 𝒃𝒐𝒅𝒚 𝒔𝒊𝒕𝒆

4
Tabel 1. Penilaian luas lesi metode VASI
Lokasi Hand units Depimentation Total hand units
Tangan 2 0,9 1,8 %
Ektremitas atas 6 0,9 5,4 %
Badan 2 0,25 0,5 %
Ekstremitas bawah 6 0,75 4,5 %
Kepala/leher 2 0,1 0,2 %
Kaki 0 0 0%
Body total 12,4 %

- Metode penilaian dengan VETF (Vitiligo European Task Force)


Sistem penilaian dari Vitiligo European Task Force terdiri dari luas lesi
(extent), stadium penyakit (staging), dan progresivitas penyakit
(spreading).

Tabel 2. Penilaian luas lesi metode VETF


Staging Spreading
Area % Area
(0-3) (-1 +1)

Kepala dan leher 1% 1 +1


( 0-9%)
4% 1 0
Badan (0-36%)

Lengan (0-18%) 16% 2 0

20% 2 0
Tungkai (0-36%)
0% 0 0
Genetalia (0-1%)

Total (0-100%) 41 %

 Diagnosis Banding
1. Hipopigmentasi Pasca Inflamasi
2. Pityriasis alba
3. Albinisme
4. Pityriasis versicolor
5. Morbus Hansen tipe PB

5
 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan lampu wood
Pemeriksaan dengan cara menyinari lesi menggunakan lampu merkuri
tekanan tinggi yang akan memantulkan cahaya dan menghasilkan
pendaran warna tertentu. Pada pasien ini ditemukan pendaran warna putih
berkilau

Gambar 2. Pemeriksaan lampu wood

 Resume
Pasien laki-laki dengan inisial Tn. R berumur 44 tahun datang dengan keluhan
bercak putih di daerah wajah, leher, lengan dan kaki. Pada status dermatologis
regio fasialis, colli, ektremitas superior dekstra sinistra, ektremitas inferior
dekstra sinistra tampak pacth depigmentasi, berbatas tegas, tepi irreguler,
ukuran plakat, jumlah multipel, distribusi generalisata.

 Diagnosis Klinis
Vitiligo

6
 Tatalaksana
Terapi Topikal :
- Asam salisilat 3% + Desoksimetason 0,25% ointment (pagi)
- Asam salisilat 3% + Clobetasol propionate 0,05 % cream (malam)
Terapi Fototerapi :
Fototerapi NB-UVB

 Edukasi

1. Menjelaskan mengenai pengobatan pada pasien dengan cara mengoleskan


obat pada pagi dan malam hari pada bercak putih.
2. Penggunaan obat kortikosteroid diteruskan apabila ada perbaikan pada
bercak putih dan apabila tidak membaik dalam waktu 3 bulan pemakaian
obat dihentikan.
3. Pasien dianjurkan memakai tabir surya jika terlalu lama berada dibawah
sinar matahari.

 Prognosis

- Quo ad vitam : Dubia ad Bonam


- Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
- Quo ad sanactionam : Dubia ad Bonam

7
ANALISA KASUS

Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan terhadap seorang pasien laki-laki


berusia 44 tahun di Poli Penyakit Kulit dan Kelamin RSUDZA pada tanggal 22
Mei 2018. Pasien datang dengan keluhan bercak putih pada tubuh yang sudah
dialami selama 10 tahun terakhir. Awalnya bercak ini hanya terlihat pada bagian
tangan sebelah kanan namun lama kelamaan bercak tersebut meluas hingga ke
lengan dan wajah. Bercak putih dirasakan terkadang gatal, keluhan mati rasa tidak
ada. Pasien sudah berobat ke klinik dokter lalu diberikan obat minum serta salap
dan keluhan dirasakan berkurang. Kemudian 3 bulan yang lalu bercak putih
tersebut bertambah hingga ke leher dan sebagian badan. Pasien lalu berobat ke
poliklinik kulit dan kelamin RSUDZA dan dilakukan fototerapi. Saat ini pasien
sedang menjalani fototerapi yang ke 11.
Keluhan pasien berupa bercak putih pada tubuh yang sudah dirasakan 10
tahun terakhir. Bercak putih dirasakan terkadang gatal, keluhan mati rasa tidak
ada. Berdasarkan teori, penyakit vitiligo ditandai dengan adanya makula berwarna
putih susu dengan depigmentasi yang homogen berbatas tegas dengan tepi
konveks tersebar secara diskret.4 Progres pada penyakit ini berupa pengembangan
bertahap pada makula lama dan makula yang beru terbentuk. Trichrome vitiligo
(tiga warna : putih, coklat muda, coklat tua) mewakili tahapan yang berbeda dari
vitiligo.7
Pada pemeriksaan fisik kulit pada regio fasialis, colli, thoraks anterior dan
posterior, ektremitas superior dekstra sinistra tampak pacth depigmentasi, berbatas
tegas, tepi irreguler, ukuran plakat, jumlah multipel, distribusi generalisata.
Berdasarkan teori kelainan vitiligo bersifat multifaktorial dan poligenik.
Manifestasi klinis yang khas pada vitiligo dapat ditemukan gambaran bercak
kapur putih, tanpa sisik, berbatas tajam dan pada lokasi yang khas.7 Hal tersebut
akibat hilangnya melanosit yang aktif sehingga menyebabkan gambaran bercak
putih. Adakalanya didapatkan tepi kemerahan akibat mengalami inflamasi. Bercak
putih yang timbul bevariasi dalam hal bentuk serta ukuran dan biasanya simetris.8
Lesi vitiligo melebar dengan pola yang tidak dapat diprediksi dan dapat
mengenai seluruh area tubuh. Lokasi tersering pada wajah, dada atas, dorsal
tangan, aksila dan lipatan paha. Lesi juga dapat muncul pada area trauma.2

8
Gambar 3. Predileksi vitiligo

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien vitiligo adalah


berupa pemeriksaan lampu wood dan histopatologi. Pada pemeriksaan lampu
wood makula amelanosit akan tampak pendaran warna putih berkilau dan dapat
membantu dalam penegasan wilayah vitiligo serta perluasan lesinya.9 Pada pasien
ini telah dilakukan pemeriksaan lampu wood dan didapatkan hasil pendaran warna
putih berkilau sesuai dengan teori tersebut.
Sedangkan pemeriksaan histopatologi akan menunjukkan kehilangan
melanosit epidermis pada area yang terkena dan kadang disertai infiltrat limfosit
jarang pada dermis, perivaskular, dan perifolikuler terutama pada bagian tepi lesi
awal dan lesi aktif yang menunjukkan adanya proses imunologis sehingga
menyebabkan kerusakan melanosit in situ.10
Pada pasien ini diberikan terapi berupa asam salisilat 3% +
Desoksimetason 0,25% ointment, asam salisilat 3% + Clobetasol propionate
0,05 % cream dan fototerapi sebanyak 3 kali dalam 7 hari. Prinsip terapi vitiligo
adalah mengurangi penghancuran melanosit dan mendorong repopulasi melanosit
dengan cara merangsang perbaikan melanosit. Mekanisme kerjanya dengan cara
menstimulasi penyembuhan melanosit dan dengan mereaktivasi melanosit atau
menstimulasi migrasi melanosit dari kulit dan folikel rambut yang berdekatan. 3

9
Obat golongan kortikosteroid dipakai untuk menghentikan penyebaran
vitiligo dan menyempurnakan pembentukan pigmen kulit kembali. Repigmentasi
awal dengan kortikosteroid topikal terlihat dari 2 minggu hingga 4 bulan
pemberian. Untuk kasus vitiligo diwajah diperlukan repigmentasi selama 6
minggu.11 Lesi lokalisata dapat diberikan kortikosteroid potensi tinggi selama 1
sampai 2 bulan lalu diturunkan bertahap dengan kortikosteroid potensi rendah.
Apabila tidak terlihat respon dalam waktu 3 bulan terapi ini harus dihentikan. 2
Adapun terapi lini kedua adalah kalsipotriol topikal, kombinasi penyinaran UVA
dengan psoralen topikal, penyinaran laser excimer, kortikosteroid sistemik dan
pembedahan graft.12
Fototerapi pada vitiligo yang menjadi pilihan adalah menggunakan
narrowband UVB (311 nm). Fototerapi menggunakan metode ini memiliki efek
samping yang lebih rendah.5 Ada 3 pilihan NB-UVB light yaitu: nonfocused NB-
UVB, microphototherapy, NB excimer light. Terapi ini dapat digunakan pada
wanita hamil dan anak-anak tanpa efek fototoksik atau atrofi epidermis. Masalah
yang timbul sementara dapat berupa kemerahan (transient erythema).13
Pembedahan dapat dilakukan terutama pada kondisi vitiligo yang stabil
dan terkolalisir. Pembedahan dengan cara transplantasi melanosit pada lesi dengan
kulit normal yang beasal dari sumber autolog. Beberapa metode pembedahan
dapat dilakukan secara local dengan rawat jalan, namun transplantasi pada area
yang luas memerlukan anestesi general dan resiko adanya kekembuhan setelah
pembedahan perlu dipertimbangkan.6
Sistem penilaian secara semi-kualitatif yang digunakan dalam penilaian
klinis untuk menilai derajat keparahan serta aktivitas penyakit dan respon
terhadap terapi pada vitiligo. Beberapa sistem penilaian tersebut antara lain
Vitiligo Area Severity Index (VASI), Vitiligo Disease Activity (VIDA), Vitiligo
European Task Force Assessment (VETFa), Potential Repigmentation Index
(PRI) dan Vitiligo Extent Tensity Index (VETI). Namun hingga saat ini belum
terdapat konsensus yang disepakati dalam penggunaan sistem penilaian ini.14 Pada
pasien ini dilakukan pengukuran luas lesi vitiligo dengan menggunakan metode
penilaian VASI dan VETFa.

10
Pada metode VASI didapatkan pengukuran luas lesi sebesar 12,4 % luas
tubuh pasien. VASI merupakan skor kuantitatif parametrik, yang diperoleh
dengan rumus mengalikan residual depigmentation dan luas lesi berdasarkan unit
tangan. Satu unit tangan terdiri atas telapak tangan dan permukaan volar seluruh
jari-jari tangan yang sama dengan sekitar 1% luas seluruh permukaan tubuh.
Pemeriksaan dilakukan diruangan dengan penerangan yang cukup.
Penggambaran/pencetakan unit tangan pasien dilakukan pada plastik transparan.
Penilaian luas lesi dilakukan pada setiap regio ( kepala/leher, batang tubuh,
lengan, tungkai, tangan dan kaki) berdasarkan unit tangan tersebut. Dilakukan
penghitungan luas lesi dan penilaian residual depigmentation pada lesi di masing-
masing regio berdasarkan skala yang telah ditentukan.15
Sedangkan pada metode VETFa didapatkan hasil luas lesi sebesar 41%
luas tubuh pasien. Sistem penilaian dari Vitiligo European Task Force terdiri dari
luas lesi (extent), stadium penyakit (staging), dan progresivitas penyakit
(spreading).
- Extent dinilai menggunakan metode rule of nine, yaitu :
 Kepala & leher dihitung : 9%
 Lengan masing-masing dihitung 9% : 18%
 Badan depan 18%, badan belakang dihitung 18% : 36%
 Tungkai masing-masing dihitung 18% : 36%
 Genetalia/perineum dihitung : 1%
- Staging dinilai berdasarkan pigmentasi pada kulit dan rambut dibagi menjadi
stadium:
Stage 0 : Pigmentasi normal
Stage 1 : Depigmentasi tidak lengkap (titik-titik depigmentasi, trichome dan
pigmentasi homogen yang lebih terang)
Stage 2 : Depigmentasi lengkap (termasuk rambut berwarna putih < 30%)
Stage 3 : Depigmentasi lengkap disertai rambut putih > 30%
Spreading digunakan untuk menilai progresivitas penyakit dibagi menjadi:
Score +1: Progresif (makula depigmentasi tampak bertambah/melebar)
Score 0 : Stabil (tidak ada perubahan)
Score -1: Regresif (makula depigmentasi berkurang tampak repigmentasi)9,14

11
Perjalanan penyakit ini terkadang sulit untuk diprediksi. Beberapa lesi
berkembang seiring waktu namun lesi lainnya dapat menetap dalam konisi stabil
dalam jangka waktu yang lama. Beberapa parameter seperti durasi, adanya
fenomena koebner, keterlibatan mukosa dan adanya leukotrikia dapat menjadi
faktor prognostik yang buruk.3

12
Tabel 3. Diagnosis Banding
No Diagnosis Alasan Definisi Deskripsi Gambar
Diagnosis Lesi
1. Vitiligo regio fasialis, Vitiligo adalah Lesi pacth
colli, thoraks kelainan kulit depigmentasi,
anterior dan dan mukosa berbatas
posterior, yang ditandai tegas, tepi
ektremitas dengan adanya irreguler,
superior makula ukuran plakat,
dekstra sinistra depigmentasi jumlah
tampak pacth berbatas tegas multipel,
depigmentasi, yang terjadi distribusi
berbatas tegas, akibat generalisata
tepi irreguler, kerusakan
ukuran plakat, selektif pada
jumlah melanosit
multipel,
distribusi
generalisata
2. Hipopigmentasi Lesi berupa Hipopigmentasi Lesi pacth
pasca inflamasi bercak pasca inflamasi hipopigmenta
hipopigmentasi adalah si berbatas
dengan batas hipopigmentasi tegas tepi
yang tidak yang terjadii irreguler
tegas dan setelah adanya jumlah soliter
terletak pada inflamasi pada atau multipel
daerah tempat kulit distribusi
terjadinya regional
inflamasi
2. Pityriasis alba Lesi berupa Pityriasis alba Lesi makula
bercak adalah bentuk hipopigmenta
hipopigmentasi dermatitis yang si dengan
dan dijumpai asimtomatik skuama halus
adanya batas tidak
skuama. Lesi tegas jumlah
biasanya multipel dan
terdapat pada ditribusi
pipi lengan dan generalisata
paha bagian
atas, biasanya
terdapat pada
penderita
dermatitis
atopik

13
3. Albinisme Tampak lesi Albinisme Lesi pacth
hipopigmentasi adalah kelainan hipopigmenta
yang merata bawaan berupa si batas tidak
seluruh tubuh ketiadaan atau tegas
dan adanya kekurangan distribusi
perubahan pigmen dikulit, universal
warna rambut rambut dan
serta mata mata

4 Pityriasis Tampak lesi Pityriasis Lesi makula


versikolor hipopigmentasi versikolor hipopigmenta
dengan skuama adalah infeksi si batas tegas
halus dan kulit yang tertutup
disertai rasa disebabkan oleh skuama halus
gatal terutama malasezia furfur ukuran gutata
saat (Pitrirosporum sampai
berkeringat orbiculare numular
dan tempat /ovale) jumlah
predileksi multipel
terutama pada ditribusi
regio colli dan regional
regio
thorakalis
posterior
5 Morbus Hansen Tampak lesi Morbus hansen Lesi makula
tipe PB hipopigmentasi adalah penyakit hipopigmenta
namun dengan kronis yang si atau plak
gangguan disebabkan eritem jumlah
estesi yang infeksi multipel
jelas mycobacterium distribusi
leprae (M. generalisata
leprae yang
pertama
menyerang
saraf tepi

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Alikhan A, Felsten LM, Daily M, Petronic Rosic V. Vitiligo : a


comprehensive overview introduction, epidemiology, quality of life,
diagnosis, associations, histopathology, etiology, and work-up. J Am Acad
dermatol. 2011
2. Halder RM, Taliaferro SJ. Vitiligo. Dalam : Goldsmith L, Katz S,
Gilchrest B, Paller A, Leffell D, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill
Inc ; 2008
3. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill co: 2013
4. Alzolibani AA, Robaee AA, Zedan K. Genetic Epidemiology and
Heritability of Vitiligo, Vitiligo-Management and Therapy; InTech, DOI :
10.5772/25502. 2011
5. Taieb A, Picardo M. Epidemiology, definitions and classification. Dalam:
Picardo M, Taieb A, penyunting. Vitiligo. Roma: Springer. 2008
6. Majid I, masood Q, Hasan I, Khan D, Chisti M. Childhood vitiligo:
Responnsse to methilprednisolon oral minipulse therapy and topical
fluticasone combination. Indian J Dermatol. 2009
7. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 6th Ed. Mcgraw Hill Medical: New York. 2009
8. Yaghoobi R, Omidian M, Bagherani N. The Journal of Dermatology.
Vitiligo: A review of the published work. Japanese Dermatological
Association. 2011
9. Gawkrodger DJ, Omerod AD, Shaw L, Mauri-sole , Whitton ME, Watts
MJ et all. Guidline for the diagnosis and manajemen of vitiligo. BDJ.2008
10. Soepardiman L. Kelainan Pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah
S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin jilid VI. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2011

15
11. Halder R.M. and Chappell, J.L. Vitiligo update. Seminars in Cutaneous
Med. Surgery. 2009
12. Szczurko O. and Boon, H. A systematic review of natural health product
treatment for vitiligo. BMC Derm. 2008
13. Anurogo D, Ikrar T. Vitiligo. Tanggerang: Cermin Dunia Kedokteran.
2014
14. Kawakami T, Hashimoto T. Review Article: Disease Severity Indexes and
Treatment Evaluation Criteria in Vitiligo. Department of Dermatology, St.
Marianna University School of Medicine, 2-16-1 Sugao, Miyamae-ku,
Kawasaki, Kanagawa 216-8511, Japan. 2011
15. Szczurko O, Shear N, Taddio A, Boon H. Ginko Biloba for the treatment
of vitiligo vulgaris: an open label pilot clinical trial. BMC Complement
Altern Med. 2013

16
RESUME JURNAL PROGNOSIS

Peningkatan Risiko Sindrom Metabolik pada Pasien dengan Vitiligo

Hatice Hatice Atas, Müzeyyen Gönül

Abstrak

Proses inflamasi dan kekebalan tubuh dapat dipicu oleh vitiligo karena
penurunan jumlah melanosit dan efek anti inflamasi. Karena sifat sistemik
vitiligo, kelainan metabolik seperti insulin dan gangguan profil lipid serta
keterlibatan kulit dapat di amati pada vitiligo. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menyelidiki hubungan antara sindrom metabolik dan vitiligo. Bahan dan metode
ini adalah studi pusat tunggal, kasus-kontrol. 128 peserta dipisahkan menjadi
kelompok pasien (subyek dengan vitiligo) dan kelompok kontrol (subyek tanpa
vitiligo). Kami memilih 63 pasien dengan vitiligo (33 perempuan, 30 laki-laki;
berarti usia 40,1 ± 11,8 tahun), dan 65 kontrol usia dan disesuaikan dengan jenis
kelamin (34 perempuan, 31 laki-laki; usia rata-rata dari 40,3 ± 10,3 tahun).
Penelitian ini menerima persetujuan komite etik dan semua peserta memberikan
izin untuk penelitian ini. Beberapa kriteria inklusi adalah: depigmentasi lebih
besar dari 10%, usia lebih dari 18 tahun dan tidak ada terapi sistemik atau lokal 3
bulan sebelum awal penelitian. Hasil dan diskusi: Secara keseluruhan, studi
penelitian tentang hubungan antara vitiligo dan sindrom metabolik dalam literatur
masih jarang diiteliti. Autoimunitas dan stres oksidatif pada pasien dengan vitiligo
dapat memicu manifestasi sistemik tertentu karena patogenesis inflamasi dan
imunologi, serta keterlibatan kulit. Hal ini diyakini bahwa ketidakseimbangan
oksidatif bertanggung jawab untuk pengembangan terjadinya sindrom metabolik
dan vitiligo. Efek melanin dalam jaringan adiposa memiliki anti-inflamasi dan
antioksidan. Penurunan jumlah melanosit serta penurunan melanogenesis dalam
jaringan adiposa mungkin mengurangi efek anti-inflamasi dari melanosit dan
menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas yang bertanggung jawab untuk
sindrom metabolik. Selain itu, mekanisme lain mungkin berkontribusi pada
pengembangan sindrom metabolik pasien dengan vitiligo, seperti resistensi
insulin, gangguan profil lipid dan gangguan metabolik lainnya. Identifikasi

17
sindrom metabolik pada 24 subyek (38,1%) 10 subjek dengan vitiligo dan 14
(21,5%) tanpa vitiligo (p =0,04). Vitiligo aktif, vitiligo segmental, peningkatan
durasi vitiligo dan persentase peningkatan luas permukaan tubuh yang terkena
menjadi prediktor independen dari sindrom metabolik [aktivitas vitiligo: p =
0,012, OR (95% CI) = 64,4 (2.5- 1672); jenis vitiligo: p = 0,007, OR (95% CI) =
215,1 (4,3-10725,8); durasi vitiligo: p = 0,03, OR (95% CI) = 1,4 (1,1-2,0);
persentase luas permukaan tubuh yang terkena: p = 0,07, OR (95% CI) = 1,2
(0,98-1,5)].

RESUME

Vitiligo adalah gangguan progresif depigmentasi, yang dapat dibagi


menjadi non-segmental dan segmental kelas. Vitiligo segmental ditandai dengan
onset awal dan respon yang buruk terhadap terapi konvensional untuk vitiligo.
Patogenesis vitiligo sebagian besar tidak diketahui, tetapi autoimunitas dan stres
oksidatif adalah dua mekanisme penting yang bertanggung jawab untuk
etiopatogenesisnya. Hal ini diyakini bahwa stres oksidatif adalah salah satu alasan
utama untuk pengembangan sindrom metabolik dan dapat berhubungan dengan
patogenesis penyakit tertentu seperti vitiligo dan psoriasis. Baru-baru ini,
melanosit telah diidentifikasi dijaringan adiposa dan diyakini bahwa melanosit ini
memiliki efek anti-inflamasi dan mengurangi oksigen reaktif. Menariknya,
penurunan jumlah melanosit dan melanogenesis dalam jaringan adiposa telah
dilaporkan pada pasien vitiligo dan gangguan metabolisme dapat berkembang
pada pasien ini. Namun, penelitian menyelidiki hubungan antara vitiligo dan
sindrom metabolik masih jarang.
Patogenesis vitiligo adalah sebagian besar tidak diketahui. Namun,
perubahan dalam profil sitokin, autoimunitas dan faktor genetik dapat
berkontribusi ke awal vitiligo. Kelainan melanosit dan kerusakan hormon melanin
berkonsentrasi reseptor autoantibodi (MCH), over ekspresi dari MCH, tingginya
homosistein, peningkatan katekolamin, radikal bebas, cytomegalovirus dan stres
mungkin berhubungan dengan patogenesis vitiligo. Sindrom metabolik (insulin
resistance syndrome atau sindrom X) umumnya termasuk dengan obesitas,
hiperglikemia, dislipidemia dan hipertensi dan beberapa definisi sindrom

18
metabolik telah dijelaskan oleh penelitian yang berbeda. Namun, NCEP ATP III
telah memberikan definisi yang paling banyak digunakan. Vitiligo tidak hanya
terbatas pada kulit, tetapi juga merupakan penyakit sistemik, karena itu mungkin
ada gangguan metabolisme dalam kasus vitiligo. Penurunan kadar kolesterol HDL
dan peningkatan konsentrasi trigliserida telah ditemukan pada anak perempuan
dengan vitiligo jika dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, beberapa penelitian
telah melaporkan peningkatan insiden vitiligo pada pasien diabetes.
Subyek dari penilitian ini adalah 128 peserta dipisahkan menjadi
kelompok pasien (subjek dengan vitiligo) dan kelompok kontrol (subjek tanpa
vitiligo) dengan 63 pasien dengan vitiligo (33 perempuan, 30 laki-laki; berarti usia
40,1 ± 11,8 tahun) dan 65 pasien kontrol disesuaikan dengan jenis kelamin dan
usia (34 perempuan, 31 laki-laki; usia rata-rata dari 40,3 ± 10,3 tahun). Beberapa
kriteria inklusi adalah: depigmentasi lebih besar dari 10%, lebih tua dari 18 tahun,
dan tidak ada terapi sistemik atau lokal 3 bulan sebelum awal penelitian.
Penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS versi 15.0. Uji chi-
squared atau uji Fisher dan uji Mann-Whitney U atau uji t Student digunakan
untuk perbandingan kelompok (pasien vs kontrol dan sindrom metabolik positif
vs sindrom metabolik negatif). Efek dari usia, jenis kelamin, kehadiran vitiligo,
jenis, durasi, persentase yang terkena luas area permukaan tubuh dan aktivitas
vitiligo pada sindrom metabolik diselidiki dengan uji univariat dan multivariat
analisis untuk menentukan faktor independen dari sindrom metabolik. Hasil
dengan p <0,05 menunjukkan signifikansi statistik.
Temuan yang paling penting dari penemuan ini adalah bahwa risiko untuk
pengembangan Sindrom metabolik meningkat pada pasien dengan vitiligo. Selain
itu, temuan ini juga menunjukkan bahwa vitiligo segmental dengan durasi waktu
yang panjang dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk perkembangan sindrom
metabolik. Skrining dan tindak lanjut dari pasien vitiligo dengan klinis yang
buruk, seperti yang aktif, luas, vitiligo segmental dengan durasi panjang untuk
diagnosis dini dan pengobatan sindrom metabolik dapat mengurangi morbiditas
dan mortalitas.

19
Hasil saat ini sangat menyarankan perlunya survei lebih lanjut untuk studi
lebih komprehensif untuk mengevaluasi sindrom metabolik pada pasien dengan
vitiligo.

Telaah Kritisi Jurnal Prognosis


Judul : Peningkatan Risiko Sindrom Metabolik pada Pasien dengan
Vitiligo
Penulis : Hatice Atas, Müzeyyen Gönül

PETUNJUK KOMENTAR
1. Apakah benar dibuat dalam Penelitian ini menggunakan metode
bentuk “inception cohort”? penelitian prospektif. Data diidentifikasi
o Tidak pada saat pasien sudah didiagnosa
penyakitnya, kemudian dinilai risiko
sindrom metaboliknya.
2. Apakah sistem rujukan Penelitian ini mengambil subyek dari
digambarkan secara baik? penelitian ini adalah 128 peserta
o Ya dipisahkan menjadi kelompok pasien
(subjek dengan vitiligo) dan kelompok
kontrol (subjek tanpa vitiligo) dengan 63
pasien dengan vitiligo (33 perempuan, 30
laki-laki; berarti usia 40,1 ± 11,8 tahun)
dan 65 pasien kontrol disesuaikan dengan
jenis kelamin dan usia (34 perempuan, 31
laki-laki; usia rata-rata dari 40,3 ± 10,3
tahun). Kontrol usia dan gender yang
cocok dipilih dari pasien yang dirawat
klinik untuk masalah dermatologis
minimal, seperti tinea pedis untuk
menghindari bias hasil penelitian. Klinis
dan laboratorium subyek juga
dibandingkan menurut kehadiran pasien.

20
3. Apakah tujuan dapat diikuti Total 128 orang responden diikuti dirawat
secara lengkap? di klinik rawat jalan dermatologi untuk
o Ya menjalani pemeriksaan medis. Kontrol usia
dan jenis kelamin yg cocok dipilih dari
pasien yang dirawat klinik untuk masalah
dermatologis dan tidak ada terapi sistemik
atau lokal 3 bulan sebelum awal penelitian.

4. Apakah hasil yang diukur Kriteria dan tujuan penelitian dapat


dapat dikembangkan dan dikembangkan dan digunakan ulang, serta
digunakan? yakin dapat diterapkan dengan cara yang
o Ya konsisten.

5. Apakah penilaiannya Bias suspeksi diagnostik (diagnostic


dilakukan secara buta suspection bias) dan bias yang diharapkan
(blind)? (expectation bias) dapat dihindari, faktor-
o Ya faktor prognosis secara detail dan segala
aspek yang mempengaruhi dihindari
supaya tidak mengubah hasil penelitian.
6. Apakah faktor-faktor luar Penelitian ini perlu menyelidiki
yang menyertai dapat mekanisme patologis antara 2 penyakit ini
dilakukan justifikasi? serta terdapat faktor risiko yang dapat
o Tidak berkontribusi terhadap perkembangan
gangguan metabolik lainnya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kritisi jurnal, didapatkan 4 jawaban “Ya” dan 2 jawaban


“Tidak”, sehingga dapat disimpulkan bahwa jurnal dengan judul ” Peningkatan
Risiko Sindrom Metabolik pada Pasien dengan Vitiligo” ini layak baca dan bisa
untuk diadaptasikan sebagai penelitian lanjutan di RSUDZA.

21

Anda mungkin juga menyukai