Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

HERPES ZOSTER

Pembimbing:

dr. Nur Hasanah, Sp.KK

Disusun oleh:

Annastasia Adila Putri

030.12.026

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMASH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 1 MEI – 1 JUNI 2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Herpes Zoster adalah suatu penyakit yang membuat rasa sangat nyeri dan
disebabkan oleh virus herpes yang juga mengakibatkan cacar air (virus varisela zoster).
Seperti virus herpes yang lain, virus varisela zoster mempunyai tahapan penularan awal
(cacar air) yang diikuti oleh suatu tahapan tidak aktif. Kemudian suatu saat virus ini
menjadi aktif kembali.
 Herpes zoster (atau hanya zoster), umum dikenal sebagai penyakit ruam saraf
yang ditandai dengan ruam kulit yang menyakitkan dengan lepuh di wilayah yang
terbatas pada satu sisi tubuh, sering kali dalam satu garis. Kurang-lebih 20 persen orang
yang pernah cacar air lambat laun akan berkembang menjadi herpes zoster. Keaktifan
kembali virus ini kemungkinan akan terjadi pada orang dengan sistem kekebalan yang
lemah, termasuk orang dengan penyakit HIV, dan orang di atas usia 50 tahun.
 Herpes zoster hidup dalam jaringan saraf, termasuk dalam penyakit infeksi virus
yang manifestasinya terbatas pada area kulit yang diinervasi oleh satu ganglion sensoris.
Kekambuhan herpes zoster dimulai dengan gatal, mati rasa, kesemutan atau rasa nyeri
yang parah pada daerah predileksi seperti di dada, punggung, atau hidung dan mata.
Walaupun jarang, herpes zoster dapat menular pada saraf wajah dan mata.Ini
dapat menyebabkan nyeri di sekitar mulut, pada wajah, leher dan juga kepala, dalam dan
sekitar telinga, atau pada ujung hidung. Penyakit ini hampir selalu terjadi hanya pada
satu sisi tubuh. Setelah beberapa hari, ruam muncul pada daerah kulit yang berhubungan
dengan saraf yang meradang. Lepuh kecil terbentuk, dan berisi cairan. Kemudian lepuh
pecah dan berlubang. Jika lepuh digaruk, infeksi kulit dapat terjadi. Ini membutuhkan
pengobatan dengan antibiotik dan mungkin menimbulkan bekas. Biasanya, ruam hilang
dalam beberapa minggu, tetapi kadang-kadang rasa nyeri yang parah dapat bertahan
berbulan- bulan bahkan bertahun-tahun. Kondisi ini disebut “neuralgia  pasca herpes /
neuralgia post herpetika” atau disingkat NPH.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Kp. Walikukun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Pabrik besi

II. ANAMNESIS
Diperoleh secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada hari rabu, 2 mei 2018
pukul 10.15 WIB

A. Keluhan Utama
Terdapat bintil-bintil berisi cairan pada tangan kiri sejak 7 hari yll

B. Keluhan Tambahan
Sakit kepala dan sulit tidur

C. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke poliklinik RSUD Cilegon pada hari rabu tanggal 2 mei
2018 dengan keluhan bintil-bintil berisi cairan di sekujur tangan kiri sejak 7 hari
yang lalu. Awalnya hanya berukuran kecil, lama kelamaan semakin banyak dan
membesar. Keluhan nyeri, perih dan panas dirasakan di daerah lesi tersebut,
nyeri dirasakan seperi ditusuk-tusuk dan terus-menerus disertai rasa gatal.
Pasien juga mengeluh sakit kepala dan sulit tidur. Pasien mengatakan
bahwa sebelumnya ia telah berobat ke dokter umum dan telah diberi obat

3
berupa obat salep dan tablet juga vit b komplex. Pasien mengatakan bahwa
setelah berobat dari dokter umum, tidak terdapat perubahan.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya saat masih kecil.
Riwayat asma, diabetes, hipertensi, jantung disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita keluhan serupa

F. Riwayat Pengobatan
Pasien tidak memiliki alergi obat. Pasien telah berobat ke puskesmas, dan
mantri dan telah diberikan obat berupa salep dan tablet juga vit b komplex.

III. PEMERIKSAAN
Keadaan umum:
 Kesan Sakit :Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Kesan Gizi : Baik
 Keadaan lain : Pucat (-), ikterik (-), sesak (-), sianosis (-)

Data Antropometri:
 Berat Badan : 72 kg
 Tinggi Badan : 170 cm

Tanda vital:
 TD: 120/90 mmHg
 HR: 80x/m
 RR: 20x/menit
 T : 37 °C

4
A. Status Generalis
Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor
Telinga : Normotia, serumen -/-, sekret -/-
Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, septum deviasi -
Tenggorokan : T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-), detritus -/-,kripta -/-
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)
Thorax:
Jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
• Palpasi : Iktus kordis teraba di SICV 2cm medial LMCS
• Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
• Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
• Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
• Palpasi : Vokal fremitus simetris
• Perkusi : Sonor pada kedu hemisfer, nyeri ketuk (-)
• Auskultasi:
• Ka: Suara nafas vesikuler, rh (-), wh (-)
• Ki: Suara nafas vesikuler, rh(-), wh (-)
Abdomen
• Inspeksi : datar
• Auskultasi : Bising usus positif
• Palpasi : Supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)

• Perkusia : Timpani
B. Status Dermatologi
1. Regio / Letak lesi : Antebrachii sinistra
 Distribusi : Regioner, unilateral
 Efloresensi dan lokasi :
 Terdapat vesikel, bula dan krusta pada regio antebrachii sinistra
yang multiple, diskret, berbentuk bulat dengan susunan lesi

5
herpetiformis, berukuran lentikuler – numuler, yang menimbul,
berbatas tegas dan permukaan lesi kering.

Gambar 1. Antebrachii sinistra

IV. RESUME
Pasien datang ke poliklinik RSUD Cilegon pada hari rabu tanggal 2 mei
2018 dengan keluhan bintil-bintil berisi cairan di sekujur tangan kiri sejak 7 hari
yang lalu. Awalnya hanya berukuran kecil, lama kelamaan semakin banyak dan
membesar. Keluhan nyeri, perih dan panas dirasakan di daerah lesi tersebut,
nyeri dirasakan seperi ditusuk-tusuk dan terus-menerus disertai rasa gatal.
Pasien juga mengeluh sakit kepala dan sulit tidur. Pasien mengatakan bahwa
sebelumnya ia telah berobat ke dokter umum dan telah diberi obat berupa obat
salep dan tablet juga vit b komplex. Pasien mengatakan bahwa setelah berobat
dari dokter umum, tidak terdapat perubahan. Pasien pernah menderita keluhan
seperti ini sebelumnya tetapi saat ia masih kecil. Riwayat alergi, asma, diabetes,
hipertensi, jantung disangkal. Pada pemeriksaan fisik pasien dalam batas
normal. Untuk status dermatologis pasien pada regio antebrachii sinistra
terdapat vesikel, bula dan krusta pada region antebrachii sinistra yang multiple,

6
diskret, berbentuk bulat dengan susunan lesi herpetiformis, berukuran lentikuler
– numuler, yang menimbul, berbatas tegas dan permukaan lesi kering.

V. DIAGNOSIS
 Diagnosis kerja
 Herpes zoster

 Diagnosis banding
 Zosteriform herpes simples
 Contact dermatitis
 Insect bites
 Burns

VI. PENATALAKSANAAN
 Tatalaksana umum :
o Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit pasien.
o Edukasi pasien dan keluarga pasien untuk menghindari menggaruk
bercak tersebut
o Edukasi pasien dan keluarga pasien untuk menjaga kebersihan kulit
pasien agar tidak terjadi infeksi sekunder
 Tatalaksana khusus :
 Acyclovir 5x800 mg selama 10 hari
 Gabapentin 1x300 mg
 Amitriptyline 25 mg 1x1

VII. PROGNOSIS
ad vitam : bonam
ad functionam : bonam
ad sanationam : bonam
ad kosmetikum : dubia ad bonam

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus varisela zoster
laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung jawab untuk
dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox (cacar air) dan
Herpes zoster (shingles). Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali
pada individu yang berkontak dengan virus varicella zoster. Virus varisela zoster dapat
mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren.
Kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
hubungan host-virus, salah satunya yaitu usia yang lebih tua, lebih sering pada
perempuan, kurang menular daripada pasien dengan varicela . Diperkirakan ≥ 1 juta
insiden herpes zoster di Amerika Serikat setiap tahun, lebih dari setengahnya terjadi
pada usia ≥ 60 tahun, dan jumlah ini akan bertambah sesuai usia. Pasien dengan
immunosuppressed memiliki 20-100 kali lebih besar berisiko terkena herpes zoster
daripada individu imunokompeten pada usia yang sama.

2.2 Patogenesis

Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis.
Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan
ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglio anterior, bagian
motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.

Reaktivasi virus bisa karena keadaan imunosupresi, emosional, radiasi,


keganasan dan trauma. Apabila telah terjadi reaktivasi virus, maka virusnya akan
bermultiplikasi dan menyebar ke dalam ganglion, menyebabkan nekrosis neuronal dan
neuralgia berat. VZV yang menular kemudian menyebar secara antidropik turun saraf
sensorik, menyebabkan neuritis, dan dilepaskan dari ujung saraf sensorik di kulit,

8
sehingga muncul sekelompok vesikel zoster. Penyebaran infeksi ganglionic proksimal
sepanjang saraf posterior ke meninges dan tali pusat, menyebabkan leptomeningitis
lokal, pleositosis cairan serebrospinal, dan mielitis segmental.

Nyeri adalah gejala utama herpes zoster, nyerinya sering mendahului dan
umumnya menyertai ruam, serta sering menetap setelah ruam telah sembuh disebut
dengan postherpetic neuralgia (PHN). Cedera pada saraf perifer dan neuron di ganglion
memicu sinyal nyeri aferen. Peradangan di kulit memicu sinyal nociceptive yang jauh
lebih memperkuat rasa sakit pada kulit. Pelepasan asam amino dan neuropeptida yang
diinduksi oleh rentetan berkelanjutan dari impuls aferen selama prodrome dan fase akut
herpes zoster dapat menyebabkan cedera excitotoxic dan hilangnya interneuron
penghambat di spinal dorsal horn. Kerusakan neuron di tulang belakang dan ganglion,
dan ke saraf perifer.

2.3 Gejala klinis

Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa
secara unilateral dan umumnya terbatas pada area kulit dipersarafi oleh ganglion
sensorik. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4
hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal).
Setelah itu akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok dengan
dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan jernih, kemudian
menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung darah disebut sebagai
herpes zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan
infeksi sekunder.
Lesi herpes zoster diawali makula eritematousdan papul yang kadang muncul
pada cabang nervus yang terkena. Vesikel muncul pada 12-24 jam pertama dan berubah
menjadi pustul pada hari ke 3. Lalu lesi mengering dan membentuk krusta pada hari ke
7-10, krusta bertahan sampai2-3 minggu. Biasanya lesi baru muncul selama 1-4 hari
Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang tetap
timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu. Selain gejala

9
kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar. Penyakit ini lokalisasinya
unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah
nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang
timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat timbul gangguan
motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah hipestesi pada daerah
yang terkena.
Bila menyerang cabang oftalmikus N. V disebul herpes zoster oftalmik.
S i n d r o m R a m s a y H u n t diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan optikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang
sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan
nausea, juga terdapat gangguan pengecapan. Bila menyerang wajah, daerah yang
dipersarafi N. V cabang atas disebut herpes zoster frontalis. Herpes zoster abortif,
artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan kulitnya hanya
berupa beberapa vesikel dan eritem. Bila menyerang saraf interkostal disebut herpes
zoster torakalis. Bila menyerang daerah lumbal disebut herpes zoster abdominalis/
lumbalis.

Gambar 3. S i n d r o m R a m s a y H u n t

10
LESI KULIT
TIPE
Papul ( 24 jam )  bula  vesikel (48 jam )  pustul ( 96 jam )  krusta ( 7-10 hari ).
Lesi baru berlanjut untuk muncul sampai dengan 1 minggu, Lesi nekrotik dan gangrene
terkadang muncul.

WARNA
Edema Eritematous didasari dengan lapisan vesikel yang jernih dan terkadang
hemoragik. Jika disertai ulkus dan sikatrik maka terdapat infeksi sekunder.

Gambar 4. Herpes zoster

BENTUK
Vesikel – bula dengan bentuk oval dan bulat terkadang umbilikasi.

DISTRIBUSI
Unilateral

PREDILEKSI
 Thoraks > 50%
 Trigeminal 10  –  20 %

11
 Pada penderita HIV biasanya multidermatomal
LOKASI
Bisa di semua tempat, paling sering pada servikal IV dan lumbal II
Efloresensi/sifat-sifatnya: Lesi biasanya berupa kelompok- kelompok vesikel sampai
bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom
yang sesuai dengan Ietak saraf yang terinfeksi virus.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi
rekuren, dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul verukosa
dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus varisela zoster atau
herpes simpleks. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah PCR yang
berguna  pada lesi krusta, imunoflouresensi direk dari spesimen lesi vesikular, dan
kultur virus yang tidak efektif karena membutuhkan waktu 1-2 minggu.

Gambar 5. Pemeriksaan Tzanck, dengan pewarnaan wright terlihat sel giant


multinuclear sedangkan pada imunofluoresensi direk pendaran warna hijau
mengindikasikan terdapatnya antigen virus varisela zoster.

12
Gambar 6. Herpes zoster, histopatologi. A. Vesikel intraepidermal, acantholysis,
degenerasi retikular; dermis yang mendasari menunjukkan edema dan vaskulitis.
B. Sel raksasa multinuklear dengan perubahan nuklear yang khas.

1.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran klinis. Lima
Komponen utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya:
1. gejala prodromal berupa nyeri
2. distribusi yang khas dermatomal
3. vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul
4.  beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat nervus
sensorik
5. tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama (menyingkirkan herpes
simpleks zosteriformis)
6. nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal tidak
menimbulkan nyeri) pada daerah ruam
Di tahap pra-pemulihan, nyeri prodromal herpes zoster sering disalahartikan
dengan penyebab nyeri lokal lainnya. Setelah erupsi muncul, karakter dan lokasi
dermatom ruam, ditambah dengan nyeri matomal atau kelainan sensoris lainnya,
biasanya membuat diagnosis jelas.

13
Diagnosis Banding
• Zosteriform herpes simples
• Contact dermatitis
• Insect bites
• Burns
• Papular urticaria

1.6 Tatalaksana
Terapi topikal
- kompres dingin untuk meringankan gejala
- Oklusif ointment, cream, salep, glukokortikoid lotion harus dihindari
- Topikal antiviral tidak efektif
- Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder,
yaitu dengan bedak salisil 2%. Bila terjadi infeksi sekunder dapat diberikan
antibiotic lokal mis. salep kloramfenikol 2%.

Terapi Antiviral
- Batasi penyebaran, durasi dan keparahan nyeri dan lesi di dermatom primer
- Mencegah penyebaran di lokasi lain
- Mencegah terjadinya Postherpetic neuralgia

Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan
defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan ialah
asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir. Sebaiknya diberikan dalam 3
hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir yang dianjurkan yaitu:
 Asiklovir 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari
 valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma
lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat tersebut masih dapat
diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.

14
Tabel 1. Terapi Antiviral Bagi Host yang Normal and Immunocompromised
Kelompok pasien Regimen
Normal usia < 50 tahun Perawatan simtomatik saja, atau
Famciclovir 500 mg PO setiap 8 jam selama 7 hari atau
Valacyclovir 1 g PO setiap 8 jam selama 7 hari atau
Acyclovir 800 mg PO 5 kali sehari selama 7 hari

Usia ≥50 tahun, dan pasien Famciclovir 500 mg PO setiap 8 jam selama 7 hari atau
dari segala usia dengan Valacyclovir 1 g PO setiap 8 jam untuk 7 hari
keterlibatan saraf kranial Acyclovir 800 –mg PO 5 kali sehari selama 7 hari
(misalnya, zoster mata
Immunocompromised Famciclovir 500 mg PO setiap 8 jam selama 7-10 hari atau
immunocompromised ringan, Valacyclovir 1 g PO setiap 8 jam selama 7-10 hari atau
termasuk infeksi HIV-1 Acyclovir 800 mg PO 5 kali sehari selama 7-10 hari
Acyklovir 10 mg / kg IV setiap 8 jam selama 7-10 hari
Immunocompromised berat Foscarnet 40 mg / kg IV setiap 8 jam sampai sembuh
Resisten acyclovir (AIDS
berkelanjutan)

Untuk pada pasien usia > 60 thn


- Asiklovir IV 10 mg/kg/8 jam untuk 5 hari diberikan 4 hari saat onset dari nyeri
atau selama 48 jam setelah onset dari timbulnya ruam.
- Pada pasien berusia > 60 tahun perlu diperiksa untuk faal ginjalnya (kreatinin
clearense tidak < 25 Ml/ menit)
- Masalah dari herpes zoster pada orangtua adalah bukan hanya lesi kulit atau
nyeri akut tapi postherpetik neuralgia kronik yang persisten selama 18 bulan,
Apabila tidak ada kontraindikasi dapat diberikan kortikosteroid sistemik
(prednisone 60mg/ hari tapering off sampai dengan nol selama > 4 minggu).

Untuk neuralgia pasca hepatica

15
Terapi topikal
- Penggunaan lidocaine patch 5%, maksimal 3 patch untuk 12 jam/hari
- High-concentrated capsaicin patch (8%) digunakan selama 1 jam dapat memiliki efek
beberapa minggu untuk mengurangi nyeri

Terapi sistemik
- Gabapentin
- Tricyclic antidepresan (TCA)
- Opioid

Obat yang direkomendasikan di antaranya gabapentin dosisnya 1800 –


2400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan sebelum tidur,
setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai 1,800 mg sehari.

Sindrom Ramsay Hunt


Prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis
diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan
tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral (asiklovir IV atau
Kombinasi alpha -2a). Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis
ganglion.

Anti inflamatori terapi


- Rasional untuk menggunakan kortikosteroid pada fase akut
- Bertujuan mengurangi nyeri dan PHN
- Tidak terlalu disarankan menggunakan glukokortikoid
- Glukokortikoid dengan kombinasi antiviral terapi yang efektif dapat
meningkatkan prognosis motoric dan nyeri akut di VZV-induced facial
paralysis dan cranial polyneuritis

Analgesik

16
- Penggunaan nonopioat atau opioat untuk mengurangi nyeri
- Oxycodone, gabapentin dapat mengurangi rasa nyeri

1.7 Prognosis
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada
tindakan perawatan secara dini.

1.8 Pencegahan
- Pencegahan pertama kali dapat dengan vaksinasi varicela
- Untuk pencegahan penyebaran lesi postexposure dapat dengan
mengkonsumsi acyclovir secepatnya
- Isolasi pasien/keluarga yang sedang terkena penyakit agar tidak terjadi
penularan ke sekitar
- Pemberian zoster vaccine

1.9 Komplikasi
Kulit Organ dalam Neurologis
Superinfeksi Pneumonitis Neuralgia postherpetic
bakteri Hepatitis Komplikasi okular
Luka Esophagitis Meningoensefalitis
Zoster Gastritis Myelitis transversal
gangrenosum Pericarditis Palsi saraf perifer
Diseminasi kulit Cystitis Motor
Arthritis Autonomic
Palsi saraf kranial
Kehilangan sensoris
Ketulian
Granulomatous angiitis
(menyebabkan hemiparesis kontralateral)

Postherpetic neuralgia

17
Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling
sering terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien herpes zoster
dan merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat sejalan dengan usia.
Postherpetic neuralgia didefenisikan sebagai gejala sensoris, biasanya sakit dan
mati rasa. Rasa nyeri akan menetap setelah penyakit tersebut sembuh dan dapat
terjadi sebagai akibat penyembuhan yang tidak baik pada penderita usia lanjut.
Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan
menetap setelah erupsi akut herpes zoster menghilang.
Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang
muncul oleh karena penyakit atau luka pada sistem saraf pusat atau tepi, nyeri
menetap dialami lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster.
Penyebab paling umum timbulnya peningkatan virus ialah penurunan sel
imunitas yang terkait dengan pertambahan umur. Berkurangnya imunitas di
kaitkan dengan beberapa penyakit berbahaya seperti limfoma, kemoterapi atau
radioterapi, infeksi HIV, dan penggunaan obat immunesuppressan setelah
operasi transplantasi organ atau untuk manajemen penyakit (seperti
kortikoteroid) juga menjadi faktor risiko.
Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia herpetik
akut (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut (30-
120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), dan postherpetic neuralgia (di
defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya
ruam pada kulit).
Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri
herpes zoster akut, dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes zoster yang
disebabkan oleh replikasi jumlah virus varicella zoster yang besar dalam ganglia
yang ditemukan selama masa laten. Oleh karena itu, mengakibatkan inflamasi
atau kerusakan pada serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan, hilang dan
rusaknya serabut-serabut   syaraf atau impuls abnormal, serabut saraf
berdiameter besar yang berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak dan
mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls nyeri ke medulla spinalis
meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang hebat.

18
Herpes Zoster Oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus
trigeminus sehingga manifestasinya pada mata, selain itu juga memengaruhi
cabang kedua dan ketiga. Jika cabang nasosiliar bagian luar terlibat, dengan
vesikel pada ujung dan tepi hidung (Hutchinson’s sign), maka keterlibatan mata
dapat jelas terlihat. Vesikel pada margo palpebra juga harus diperhatikan.
Kelainan pada mata yang sering terjadi adalah uveitis dan keratitis, akan tetapi
dapat pula terjadi glaukoma, neuritis optik, ensefalitis, hemiplegia, dan nekrosis
retina akut.

Gambar 7. Herpes zoster oftalmika

BAB IV
KESIMPULAN

19
Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-
zoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Faktor resiko Herpes zoster lebih sering
terjadi pada dewasa, pada usia > 50 thn, kadang - kadang pada anak - anak namun
jarang terjadi, dan disfungsi imun selular. Predileksi Herpes zoster terdapat pada thoraks
dan saraf trigeminal. Diagnosis pada penyakit ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
gambaran klinis. Pada gambaran klinis ditemukan adanya eritema yang  berubah
menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa.
Penanganan perlu memperhatikan factor predisposisi dan komplikasi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitzpatrick thomas jar, polano K M, wolf klaus. Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology common and serious disease. 2 ed. United State Of America: Mcgraw - Hill; 1994.
20
2. Gnann JW WR. Herpes Zoster. N Engl J Med. 2012:347.
3. Straus SE OM, Schmader KE. varicella and herpes zoster. 7 ed. Dermatol F, editor: Gen. Med.
4. Sweeney C J GDH. Ramsay Hunt Syndrome. Journal of Neurology, Neurosurgery, adn
Psychiatry. 2000.
5. Dworkin RH jR, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M, et al. Recomendations for the
management of herpes zoster 2007.
6. Baehr M FM. Duus' topical diagnosis in neurology. New york: Thieme; 2005

21

Anda mungkin juga menyukai