Anda di halaman 1dari 64

Laporan Kasus

CVD NON-HEMORAGIK

Disusun Oleh:
dr. Monica Trifitriana

Pendamping:
dr. Rahmat Wijaya

Pembimbing:
dr. Beni Kurniawan, SpN

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

RUMAH SAKIT AR-BUNDA PRABUMULIH

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

CVD NON-HEMORAGIK

Oleh:

dr. Monica Trifitriana

Telah diterima sebagai salah satu kegiatan ilmiah dalam menjalani Program
Dokter Internsip di Rumah Sakit AR-Bunda Prabumulih Sumatera Selatan Periode 8
Oktober 2019 - 8 Oktober 2020.

Prabumulih, November 2019

Pendamping, Pembimbing,

dr. Rahmat Wijaya dr. Beni Kurniawan, SpN

KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya laporan
kasus yang berjudul “CVD NON-HEMORAGIK” ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat kegiatan ilmiah dalam
menjalani Program Dokter Internsip di Rumah Sakit AR-Bunda Prabumulih Sumatera
Selatan.

Terima kasih kepada dr. Beni Kurniawan, Sp.N selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini, serta semua
pihak yang telah membantu hingga selesainya laporan kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan


laporan kasus ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembacanya.

Palembang, November 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II STATUS PASIEN 2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 17

BAB IV ANALISIS KASUS 51

DAFTAR PUSTAKA 60

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau sekelompok
gangguan cerebrovascular, termasuk infark cerebral, perdarahan intracerebral,
dan perdarahan subarahnoid. WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi
klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang
berlangsung cepat, dan berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan
kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.1
Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan dua
pertiga stroke saat ini terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Di
Amerika Serikat, stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah
penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mil dan berdasarkan diagnosis gejala sebesar
12,1 per mil. Angka kematian stroke mencapai 20% pada 3 hari pertama dan 25%
pada tahun pertama.2
Stroke menurut patologi anatomi dan penyebab dibagi menjadi stroke non
hemoragik (iskemik) dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik didefinisikan
sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Stroke
non hemoragik sekitar 85% terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih
arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ
distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.1 Kasus stroke iskemik
menempati 87% dari keseluruhan kasus stroke.2
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk lebih mengetahui dasar
diagnosis dan pemberian terapi yang adekuat bagi penderita yang didiagnosis
dengan CVD non Hemoragik.

1
BAB II
STATUS PASIEN

2.1. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. S
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gunung Ibul, Prabumulih
Agama : Islam
Tanggal MRS : 24 Oktober 2019 (pukul 17.40 WIB)
No. RM : 19.02.14.86

2.2. ANAMNESIS (Anamnesis dan Alloanamnesis anak pasien pada 24


Oktober 2019 pukul 17.41 WIB)
Penderita datang ke IGD RS Ar-Bunda Prabumulih dikarenakan
tidak bisa berjalan akibat kelemahan sesisi tubuh kiri yang terjadi secara
tiba-tiba saat beristirahat.
Sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami
kelemahan sesisi tubuh kiri secara tiba-tiba saat istirahat tanpa disertai
penurunan kesadaran. Sesaat sebelumnya sakit kepala (-), muntah (-),
kejang (-), dan penurunan kesadaran (-). Gangguan sensibilitas berupa
rasa baal dan kesemutan pada sisi yang lemah (-). Kelemahan pada lengan
dan tungkai kiri dirasakan sama berat (+). Sehari-hari penderita bekerja
menggunakan tangan kanan. Penderita masih dapat memahami isi pikiran
orang lain dan mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan, tulisan,
dan isyarat. Mulut penderita mengot ke kanan (+), lidah deviasi ke arah
kiri, dan bicara pelo (+).
Saat serangan, penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-
debar disertai sesak napas. Riwayat darah tinggi (+) sejak 5 tahun dan
tidak rutin meminum obat, Riwayat kencing manis (-), Riwayat Merokok

2
(-), Riwayat sakit jantung (-), Riwayat sakit ginjal (-), Riwayat stroke
sebelumnya (-), Riwayat trauma kepala disangkal.
Penyakit ini dialami penderita untuk pertama kalinya.

Siriraj Score: 2,5 (0) + 2 (0) + 2 (0) + 0,1 (100) – 3(0) -12 = -2 (Susp. CVD Non-
Hemoragik

2.3. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS PRESENS
Status Internus
Kesadaran : GCS = 15 (E4M6V5)
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 98 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
Suhu Badan : 36,7º C
Pernapasan : 20 kali/menit
Saturasi O2 : 99%
Berat Badan : 77 kg
Tinggi Badan : 165 cm
IMT : 28,28 kg/m2
Jantung : HR = 98x/menit, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, cubitan kulit perut kembali cepat, hepar dan
lien tidak teraba, BU (+) normal.
Anggota Gerak : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema pretibia (-/-)
Genitalia : Tidak diperiksa

Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikis : ada

3
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : normocephali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : wajah simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada kelainan

LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada kelainan

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Anosmia tidak ada tidak ada
Hyposmia tidak ada tidak ada
Parosmia tidak ada tidak ada

N. Opticus Kanan Kiri


Visus 6/6 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S

Anopsia tidak ada tidak ada


Hemianopsia tidak ada tidak ada
Fundus Oculi
- Papil edema tidak ada tidak ada
- Papil atrofi tidak ada tidak ada

4
- Perdarahan retina tidak ada tidak ada

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia tidak ada tidak ada
Celah mata menutup sempurna menutupsempurna
Ptosis tidak ada tidak ada

Sikap bola mata


Strabismus tidak ada tidak ada
Exophtalmus tidak ada tidak ada
Enophtalmus tidak ada tidak ada
Deviation conjugate tidak ada tidak ada
Gerakan bola mata ke segala arah ke segala arah
Pupil
Bentuknya bulat bulat
Besanya 3 mm 3 mm
Isokori/anisokor isokor isokor
Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
Refleks cahaya
Langsung ada ada
Konsensuil ada ada
Akomodasi ada ada
Argyll Robertson tidak ada tidak ada

N.Trigeminus
Motorik Kanan Kiri
Menggigit baik baik
Trismus tidak ada tidak ada
Refleks kornea ada ada
Sensorik

5
Dahi baik baik
Pipi baik baik
Dagu baik baik

N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
 Mengerutkan dahi simetris simetris
 Menutup mata lagophtalmus (-) lagophtalmus (-)
 Menunjukkan gigi tidak ada kelainan sudut mulut tertinggal
 Lipatan nasolabialis tidak ada kelainan datar

Bentuk Muka
 Istirahat asimetris
 Berbicara/bersiul tidak bisa

Sensorik
2/3 depan lidah tidak ada kelainan

Otonom
 Salivasi tidak ada kelainan
 Lakrimasi tidak ada kelainan
 Chovstek’s sign tidak ditemukan

N. Statoacusticus
N. Cochlearis Kanan Kiri
 Suara bisikan tidak ada kelainan tidak ada kelainan
 Detik arloji tidak ada kelainan tidak ada kelainan
 Tes Weber tidak ada kelainan tidak ada kelainan
 Tes Rinne tidak ada kelainan tidak ada kelainan

6
N. Vestibularis
 Nistagmus tidak ada
 Vertigo tidak ada

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan dan Kiri
Arcus pharingeus Tidak ada kelainan
Uvula Ditengah
Gangguan menelan -
Suara serak/sengau -
Denyut jantung Tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah Tidak ada kelainan
- Batuk Tidak ada kelainan
- Okulokardiak Tidak ada kelainan
- Sinus karotikus Tidak ada kelainan

Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak ada kelainan

N. Accessorius Kanan Kiri


Mengangkat bahu tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Memutar kepala tidak ada kelainan tidak ada kelainan

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Deviasi lidah Deviasi ke kiri
Fasikulasi tidak ada
Atrofi papil tidak ada
Disartria ada

7
MOTORIK
LENGAN Kiri Kanan
Gerakan Kurang Cukup
Kekuatan 3 5
Tonus menurun normal
Refleks fisiologis
- Biceps menurun normal
- Triceps menurun normal
- Radius menurun normal
- Ulna menurun normal

Refleks patologis
- Hoffman Tromner tidak ada
- Leri tidak ada

TUNGKAI Kiri Kanan


Gerakan kurang cukup
Kekuatan 3 5
Tonus menurun normal
Klonus
- Paha tidak ada tidak ada
- Kaki tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR menurun normal
- APR menurun normal
Refleks patologis
- Babinsky tidak ada tidak ada
- Chaddock tidak ada tidak ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada

8
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada
Refleks kulit perut
- Atas normal
- Tengah normal
- Bawah normal
Refleks cremaster tidak dilakukan

SENSORIK
Tidak ada kelainan

FUNGSI VEGETATIF
Miksi : normal
Defekasi : normal

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada

9
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk tidak ada
Kernig tidak ada tidak ada
Lasseque tidak ada tidak ada
Brudzinsky
- Neck tidak ada
- Cheek tidak ada
- Symphisis tidak ada
- Leg I tidak ada tidak ada
- Leg II tidak ada tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada

10
FUNGSI LUHUR
Afasia motoric : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Apraksia : tidak ada
Agrafia : tidak ada
Alexia : tidak ada
Afasia nominal : tidak ada

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Pemeriksaan Laboratorium (24/10/2019)
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 14,8 g/dL 11,7 - 15,5 g/dL
Eritrosit 5,1 106/mm3 3,8 - 5,2 106/mm3
Leukosit 7,5 x103/mm3 3,6 - 11 103/mm3
Hematokrit 44 % 34 - 47 %
Trombosit 174 x103/ µL 150 – 440 x103/ µL
LED 13 mm/jam 0-20 mm/jam
MCV 85 fl 80-100 fl
MCH 29 pg 26-34 pg
MCHC 34 gr/dl 32-36 gr/dl
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0% 0-1 %
Eosinofil 2% 2-4 %
Neutrofil Batang 0% 0-5 %
Neutrofil Segmen 67 % 50-70 %
Limfosit 26 % 25-40 %
Monosit 5% 2-8 %
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa sewaktu 135 mg/dl <200 mg/dl
Lemak

11
Kolesterol total 361 mg/dL <200 mg/dL
Trigliserida 243 mg/dL <150 mg/dL

CT Scan Kepala

Kesan: Lesi hipodens di hemisfer kanan  infark cerebri

2.5. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Hemiparese sinistra tipe flaksid
Parese N VII sinistra tipe sentral
Parese N XII sinistra tipe sentral
Diagnosis Topik : LACI
Diagnosis Etiologi : CVD Non Hemoragik

12
Diagnosis Tambahan : HT Stage 2 + Dislipidemia

2.6. PENGOBATAN
Non Farmakologis
- Bed rest
- Head up 300
- Diet BB 1800 kCal
- Follow up tanda-tanda vital

Farmakologis
- IVFD NaCl 0,9% gtt XX/m
- Pantoprazole 1 x 40 mg (IV)
- Citicolin 2 x 500 mg (IV)
- Aspilet 1 x 80 mg (PO)
- Neurodex 1x1 tab (PO)
- Atorvastatin 1 x 20 mg (PO)
- Amlodipine 1 x 10 mg (PO)
- Candesartan 1 x 16 mg (PO)

2.7 FOLLOW UP
Tgl. S O A P

26/11/201 Bicara pelo dan TD: 130/80 mmHg SNH hari - IVFD NaCl 0,9% gtt
9 kelemahan ke 3 XX/m
N : 80x/menit
ekstremitas kiri - Pantoprazole 1 x 40
(+) GCS E4V5M6 mg (IV)
- Citicolin 2 x 500 mg
Pupil bulat isokor
(IV)
3mm/3mm, RC +/+
- Aspilet 1 x 80 mg

13
Kaku kuduk (-) (PO)
Meningeal (-) - Neurodex 1x1 tab
Refleks fisiologis (PO)
- Atorvastatin 1 x 20
Refleks patologis
mg (PO)
(- /-)
NN Meningka
Menuru - Amlodipine 1 x 10
tn mg (PO)
NN Meningkat
Menurun
- Candesartan 1 x 16

Motorik mg (PO)

5 3
Sensorik: dbn
5 3

Otonom :
BAK (+)
BAB (+)

N.kranialis:
Lesi N.VII sinistra
tipe sentral

Lesi N.XII sinistra

28/11/201 Bicara pelo dan TD: 130/80 mmHg SNH hari - IVFD NaCl 0,9% gtt
9 kelemahan sisi ke 5 XX/m
N : 85x/menit
kiri (+) - pantoprazole 1 x 40
GCS E4V5M6 mg (IV)
- Citicolin 2 x 500 mg
Pupil bulat isokor
(IV)
3mm/3mm, RC +/+
- Aspilet 1 x 80 mg
Kaku kuduk (-) (PO)
Meningeal (-) - Neurodex 1x1 tab

14
Refleks fisiologis (PO)
- Atorvastatin 1 x 20
Refleks patologis
mg (PO)
(- /-)
- Amlodipine 1 x 10
Motorik mg (PO)
- Candesartan 1 x 16
mg (PO)

Sensorik: dbn

Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
5 3
5 3

2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FUNGSI OTAK


3.1.1 ANATOMI
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua
bagian Sistem Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis
terdiri dari cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem
(batang otak) dan limbic system (sistem limbik).3
Cerebrum merupakan bagian terbesar dan teratas dari otak yang
terdiri dari dua bagian, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Otak besar
terdiri atas corteks (permukaan otak), ganglia basalis, dan sistem limbik.
Kedua hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh serabut padat yang
disebut dengan corpus calosum. Setiap hemisfer dibagi atas 4 lobus, yaitu
lobus frontalis (daerah dahi), lobus oksipitialis (terletak paling belakang),
lobus parietalis dan lobus temporalis.3
Cerebellum berada pada bagian bawah dan belakang tengkorak dan
melekat pada otak tengah. Hipotalamus mempunyai beberapa pusat (nuklei)
dan Thalamus suatu struktur kompleks tempat integrasi sinyal sensori dan
memancarkannya ke struktur otak diatasnya, terutama ke korteks serebri.3
Brainsteam (batang otak) terletak diujung atas korda spinalis,
berhubungan banyak dengan korda spinalis. Batang otak terdiri atas
diensefalon (bagian batang otak paling atas terdapat diantara cerebellum
dengan mesencephalon, mesencephalon (otak tengah), pons varoli (terletak
di depan cerebellum diantara otak tengah dan medulla oblongata), dan
medulla oblongata (bagian dari batang otak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis.3
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak yang bekerja dalam
kaitan ekspresi perilaku instinktif, emosi dan hasrat-hasrat dan merupakan
bagian otak yang paling sensitif terhadap serangan.3

16
Gambar Anatomi Otak Normal

3.1.2 FUNGSI
Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron yang membangun
substansia alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat
kompleks dan sensitif. Fungsinya sebagai pengendali dan pengatur seluruh
aktivitas, seperti : gerakan motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Sel-sel
otak bekerja bersama- sama dan berkomunikasi melalui signal-signal listrik.
Kadang- kadang dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak
teratur dari sekelompok sel yang menghasilkan serangan.3
Darah merupakan sarana transportasi oksigen, nutrisi, dan bahan-bahan
lain yang sangat diperlukan untuk mempertahankan fungsi penting jaringan
otak dan mengangkat sisa metabolit. Kehilangan kesadaran terjadi bila
aliran darah ke otak berhenti 10 detik atau kurang. Kerusakan jaringan otak
yang permanen terjadi bila aliran darah ke otak berhenti dalam waktu 5
menit.3

3.2 DEFINISI
Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak. WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi klinis dari gangguan
fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab
lain selain gangguan vaskuler. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan
17
gejala dan tanda yang sesuai daerah fokal otak yang terganggu. Oleh karena itu
manifestasi klinis stroke dapat berupa hemiparesis, hemiplegi, kebutaan mendadak
pada satu mata, afasia atau gejala lain sesuai daerah otak yang terganggu.1
Berdasarkan proses yang mendasari terjadinya gangguan peredaran darah otak,
stroke dibedakan menjadi dua kategori yaitu:4,5,6

Stroke Non Hemoragik4


Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus
stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan aliran
darah otak. Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi:3,4
A. TIA (Transient Ischemic Attack)5
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.
Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.
B. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 21
hari.
C. Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
D. Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.

Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel
yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya
terjadi kematian neuron. 4,6
Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:

1. Stroke Non Hemoragik Embolik


Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di
tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi
kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.

18
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan
pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang
berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah
jantung berkurang dan serangan biasanya muncul disaat penderita tengah
beraktivitas fisik seperti berolahraga.

Emboli Serebri
Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya gumpalan
darah/bekuan darah yang berasal dari jantung, dan kemudian terbawa arus
darah sampai keotak, kemudian menyumbat darah diotak. 5
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab
utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan dengan
penderita trombosis. Umumnya emboli serebri berasal dari suatu trombus
dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan
perwujudan  penyakit jantung. Emboli dapat muncul dari arteri intra- dan
ekstra- karnial dan 20% nya muncul dari jantung.5
Penyumbatan yang terjadi secara tiba-tiba, hampir selalu disebabkan
oleh embolus. Apabila embolus itu kecil dan dapat menerobos kapilar, maka
lesi yang telah dihasilkan oleh gangguan tersebut adalah iskemia serebri
regional yang reversibel. Tetapi apabila embolus menyumbat arteri yang cukup
besar secara total, maka iskemia serebri regional yang mencakup daerah yang
besar itu, dapat cepat berkembang menjadi infark.3
Manifestasi kliniknya terdiri dari hemiparalisis yang terjadi secara tiba-
tiba dan langsung menjadi komplit. Efek dari embolus yang menyumbat salah
satu arteria karotis interna atau serebri media, tergantung pada beberapa
faktor:5
 Kemampuan sirkulasi kolateral kompensatorik
 Kemampuan fibrinolitik yang dimiliki susunan darah
 Kualitas arterial serebral.

19
2. Stroke Non Hemoragik Trombus5

Gambar: Predileksi aterosklerosis


pada pembuluh darah yang
mensuplai otak

Trombosis merujuk pada penurunan aliran darah akibat proses oklusi lokal
pada pembuluh darah. Oklusi aliran darah terjadi oleh karena superimpos
perubahan karakteristik dinding pembuluh darah dan pembentukan bekuan.
Patologi vaskular yang menyebabkan trombosis antara lain atherosklerosis,
displasia fibromuskular, arteritis, diseksi pembuluh darah, dan perdarahan
pada plak atherosklerosis. Patologi vaskular tersering adalah atherosklerosis,
dimana terjadi deposisi material lipid, pertumbuhan jaringan fibrosa dan
muskular, dan adesi trombosit yang mempersempit lumen pembuluh darah.
Atherosklerosis dapat terjadi pada pembuluh darah besar maupun kecil,
baik ekstra maupun intrakranial. Atherosklerosis pembuluh darah besar
dapat mejadi sumber tromboemboli yang dapat menyebabkan infark luas
saat menyumbat cabang utama pembuluh darah kranial. Dapat dibagi menjadi
stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan 70%
kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah
kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan
hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.

20
Stroke Hemoragik
Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah arteri ke dalam ruang
interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri tersebut dan
mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya. Stroke hemoragik terjadi apabila
susunan pembuluh darah otak mengalami ruptur sehingga timbul perdarahan di
dalam jaringan otak atau di dalam ruang subarakhnoid.1,4

3.3 FAKTOR RISIKO6,7


Pencegahan terhadap stroke merupakan hal yang penting. Oleh sebab itu, faktor
risiko dari emboli serebri perlu diketahui. Faktor risiko ini terbagi menjadi faktor yang
dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi
A. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
Usia merupakan faktor utama pembentukan ateroma, sehingga
merupakan faktor utama terjadinya stroke. Pembentukan ateroma
terjadi seiring bertambahnya usia, dimana resiko stroke dua kali lipat
lebih tinggi pada setiap dekade setelah umur 55 tahun tetapi jarang
terjadi pada usia dibawah 40 tahun.
2. Jenis kelamin
Seperti pada penyakit kardiovaskuler, prevalensi stroke lebih tinggi
pada laki-laki daripada wanita, dan pegangan ini berlaku pada
kebanyakan kelompok, dengan pengecualian pada usia 35-44 dan
individu lebih tua dari 85. Pada kelompok ini, wanita mempunyai
insiden stroke yang lebih tinggi. Diperkirakan bahwa insidensi stroke
pada wanita lebih rendah dibandingkan pria, akibat adanya estrogen
yang berfungsi sebagai proteksi pada proses aterosklerosis. Di lain
pihak pemakaian hormon setrogen dosis tinggi menyebabkan
peningkatan kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada pria. Oleh
karena itu faktor ini sebenarnya masih diperdebatkan.
3. Ras-Etnis
Orang Afrika-Amerika dan Hispanik memiliki insiden stroke lebih
tinggi dibandingkan dengan orang Amerika yang keturunan Eropa.
Mereka memiliki prevalensi yang lebih tinggi untuk hipertensi,
21
diabetes, dan obesitas.
4. Berat lahir yang rendah
Telah diperkirakan resiko stroke dua kali lipat lebih tinggi pada
orang dengan berat lahir < 2.5 mg dibandingkan dengan berat lahir > 4
kg. Alasan untuk hubungan ini masih belum pasti.
5. Faktor genetic
Meningkatnya resiko pada pasien dengan riwayat paternal dan
maternal dari stroke telah dibuktikan. Ini mungkin karena genetik yang
diturunkan dari faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan faktor resiko
lingkungan, seperti kemiripan dalam hal makanan dan gaya hidup antara
orang tua dengan anak cucunya. Status pasti hiperkoagulasi (kekurangan
protein C dan S, mutasi faktor V Leiden) diturunkan secara autosom
dominan. Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan diseksi arteri,
seperti fibromuscular displasia, juga mempunyai komponen genetik.

B. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:


1. Hipertensi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor yang penting pada
patogenesis terjadinya stroke iskemia dan perdarahan. Mekanismenya
belum diketahui secara pasti, tetapi pada percobaan binatang (anjing)
didapatkan bahwa adanya tekanan darah yang tinggi menyebabkan
kerusakan endotel pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah terhadap lipoprotein.
Dari studi Framingham, dengan analisa regresi multivariat,
dikategorikan hipertensi bila tekanan darah lebih besar atau sama
dengan 160/95 mmHg, normotensi jika tekanan darah kurang atau sama
dengan 140/90 mmHg, sedangkan tekanan antara 140/90 mmHg- 160/95
termasuk borderline atau hipertensi ringan. Berdasarkan hasil
perhitungan, hipertensi merupakan faktor resiko terbesar stroke iskemik,
baik untuk pria maupun wanita. Hasil analisa lanjutan studi
Framingham, hipertensi baik hipertensi sistolik maupun diastolik,
mempunyai resiko yang sama kejadian stroke. Sedangkan untuk
tekanan darah borderline penyakit jantung koroner lebih sering terjadi.
22
2. Merokok
Para peneliti mengemukakan hipotesis merokok akan
meningkatkan tekanan darah secara temporer. Merokok juga
meningkat resiko stroke trombotik dan perdarahan subarakhnoid.
Mekanisme terjadinya ateroma tersebut belum diketahui secara pasti,
tetapi kemungkinan akibat:
o Stimulasi sistim saraf simpatis oleh nikotin dan ikatan O2
dengan hemoglobin akan digantikan dengan karbonmonoksida
o Reaksi imunologi direk pada dinding pembuluh darah
o Peningkatan agregasi trombosit
o Peningkatan permeabilitas endotel terhadap lipid akibat zat-zat
yang terdapat di dalam rokok.
3. Diabetes mellitus
Aterosklerosis pada arteri koroner dan serebral, lebih sering terjadi
pada orang dengan diabetes mellitus dibandingkan dengan yang
normal. Para pakar sepakat apabila gula darah diatas 150 mg/100 ml,
akan terjadi infark otak aterotrombotik pada wanita yang lebih sering
dibandingkan laki-laki dan merupakan faktor resiko independen
peningkatan kejadian stroke wanita usia lanjut.
Hiperglikemi kronis akan menimbulkan glikolisasi protein-protein
dalam tubuh. Bila hal ini berlangsung hingga berminggu-minggu, akan
terjadi AGES (advanced glycosylate end products) yang toksik untuk
semua protein. AGE protein yang terjadi diantaranya terdapat pada
receptor makrofag dan reseptor endotel. AGE reseptor dimakrofag akan
meningkatkan produksi TNF (tumor necrosis factors), ILI
(interleukine-I), IGF-I (Insuline like growth factors-I). Produk ini akan
memudahkan proliferasi sel dan matriks pembuluh darah. AGE
Reseptor yang terjadi di endotel menaikkan produksi faktor jaringan
endotelin-I yang dapat menyebabkan kontriksi pembuluh darah dan
kerusakan pembuluh darah.
Baik pasien diabetes dan orang dengan gangguan toleransi glukosa
mengalami penurunan vasodilatasi endotelium-dependen, karena
penurunan produksi nitrat oksida (NO) atau gangguan metabolisme
23
NO. Biasanya NO memberikan suatu efek perlindungan terhadap
agregasi platelet dan memainkan peran penting dalam respon terhadap
tantangan iskemi.
4. Dislipidemia
Pada stroke iskemik yang disebabkan oleh atherosklerosis,
perananan hiperkolesterolemia ini belum konsisten dan dari hasil
penelitian belum ada yang menjawab dengan tuntas. Tetapi yang
mengejutkan, ditemukan hasil yang konsisten tentang hubungan antara
rendahnya serum kolesterol total (<160 mg/dl) dan tinggiya insiden
perdarahan intraserebral serta perdarahan subarachnoid pada populasi
oriental. Perdarahan serebral juga dipacu oleh interaksi antara tingginya
tekanan darah dan rendahnya serum kolesterol total. Sehubungan
dengan ini para ahli menemukan pendapat rendahnya serum kolesterol
total melemahkan endotelium arteri intraserebral dan dapat
menimbulkan perdarahan bila ada hipertensi. Namun, terlalu tingginya
kadar kolesterol dalam darah dapat menyebabkan aliran darah menjadi
lambat dan endotel dapat dengan mudah mengalami perlukaan.
Adanya perlukaan pada endotel merupakan awal mula terbentuknya
aterom. meningkatan fibrinogen plasma.
Fibrinogen berhubungan dengan proses aterogenesis dan
pembentukan trombus arteri. Fibrinogen merupakan salah satu unsur
plasma darah yang sangat berpengaruh baik terhadap viskositas darah
maupun terhadap pembuluh darah. Peningkatan fibrinogen plasma
dapat menimbulkan peningkatan viskositas plasma, peningkatan
agregasi eritrosit, peningkatan agregasi trombosit, dan merusak intima
pembuluh darah. Adanya peningkatan fibrinogen dapat menyebabkan
gangguan hemodinamik berupa terbentuknya trombosis dan emboli yang
dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri.
5. Diet dan nutrisi
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa tingginya konsumsi
buah-buahan dan sayuran berhubungan dengan penurunan resiko
terjadinya stroke. Setiap peningkatan satu hidangan per hari dapat
menurunkan resiko stroke sebanyak 6%. Tingginya kadar natrium dan
24
rendahnya kadar kalium berhubungan dengan peningkatan resiko
stroke pada penelitian prospektif, kemungkinan dimediasi oleh
peningkatan tekanan darah.
6. Aktivitas fisik
Efek menguntungkan dari aktivitas fisik telah dilaporkan untuk
pencegahan penyakit kardiovaskuler dan stroke pada sejumlah
penelitian. Efek protektif ini mungkin dimediasi melalui penurunan
tekanan darah dan terkontrolnya berat badan dan penyakit diabetes.
National Institutes of Health dan CDC merekomendasikan latihan fisik
sedang ≥ 30 menit hampir setiap hari.
7. Obesitas dan distribusi lemak tubuh
Body Mass Index ≥ 30 kg/m2 diklasifikasikan sebagai obesitas,
abdominal obese didefinisikan dengan lingkaran pinggang > 102 cm
(40 inci) pada laki-laki dan 88 cm (35 inci) pada wanita. Banyak
penelitian mendokumentasikan hubungan antara peningkatan berat
badan dan peningkatan resiko stroke iskemik dan perdarahan.
Faktor resiko potensial lain yang dapat dimodifikasi:
1. Sindrom metabolik
2. Penggunaan kontrasepsi oral
3. Hiperhomosisteinemia
4. Peninggian lipoprotein
5. Peninggian lipoprotein-berhubungan dengan phospolipase
6. Hiperkoagulitas
7. Inflamasi
8. Infeksi

Berdasarkan faktor risiko yang ada, penyebab stroke baik iskemik


maupun hemoragik dapat diperkirakan sebagai berikut:

25
Emboli serebri paling sering berasal dari jantung, aorta, dan arteri
kraniofasial. Faktor risiko dari kelainan jantung dan pembuluh darah
tersebut memainkan peran penting dalam terjadinya stroke akibat emboli.
Selain berasal dari arteri besar, emboli juga dapat berasal dari pembuluh
vena yang kemudian melintasi arteri atau yang disebut dengan emboli
paradoksikal. Berbagai kelainan jantung yang dapat menimbulkan
emboli serebri dan beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan
kejadian emboli paradoksikal ditampilkan pada tabel berikut.

26
27
3.4. ETIOLOGI5,8
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada
tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri4. Secara umum penyebab terjadinya stroke
non hemorhagik dibagi atas tiga penyebab yaitu:
a. Trombosis6
Trombosis adalah pembentukan suatu massa abnormal di
dalam sistem peredaran darah yang berasal dari komponen darah,
disebut trombus dan bila terlepas dari dinding pembuluh darah
disebut embolus. Trombosis terjadi karena kumpulan kelainan tiga
faktor yaitu meliputi perubahan dinding pembuluh darah (disfungsi
endotel), perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah.
Trombosis arteri banyak terjadi di daerah percabangan karena ada
perubahan aliran darah sehingga mudah terjadi kerusakan endotel.
Hilangnya sifat non-trombogenik menyebabkan aktivasi trombosit dan
sistem pembekuan darah yang menghasilkan trombus.5
Sebagian besar gejala sindroma koroner akut dan stroke terjadi
karena trombus yang terbentuk pada plak yang robek atau mengalami
erosi. Pecahnya plak aterosklerosis menyebabkan aktivasi trombosit,
selanjutnya mengaktifkan kaskade koagulasi. Faktor-faktor koagulasi
dalam bentuk prekursor tidak aktif (zymogen) akan diubah menjadi
faktor koagulasi aktif yang secara berurutan mengaktifkan zymogen
berikut dalam kaskade koagulasi. Proses ini mencapai puncaknya pada
pembentukan generasi trombin yang akan mengubah fibrinogen menjadi
fibrin dan membentuk bekuan darah.6

28
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh
darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak) dan perlengketan platelet.6
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia
sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri
serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan
migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga
dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma,
diseksi aorta thorasik, arteritis).6
b. Embolus
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau
vertebralis akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler
sistemik. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis,
dapat berasal dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari
trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: penyakit
jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan
bagian kiri atrium atau ventrikel; penyakit jantung rheumatoid akut atau
menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis; fibralisi
atrium; infarksio kordis akut; embolus yang berasal dari vena
pulmonalis; kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial,
jantung miksomatosus sistemik. Sedangkan, embolisasi akibat gangguan
sistemik dapat terjadi sebagai emboli septik, misalnya dari abses paru
atau metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru bronkiektasis4.

29
Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi
valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan, trombi
mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal
jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli
diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen diantaranya terjadi pada
bulan pertama setelah terjadinya infark miokard6.
Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah
ekstrakranial dapat lisis menyebabkan terbentuknya emboli yang akan
menyumbat arteri yang lebih kecil di sebelah distal pembuluh darah
tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh
kerusakan atau ulserasi endotel sehingga plak menjadi tidak stabil dan
mudah lepas membentuk emboli dan dapat menyebabkan penyumbatan
pada satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut terdiri dari
endapan kolesterol, agregasi trombosit, dan fibrin kemudian lisis atau
tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah bagian distal tergantung
pada ukuran, komposisi, dan konsistensi plak serta pola dan kecepatan
aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut akan
menyebabkan matinya jaringan otak.7,8
Penyebab emboli terbanyak ialah atrium fibrilasi yang dapat
disebabkan oleh penyakit jantung rematik, protesis mekanik katup
jantung merupakan penyebab strok emboli pasca operasi. Penyebab lain
adalah trombosis arteri ke arteri yaitu terjadi pelepasan elemen
metabolik dari pembuluh darah ekstra atau intrakranial, aterosklerotik di
arteri karotis interna, bifurkasio karotis dan percabangan arteri
intrakranial.8
Protesis mekanik katup jantung merupakan penyebab tersering
dari stroke embolik pasca operatif. Sedangkan prolaps mitrai jarang
menyebabkan stroke emboli serebral, tetapi frekuensinya masih belum
jelas (kontroversial) terutama pada katup yang redunden dan menebal.

30
Pada endokarditis bakterial, 3% terjadi emboli serebral disebabkan oleh
lepasnya elemen vegetasi septic katup jantung.6
Penyebab lain dari emboli serebral adalah adanya trombosis
arteri ke arteri, yaitu terjadi pelepasan elemen embolik dari pembuluh-
pembuluh ekstra/intra kranial aterosklerotik yang lepas ke distal
menutupi pembuluh distal yang lebih kecil. Lepasnya elemen yang
berbentuk mural trombus dari dinding pembuluh darah arterio-sklerotik
di arteri karotis interna, bifurkasio karotis dan percabangan arteri
intrakranial.6,7
Stroke iskemik ditemukan pada 42,5% kasus berdasarkan
pemeriksaan CT scan otak. Untuk menentukan diagnosa secara pasti
suatu stroke iskemik disebabkan akibat emboli kardiak diperlukan
pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, yaitu memastikan sumber
emboli di jantung dan emboli tersebut menjalar ke otak secara sistemik.7

3.5 PATOFISIOLOGI1,5,8
Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan
jaringan otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak,
sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan
otak.5
Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60
ml/100 gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah
1300-1400 gram (+ 2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat
disimpulkan jumlah aliran darah otak orang dewasa adalah + 800 ml/menit
atau 20% dari seluruh curah jantung harus beredar ke otak setiap menitnya.
Pada keadaan demikian, kecepatan otak untuk memetabolisme oksigen + 3,5
ml/100 gram otak/menit. Bila aliran darah otak turun menjadi 20-25 ml/100
gram otak/menit akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi

31
oksigen ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat
dipertahankan.5,8
Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak,
oksidanya akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara
fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap.
Hanya 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui
metabolisme anaerob. Energi yang dihasilkan oleh metabolisme aerob
melalui siklus Kreb adalah 38 mol Adenoain trifosfat (ATP)/mol glukosa
sedangkan pada glikolisis anaerob hanya dihasilkan 2 mol Atp/mol glukosa.
Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron-neuron otak ini digunakan
untuk keperluan:8
1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport
dan pelepasan neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik.
2. Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di
dalam/di luar sel serta membuang produk toksik siklus biokimiawi
molekuler.
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan
patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang
mengalami trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel,
asidosis, peningkatan, kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas
radikal bebas), juga menyebabkan kerusakan neumoral yang mengakibatkan
akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar kalsium
intraseluler akan meningkat melalui transpor glutamat, dan akan
menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran.8
Stroke atau CVD disebabkan karena adanya infark otak yang dapat
bersifat fokal atau global. Pada iskemik global seluruh aliran otak
mengalami penurunan akibat tekanan perfusi seperti henti jantung,
perdarahan sistmik yang masif, fibrilasi arterial yang berat, dan lain
sebagainya. Sedangkan iskemik otak fokal disebabkan karena menurunnya

32
perfusi regional. Hal ini dapat disebabkan oleh sumbatan atau pecahya salah
satu pembuluh darah otak di daerah sumbatan atau tertutupnya aliran darah
sebagian atau seluruh lumen pembuluh darah otak.8
Pengurangan aliran darah akan menyebabkan iskemia di suatu daerah
otak. Terdapat kolateral disekitar area tersebut disertai mekanisme
kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadi beberapa hal
berikut ini ꞉5,8
1) Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dapat dikompensasi akibat mekanisme kolateral. Gambaran klinis
berupa TIA (Transient Ischemic Attack) yang timbul dapat berupa
hemiparesis yang menghilang sebelum 24 jam atau amnesia umum
sepintas.
2) Bila sumbatan lebih besar dan daerah iskemia lebih luas, terjadi
penurunan cerebral blood flow yang lebih besar, namun masih dapat
dikompensasi, sehingga fungsi neurologis dapat membaik dalam waktu
beberapa hari sampai dengan 2 minggu, hal ini dinamakan RIND
(Reversible Ischemic Neurologic Deficit).
3) Sumbatan yang cukup besar menyebabkan derah iskemia lebih luas dan
tidak dapat dikompensasi lagi oleh mekanisme kolateral sehingga akan
terjadi deficit neurologis yang berlanjut.
Wilayah paling dalam yang mengalami iskemia dinamakan inti atau
core, pada daerah tersebut sangat pusat karena CBF sangan rendah, terjadi
degenari neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa aliran darah sehingga
daerah ini akan mengalami nekrosis. Di luar daerah inti dinamakan
penumbram pada daerah ini CBF lebih tinggi dibandingkan daerah inti,
fungsi neuron terhenti walaupun tidak mati. Terdapat kerusakan neuron,
edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan
jaringan berwarna pucat. Daerah disekitar penumbra berwarna merah
berwarna kemerahan dan mengalami edema karena terjadi dilatasi maksimal,

33
PCO2 dan PO2 tinggi dan kolateral maksimal. Pada derah ini CBF sangat
tinggi sehingga disebut dengan daerah dengan perfusi berlebihan (luxury
perfusion). Penatalaksanaan stroke harus segera berfugsi untuk memperbaiki
daerah penumbra agar tidak terjadi kematian sel dan kerusakan yang lebih
luas. Waktu untuk memulihkan daerah penumbra disebut jendela terapeutik,
dan berlangsung dalam waktu singkat. Jika daerah penumbra tidak dapat lagi
dipertahankan akan terjadi iskemia berkepanjangan dan sel akan mati8.

3.6 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinik stroke sangat dipengaruhi oleh daerah otak sebelah
mana yang mengalami gangguan. Berdasarkan vaskularisasi otak. Gejala
klinik dibedakan menjadi dua golongan besar3,4,5,7,8.
1. Stroke pada sistem karotis atau stroke hemisferik
Otak mendapat suplai darah dari a.karotis interna terutama lobus
frontalis, temporalis, parietalis, dan ganglia basalis. Gejala yang timbul
terjadi secara mendadak berupa hemiparesis, bicara pelo, dan lain-lain.
Seseorang dengan stroke hemisferik jarang yang mengalami gangguan
kesadaran kecuali pada stroke yang luas, hal ini karena pusat kesadaran
yaitu formasio retikularis berada di garis tengah dan sebagian besar
terletak dalam fossa posterior.
Pada stroke hemisferik biasanya terjadi parese nervus VII dan XII tipe
sentral. Dapat juga ditemui adanya gangguan konjugat pergerakan bola
mata, hemianopia, paresis ke kiri atau kanan.
Kelumpuhan hampir seluruh terjadi pada salah satu sisi tubuh atau
hemiparesis. Dapat menjadi patokan apabila terdapat perbedaan
kelumpuhan yang nyata antara anggota gerak atas dan bawah hampir
dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari daerah
hemisferik kortikal. Sedangkan jika kelumpuhan sama berat gangguan
aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah vertebra-basilar.

34
Gangguan sensorik dapat terjadi berupa hemisensorik. Gangguan furgsi
luhur yang dapat terjadi berupa disfungsi oarietal baik sisi dominan
maupun non dominan. Kelainan yang tampak seperti disfasia yaitu
penserita tak mampu mengungkapkan atau mengerti kata-kata baik secara
lisan, tulisan, maupun isyarat.

2. Diagnostik kelainan sistem vertebra-basiler


Penurunan kesadaran yang cukup berat, kombinasi berbagai saraf otak
yang terganggu disertai vertigo, diplopia, dan gangguan bulbar,
kombinasi berbagai gangguan saraf otak disertai gangguan long-tract
sign seperti vertigo disertai paresis keempat anggota gerak (ujung-ujung
distal).
Stroke mempunyai tanda klinik spesifik, tergantung daerah otak yang
mengalami iskemia atau infark. Serangan pada beberapa arteri akan
memberikan kombinasi gejala yang lebih banyak pula.
Bamford (1992), mengajukan klasifikasi klinis saja yang dapat
dijadikan pegangan, yaitu:1,6
1) Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
Pada TACI maka penderitanya dapat memiliki gangguan fungsi
luhur seperti afasia, terdapat defisit visual, dan terdapat gangguan fungsi
motorik dan/atau sensorik.
Infark tipe TACI ini penyebabnya adalah emboli kardiak atau
trombus arteri ke arteri, maka dengan segera pada penderita ini dilakukan
pemeriksaan fungsi kardiak (anamnesia penyakit jantung, EKG, foto
thorax) dan jika pemeriksan ke arah emboli arteri ke arteri mendapatkan
hasil normal (dengan bruit leher negatif, dupleks karotis normal), maka
dipertimbangkan untuk pemeriksaan ekhokardiografi.5

2) Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)

35
Gejala lebih terbatas pada daerah yang lebih kecil dari sirkulasi
serebral pada sistem karotis. Penderita dapat mengalami 2 dari ketiga
gangguan ini gangguan fungsi luhur seperti afasia, terdapat difisit visual,
dan terdapat gangguan fungsi motorik dan/atau sensorik.5
Gambaran klinis PACI terbatas secara anatomik pada daerah
tertentu dan percabangan arteri serebri media bagian kortikal, atau pada
percabangan arteri serebri media pada penderita dengan kolateral
kompensasi yang baik atau pada arteri serebri anterior. Pada keadaan ini
kemungkinan embolisasi sistematik dari jantung menjadi penyebab stroke
terbesar dan pemeriksaan tambahan dilakukan seperti pada TACI.5

3) Lacunar Infarct (LACI)


Disebabkan oleh infark pada arteri kecil dalam otak (small deep
infarct) yang lebih sensitif dilihat dengan MRI dari pada CT scan otak.
Penderita dapat mengalami 1 dari ketiga gangguan ini gangguan fungsi
luhur seperti afasia, terdapat difisit visual, dan terdapat gangguan fungsi
motorik dan/atau sensorik.6, 5
Jenis infark ini bukan disebabkan karena proses emboli karena
biasanya pemeriksaan jantung dan arteri besar normal, sehingga tidak
diperlukan pemeriksaan khusus untuk mencari emboli kardiak.

4) Posterior Circulation Infarct (POCI)8


Terjadi oklusi pada batang otak dan atau lobus oksipitalis.
Penyebabnya sangat heterogen dibanding dengan 3 tipe terdahulu.
Gejala klinis:
1. Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan gangguan
motorik/sensorik kontralateral.
2. Gangguan motorik/ sensorik bilateral.
3. Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertikal)

36
4. Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract ipsilateral.
5. Isolated hemianopia atau buta kortikal.
Heterogenitas penyebab POCI menyebabkan pemeriksaan kasus
harus lebih teliti dan lebih mendalam. Salah satu jenis POCI yang sering
disebabkan emboli kardiak adalah gangguan batang otak yang timbulnya
serentak dengan hemianopia homonim.

3.7 DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik1,5,6,8
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik
meliputi hemiparese, monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan
kesadaran, tidak ada nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif maupun

37
negatif. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun
umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi
trombolitik. Beberapa faktor dapat membuat anamnesis menjadi sedikit sulit
untuk mengetahui gejala atau onset stroke seperti: 3,4,5
1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis
dan hiponatremia.

Siriraj Stroke Score9


Variabel Gejala Klinis Skor
Derajat kesadaran Sadar 0
Apatis 1
Koma 2
Muntah Iya 1
Tidak 0
Sakit Kepala Iya 1
Tidak 0
Tanda-tanda atheroma
Angina Pectoris Iya 1
Tidak 0
Claudicatio Intermitten Iya 1
Tidak 0
Diabetes Melitus Iya 1
Tidak 0

Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X sakit kepala)


+ (0,1 X tekanan darah diastol) – (3 X ateroma) – 12.

38
Apabila skor yang didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan
dan apabila didapatkan skor ≥ 1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.6

Algoritma Gadjah Mada10

Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran,
nyeri kepala dan terdapat refleks babinski atau dua dari ketiganya maka merupakan
stroke hemoragik. Jika ditemukan penurunan kesadaran atau nyeri kepala merupakan
stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya didapatkan refleks babinski positif atau
tidak didapatkan penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan refleks babinski maka
merupakan stroke non hemoragik.7

39
Penyebab trombosis atau emboli juga dapat diperkirakan dari tanda dan
gejala klinis berikut:

3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke
non hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah
pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan
stroke akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma,
neoplasma, abses).8
Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan
biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal
pada >50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan

40
intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk
pemberian terapi trombolitik.4
Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:
1. CT Angiografi
2. CT Scan Perfusion
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau
perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap
menjadi acuan.

3.8 TATALAKSANA
1. Tatalaksana di IGD
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan. Oksigen diberikan
apabila saturasi < 95%. Intubasi endotrakela dilakukan
pada pasien yang mengalami hipoksia, syok, tidak

41
sadar, dan berisiko mengalami aspirasi.
b. Stabilisasi hemodinamik dengan cara:
- Cairan kristaloid dan koloid intravena
- Pemasangan kateter vena sentral, dengan target 5-12 cmH2O
- Optimalisasi tekanan darah dengan target sistol
sekitar 140 mmHg.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
d. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial:
0
- Elevasi kepala 30

- Hindari pemberian cairan glukosa, hipotonik, dan hipertonik.


- Jaga normovolemia
- Osmoterapi dengan mannitol loading 1-1,5 g/kgBB
selama 30 menit, dilanjutkan 0,25-0,5 g/kgBB selama
> 20 menit diulangi setiap 4-6 jam dengan target <
310 mOsm/L dan/atau berikan furosemid dengan dosis
inisial 1 mg/kgBB intravena.
e. Pengendalian kejang dengan diazepam 5-20 mg bolus lambat
intravena diikuti dengan fenitoin 15-20 mg/kgBB bolus
dengan kecepatan maks 50 mg/menit. Pasien perlu dirawat
di ICU jika tetap kejang.
f. Pengendalian suhu tubuh
2. Tatalaksana umum di ruang rawat
Indikasi rawat inap semua pasien stroke diindikasikan untuk
dirawat inap. Pasien stroke dengan lesi yang luas, adanya bukti
yang jelas edema otak, penurunan status mental dengan cepat
merupakan indikasi untuk di rawat di ICU.
a. Jaga euvolemia dengan oembeian cairan isotonis dengan dosis
kebutuhan cairan total 30 ml/kgBB/hari.

42
b. Jaga keseimbangan elektrolit. Koreksi asidosis atau alkalosis
yang mungkin terjadi.
c. Nutrisi enteral paling lambat diberikan dalam 48 jam. Apabila
terdapat gangguan menelan dan penurunan kesadaran, makanan
diberikan melalui NGT. Kebutuhan kalori 25-30
kkal/kgBB/hari.
d. Mobilisasi dan cegah komplikasi subakut.
e. Antibiotik diberikan atas indikasi dan sesuai pola kuman.
f. Analgetik, antiemetik, dan antagonis H2 dapat diberikan bila
perlu.
g. Hati-hati dalam menggerakkan pasien karena dapat
mempengaruhi TIK.
3. Tatalaksana khusus
a. Penatalaksanaan sumbatan otak
1. Trombolisis: recombinant Tissue Plasminogen Activator
(rTPA) 0,9 mg/kgBB (maks 90 mg) direkomendasikan
pada pasien dengan onset stroke antara 3-4,5 jam
Kontraindikasi usia > 80 tahun, konsumsi antikoagulan
oral, adanya bukti jejas iskemik lebih dari 1/3 area
arteri serebri media, dan pasien dengan riwayat stroke dan
diabetes melitus.
2. Antiplatelet:
lndikasi: Menurunkan resiko TIA atau stroke berulang
pada penderita yang pernah menderita iskemi otak yang
diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita stroke
pada penderita resiko tinggi seperti pada penderita tibrilasi
atrium non valvular yang tidak bisa diberikan anti
koagulan.

43
Kontra indikasi: hipersensitif terhadap salisilat, asma
bronkial, hay fever, polip hidung, anemi berat, riwayat
gangguan pembekuan darah.
Dosis: FDA merekomendasikan dosis: oral 1300 mg/hari
dibagi 2 atau 4 kali pemberian. Sebagai anti trombosit
dosis 325 mg/hari cukup efektif diberikan dalam 24-48
jam setelah awitan stroke dan efek sampingnya lebih
sedikit. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
merekomendasikan dosis 80-320 mg/hari untuk
pencegahan sekunder stroke iskemik.
Efek samping: nyeri epigastrium, mual, muntah, perdarahan
lambung.
3. Antikoagulan:
secara umum, pemberian heparin, LMWH atau
heparinoid setelah stroke iskemik akut tidak bermanfaat.
Pemberian antikoagulan dengan tujuan mencegah
timbulnya stroke ulangan awal atau menghentikan
perburukan neurologis tidak direkomendasikan.
Indikasi: Untuk profilaksis dan pengobatan komplikasi
tromboembolik yang dihubungkan dengan fibrilasi atrium
dan penggantian katup jantung ; serta sebagai profilaksis
terjadinya emboli sistemik setelah infark miokard (FDA
approved). Profilaksis TIA atau stroke berulang yang
tidak jelas berasal dari problem jantung.
Kontraindikasi: Semua keadaan di mana resiko terjadinya
perdarahan lebih besar dari keuntungan yang diperoleh
dari efek anti koagulannya, termasuk pada kehamilan,
kecenderungan perdarahan atau blood dyscrasias dll.

44
Dosis: Dosis inisial dimulai dengan 2-5 mg/hari dan dosis
pemeliharaan 2-10 mg/hari. Obat diminum pada waktu
yang sama setiap hari. Dianjurkan diminum sebelum tidur
agar dapat dimonitor efek puncaknya di pagi hari
esoknya. Lamanya terapi sangat tergantung pada
kasusnya. Secara umum, terapi anti koagulan harus
dilanjutkan sampai bahaya terjadinya emboli dan
trombosis sudah tidak ada.

b. Penatalaksanaan tekanan darah


1. Penatalaksanaa Hipertensi
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah
diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam
24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah
sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolik
(TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut
yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah
diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110
mmHg. Obat antihipertensi yang digunakan adalah
lebetalol, nitropaste nitroprusid, nikardipin, atau ditiazem
intravena.
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat
dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target diatas
pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut,
edema paru, gagal ginjal akut, dan ensefalopati
hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25%
pada jam pertama, dan TDS 160/90 dalam 6 jam
pertama.

45
Pada penderita yang sebelumnya mendapatkan
pengobatan anti hipertensi, obat-obat tersebut dapat
dilanjutkan.
2. Penatalaksanan Hipotesi Stroke Akut
Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan
buruknya keluaran neourologis terutama bila TDS <100
mmHg atau TDD <70 mmHg. Obat-obat vasopressor
yang dapat digunakan antara lain fenilephrin, dopamine,
dan norepinefrin, pemberian obat-obat tersebut diawasi
dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah
optimal, yaitu TDS berkisar 140 mmHg pada kondisi akut
stroke.

c. Penatalaksanaan gula darah


Hindari kadar gula darah melebihi 180 mg/dl,
disarankan dengan infus salin dan menghindari pemberian
larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke
akan berperan dalam mengendalikan kadar gula darah.
Hipoglikemia (<50 mg/dl) mungkin dapat memperlihatkan
gejala mirip stroke infark, dan dapat disertai dengan pemberian
bolus dekstrosa atau infus glukosa 10-20% sampai kadar gula
darah 80-110 mg/dl.

d. Penatalaksanaan kolesterol
Pemberian statin telah terbukti dapat menurunkan
kolesterol LDL dan trigliserid, serta meningkatkan kolesterol
HDL. Agen statin yang dapat diberikan antara lain
simvastatin, lovastatin, atorvastatin, pravastatin dengan 10-20

46
mg/hari. Penggunaan dosis maksimal (80 mg) dapat
menyebabkan miopati.

II. Rehabilitasi Stroke


Rehabilitasi per individu sesuai dengan derajat dan jenis kecacatan,
mungkin membutuhkan program rawat inap dan dilanjutkan dirumah
atau secara rawat jalan. Pendekatan multidisiplin rehabilitasi stroke
meliputi:
1. Penilaian disfagia dan modifikasi diet
2. Rehabilitasi komunikasi
3. Penilaian kognitif dan psikologis, termasuk skrining untuk depresi
4. Program olahraga terapeutik
5. Penilaian ambulasi dan evaluai alat bantu jalan
6. Rehabilitasi vokasional

III. Prognosis
Secara umum, perbaikan stroke digambarkan sebagai berikut:
1. 10% penderita stroke mengalami pemulihan hampir sempurna
2. 25% pulih dengan kelemahan minimum
3. 40% mengalami pemulihan minimun namun tidak
membutuhkan perawatan khusus
4. 10% membutuhkan perawatan dan fasilitas khusus dalam jangka
panjang
5. 15% meninggal setelah serangan stroke.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan risiko kematian


dan jeleknya outcome setelah serangan stroke antara lain:
1. Usia tua > 65 tahun
2. Gambaran klinis: adanya atrial fibrilasi, gagal jantung,

47
serangan jantung iskemik, diabetes mellitus, riwayat stroke
sebelumnya.
3. Gambaran neurologis: adanya penurunan tingkat kesadaran,
gangguan motorik berat, gangguan proprioseptik, disfungsi
visuospatial, gangguan kognitif, total anterior circulation
syndrome, rendahnya skala ADL.
4. Gambaran pemeriksaan penunjang sederhana: adanya
hiperglikemia, tingginya hematokrit, dan abnormalitas EKG,
Pemeriksaan canggih (CT scan/ MRI): adanya lesi yang luas,
adanya efek massa, ada darah intraventrikular, dan hidrosefalus.

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan


sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan
sebagai berikut:
1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan
anatomis yang disebabkan oleh stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi,
terapi okupasional ditunjukkan untuk menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas : merupakan setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk
berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan oleh orang yang sehat.
3. Handicaps : merupakan halangan atau gangguan pada seorang penderita
stroke untuk berperan sebagai manusia normal akibat impairment dan
disabilitas.
Dalam uji klinik, Indeks Barthel merupakan skala yang sering digunakan
untuk menilai keluaran dan merupakan pengukuran yang dipercaya dapat
memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional
setelah stroke.
Indeks Barthel telah dikembangkan sejak tahun 1965 dan kemudian
dimodifikasi oleh Grager dkk sebagai suatu teknik yang menilai pengukuran

48
performasi pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan ke
dalam 2 kategori yaitu:
1. Kategori yang berhubungan dengan self care antara lain : makan,
membersihkan diri, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air
kecil, penggunaan toilet.
2. Kategori yang berhubungan dengan morbiditas antara lain: berjalan,
berpindah dan menaiki tangga.
Skor maksimum dari Indeks Barthel ini adalah 100 yang menunjukkan
bahwa kemampuan fungsional penderita sangat mandiri dan dapat melakukan
aktifitas sehari-hari tanpa bantuan dari orang lain, sedangkan skor terendah
adalah 0 yang menunjukkan bahwa penderita mengalami ketergantungan total
untuk dapat melakukan aktifitas sehari-hari.8

BAB IV
ANALISIS KASUS

49
Pada anamnesis didapatkan penderita mengalami kelemahan sisi sebelah
kiri yang terjadi secara tiba-tiba saat beristirahat tanpa disertai penurunan
kesadaran yang terjadi sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesaat
sebelumnya keluhan sakit kepala, muntah, kejang, dan penurunan kesadaran
disangkal, mulut mengot ke kanan ada, deviasi lidah ke kiri ada, dan bicara pelo
ada. Penderita masih dapat memahami isi pikiran orang lain dan mengungkapkan
isi pikirannya dengan baik secara lisan, tulisan, dan isyarat. Gangguan sensibilitas
berupa rasa baal dan kesemutan tidak ada. Penderita memiliki riwayat hipertensi
sejak 5 tahun dan tidak rutin meminum obat. Riwayat kencing manis, riwayat sakit
jantung, riwayat sakit ginjal, riwayat stroke sebelumnya dan riwayat trauma
disangkal. Penyakit ini dialami untuk pertama kalinya.
Berdasarkan anamnesis, penderita mengalami defisit neurologis yang
mendadak secara tiba-tiba dengan dugaan vaskular sehingga memunculkan
kecurigaan terjadinya suatu cerebrovascular disease (stroke) dengan diagnosis
topik pada LACI. Diagnosis CVD dapat ditegakkan dengan menggunakan skor
siriraj. Dari gejala yang dialami dapat dilakukan penghitungan skor siriraj dimana
didapatkan skor -2 yang mendukung kecurigaan stroke non hemoragik pada
penderita ini. Dari pemeriksaan neurologis didapatkan parese nervus VII dan XII
tipe sentral. Untuk menunjang diagnosis dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala
dan di dapatkan adanya lesi hipodens di hemisfer kanan sehingga dapat ditetapkan
diagnosis penderita adalah CVD Non-Hemoragik.
Penatalaksaan pada penderita ini adalah pemasangan IV line dengan NaCl
0,9% gtt XX/m, Pantoprazole 1 x 40 mg (IV), Citicolin 2 x 500 mg (IV), Aspilet
1 x 80 mg (PO), Neurodex 1x1 tab (PO), Atorvastatin 1 x 20 mg (PO), Amlodipine
1 x 10 mg (PO), dan Candesartan 1 x 16 mg (PO). Pumpisel diberikan untuk
mengurangi stress ulcer yang terjadi akibat peningkatan produksi HCl lambung
yang diinduksi oleh stroke dan sebagai penanganan efek samping pemberian
aspilet. Pemberian antiplatelet untuk mengurangi resiko terjadinya sumbatan

50
ulang. Pemberian vitamin B kompleks karena sifatnya yang neurotropik sehingga
dapat menutrisi dan membantu regenerasi neuron pada penderita stroke. Pasien
direncanakan konsul rehabilitasi medis untuk fisioterapi hingga tekanan darah
stabil. Prognosis vitam dan functionam pada penderita ini adalah dubia ad bonam.
Diagnosis klinis pada kasus ialah hemiparese sinistra tipe flaksid, parese
nervus VII sinistra tipe sentral, parese nervus XII sinistra tipe sentral. Diagnosis
topik pada Lacunar Infarct (LACI). Diagnosis etiologi trombosis cerebri dan
diagnosis tambahan hipertensi stage II dan dislipidemia.

Diagnosis Banding Topik

1. Lesi di Korteks Hemisferium Cerebri Dekstra


No Gejala pada lesi di korteks cerebri Gejala pada penderita
.

1 Defisit motorik berupa Hemiparese sinistra


hemiparese/hemiplegi kontralateral lesi
(typical)

2 Gejala iritatif berupa kejang pada sisi yang Tidak ada kejang
lemah atau lumpuh

3 Gejala fokal berupa kelumpuhan lengan dan Kelemahan pada lengan dan
tungkai yang tidak sama berat tungkai sama berat

4 Defisit sensorik berupa gangguan pada sisi Tidak ada kelainan


yang lemah/lumpuh

5 Afasia global Tidak ada afasia global

Kesimpulan: kemungkinan lesi di korteks hemisferium cerebri dekstra dapat


disingkirkan.

1. Lesi di Subkorteks Hemisferium Cerebri Dekstra


No Gejala pada lesi di subkorteks cerebri Gejala pada penderita

51
.

1 Defisit motorik berupa Hemiparese sinistra


hemiparese/hemiplegi kontralateral lesi
(typical)

2 Afasia motorik murni Tidak ada afasia motorik


murni

Kesimpulan: kemungkinan lesi di subkorteks hemisferium cerebri sinistra dapat


disingkirkan

2. Lesi di Capsula Interna Hemisferium Cerebri Dekstra


No Gejala pada lesi di capsula interna Gejala pada penderita
.

1 Defisit motorik berupa Hemiparese sinistra


hemiparese/hemiplegi kontralateral lesi
(typical)

2 Parese N. VII tipe sentral Parese N. VII tipe sentral (+)

3 Parese N. XII tipe sentral Parese N. XII tipe sentral (+)

4 Kelemahan/kelumpuhan pada lengan dan Kelemahan lengan dan


tungkai sama berat tungkai kanan sama berat

Kesimpulan: kemungkinan lesi di capsula interna hemisferium cerebri dekstra belum


dapat disingkirkan

3. Lesi di Mesencephalon
No Gejala pada lesi di mesensefalon Gejala pada penderita
.

1 Defisit motorik berupa Hemiparese sinistra


hemiparese/hemiplegi kontralateral lesi
(alternans)

2 Parese N. III ipsilateral lesi Tidak ada parese N. III

52
ipsilateral lesi

Kesimpulan: kemungkinan lesi di mesensefalon dapat disingkirkan

4. Lesi di Pons
No Gejala pada lesi di pons Gejala pada penderita
.

1 Defisit motorik berupa Hemiparese sinistra


hemiparese/hemiplegi kontralateral lesi
(alternans)

2 Parese N. IV, V, VI, VII, VIII Parese N.VII

Kesimpulan: kemungkinan lesi di pons dapat disingkirkan

5. Lesi di Medula Oblongata


No Gejala pada lesi di medula oblongata Gejala pada penderita
.

1 Defisit motorik berupa Hemiparese sinistra


hemiparese/hemiplegi kontralateral lesi
(alternans)

2 Parese N. IX, X, XI, XII Parese N.XII

Kesimpulan: kemungkinan lesi di medula oblongata dapat disingkirkan

6. Lesi di Decussatio Piramidalis


No Gejala pada lesi di Decussatio Gejala pada penderita
. Piramidalis

1 Defisit motorik berupa monoparese Hemiparese sinistra


(crusiata)

Kesimpulan: kemungkinan lesi di decussatio pyramidalis dapat disingkirkan

Berdasarkan klasifikasi Bamford

53
1. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
No Gejala pada lesi TACI Gejala pada penderita
.

1 Defisit motorik atau sensorik meliputi 2/3 Ada defisit motorik


wajah, lengan, dan tungkai

2 Disfungsi korteks (gangguan fungsi luhur): Tidak terdapat afasia global

- Disfasia

- Gangguan visuospatial

- Hemineglect

- Agnosia

- Apraxia

3 Hemianopia (kontralateral sisi lesi) Tidak ada hemianopia

Kesimpulan: kemungkinan lesi TACI dapat disingkirkan

2. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)


No Gejala pada lesi PACI Gejala pada penderita
.

1 Dua dari gejala berikut:

1. Defisit motorik atau sensorik meliputi Ada defisit motorik


2/3 wajah, lengan, dan tungkai
2. Higher disfunction:
Tidak terdapat afasia global
Disfasia, Gangguan visuospatial,
Hemineglect, Agnosia, Apraxia,
Hemianopia

Kesimpulan: kemungkinan lesi PACI dapat disingkirkan

54
3. Lacunar Infarct (LACI)
No Gejala pada lesi LACI Gejala pada penderita
.

1 Defisit motorik atau sensorik meliputi 2/3 Ada defisit motorik


wajah, lengan, dan tungkai

2 Hemiparese ataksik tanpa hemianopia Disartria (+)

Kesimpulan: kemungkinan lesi LACI belum dapat disingkirkan

4. Posterior Circulation Infarct (POCI)


No Gejala pada lesi POCI Gejala pada penderita
.

1 Paresis saraf kranial dengan defisit Paresis N. VII & XII dan
motorik/sensorik kontralateral lesi defisit motorik kontralateral

2 Defisit motorik/sensorik bilateral Defisit motorik unilateral

3 Hemianopia terisolasi Belum diketahui

4 Gangguan gerak mata terkonjugasi Tidak ada deviasi konjugat

5 Gangguan serebelar Tidak ada gangguan


serebelar

Kesimpulan: kemungkinan lesi POCI dapat disingkirkan

Kesimpulan diagnosis topik: Capsula Interna Cerebri Dekstra, LACI

Diagnosis Banding Etiologi

Skor Stroke Siriraj

A. DERAJAT KESADARAN A. TANDA – TANDA


 Koma : 2 ATEROMA
 Apatis : 1 1. Angina Pectoris

 Sadar : 0  (+) : 1

55
B. MUNTAH  (-) : 0
 (+) : 1 2. Claudicatio Intermitten
 (-) : 0  (+) : 1
C. SAKIT KEPALA  (-) : 0
 (+) : 1 3. DM
 (-) : 0  (+) : 1
 (-) : 0
SSS = (2,5 × KESADARAN) + (2 × MUNTAH ) + (2 × SAKIT
KEPALA) + (0,1 × TD. DIASTOLE) – (3 × ATEROMA) – 12

JIKA HASILNYA :

 0 : Lihat hasil CT Scan


 ≤ - 1 : Infark / Iskemi / Non hemoragik
 ≥ 1 : Hemoragik
SSS = (2,5 × 0) + (2 × 0) + (2 × 0) + (0,1 × 100) – (3 × 0) – 12

= -2

Kesimpulan: Infark / Iskemi / Non hemoragik

56
Algoritma Gajah Mada

Pada penderita penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), refleks Babinski (-)
Kesimpulan: Infark
Diagnosis Banding Etiologi Berdasarkan Anamnesis

1. Hemoragik cerebri
Hemoragik cerebri Gejala pada penderita

Kehilangan kesadaran > 30 menit Tidak ada kehilangan kesadaran

Terjadi saat aktivitas Terjadi tiba-tiba saat istirahat

Didahului sakit kepala, mual, dan Tidak ada sakit kepala, mual,
muntah muntah

Riwayat hipertensi Ada riwayat hipertensi

Kesimpulan: kemungkinan etiologi hemoragik cerebri dapat disingkirkan

57
2. Emboli cerebri
Emboli cerebri Gejala pada penderita

Kehilangan kesadaran <30 menit Tidak ada kehilangan kesadaran

Ada atrial fibrilasi Tidak ada atrial fibrilasi

Terjadi saat istirahat Terjadi tiba-tiba saat istirahat

Kesimpulan: kemungkinan etiologi emboli cerebri belum dapat disingkirkan

3. Trombosis cerebri
Trombosis cerebri Gejala pada penderita

Tidak ada kehilangan kesadaran Tidak ada kehilangan kesadaran

Terjadi saat istirahat Terjadi tiba-tiba saat istirahat

Kesimpulan: kemungkinan etiologi trombosis cerebri belum dapat disingkirkan

Diagnosis etiologi sesuai anamnesis: Trombosis cerebri dd/ Emboli Cerebri

58
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Serebrovaskuler Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia. 2004. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI)
2. American Associations of Neurological Surgeons. 2016. Cerebrovascular
Disease. Diakses pada http://www.aans.org/Patients/Neurosurgical-
Conditions-and-Treatments/Cerebrovascular-Disease
3. Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, EGC, Jakarta.
4. Pinzon, R., Sanyasi, R. D. L., & Wijono, A. (2017). The comparison of
traditional vascular risk factor between hemorrhagic and non-hemorrhagic
stroke. Asian Journal of Medical Sciences, 8(6), 5-8.
https://doi.org/10.3126/ajms.v8i6.18277.
5. Harsono.Buku Ajar Neurologi Klinis.Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.2005.
6. Ardelt, A.A., 2018. Acute Ischemic Stroke. In: Harrigan, M.R., & Deveikis,
J.P., ed. Handbook of Cerebrovascular Disease & Neurointerventional
Technique. New York : Humana Press, 571-605.
7. Davenport, R. & Dennis, M. 2017. Neurological Emergencies: Acute Stroke. J
Neurol Neurosurg Psychiatry 68: 277-288.
8. Gofir, A. 2018. Evidence Based Medicine Manajemen Stroke. Yogyakarta :
Pustaka Cendikia Press.
9. Widiastuti, Priska. 2015. Sistem Skoring Dianostik untuk Stroke: Skor Siriraj.
CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015
10. Lamsudin R., 2015. Algoritma stroke Gadjah Mada. Penyusunan dan validasi
untuk membedakan stroke iskemik akut atau stroke infak. Yogyakarta :
Medika.

59
60

Anda mungkin juga menyukai