Anda di halaman 1dari 17

PRESENTASI KASUS

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

HERPES ZOSTER

Disusun Oleh:

Patricius Joshua (01073180186)

Sophia Pratiwi (01073180183)

Dibimbing Oleh:

Dr. dr. Muljani Enggalhardjo, SpKK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE-RUMAH SAKIT UMUM SILOAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

PERIODE 12 JULI- 14 AGUSTUS 2021

TANGERANG
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. Identitas pasien
Nama : Hermalina Sutanto
Jenis Kelamin : perempuan
Tanggal Lahir : 30 November 1971 (49 tahun)
Nomor MR : 00196505

II. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 2 agustus 2021 di poli kulit RSUS

Keluhan Utama:
Muncul bintik-bintik merah pada pinggang belakang sejak 1 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Kemunculan bintik-bintik pertama kali disadari oleh pasien pada saat pasien mandi. 10
hari smrs, pasien merasakan gatal pada punggung belakangnya. Rasa gatal dirasakan
hanya di punggung bagian kanan dan tengah. Pasien tidak mengalami demam, nyeri,
batuk, pilek, ataupun lemas sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, DM,
ataupun hiperkolesterolemia.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami cacar air pada saat SD.

Riwayat Sosial
Pasien tinggal di lingkungan yang bersih dan mandi rutin 2 kali sehari. Rumah pasien
bukan merupakan daerah banjir. Kasur dan handuk pasien rutin dicuci setiap minggu.
Pasien makan 3 kali sehari, tidak merokok, tidak minum alkohol.

Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit serupa. Ayah pasien adalah
penderita kanker usus.

Riwayat alergi
Pasien memiliki riwayat alergi amoksilin namun pasien tidak mengetahui reaksi apa yang
terjadi jika mengonsumsi obat tersebut karena pada saat alergi dahulu pasien masih
kanak-kanak.

2
Riwayat Pengobatan
Pasien sedang tidak minum obat rutin untuk penyakit apapun. Pasien sedang menjalani
terapi radiasi untuk kanker payudara yang dialaminya. Sejak 2 juni sampai 9 juli 2021,
pasien sudah 25 kali menjalani terapi radiasi. Pasien sudah menjalani mastektomi pada
payudara kiri pada 14 april 2021.

III. Pemeriksaan fisik


Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah :-
Nadi :-
suhu/temperatur :-
GCS : E4M6V5

Kepala dan Leher


Kepala : normocepali, normofacialis
Leher : deformitas (-), dalam batas normal

Thorax
paru : vesikular +/+, rhonchi -/-, wheezing -/-
Jantung : murmur -/-, gallop -/-, s1s2 reguler

Abdomen : nyeri tekan (-), bising usus normal

Anggota gerak
Ekstremitas atas : lesi -/-, crt <2 detik, edema -/-
Ekstermitas bawah : lesi -/-, crt <2 detik, edema -/-

3
Status dermatologis

Pada daerah lumbal 1-2 posterior dekstra: pustul dan vesikel multipel berkelompok, berukuran
punctata - lentikular, di atas dasar eritematosa, erosi, ekskoriasi, dengan penyebaran mengikuti
pola dermatom.

IV. Diagnosis Kerja


Herpes Zoster
V. Diagnosis Banding
Herpes simplex zosteriform
Varicella Zoster

VI. Terapi
Topikal: kompres air dingin 4-6 kali per hari
Sistemik: asiklovir 800 mg 5x1, selama 7 hari, jangan sampai putus obat.
Edukasi: luka jangan digaruk, vesikel jangan dipecahkan. Beri tahu pasien bahwa
punggung akan kembali normal dalam waktu sekitar 2 - 4 minggu.

VII. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Varicella dan herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang sama, yakni
Varicella-zoster Virus (VZV). perbedaan pada manifestasi klinis dari 2 penyakit ini disebabkan
karena perbedaan respon imun host dan patogenesis dari infeksi VZV. Varicella adalah
eksantema yang sering terjadi pada anak-anak, merupakan penyakit yang terjadi akibat infeksi
eksogen primer dari individu yang berisiko. Sementara herpes zoster adalah reaktivasi dari virus
endogen yang tersisa dari infeksi laten pada saraf ganglion pasca riwayat infeksi varicella.
Herpes Zoster adalah penyakit yang lokal, menyebar secara dermatomal, dan memiliki gejala
nyeri radikuler yang unilateral disertai dengan erupsi dermatomal.

2.1. Epidemiologi Herpes Zoster


Herpes Zoster terjadi sesekali dalam setahun, tanpa dipengaruhi perubahan musim.
Herpes zoster tidak akan menular hanya karena kontak dengan penderita herpes zoster lainnya
atau penderita varicella.1 Prevalensi herpes zoster dipengaruhi oleh faktor respon imun yang
seharusnya mencegah reaktivasi dari VZV laten. Insiden herpes zoster berkisar antara 2-5 kasus
per 1000 populasi per tahun.2,3 Usia merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya herpes zoster,
dimana pada usia dewasa akhir, prevalensi herpes zoster ditemukan meningkat menjadi 12 kasus
per 1000 populasi.4-10 Setidaknya terdapat paling tidak 1,5 juta kasus baru herpes zoster di
Amerika Serikat setiap tahunnya, yang mana setengah dari kasus tersebut terjadi pada populasi
usia 60 tahun atau lebih.
Faktor lainnya yang dapat memicu terjadinya herpes zoster adalah imunitas seluler.6,10,11
Pasien yang mengalami imunokompromise memiliki risiko herpes zoster yang secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan dengan populasi yang imunokompeten dalam rentang usia yang
sama.12-15 Sepuluh persen dari kasus herpes zoster terjadi pada pasien imunokompromise.9
Kondisi imunokompromise yang dimaksud misalnya adalah keadaan pasien yang mendapat
donor sumsum tulang belakang, pasien transplantasi organ solid, keganasan solid dan keganasan
pada sel-sel darah dan penyakit autoimun seperti Systemic Lupus Erythematosus, dan
Rheumatoid Arthritis. Banyak kasus herpes zoster terjadi pada pasien yang menjalani kemoterapi
atau terapi imunomodulator atau kortikosteroid. 12-15 Herpes zoster adalah salah satu gejala awal
yang sering terjadi sebagai infeksi oportunistik pada pasien denga HIV, dimana terjadi
imunodefisiensi16,17, sehingga perlu diperiksa HIV pada pasien herpes zoster pada usia muda.
Faktor lain yang berkorelasi dengan risiko herpes zoster diantaranya jenis kelamin
perempuan,8 trauma fisik yang memengaruhi dermatom,19 riwayat herpes zoster pada keluarga20-
22
, dan ras kulit putih.7,8 Kemungkinan terjadinya herpes zoster berulang berkisar antara 1 sampai
6%.1,4,7,8

5
2.2. Gejala prodromal
Pada umumnya pasien dengan herpes zoster mengalami nyeri dan parestesia pada
dermatom yang terdampak, disertai dengan erupsi dalam 1 - 3 hari, namun terkadang erupsi baru
muncul seminggu kemudian atau lebih lama dari itu. Sensasi abnormal yang mungkin dirasakan
diantaranya gatal-gatal, rasa baal, rasa terbakar, nyeri seperti disayat. Rasa nyeri yang dirasakan
bisa terjadi secara konstan maupun intermitten, dan kadang disertai dengan rasa lunak dan
hiperestesia pada area dermatom yang terdampak.
Nyeri prodromal pada herpes zoster mirip dengan nyeri akibat penyakit pada organ dalam
seperti infark miokard, kolesistitis, kolik ginjal, dan hernia nukleus purposes. Kemiripan gejala
prodromal ini dapat menyebabkan misdiagnosis dan penanganan yang salah. 23 Nyeri prodromal
tidak umum pada penderita yang imunokompeten dengan usia dibawah 30 tahun, namun itu bisa
terjadi pada mayoritas penderita yang berusia diatas 60 tahun. Beberapa pasien bahkan
merasakan neuralgia segmental tanpa pernah mengalami erupsi cutan yang dikenal dengan zoster
sine herpete.24

2.3. Gejala Herpes Zoster

2.3.1. Ruam
Ruam yang terjadi distribusinya unilateral dan terbatas pada area kulit yang diinervasi
dari ganglion sensorik. Pada umumnya area yang terdampak berada di divisi ophthalmic (10 -
15%) dan trunkus dari T3 sampai L2 (>50%). Herpes zoster jarang terjadi pada siku distal atau
lutut.1,7,23,25 Pada umumnya herpes zoster memiliki progresi penyakit yang lebih lambat daripada
varicella zoster, dan biasanya terdiri dari vesikel multipel atas dasar eritematosa, berbeda dengan
varisela zoster yang lesinya tersebar secara acak. Perbedaan ini merefleksikan penyebaran
intraneural dari virus menuju kulit yang terjadi pada herpes zoster, tidak seperti penyebaran viral
pada varicella zoster. Lesi herpes zoster bermuda dari makula eritematosa dan papula yang
tersebar secara dermatom, lalu kemudian vesikel dan papula tersebut berubah menjadi pustul
dalam tiga hari. Lesi ini kemudian mengering dan menjadi krust pada hari ke 7 sampai hari ke
10. Krust pada umumnya bertahan selama 2 - 3 minggu. Pada individu normal, lesi baru
berlanjut untuk terus muncul selama 1 sampai 4 hari, bahkan bisa sampai selama 7 hari. Ruam
paling parah dapat terjadi pada usia tua, dan paling ringan pada usia anak-anak.
Apabila herpes zoster terjadi pada batas anterioposterior hidung (hutchinson sign), maka
perlu diwaspadai penyebaran ke mata. Penyebaran nasosilier biasanya disertai oleh
konjungtivitis unilateral dan keterlibatan sensasi kornea, yang dapat menimbulkan ulkus korena
dan keadaan infeksi bakteri yang dapat menyebabkan permasalahan penglihatan. Keterlibatan
mata terjadi pada 20 - 70% penderita herpes zoster yang melibatkan divisi optalmik. Herpes
zoster berdampak pada divisi kedua dan ketiga dari saraf trigeminal, dan juga dapat terjadi pada
saraf kranial, yang dapat bermanifestasi pada lesi di mulut, telinga, faring, ataupun laring.
Apabila terjadi keterlibatan saraf fasial dan auditorium, maka dapat terjadi Ramsay Hunt
Syndrome yang terdiri dari facial palsy disertai dengan herpes zoster pada telinga luar, liang
telinga, atau membran timpani, dengan atau tanpa tinitus, vertigo, atau ketulian. Telinga dan
6
auditorium eksternal dipersarafi oleh cabang ke 5, 7, 9, dan 10 dari saraf kranial, dan dari saraf
servikal atas, dan terdapat anastomosis dari saraf fasial dari semua saraf tersebut. Hal ini
mengakibatkan apabila terjadi hepes zoster pada area ganglia dari saraf-saraf tersebut, dapat
terjadi paralisis fasial dan lesi kutaneus pada area atau sekitar telinga.23
2.3.2. Nyeri
Nyeri merupakan salah satu gejala kardinal herpes zoster, terutama pada orang dewasa.
Beberapa pasien dengan herpes zoster tidak merasakan nyeri, namun kebanyakan (>85% pada
usia diatas 50 tahun) memiliki nyeri yang mengikuti persebaran dermatom, atau rasa tidak
nyaman pada saat fase akut (30 hari pertama pasca kemunculan ruam) yang tingkat
keparahannya dapat bervariasi dari ringan sampai berat. Pasien dapat mendeskripsikan nyeri atau
tidak nyamannya sebagai rasa terbakar, gatal yang sangat parah, mati rasa, rasa seperti tertusuk.
Pada beberapa pasien, rasa gatal mungkin menjadi gejala predominan. Pada beberapa pasien,
rasa nyeri terasa sangat parah dan pasien dapat mendeskripsikan rasa nyerinya seperti siksaan.
Herpes zoster akut erat kaitannya dengan penurunan fungsi fisik, stress emosional, dan
penurunan fungsi sosial.26,27

2.3.3. Gatal
Gatal merupakan gejala utama dan paling mengganggu selama fase akut herpes zoster.
Biasanya rasa gatal terus bertahan sampai semua krusta lepas semua.

2.4. Komplikasi Herpes Zoster


Terdapat beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari herpes zoster, diantaranya yang
melibatkan area kutan, okular, neurologis, dan viseral. 23 Sebagian besar berkaitan dengan
penyebaran VZV dari yang awalnya melibatkan bagian ganglion sensorik, saraf, atau kulit, baik
secara peredaran darah arau melalui penyebaran neural, termasuk diantaranya yang melibatkan
korda spinal. Ruam dapat menjadi diseminasi setelah erupsi awal yang terjadi secara dermatomal
sudah terlihat jelas, saat pasien yang imunokompeten diperiksa secara teliti, tidak jarang
ditemukan ditemukan vesikel baru dari area yang jauh dari dermatom yang sebelumnya terlibat,
terutama seiring dengan bertambahnya usia. Lesi diseminasi biasanya muncul dalam hitungan
mingguan sejak erupsi segmental, dan jika jumlahnya sedikit biasanya tidak menjadi masalah.
Diseminasi yang lebih ekstensif (25-50 lesi atau lebih), akan menyebabkan erupsi yang mirip
varisela (disseminated herpes zoster), dapat terjadi pada pasien imunokompromise. Jika ruam
menyebar secara melebar dari yang tadinya kecil, dan tidak sakit, presentasi dermatom awal
mungkin dapat tidak disadari, dan dapat terjadi kekeliruan dengan erupsi diseminasi pada
varisela.23,28
Saat ruam dermatom terjadi secara ekstensif, yang biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami imunokompromise berat, dapat terjadi gangren superfisial yang dapat menunda
proses penyembuhan dan meninggalkan bekas luka. Infeksi bakteri sekunder (biasanya
Streptococcus atau Staphylococcus) dapat menunda proses penyembuhan dan menyebabkan
bekas luka baik pada pasien yang imunokompeten maupun pada pasien yang imunokompromise.

7
Zoster oftalmikus dapat disertai dengan beberapa komplikasi.29 Sensasi kornea biasanya
terganggu dan kerusakan yang terjadi dapat menjadi berat, dan dapat menyebabkan keratitis
neurotropik dengan ulserasi kronik dan infeksi bakteri. Herpes zoster dapat disertai beberapa
macam komplikasi neurologis, yang mana postherpetic neuralgia (PHN) adalah yang paling
penting.30 PHN dilaporkan terjadi pada 5% sampai 30% pada penelitian dari 49 studi sejak 1945
sampai 2012 dan terdiri dari berbagai macam jenis PHN pasien dari berbagai usia.4
Pasien dengan PHN dapat menderita nyeri konstan dengan karakteristik seperti dibakar
atau tertusuk, nyeri intermiten yang pedih, dan nyeri yang dipicu oleh stimulus seperti allodynia.
Allodynia yang merupakan nyeri yang dipicu stimulus yang seharusnya tidak sakit, adalah salah
satu komponen yang dapat mengganggu kegiatan sehari-hari, didapatkan pada kira-kira 90%
pasien dengan PHN.31 Pasien dengan allodynia akan menderita nyeri yang sangat berat bahkan
jika disentuh dengan sentuhan yang paling lembut sekalipun di area kulit yang terdampak. PHN
seringkali menyebabkan gangguan tidur, depresi, anoreksia, penurunan berat badan, kelelahan
kronik, dan isolasi sosial. Keadaan PHN juga mengganggu pasien saat berpakaian, mandi,
bahkan kegiatan umum, jalan-jalan, belanja, memasak dan pekerjaan rumah lain pun dapat
terganggu.32

8
Gambar 2.1. Gejala Klasik Herpes Zoster

9
A: Herpes Zoster pada Area Dermatom T. B: Herpes Zoster pada T10 kanan dengan beberapa lesi
pustular. C: Fase Awal Herpes Zoster. D: lesi vesikula berkelompok. E: Herpes Zoster pada T8 kanan
dengan beberapa lesi pustular dengan krusta awal
(sumber: Fitzpatrick)

10
Gambar 2.2. Herpes Zoster yang Melibatkan Saraf Kranial
A,B: keterlibatan divisi pertama saraf kranial fasialis. B: Hutchinson sign. C: Keterlibatan divisi kedua
saraf kranial fasialis. D: keterlibatan divisi ketiga sisi kiri saraf kranial fasialis. E,F: palsy pada wajah
kanan (Hunt syndrome) dan vesikel pada lidah (E) dan palatum (F). G,H: Ramsey Hunt Syndrome
(sumber: Fitzpatrick)

11
Gambar 2.3. Herpes Zoster Diseminata
(sumber: Fitzpatrick)
2.5. Patogenesis Herpes Zoster
Saat terjadi varisela, terjadi perpindahan VZV dari lesi kulit dan permukaan mukosa
menuju bagian ujung dari saraf sensorik, dan ditransportasikan ke jaringan sensorik menuju
ganlia sensorik. Di ganglia, virus membentuk infeksi laten pada beberapa neuron yang bertahan
untuk selamanya. VZV laten di ganglia memproduksi Latency-Associated Transcript (LAT)
namun tidak disertai virus yang infeksius.33
Pada saat sel T spesifik VZV turun dibawah level yang kritikal, virus yang terreaktivasi
tidak lagi dapat dibendung.1,6 Virus bereplikasi dan menyebar mengikut ganglion menyebabkan
nekrosis neuronal dan inflamasi intens, hal ini akan mengakibatkan nyeri neuropatik yang
berat.34,35 Kemudian VZV menyebar menuju saraf sensorik dan dilepaskan dari ujung saraf di
kulit, dimana virus tersebut akan membentuk manifestasi yang khas veskiel zoster yang
berkelompok.

2.6. Diagnosis
Pada fase preeruptif, terjadi gejala nyeri prodromal yang mirip dengan nyeri lokal akibat
penyebab lainnya. Pada saat erupsi terlihat, karakteristik dari lokasi yang dermatomal dan ruam
disertai dengan nyeri dan abnormalitas sensorik, biasanya membuat diagnosis menjadi jelas. 23
Sebuah klaster vesikel, terutama dekat mulut dan alat kelamin, dapat menyerupai herpes zoster,
namun gejala tersebut juga ditemukan pada infeksi Herpes Simplex.36 Zosteriform herpes
simplex terkadang mustahil untuk dibedakan dengan herpes zoster secara klinis. Ketidakadaan
imunodefisiensi, ketidakadaan rekurensi pada dermatom yang sama, dapat membedakan herpes
simplex dari herpes zoster. Untuk mendapatkan diagnosis yang paling sensitif dan spesifik dapat
dilakukan tes PCR untuk mendeteksi DNA virus VZV dari cairan vesikel.

12
2.7. Pengobatan
Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri secepat mungkin
dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.

2.7.1. Sistemik
1. Obat antivirus
Obat antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster dan derajat keparahan nyeri
herpes zoster akut. Efektivitasnya dalam mencegah PHN masih kontroversial.
Tiga antivirus oral yang disetujui oleh Food and Drug Administration untuk terapi herpes
zoster adalah: famsiklovir 3 x 500 mg, valasiklovir 3 x 1000 mg, atau asiklovir 5x 800
mg diberikan selama 7 hari.
2. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid oral sering dilakukan, walaupun berbagai penelitian
menunjukkan hasil beragam. Prednison yang digunakan bersama asiklovir dapat
mengurangi nyeri akut. Hal ini disebabkan penurunan derajat neuritis akibat infeksi virus
dan kemungkinan juga menurunkan derajat kerusakan pada saraf terlibat.
Akan tetapi pada penelitian lain didapatkan bahwa kortikosteroid hanya memberikan
sedikit manfaat dalam memperbaiki nyeri dan tidak bermanfaat untuk mencegah PHN.
karena komplikasi terapi kortikosteroid lebih berat daripada keuntungannya, Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM tidak menganjurkan pemberian
kortikosteroid pada herpes zoster.
3. Analgetik
Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respon baik terhadap NSAID, atai
analgetik lainnya yang non opioid. Kadang-kadang diperlukan opioid untuk pasien
dengan nyeri kronik hebat. Pernah dicoba pemakaian kombinasi parasetamol dengan
kodein 30 - 60 mg.
4. Antidepresan dan antikonvulsan
Kombinasi asiklovir dengan antidepresan trisiklik atau gabapentin sejak awal mengurangi
prevalensi PHN

2.7.2. Topikal
1. Analgetik topikal
a. Kompres
Kompres terbuka dengan solusio burowi dan solusio calamin dapat digunakan
pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan pruritus. Konpres dengan solusio
burowi (aluminium asetat 5%) dilakukan 4 - 6 kali/hari selama 30-60 menit.
Kompres dingin atau cold pack juga sering dilakukan
b. NSAID
Berbagai NSAID topikal seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau etil eter,
krim idometasin dan

13
2. Anastetik lokal
Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras saraf yang terlibat dalam
herpes zoster telah banyak dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Pendekatan seperti
infiltrasi lokal subkutan, blok saraf perifer, ruang paravertebral atau epidural, dan blok
simpatis untuk nyeri yang berkepanjangan sering digunakan. Akan tetapi efikasi blok
saraf terhadap pencegahan HPN belum terbukti dan berpotensi menimbulkan risiko.
3. Kortikosteroid
krim/losio yang mengandung kortikosteroid tidak digunakan pada lesi akut herpes zoster
dan juga tidak dapat mengurangi risiko terjadinya HPN.37

2.8. Pencegahan
Pemberian booster vaksin varisela strain oka terhadap orangtua harus dipikirkan untuk
meningkatkan kekebalan spesifik terhadap VZV sehingga dapat memodifikasi perjalanan
penyakit herpes zoster.37

14
BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien datang ke poli kulit RSUS dengan keluhan muncul bintik-bintik merah pada
pinggang belakang sejak 1 minggu SMRS. Pasien pertama kali menyadari bintik-bintik merah ini
ketika pasien sedang mandi. 10 hari smrs, pasien sempat merasakan gatal pada punggung
belakangnya. Rasa gatal dirasakan hanya di punggung kanan dan tengah. Pasien pernah
mengalami cacar air pada saat SD. saat ini pasien sedang dalam pengobatan radiasi untuk kanker
payudara yang dialaminya. Dari data tadi dapat disimpulkan bahwa pasien kemungkinan
mengalami imunokompromise akibat terapi radiasi yang dilaksanakannya, dan hal ini membuka
peluang untuk reaktivasi virus varicella zoster, yang mana pasien mengaku pernah mengalami
cacar air pada saat SD. Pada pasien juga didapatkan gejala prodromal yakni gatal-gatal pada
punggung kanan dan tengah, yang mana ini memperkuat dugaan herpes zoster.
Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan pada daerah lumbal 1-2 posterior dekstra,
pustul dan vesikel multipel berkelompok, berukuran punctata - lentikular, di atas dasar
eritematosa, erosi, ekskoriasi, dengan penyebaran mengikuti pola dermatom. Dari data ini
didapatkan ciri khas dari herpes zoster yakni pola penyebaran mengikuti pola dermatom.
Untuk terapi dari herpes zoster ini pada dasarnya adalah untuk menghilangkan nyeri
secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga mengurangi kerusakan syaraf
lebih lanjut. Untuk itu diperlukan obat sistemik yakni asiklovir 800 mg 5x1 selama 7 hari. Perlu
juga untuk mengedukasi pasien agar tidak lupa meminum obat mengingat jumlah frekuensi
minum obat per harinya yang banyak, jika perlu bahkan pasien boleh membuat pengingat pribadi
agar tidak lupa minum obat. Lalu untuk rasa gatal yang dialami pasien dapat menggunakan
kompres air dingin di area yang gatal sebanyak 4 - 6 kali per hari. Perlu juga edukasi pasien
untuk tidak menggaruk punggungnya mengingat rasa gatal yang dialami pasien mungkin
menyebabkan pasien tidak nyaman. Perlu juga edukasi pasien agar tidak memecahkan vesikel
yang ada pada punggung pasien. Perlu diberitahu juga kepada pasien bahwa proses
penyembuhan pada varisela zoster memakan waktu yang lama, bahkan bisa mencapai 4 minggu,
agar pasien tidak khawatir.

15
REFERENSI
1. Hope-Simpson RE. The nature of herpes zoster: a long-term study and a new hypothesis. Proc R
Soc Med. 1965;58:9-20.
2. Garland J. Varicella following exposure to herpes zoster. N Engl J Med. 1943;228:336-337.
3. Kundratitz K. Experimentelle Übertragung von Herpes zoster auf den Menschen und die
Beziehungen von Herpes zoster zu Varicellen. Monatsschrift für Kinderheilkunde. 1925;129:516-
22.
4. Kawai K, Gebremeskel BG, Acosta CJ. Systematic review of incidence and complications of
herpes zoster: towards a global perspective. BMJ Open. 2014;4(6):e004833.
5. Oxman MN, Levin MJ, Johnson GR, et al. A vaccine to prevent herpes zoster and postherpetic
neuralgia in older adults. N Engl J Med. 2005;352(22):2271-2284.
6. Oxman MN. Immunization to reduce the frequency and severity of herpes zoster and its
complications. Neurology. 1995;45:S41-S46.
7. Ragozzino MW, Melton LJ 3rd, Kurland LT, et al. Population-based study of herpes zoster and
its sequelae. Medicine (Baltimore). 1982;61(5):310-316.
8. Schmader K, George LK, Burchett BM, et al. Racial differences in the occurrence of herpes
zoster. J Infect Dis. 1995;171(3):701-704.
9. Thomas SL, Hall AJ. What does epidemiology tell us about risk factors for herpes zoster? Lancet
Infect Dis. 2004;4(1):26-33.
10. Yawn BP, Saddier P, Wollan PC, et al. A populationbased study of the incidence and
complication rates of herpes zoster before zoster vaccine introduction. Mayo Clin Proc.
2007;82(11):1341-1349. Schmader K, Gnann JW Jr, Watson CP. The epidemiological, clinical,
and pathological rationale for the herpes zoster vaccine. J Infect Dis. 2008;197(suppl 2):S207-
S215.
11. Cohen JI. A new vaccine to prevent herpes zoster. N Engl J Med. 2015;372(22):2149-2150.
12. Forbes HJ, Bhaskaran K, Thomas SL, et al. Quantification of risk factors for herpes zoster:
population based case-control study. BMJ. 2014;348:g2911.
13. Yun H, Yang S, Chen L, et al. Risk of herpes zoster in autoimmune and inflammatory diseases:
implications for vaccination. Arthritis Rheumatol. 2016;68(9): 2328-2337.
14. Kawai K, Yawn BP. Risk factors for herpes zoster: a systematic review and meta-analysis. Mayo
Clin Proc. 2017;92(12):1806-1821.
15. Strangfeld A, Listing J, Herzer P, et al. Risk of herpes zoster in patients with rheumatoid arthritis
treated with anti-TNF-alpha agents. JAMA. 2009;301(7):737-744.
16. Buchbinder SP, Katz MH, Hessol NA, et al. Herpes zoster and human immunodeficiency virus
infection. J Infect Dis. 1992;166(5):1153-1156.
17. Engels EA, Rosenberg PS, Biggar RJ. Zoster incidence in human immunodeficiency virus-
infected hemophiliacs and homosexual men, 1984-1997. District of Columbia Gay Cohort Study.
Multicenter Hemophilia Cohort Study. J Infect Dis. 1999;180(6):1784-1789.
18. Thomas SL, Wheeler JG, Hall AJ. Case-control study of the effect of mechanical trauma on the
risk of herpes zoster. BMJ. 2004;328(7437):439
19. Lopez AS, Zhang J, Marin M. Epidemiology of varicella during the 2-dose varicella vaccination
program— United States, 2005-2014. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2016;65(34):902-905.
20. 48. Hicks LD, Cook-Norris RH, Mendoza N, et al. Family history as a risk factor for herpes
zoster: a casecontrol study. Arch Dermatol. 2008;144(5):603-608.
21. Hernandez PO, Javed S, Mendoza N, et al. Family history and herpes zoster risk in the era of
shingles vaccination. J Clin Virol. 2011;52(4):344-348.

16
22. Lai YC, Yew YW. Risk of herpes zoster and family history: a meta-analysis of case-control
studies. Indian J Dermatol. 2016;61(2):157-162.
23. Oxman MN. Clinical manifestations of herpes zoster. In: Arvin AM, Gershon AA, eds. Varicella-
Zoster Virus: Virology and Clinical Management. Cambridge, UK: Cambridge University Press;
2000:246
24. Lewis GW. Zoster sine herpete. Br Med J. 1958;2(5093): 418-421.
25. Stern ES. The mechanism of herpes zoster and its relation to chickenpox. Br J Dermatol
Syphylol. 1937; 49:263-271.
26. Katz J, Cooper EM, Walther RR, et al. Acute pain in herpes zoster and its impact on health-
related quality of life. Clin Infect Dis. 2004;39(3):342-348.
27. Schmader KE, Sloane R, Pieper C, et al. The impact of acute herpes zoster pain and discomfort
on functional status and quality of life in older adults. Clin J Pain. 2007;23(6):490-496.
28. Schimpff S, Serpick A, Stoler B, et al. Varicella-Zoster infection in patients with cancer. Ann
Intern Med. 1972;76(2):241-254.
29. Oxman MN. Immunization to reduce the frequency and severity of herpes zoster and its
complications. Neurology. 1995;45:S41-S46
30. Gilden DH, Kleinschmidt-DeMasters BK, LaGuardia JJ, et al. Neurologic complications of the
reactivation of varicella-zoster virus. N Engl J Med. 2000; 342(9):635-645.
31. Wood MJ. Herpes zoster and pain. Scand J Infect Dis Suppl. 1991;80:53-61.
32. Forbes HJ, Thomas SL, Smeeth L, et al. A systematic review and meta-analysis of risk factors for
postherpetic neuralgia. Pain. 2016;157(1):30-54.
33. Depledge DP, Ouwendijk WJD, Sadaoka T, et al. A spliced latency-associated VZV transcript
maps antisense to the viral transactivator gene 61. Nature Communications. 2018;9:1167. doi:
10.1038/ s41467-018-03569-2.
34. Watson CP, Deck JH, Morshead C, et al. Post-herpetic neuralgia: further post-mortem studies of
cases with and without pain. Pain. 1991;44(2):105-117.
35. Head H, Campbell AW. The pathology of herpes zoster and its bearing on sensory localisation.
Brain. 1900;23(3):353-523.
36. Kalman CM, Laskin OL. Herpes zoster and zosteriform herpes simplex virus infections in
immunocompetent adults. Am J Med. 1986;81(5):775-778.
37. Cunningham AL, Breuer J, Dwyer DE, et al. The Prevention and Management of Herpes Zoster.
MJA. February 2008;188(3):171-6.

17

Anda mungkin juga menyukai