Sejak dahulu vitiligo dikenal dengan berbagai istilah seperti kusta, shwete,
suitara, dan behak. Kata vitiligo sendiri diambil dari bahasa latin, yakni vitellus
yang artinya anak sapi, dikarenakan kulit penderita berwarna putih seperti kulit
anak sapi yang bercak putih. Istilah ini mulai diperkenalkan oleh Celsus yang
merupaka seorang dokter Romawi pada abad kedua.1
Vitiligo adalah kelainan pigmentasi pada kulit dan membran mukosa ditandai
dengan makula hipopigmentasi berbatas tegas dengan yang terjadi akibat adanya
kerusakan selektif pada melanosit.2
Insidensi vitiligo rata-rata 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat mengenai
semua ras dan jenis kelamin, Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada
perempuan lebih berat dibanding laki-laki, hal ini terjadi karena banyak laporan dari
pasien perempuan dengan masalah kosmetik. Penyakit ini juga dapat terjadi sejak
lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi tertinggi (50% dari kasus) pada usia 10–
30 tahun.3
Menurut beberapa penelitian, penderita vitiligo memiliki penyakit yang sama
pada orangtua, saudara, anak mereka. Vitiligo juga pernah ditemukan pada kemba
identik dan kadar autoantibodi tiroid meskipun mekanisme hubungan ini belum
diketahui secara pasti. Walaupun penyebab pasti vitiligo belum diketahui
sepenuhnya tetapi beberapa faktor diduga dapat menjadi pencetus timbulnya
vitiligo pada seseorang, adalah faktor mekanis, sinar matahari atau penyinaran ultra
violet A, faktor emosi/psikis dan faktor hormonal.4
Vitiligo ditandai dengan hilangnya melanosit pada lapisan kulit. Gambaran
vitiligo dapat berupa makula hipopigmentasi yang lokal sampai universal.
Diagnosis vitiligo ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis yang dapat
ditunjang dengan pemeriksaan lampu Wood dan pemeriksaan histopatologi.3
Terapi vitiligo sendiri sampai saat ini masih kurang memuaskan. Tabir surya
dan kosmetik covermask bisa menjadi pilihan terapi yang murah dan mudah serta
dapat digunakan oleh pasien sendiri dibanding dengan terapi lainnya.
Kortikosteroid topikal juga dapat menjadi terapi inisial untuk vitiligo.5
1
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Ro
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Aceh
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah
Berat Badan : 54 kg
Tinggi Badan : 159 cm
Alamat : Banda Aceh
Tanggal Pemeriksaan : 12 April 2018
Jaminan : BPJS
Nomor CM : 0-69-26-82
II. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan bercak putih yang muncul pada tubuh
pasien.
Keluhan Tambahan
Tidak ada keluhan tambahan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik penyakit kulit dan kelamin RSUD Zainoel
Abidin dengan keluhan bercak putih di kepala, leher, badan, tangan dan kaki.
Tidak terasa nyeri dan gatal. Bercak berjumlah banyak, berbentuk tidak
teratur, dan ukuran bercak bermacam-macam. Keluhan sudah dialami kurang
lebih 6 tahun yang lalu. Bercak dimulai dari jari jemari tangan pasien sebesar
uang koin, tanpa didahului oleh luka, kemudian bercak dirasakan secara
perlahan melebar dan bertambah di bagian anggota tubuh lainnya. Pasien juga
tidak mengeluhkan adanya demam, kelemahan anggota gerak, dan kebas.
2
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan yang sama kurang lebih
sekitar 6 tahun yang lalu sebelum ke berobat ke poli klini RSUDZA. Pasien sudah
pernah berobat sebelumnya sejak 1 bulan yang lalu dan diberikan salep kulit serta
tindakan fototerapi yang sudah ke 12 kali. Riwayat mengkomsumsi obat-obatan
tertentu sebelumnya di sangkal. Riwayat kontak dengan bahan alergi/iritan
sebelumnya di sangkal. Riwayat alergi, trauma, penyakit diabetes mellitus, dan
tirioid di sangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat Pemakaian Obat
Salep kulit, pasien tidak ingat nama salepnya.
Riwayat Kebiasaan Sosial yang Terkait
Pasien seorang ibu rumah tangga dengan empat orang anak. Pasien kurang
nyaman dalam menjalani kehidupan sehari-hari karena sering di kucilkan dari
tetangga sekitar.
3
Gambar 1. Lesi pada regio capitas Gambar 2. Lesi pada regio facialis dan
colli
Gambar 3. Lesi pada regio thoracalis Gambar 4. Lesi pada regio manus
posterior dekstra dan sinistra
4
IV. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan
V. Diagnosis Banding
- Hipopigmentasi paska inflamasi
- Pityraiasis alba
- Albinisme
- Pityriasis versicolor
- Morbus Hansen
VI. Resume
Pasien perempuan dengan inisial Ny. Ro berumur 58 tahun datang dengan
keluhan bercak putih yang tersebar pada kepala, leher, badan, tangan dan kaki. Pada
status dermatologis didapatkan lesi primer pada regio kapitis, colli, thoraks anterior,
manus dextra et sinistra dan dorsum pedis dextra et sinistra. Lesi berupa makula
depigmentasi dengan batas tegas, berbentuk tidak beraturan, tepi irreguler dan tidak
meninggi. Ukuran numular sampai palakat, jumlah multipel dengan distribusi
regional. Lesi tidak gatal dan tidak nyeri, timbul 6 tahun yang lalu. Berawal dari
lesi kecil, kemudian membesar dan tersebar ke anggota tubuh lainnya. Lesi bersifat
kronik residif. Riwayat pengobatan dilakukan 1 bulan yang lalu saat pasien datang
ke poli klinik kulit dan kelamin RSUDZA. Riwayat alergi, trauma, penyakit
diabetes mellitus, hipertensi, tiroid dan penyakit keluarga yang sama disangkal.
5
IX. Edukasi
6
ANALISA KASUS
7
onset vitiligo didapatkan lebih awal pada pasien dengan riwayat keluarga yang
positif, yang berkisar antara 7,7% sampai lebih dari 50%.
Dari anamnesis, pasien tidak memiliki riwayat keluarga (genetik) yang
menderita penyakit yang sama, riwayat stres sebelum muncul bercak putih juga
disangkal, riwayat penyakit autoimun seperti diabetes mellitus dan lupus, serta
penyakit tiroid juga disangkal. Berdasarkan teori vitiligo merupakan penyakit kulit
yang bersifat multifaktoral dan poligenik dengan patogenesis kompleks yang belum
diketahui sepenuhnya. Berbagai teori dihubungkan dengan patogenesis kondisi ini,
dengan faktor genetik dan non-genetik yang berinteraksi sehingga mempengaruhi
fungsi dan survival melanosit dan selanjutnya menyebabkan kerusakan autoimun
terhadap melanosit. Berbagai teori tersebut mencakup antara lain gangguan pada
adhesi melanosit, kerusakan neurogenik, kerusakan biokimia, dan autotoksisitas.
Beberapa etiologi yang menyebabkan vitiligo :
Aspek Genetik Vitiligo
Vitiligo memiliki pola genetik yang beragam. Pewarisan Vitiligo
diduga melibatkan gen yang berhubungan dengan biosintesis melanin, respon
terhadap stres oksidatif, dan regulasi autoimun. Ditemukannya hubungan
antara vitiligo dengan penyakit autoimun mendorong dilakukannya penelitian
adanya Human leukocyte antigens (HLAs) yang mungkin berhubungan
dengan terjadinya vitiligo. Tipe-tipe HLAs yang berhubungan dengan
Vitiligo pada beberapa penelitian yang telah dilakukan meliputi A2, DR4,
DR7, dan Cw6.7
8
Mekanisme Imunitas Seluler
Sebagai tambahan atas keterlibatan mekanisme imunitas humoral pada
patogenesis vitiligo, terdapat bukti yang kuat yang mengindikasikan adanya
proses imunitas seluler. Kerusakan melanosit bisa jadi dimediasi secara
langsung oleh autoreaktif sitologik sel T. Meningkatnya jumlah sirkulasi
limfosit sitotoksik CD8+ sebagai reaksi terhadap MelanA/Mart-1 (antigen
melanoma yang dikenalkan oleh sel T), glikoprotein 100, dan tirosinase telah
dilaporkan pada pasien dengan vitiligo. Sel T CD8+ yang teraktivasi telah
didemonstrasikan pada perilesi kulit vitiligo. Hal yang menarik yaitu sel T
reseptor spesifik terhadap melanosit yang ditemukan pada pasien melanoma
dan vitiligo memiliki struktur yang hampir sama. Penelitian yang
mengemukakan hal ini mendorong dilakukannya strategi imunisasi, seperti
misalnya induksi sel T tumor-specific sebagai pencegahan dan eradikasi
kanker.7
Teori Neural
Vitiligo segmental sering terjadi pada pola dermatom yang
mengarahkan pada hipotesis neural tentang adanya pelepasan mediator
kimiawi tertentu dari ujung saraf sehingga menyebabkan menurunnya
produksi melanin.7
Virus
Bersama-sama dengan teori lain, data yang ada menunjukkan bahwa
vitiligo merupakan kelainan multifaktor, dan merupakan hasil akhir dari beberapa
9
jalur patologis yang berbeda. Para ahli sepakat bahwa vitiligo lebih cenderung
merupakan sindrom, daripada sebagai penyakit tunggal.7
Pada pasien ini mucul beberapa lesi pada lokasi tubuh yang berbeda di kepala,
leher, badan tangan dan kaki. Metode dalam penilaian lesi vitiligo untuk
menentukan derajat keparahan serta aktivitas penyakit dan respon terhadap terapi
bisa digunakan dengan Vitiligo European Task Force Assessment (VETFa),
Potential Repigmentation Index (PRI), dan Vitiligo Extent Tensity Index (VETI),
Vitiligo Area Severity Index (VASI), dan Vitiligo Disease Activity (VIDA). Namun
hingga saat ini belum terdapat konsensus yang disepakati mengenai sistem
penilaian klinis vitiligo ini.
Penatalaksaan vitiligo berdasarkan etiopatogenesis yang belum dipahami
dengan pasti menyebabkan hambatan. Terdapat berbagai modalitas terapi yang
digunakan namun belum terdapat konsensus yang digunakan secara luas untuk
pedoman dalam penatalaksanaan vitiligo. Vitiligo European Task Force membuat
suatu panduan dalam penatalaksanaan vitiligo non-segmental dan segmental
berdasarkan rekomendasi evidance based dan expert-based. Rangkuman
rekomendasi tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel. 1 Rangkuman Pedoman Pengobatan pada Vitiligo.
Tipe Vitiligo Tingkat Penanganan
Lini Menghindari faktor pemicu, terapi lokal (kortikosteroid,
Vitiligo segmental atau pertama penghambat kalsineurin).
vitiligo non segmental Lini Terapi NB-UVB lokal, terutama dengan menggunakan
yang terbatas (< 2-3% kedua laser atau lampu excimer monokromatik.
BSA) Lini Pertimbangkan terapi pembedahan jika repigmentasi
ketiga tidak memuaskan.
Menghindari faktor pemicu, stabilisasi dengan terapi
Lini NB-UVB sedikitnya selama 3 bulan. Durasi optimal
pertama setidaknya dalam 9 bulan. Kombinasi dengan terapi
sistemik/topikal, termasuk dengan terapi UVB lokal
jika memungkinkan.
Steroid sistemik (terapi dengan dosis denyut kecil
Lini selama 3-4 bulan) atau dengan imunosupresi pada
kedua penyakit yang sangat progresif atau tidak mengalami
stabilisasi dengan terapi NB-UVB.
Vitiligo non segmental
Graft pada area yang tidak berespon terutama pada
Lini daerah dengan dampak kosmetik yang besar, namun
ketiga adanya fenomena koebner membatasi penggunaan
graft. Kontraindikasi relatif pada area dorsum manus.
Teknik depigmentasi (hidroqquinone monobenzyl ether
atau 4-methoxyphenol tersendiri atau dengan kombinasi
Lini
Qswitched ruby laser). Pada lesi yang luas dan tidak
keempat
berespon (>50%) atau pada daerah yang sangat terlihat
(wajah/tangan) dan bersifat rekalsitran.
10
Ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan vitiligo.
Hampir semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen pada kulit. Seluruh
pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, dan tidak semua
terapi dapat sesuai dengan masing-masing penderita.
Tabir surya
Sunscreen atau tabir surya mencegah paparan sinar matahari berlebih pada
kulit dan hal ini dapat mengurangi kerusakan akibat sinar matahari dan dapat
mencegah terjadinya fenomena Koebner. Selain itu sunscreen juga dapat
mengurangi tanning dari kulit yang sehat dan mengurangi kekontrasan antara kulit
yang sehat dengan kulit yang terkena vitiligo.3
Kosmetik
Banyak penderita vitiligo, terutama jenis vitiligo fokal menggunakan
covermask kosmetik sebagai pilihan terapi. Area dengan lesi leukoderma,
khususnya pada wajah, leher, atau tangan dapat ditutup dengan make-up
konvensional, produk-produk self tanning, atau pengecatan topikal lain. Pilihan
untuk menggunakan kosmetik cukup menguntungkan pasien dikarenakan biayanya
yang murah, efek samping yang kecil, dan mudah digunakan.3
Repigmentasi
1. Glukokortikoid topikal, sebagai awal pengobatan diberikan secara
intermiten (4 minggu pemakaian, 2 minggu tidak) glukokortikoid topikal
kelas I cukup praktis, sederhana, dan aman untuk pemberian pada makula
tunggal atau multipel. Jika dalam 2 bulan tidak ada respon, mungkin saja
terapi tidak berjalan efektif. Perlu dilakukan pemantauan tanda-tanda awal
atrofi akibat penggunaan kortikostreoid.3
2. Inhibitor Kalsineurin.Tacrolimus dan pimecrolimus efektif untuk
repigmentasi vitiligo tetapi hanya didaerah yang terpapar sinar matahari. Obat
ini dilaporkan paling efektif bila dikombinasikan dengan UVB atau terapi
laser excimer. Terdapat juga hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
pimecrolimus1% topical sama efektifnya dengan klobetasol propionate dalam
memulihkan kulit akibat vitiligo.3
11
3. Topikal fotokemoterapi. menggunakan topikal8-methoxypsoralen (8-MOP)
dan UVA. Prosedur ini diindikasikan untuk makula berukuran kecil dan
hanya dilakukan oleh dokter yang berpengalaman. Hampir sama dengan
psoralen oral, mungkin diperlukan ≥15 kali terapi untuk inisiasi respon dan ≥
100 kali terapi untuk menyelesaikannya.3
4. Fotokemoterapi sistemik. PUVA oral lebih praktis digunakan untuk vitiligo
yang luas. PUVA oral dapat dilakukan bersamaan menggunakan sinar
matahari (di musim panas atau di daerah yang sepanjang tahun disinari oleh
matahari) dan 5-methoxypsoralen (5-MOP) (tersediadi Eropa) atau sinar
UVA buatan dengan 5-MOP atau 8-MOP. Adanya respon baik dari terapi
dengan PUVA ini ditandai oleh munculnya folikuler kecil yang berpigmen
diatas lesi vitiligo. Foto kemoterapi PUVA oral dengan 8-MOP atau5-MOP
keefektifannya mencapai 85% untuk>70% pasien dengan vitiligo dikepala,
leher, lengan atas, kaki, dan di badan.3
5. UVB Narrow-band (311nm). Efektivitas terapi ini hampir sama dengan
PUVA, namun tidak memerlukan psoralen. UVB adalah terapi pilihan untuk
anak<6 tahun.3
6. Laser Excimer (308nm). Terapi ini cukup efektif. Namun, sama seperti pada
PUVA, proses repigmentasi tergolong lambat. Terapi jenis ini sangat efektif
untuk vitiligo yang terdapat di wajah.3
12
Minigrafting
Teknik pembedahan dengan metode Minigrafting (Autolog Thin
Thierschgrafting, Suction Blister grafts,autologous minipunch grafts,
transplantation of cultured autologous melanocytes) cukup efektif untuk mengatasi
vitiligo dengan makula segmental yang stabil dan sulit diatasi.3
Depigmentasi
Tujuan dari depigmentasi adalah "kesatuan" warna kulit pada pasien dengan
vitiligo yang luas atau pasien dengan terapi PUVA yang gagal, yang tidak dapat
menggunakan PUVA, atau pasien yang menolak pilihan terapi PUVA.3
Bleaching yaitu pemutihan kulit normal dengan krim monobenzyl ether dari
hydroquinone (MEH) 20% ini bersifat permanen, artinya proses bleaching
(pemutihan) ini tidak reversible. Tingkat keberhasilan terapi ini >90%. Tahap Akhir
warna depigmentasi dengan MEH adalah chalkwhite (kapur putih), seperti pada
macula vitiligo. Monobenzon tersedia dalam bentuk cream 20%, dioleskan 2 kali
sehari selama 2 sampai 3 bulan pada daerah kulit yang masih berpigmen. Terapi
biasanya dianggap selesai setelah 10 bulan pemberian.3
Gambar 8. Terapi vitiligo repigmentasi pada wanita usia 20 tahun yang diterapi dengan
photochemotherapy (PUVA). Terdapat vitiligo dengan makula hipopigmentasi
pada fase-fase awal (kiri) dan sekarang telah terdapat hiperpigmentasi (kanan).1
13
Gambar 9. Algoritma penatalaksanaan vitiligo. NB-UVB = narrowband ultraviolet B;
PUVA = psoralen and ultraviolet A light; PUVASOL = psoralen, ultraviolet
and solar light.3
Perkembangan penyakit vitiligo sukar untuk diramalkan, dimana
perkembangan dari lesi depigmentasi dapat menetap, meluas ataupun terjadinya
repigmentasi. Biasanya perkembangan penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap,
dan bercak depigmentasi akan menetap seumur hidup kecuali diberi pengobatan.
Sering diawali dengan perkembangan yang cepat dari lesi depigmentasi dalam
beberapa bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi akan berhenti dalam
beberapa bulan dan menetap dalam beberapa tahun.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamain. 5th ed.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007.
6. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Leffel DJ. 8th ed. (McGraw Hill Co, ed.). New York:
Fitzpatrick’s Dermatology General Medicine; 2013.
7. Halder RM, Taliaferro SJ. Vitiligo. 7th ed. (Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds.). New York: Mc Graw Hill:
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine; 2008.
15