Anda di halaman 1dari 7

Hubungan antara Variasi Tekanan Darah Nokturnal dan Stroke

Iskemik Ketika Tidur Malam

Abstrak

Stroke iskemik ketika tidur malam, yang dikenal sebagai wake up stroke (WUS),
dilaporkan memiliki gejala yang lebih berat serta outcome yang lebih buruk jika
dibandingkan non-WUS. Namun, penelitian tentang faktor risiko WUS jarang
dilakukan dan hubungan antara tekanan darah (Blood Pressure;TD) nokturnal dan
WUS tidak jelas. Dalam penelitian ini, kami menggunakan ambulatory blood
pressure monitoring (ATDM) untuk mengetahui hubungan antara WUS dan
perubahan pada TD nokturnal. Sebanyak 369 pasien dengan stroke iskemik
diikutsertakan dalam penelitian. ATDM digunakan 1-2 minggu setelah ictus
karena terdapat kemungkinan kenaikan TD; Obat antihipertensi ditunda hingga
ATDM selesai digunakan. Pasien dikelompokkan menjadi dua kelompok: WUS
dan non-WUS. Selanjutnya dibandingkan karakteristik klinis, termasuk parameter
ATDM. Enam puluh tujuh (18%) pasien memiliki WUS. Dalam analisis
univariat, pasien dengan WUS memiliki gejala stroke yang lebih berat jika
dibandingkan pasien non-WUS. Tidak terdapat perbedaan karakteristik klinis.
Selain itu, parameter ATDM seperti nocturnal TD dipping dan morning TD surge
tidak berkaitan dengan terjadinya WUS. Pasien dengan WUS memiliki gejala
stroke yang lebih berat serta outcome yang lebih buruk jika dibandingkan pasien
non-WUS. Variasi TD nokturnal tidak berhubungan dengan terjadinya WUS.
Pendahuluan

Stroke iskemik memiliki perubahan irama sirkadian yang lebih tinggi pada pagi
hari [1]. Sekitar 25% stroke iskemik terjadi pada tidur malam dan dikenal sebagai
wake-up stroke (WUS) [2-7]. Perbedaan karakteristik klinis WUS dan non-WUS
masih kontroversial: beberapa laporan menunjukkan kesamaan antara keduanya
[2-4], sementara yang lain menunjukkan gejala stroke yang lebih berat serta
outcome yang buruk pada WUS [5-7]. Faktor risiko WUS juga tidak jelas, akan
tetapi diduga berhubungan dengan obstructive sleep apnea [8], merokok [6],
tekanan darah (TD) tinggi [6], dan obesitas [5].

TD juga menunjukkan perubahan irama sirkadian yang biasanya lebih


rendah pada malam hari dan meningkat pada saat bangun tidur [9]. Namun, TD
turun (dipper) sebesar <10%, atau sebaliknya (non-dipper) meningkat ketika
tidur. Laporan sebelumnya menunjukkan bahwa TD pagi dikaitkan dengan
kejadian stroke iskemik pada pasien dipper tetapi tidak pada pasien non-dippers
[10]. Karena variasi TD nokturnal atau TD yang meningkat pada pagi hari
menyebabkan disorganisasi dinding arteri dan pecahnya plak, hal itu dapat
dikaitkan dengan terjadinya WUS. WUS dan variasi TD nokturnal berdasarkan
24-h ambulatory BP monitoring (ABPM). Dalam penelitian ini, kami berhipotesis
bahwa WUS berhubungan dengan perubahan TD nokturnal atau TD pagi serta
mengetahui hubungan keduanya.

2. Metode

2.1. Pasien

Selama bulan Maret 2011 hingga Februari 2014, kami mengidentifikasi 509
pasien yang dirawat di Rumah Sakit Universitas Hanyang dengan diagnose stroke
iskemik akut yang terjadi satu minggu sebelumnya. Dari pasien tersebut, 25
dieksklusikan karena tidak memiliki onset stroke yang tidak jelas. Pasien dengan
modied Rankin scale (mRS) 3, 4, atau 5 dan/atau nilai mRS discharge 4, 5, atau
6 (99 pasien) juga dieksklusikan karena pasien tidak dapat berjalan selama
pemeriksaan ABPM. Pasien juga dieksklusikan karena alasan lain (n = 16)
seperti: hipertensi berat yang memerlukan terapi segera (darah sistolik TD> 220
mmHg atau diastolik TD> 120 mmHg), hipertensi sekunder, kondisi yang
mengancam jiwa, atau tidak dapat menyelesaikan penelitian. Akhirnya, sebanyak
369 pasien disertakan dalam penelitian. Diagnosis dan pengobatan stroke
mengikuti pedoman standar, dan tingkat keparahan stroke dinilai dengan
menggunakan the National Institute of Health stroke scale (NIHSS). Etiologi
stroke dikalsifikasikan berdasarkan klasifikasi TOAST. Kami melakukan analisis
retrospektif setelah mendapat persetujuan dari the Institutional Review Board of
Hanyang University Hospital (HYUH 2013-02-001).

2.2. Informasi klinis dan pemantau tekanan darah ambulatori 24 jam

Data demografis dan klinis dikumpulkan seperti yang telah dijelaskan


sebelumnya [11]. Sindrom metabolik didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan
3 atau lebih faktor risiko berikut: lingkar pinggang yang besar (pria 90 cm,
wanita 80 cm), kadar trigliserida yang tinggi (150 mg / dl), penurunan kadar
high-density lipoprotein (pria <40 mg / dl, wanita < 50 mg / dl), tekanan darah
tinggi (sistolik 130 mmHg dan / atau diastolik 85 mmHg), dan peningkatan kadar
glukosa puasa (100 mg/dl) [12].

Karena TD diketahui meningkat pasca stroke dan bertahan selama tujuh


hari [13]; TD ambulatori (TM-2430, A & D Medical, Milpitas, CA, AS) dipantau
setelah satu atau dua minggu pasca stroke. Obat antihipertensi dihentikan sejak
ictus. TD diukur setiap 15 menit pada siang hari dan setiap 30 menit pada malam
hari. Pasien bebas bergerak di sekitar rumah sakit dan melakukan aktivitas.
Selanjutnya dihitung parameter berikut: rata-rata tekanan sistolik / diastolik (SBP
/ DBP) per 24 jam, SBP / DBP ketika pasien bangun, SBP/ DBP ketika pasien
tidur, HR per 24 jam, dan penurunan TD nokturnal (dipper, non-dipper, reverse
dipper). Definisi parameter individu telah dijelaskan sebelumnya [11]. Selain itu,
morning BP surge dievaluasi dengan gelombang bangun dan lonjakan ketika
tidur. Pre-waking surge didefinisikan sebagai SBP pagi (Rata-rata SBP 2 jam
setelah bangun tidur) dikurangi SBP sebelum bangun (Rata-rata SBP 2 jam
sebelum bangun tidur) dan sleep-through surge didefinisikan sebagai SBP pagi
dikurangi SBP nokturnal terendah. Persentil 10 tertinggi dianggap sebagai
morning surge yang patologis, kami membandingkan nilai rata-rata dan serta
persentil 10 dari morning surge setiap pasien baik dengan WUS dan NWUS

2.3. Analisis statistik

Pasien stroke dibagi menjadi dua kelompok yaitu WUS dan non-WUS. Untuk
menilai hubungan antara berbagai parameter, termasuk ABPM dan WUS, kami
menggunakan Pearsons chi-square test untuk variabel kategoris, dan Students t-
tests serta the MannWhitney U test pada variabel kontinu. Two-sided values
sebesar p <0,05 dianggap signifikan secara statistik. SPSS 21.0 for Windows
(SPSS Inc., Chicago, IL, USA) digunakan pada semua analisis statistik.

3. Hasil

Dari 369 pasien stroke dalam penelitian ini, didapatkan sebanyak 67 (18%)
pasien dengan WUS dan 231 (62,6%) pasien berjenis kelamin laki-laki. Secara
keseluruhan, usia rata-rata (SD) adalah 66,1 (12,9) tahun, dan skor NIHSS awal
(mean, SD) adalah 3,3 3,5. Karakteristik pasien WUS dan non-WUS dijelaskan
pada Tabel 1. Temuan demografis, proporsi faktor risiko, dan temuan
laboratorium tidak berbeda antara kedua kelompok. Pada pasien dengan WUS,
dua pasien (3%) mendapat terapi trombolitik, sementara 24 (8%) pasien non-
WUS mendapat terapi trombolitik (p = 0,111). Jumlah komponen metabolik juga
dibandingkan namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0,385).
Namun, pasien dengan WUS memiliki gejala lebih berat serta outcome yang
lebih buruk daripada pasien non-WUS. Pasien WUS memiliki NIHSS awal yang
lebih tinggi (4,1 3,6 vs 3,4 3,5; p = 0,002), discharge NIHSS (2,0 2,2 vs 1,3
1,6; p = 0,003), dan discharge mRS score (1,6 0,9 vs 1,1 0,8; p <0.001).
Tabel . Karakteristik sampel

Parameter ABPM, termasuk nilai rata-rata SBP/DBP, SBP/DBP ketika


pasien bangun, SBP/DBP ketika pasien tidur, dan HR 24 jam tidak menunjukkan
hasil yang berbeda antara kedua kelompok. Pola sirkadian TD, seperti morning
surge dan TD nokturnal, juga tidak menunjukkan adanya hubungan dengan
kejadian WUS. persentil 10 morning surge (25,0 mmHg) dan sleep through
morning surge (55,7 mmHg) juga tidak berkaitan dengan WUS (Tabel 2).

4. Pembahasan

Dalam penelitian ini, pasien dengan WUS memiliki gejala klinis stroke yang
lebih berat serta outcome yang buruk jika dibandingkan pasien non-WUS, hal ini
sesuai dengan beberapa laporan sebelumnya [5-7]. Temuan demografis dan
klinis, termasuk parameter ABPM, tidak berbeda antara kedua kelompok.

WUS saat ini mendapat banyak perhatian karena memiliki gejala yang
lebih berat, dan dapat menyebabkan terjadinya trombolisis [15]. Pemeriksaan
MRI multimodal dilakukan untuk mengetahui pasien yang memerlukan terapi
trombolitik [16]. Penting juga untuk mengidentifikasi kemungkinan faktor risiko
WUS. Variasi irama sikardian TD bisa menjadi faktor penting karena terdapat
perubahan TD pada malam ke pagi hari yang berbeda pada setiap individu.
Dalam sebuah penelitian, reverse dipping dan extreme dipping berkaitan dengan
kejadian stroke iskemik, dan WUS dilaporkan berkaitan dengan penurunan
tekanan darah ekstrem. Karena dipping TD yang ekstrim dapat menyebabkan
morning surge pagi yang lebih besar, hal itu dapat berkaitan dengan terjadinya
WUS. Meskipun dipping yang ekstrem tidak berkaitan dengan WUS pada
penelitian ini, namun harus disimpulkan secara hati-hati mengingat ukuran
sampel yang kecil (hanya 7 pasien dengan WUS) dengan penurunan suhu yang
ekstrim [17].

Pola dipping nokturnal atau morning surge diduga meningkatkan risiko


pecahnya plak aterosklerotik dan memicu kejadian kardiovaskular [14,15]. Tapi
dalam penelitian kami, WUS tidak memiliki hubungan dengan pola dipping
nokturnal atau morning surge. Seperti yang kita ketahui bahwa stroke iskemik
merupakan penyakit multifaktorial dengan berbagai mekanisme, berbagai faktor
selain TD, seperti peningkatan agregasi trombosit dan faktor prothrombotic yang
mempengaruhi viskositas darah juga dapat menyebabkan terjadinya WUS [15].
Selain itu, morning surge mewakili peningkatan TD sesaat sebelum pasien
terbangun. Dengan demikian, morning surge mungkin berhubungan dengan onset
dini stroke iskemik bukan WUS. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengkonfirmasi fenomena ini.

Kesulitan lain adalah kurangnya hubungan antara sindrom metabolik dan


WUS. Kami mengevaluasi hubungan ini karena obstructive sleep apnea berkaitan
dengan WUS dan sindrom metabolik [8]. Namun, prevalensi sindrom metabolik,
jumlah komponen sindrom metabolik, dan lingkar perut, tidak berbeda antara
kedua kelompok. Karena, obesitas dan sleep apnea berkaitan dengan WUS pada
penelitian sebelumnya [5,8], gejala lain selain sindrom metabolik harus dinilai
pada penelitian selanjutnya.
Tabel 2. Parameter ABPM

Meskipun kami melaporkan temuan baru berdasarkan ABPM, terdapat


beberapa keterbatasan dalam penelitian kami. Pertama, penelitian observasional
retrospektif ini dilakukan di rumah sakit tersier yang tidak dapat menghindari
bias seleksi. Kedua, kami mengeksklusikan pasien stroke berat yang tidak dapat
berjalan untuk pemasangan ABPM. Kriteria eksklusi ini memberikan rata-rata
nilai NIHSS yang lebih rendah. Meskipun demikian, kami percaya bahwa pasien
dengan gejala berat dapat menyebabkan temuan yang kurang jelas, karena ABPM
tidak merefleksikan status. Ketiga, pasien hanya menjalani ABPM satu kali
sebelum dipulangkan. Meskipun TD dapat kembali normal setelah satu minggu
pasca stroke, pemeriksaan ABPM berulang dapat mencerminkan status pasien
secara lebih akurat. Namun, masalah ketidaknyamanan pasien serta biaya
menghalangi kami untuk melakukan hal ini. Akhirnya, kami tidak dapat
mengeluarkan efek dari obat anti-hipertensi yang digunakan sebelum onset
stroke. Obat-obatan tersebut dapat mempengaruhi irama sirkadian pasien yang
mungkin berbeda dengan status bebas obat anti-hipertensi.

Terlepas dari keterbatasan ini, studi kami akan menambah pengetahuan


mengenai WUS saat ini. Kami menyimpulkan bahwa pola dipping nokturnal dan
morning surge tidak berkaitan dengan WUS. Sindrom metabolik juga tidak
berhubungan dengan WUS. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan faktor
risiko yang lebih banyak.

Anda mungkin juga menyukai