Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Dinding dada merupakan struktur tulang dan otot yang menutupi seluruh
rongga dada serta melindungi organ toraks internal (jantung dan paru-paru),
struktur mediastinum (esofagus dan trakea), dan pembuluh darah besar (aorta dan
vena cava). Kerusakan dinding dada dapat disertai dengan cedera signifikan
terhadap beberapa struktur internal ini sehingga memerlukan evaluasi lebih
lanjut.
Trauma tumpul toraks menyebabkan risiko kerusakan terhadap struktur
dibawahnya. Selain diakibatkan oleh trauma langsung, mekanisme deselerasi dan
mekanisme lainnya dapat menyebabkan cedera pada struktur toraks. Trauma pada
dinding dada dapat meningkatkan risiko terjadinya fracture costae atau flail chest,
cedera kardiovaskular dan paru.
Pada pasien dengan keadaan cedera seperti diatas, harus terlebih
melakukan evaluasi terhadap kondisi-kondisi yang berpotensi mengancam jiwa.
Berdasarkan presentasi pasien, evaluasi dapat terdiri dari riwayat menyeluruh dan
pemeriksaan fisik atau memerlukan beberapa pemeriksaan tambahan seperti foto
polos, computed tomography (CT), dan ekokardiografi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi
Beberapa penelitian terhadap trauma dada akibat motor vehicle collisions
(MVC) melaporkan bahwa fraktur costae ditemukan pada dua pertiga pasien.
Fraktur sternum ditemukan pada 8 persen pasien trauma tumpul toraks dan 18
persen pasien trauma multipel, dan biasanya merupakan disebabkan oleh high-
energy trauma terhadap tulang dada. Over-the-shoulder seat belts dapat
menyebabkan fraktur dimana insidensi kejadian ini terus meningkat seiring
meningkatnya penggunaannya. Insidensi lebih besar pada kendaraan tanpa air
bag.
Fraktur skapula hanya ditemukan pada 1 persen dari semua fraktur dan
kurang dari 5 persen fraktur bahu dan terjadi pada 3,7 persen pasien dengan
trauma tumpul. Karena fraktur skapular membutuhkan energi yang sangat besar,
lebih dari 90 persen berhubungan dengan cedera berat lainnya, termasuk fraktur
tulang costae, pneumotoraks, dan kontusio paru.

2.2 Mekanisme cedera


Trauma tumpul toraks terjadi melalui berbagai mekanisme seperti
kecelakaan lalu lintas, tindak kekerasan maupun akibat terjatuh. Pada lansia,
trauma ringan seperti terjatuh dari tempat duduk dapat menyebabkan cedera
serius. Mekanisme-mekanisme cedera tersebut dapat menyebabkan fraktur costae,
flail chest, atau kontusio paru.
Robekan aorta dapat terjadi pada high energy trauma pada dada, terutama
melalui mekanisme deselerasi. Kontusio paru paling sering terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. Mortalitas kontusio paru sulit dinilai dikarenakan kontusio
paru sering terjadi bersamaan dengan fraktur lainnya. Keadaan ini dapat
menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dan penurunan compliance
paru.
Sebagian besar fraktur costae disebabkan oleh trauma langsung pada
dinding dada baik karena trauma tumpul (seperti kecelakaan lalu lintas) atau
penetrasi (seperti luka tembak). Satu trauma langsung dapat menyebabkan fraktur
costae di beberapa tempat. Fraktur traumatis ini paling sering terjadi di lokasi
cedera atau posterolateral bend yang merupakan bagian terlemah dari costae.
Displaced dan nondisplaced fracture dapat ditemukan pada pasien dewasa
maupun anak-anak. Namun dikarenakan costae anak-anak lebih lentur
dibandingkan pasien dewasa, diperlukan energi yang lebih besar untuk
menyebabkan terjadinya fraktur.

2.3 Gejala klinis


Pasien fraktur costae biasanya memiliki riwayat trauma pada dinding dada.
Pasien dapat melokalisasi nyeri pada satu atau dua costae. Nyeri meningkat ketika
pasien menarik napas dalam. Pemeriksaan dapat secara spesifik mengarah
terhadap fraktur costae dengan gejala berupa nyeri tekan pada area fraktur. Pada
keadaan ini juga dapat ditemukan krepitasi dan ekimosis.
Harus dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh pada pasien dengan
dugaan fraktur costae. Tanda-tanda, seperti suara napas yang berkurang dapat
mencerminkan nyeri akibat contusio paru atau cedera berat lainnya seperti
pneumotoraks.
Fraktur costae sering berkaitan dengan cedera internal. Fraktur costae 9-12
dapat disertai dengan cedera intraabdomen, fraktur costae 1, 2, atau 3 dapat
disertai dengan cedera mediastinum terutama aorta. Cidera intratoraks, seperti
pneumotoraks atau kontusio paru dapat terjadi akibat fraktur costae manapun.
Risiko cedera intraabdominal atau intrathoracic meningkat jika terdapat dua atau
lebih fraktur costae. Fraktur costae kanan bawah sering berkaitan dengan trauma
hepar, fraktur costae kiri bawah berkaitan dengan trauma limpa, dan fraktur costae
posterior berkaitan dengan trauma ginjal.
Flail chest terjadi ketika terdapat tiga atau lebih tulang rusuk yang
berdekatan masing-masing mengalami fraktur di dua tempat sehingga
menciptakan satu segmen mengambang yang terdiri dari beberapa bagian costae
dan soft tissue diantaranya. Bagian dinding dada yang tidak stabil ini
menimbulkan gerakan paradoks dengan gerakan pernapasan normal. Keadaan ini
berkaitan dengan morbiditas yang signifikan akibat kontusio paru.

Gambar 2.1 Flail Chest

2.4 Evaluasi pasien trauma thoraks


Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Langkah pertama dalam evaluasi trauma thoraks adalah penilaian adanya
cedera serius pada struktur internal. Informasi ini dapat didapatkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik atau mungkin memerlukan pemeriksaan
penunjang seperti foto thoraks polos, CT scan, EKG, dan ekokardiografi.
High-energy trauma berhubungan dengan peningkatan risiko cedera
internal, mekanisme cedera tertentu memerlukan evaluasi lebih lanjut seperti
pasien jatuh dari ketinggian (> 10 meter) atau benturan yang keras memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk mengalami cedera aorta.
Inspeksi yang cermat merupakan hal yang penting dalam evaluasi pasien
trauma. Dapat dilakukan evaluasi laju dan upaya pernapasan pasien, mencari
gerakan asimetris atau penggunaan otot nafas tambahan. Pemeriksaan dinding
dada untuk menilai adanya tanda-tanda cedera seperti seat belt sign atau
hematoma. Temuan seperti kontusio atau gambaran stir pada dada meningkatkan
kekhawatiran akan cedera paru atau aorta. Palpasi seluruh dinding dada untuk
menilai adanya nyeri tekan atau deformitas.

Pemeriksaan penunjang diagnostik


Pemeriksaan penunjang diagnostik awal pada pasien trauma thoraks
dengan hemodinamik yang stabil adalah rontgen thoraks. Rontgen thoraks
memberikan banyak informasi berguna dengan paparan radiasi minimal. Rontgen
thoraks tidak diperlukan ketika cedera jelas hanya sebatas pada soft tissue
superfisial. Foto polos thoraks posterior-anterior (PA) dan lateral cukup untuk
mengidentifikasi sebagian besar fraktur costae. Pada pasien yang tidak dapat
menjalani pemeriksaan foto polos PA dan lateral (pada pasien dengan
ketidakstabilan hemodinamik atau imobilisasi tulang belakang), radiografi
anterior-posterior (AP) saja sudah cukup untuk menilai status pasien. Foto thoraks
dapat mengevaluasi temuan pneumotoraks, hemotoraks, dan cedera intrathoracic
lainnya.

Gambar 2.2 Pneumthoraks

Gambar 2.3 Tension Pneumothoraks


Pasien dengan kecurigaan cedera intratoraks yang berat dapat dievaluasi
dengan CT scan thoraks. CT dapat mengidentifikasi cedera intrathoracic dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang lebih besar untuk fraktur costae dibandingkan
dengan foto polos. Namun, skrining awal menggunakan foto polos pada pasien
trauma tetap merupakan pilihan utama. Fraktur costae dengan kecurigaan cedera
intraabdomen dapat dilakukan evaluasi menggunakan CT abdomen.

Gambar 2.4 Pemeriksaan radiologi pada fraktur costae

Arteriografi dapat dilakukan pada pasien dengan fraktur costae 1-2


dikarenakan terdapat kekhawatiran terhadap cedera aorta dan mediastinum
lainnya. Namun, pendekatan ini tidak lagi direkomendasikan jika tidak terdapat
adanya bukti cedera vaskular, seperti mediastinum yang melebar pada foto polos
thoraks. Ultrasonografi dapat berfungsi sebagai alat untuk membedakan antara
fraktur patologis dan traumati.

2.5 Penatalaksanaan
Manajemen pre-hospital bergantung pada gejala dan keparahan penyakit
pasien. Semua pasien harus mendapatkan manajemen sesuai dengan prinsip-
prinsip Advanced Trauma Life Support (ATLS) dengan memberikan perhatian
khusus pada jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi pasien. Transportasi cepat ke
rumah sakit terdekat sangat penting dan intervensi yang menyebabkan penundaan
yang tidak perlu harus dihindari. Intervensi dasar, seperti imobilisasi vertebra
cervical harus selalu dilakukan dan dapat disertai penggunaan high-glow oxygen.
Evaluasi awal pasien dengan trauma thoraks didasarkan pada tanda-tanda
vital pasien, presentasi klinis dan mekanisme cedera. Secara umum, tanda-tanda
vital yang abnormal merupakan prediktor dari cedera berat. Pasien dengan
hemodinamik yang tidak stabil diresusitasi sesuai dengan prinsip dasar ATLS,
dengan penekanan pada penilaian dan stabilisasi jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi.
Tujuan utama penatalaksanaan adalah pengendalian nyeri serta
tercapainya ekspansi volume paru yang optimal. Manajemen multidisiplin pasien
dengan fraktur costae multiple meliputi manajemen nyeri akut, manajemen
pernapasan untuk meningkatkan ekspansi volume paru, terapi fisik untuk
meningkatkan mobilitas pasien, dan dukungan nutrisi untuk mengoptimalkan
penyembuhan luka. Pendekatan multidisiplin pada pasien fraktur costae multiple
berkaitan dengan outcome yang lebih baik.
Perubahan mekanika paru akibat fraktur costae multipel akan
meningkatkan kerja pernapasan. Akibatnya, pasien berisiko mengalami kelelahan
otot pernapasan. Atelektasis atau kontusio paru yang mendasarinya berkontribusi
terhadap gangguan pertukaran oksigen yang dibuktikan dengan peningkatan
gradien alveolar-arteri (A-a).
Pasien dengan hemotoraks atau pneumotoraks berat pasca trauma tumpul
thoaks harus dilakukan pemasangan thoracostomy tube. Pada pasien-pasien
dengan kondisi seperti ini dapat mengunakan tube berukuran yang lebih besar (Fr
32-36) dikarenakan cenderung mengalami sumbatan oleh trombus.
Pada pasien dengan hemotoraks, laju perdarahan juga harus dipantau.
Drainase awal >1500 mL darah atau perdarahan dengan kecepatan >200 mL/jam
dianggap indikasi untuk melanjutkan dengan torakotomi. Pada pasien yang
mengalami perdarahan berat dan tidak akan dilakukan tindakan pembedahan
segera, tabung torakostomi kedua dapat dipasang ipsilateral untuk memantau
perdarahan yang sedang berlangsung. Drainase awal >10 mL/kg/jam merupakan
indikasi pemasangan torakostomi kedua ini. Hal ini bertujuan untuk memastikan
bahwa perdarahan yang sedang berlangsung dapat terus dinilai jika salah satu
tabung mengalami sumbatan.
Pada pasien dengan fraktur costae multipel, temuan pneumotoraks dapat
terlihat pada foto polos thoraks. Tanda-tanda gangguan pernapasan berat atau
kebutuhan positive pressure ventilation akibat kelelahan pernapasan harus segera
dilukukan pemasangan chest tube. Ketika melakukan pemasangan chest tube pada
pasien dengan fraktur costae multipel, harus diperhatikan terhadap kontrol nyeri
pasien. Pada pasien dengan hemodinamik stabil, sedasi sadar dapat
dipertimbangkan.

Manajemen bedah
Tujuan dari manajemen bedah adalah untuk meningkatkan mekanisme
pernapasan, mengurangi nyeri dan mencegah restriksi paru yang berhubungan
dengan kelainan bentuk dinding dada. Meskipun mayoritas pasien fraktur costae
dapat sembuh dengan manajemen konservatif, pasien-pasien tertentu memiliki
outcome lebih baik ketika mendapatkan manajemen fiksasi fraktur costae. EAST
Trauma practice guidelines menyarangkan fiksasi bedah sebagai rekomendasi
Level III pada manajemen flail chest.
Fiksasi bedah pada fraktur costae dipersulit oleh anatomi costae manusia.
Costae memiliki ketebalan antara 8 hingga 12 mm dengan korteks yang sangat
tipis. Sehingga screw tidak dapat dipasangkan dengan baik. Selain itu, costae
cenderung mengalami fraktur dengan pola spiral atau dengan banyak fragmen-
fragmen kecil (comminuted), yang mempersulit perbaikan melalui manajemen ini.
Terjebaknya saraf interkostal akibat cedera atau akibat manajemen bedah dapat
menyebabkan nyeri kronis pasca operasi pada costae.
Screw dapat digunakan untuk menahan plat yang digunakan, tetapi
penggunaannya sering dibatasi oleh ketebalan kortikal. Teknik lain untuk fiksasi
fraktur costae seperti contoured rib plates, absorbable plates, intramedullary rods,
U-plates fixed with screws placed, dapat meminimalkan risiko kerusakan saraf
interkostal.
Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS)
Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS) telah digunakan untuk
membantu fiksasi fraktur, mengevakuasi hemothorax serta dapat membantu
fiksasi cedera lain yang terkait. Untuk stabilisasi fraktur, computed tomography
(CT) tiga dimensi dengan rekonstruksi dinding dada dilakukan sebelum tindakan
pembedahan untuk merencanakan pendekatan yang akan digunakan.

Rekonstruksi dinding dada


Deformitas dinding dada yang berat akibat ledakan atau luka tembak
merupakan suatu tantangan bedah. Debridemen otot, tulang, kulit, dan
pengangkatan benda asing dapat mengakibatkan defek besar yang memerlukan
penutupan jaringan lunak dengan myocutaneous flaps.
Transposisi diafragma mengacu pada prosedur di mana diafragma terlepas
dari dinding dada secara perifer dan dijahit ke otot interkostal di atas defek
dinding dada. Prosedur ini digunakan pada defek dinding dada inferior dan secara
efektif mengubah defek dinding dada menjadi defek pada dinding abdomen.

Anda mungkin juga menyukai