Anda di halaman 1dari 73

Laporan Kasus

HEMIPARESIS SINISTRA TIPE SPASTIK + PARESIS N.VII,


N.XII SINISTRA TIPE CENTRAL ET CAUSA STROKE NON
HEMORAGIK

Oleh:
Hana Sulistia, S.Ked
NIM: 712021065

Pembimbing:
dr. Budiman Juniwijaya, Sp.S

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
RSUD PALEMBANG BARI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

HEMIPARESIS SINISTRA TIPE SPASTIK + PARESIS N.VII, N.XII


SINISTRA TIPE CENTRAL ET CAUSA STROKE NON HEMORAGIK

Oleh:
Hana Sulistia, S. Ked
NIM: 712021065

Telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2022 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf di
RSUD PALEMBANG BARI

Palembang, Oktober 2022


Pembimbing

dr. Budiman Juniwijaya, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Hemiparesis Sinistra Tipe Spastik + Paresis N.VII, N.XII Sinistra Tipe Central
Et Causa Stroke Non Hemoragik” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah
kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. dr. Budiman Juniwijaya, Sp.S. selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini,
2. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.

Palembang, Oktober 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................ vi
BAB I. STATUS PENDERITA NEUROLOGI
1.1 Identifikasi........................................................................... 1
1.2 Anamnesa............................................................................ 1
1.3 Pemeriksaan Fisik................................................................ 2
1.4 Pemeriksaan Laboratorium.................................................. 11
1.5 Pemeriksaan Khusus............................................................ 14
1.6 Ringkasan Anamnesa.......................................................... 16
1.7 Lembar Follow Up.............................................................. 22
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak................................................ 32
2.2 Stroke ................................................................................... 41

BAB III. ANALISA KASUS…………………………………………...... 74


DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 82

iv
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1 Identifikasi
Nama : Tn. F
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. KH Ahmad Dahlan, Bukit Kecil, Palembang, Sumatera
Selatan.
Agama : Islam
MRS Tanggal : 13 Oktober 2022
No. RM : 62.92.14

1.2 Anamnesa (Autoanamnesa) (11 Desember 2019)


Penderita dirawat di bangsal saraf RSUD Palembang BARI karena
sukar berjalan yang disebabkan kelemahan pada lengan kiri dan tungkai kiri
yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, saat sedang beraktivitas tiba-
tiba penderita mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri tanpa
disertai kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita merasa sakit kepala
yang hilang timbul dan tidak disertai mual muntah, tanpa disertai kejang,
tanpa disertai gangguan rasa pada sisi yang lemah, tanpa disertai gangguan
rasa baal, nyeri, kesemutan, dll pada sisi yang lemah. Kelemahan pada
tungkai kiri dan lengan kiri dirasakan sama berat. Sehari hari penderita
bekerja menggunakan tangan kanan. Kemampuan penderita mengungkapkan
isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat dapat dinilai. Kemampuan
penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan
secara lisan, tulisan, dan isyarat dapat dinilai. Saat berbicara mulut penderita
mengot dan bicara pelo.
Saat serangan penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-debar
disertai sesak napas. Penderita mengalami keluhan sakit kepala. Penderita

1
tidak pernah mengalami koreng di kemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan
sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami bercak merah di kulit yang
tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami
nyeri pada tulang panjang. Penderita tidak memiliki riwayat hipertensi,
trauma tidak ada, diabetes mellitus tidak ada. Riwayat sakit jantung tidak ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

1.3 Pemeriksaan Fisik (Tanggal 11 Desember 2019)


Status Praesens
Kesadaran : E4 M6 V5
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36,5 ºC
Nadi : 85 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Status Internus
Jantung : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Ada Kontak Psikis : Ada

Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normochepali
Simetris : Simetris

2
B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

C. SYARAF-SYARAF OTAK
1. N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Normal Normal
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hyposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada

2. N.Opticus Kanan Kiri


Visus Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Campus visi

Anopsia Tidak ada Tidak ada


Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
Fundus Oculi
- Papil edema Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Papil atrofi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Perdarahan retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa

3. Nn. Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens


Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Menutup sempurna Menutup sempurna
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata

3
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada
- Gerakan bola mata Normal ke segala arah
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Isokor/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
- Reflek cahaya
- Langsung Positif Positif
- Konsekuil Positif Positif
- Akomodasi Positif Positif
- Argyl Robetson Tidak ada Tidak ada

4. N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit Kuat Kuat
- Trismus Tidak ada Tidak ada
- Reflek kornea Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sensorik
- Dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Dagu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

5. N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi Simetris Simetris
- Menutup mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Menunjukkan gigi Sudut mulut kanan Sudut mulut kiri

4
tertarik tertinggal
- Lipatan nasolabialis Tertarik Datar
- Bentuk muka
- Istirahat Asimetris (mulut mengot ke kiri)
- Berbicara/bersiul Asimetris (mulut mengot ke kiri)
Sensorik
- 2/3 depan lidah Tidak dilakukan pemeriksaan
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan
- Chvostek sign Negatif

6. N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan Terdengar Terdengar
Detik arloji Terdengar Terdengar
Tes Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tes Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa

7. N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan Kiri
Arcus pharingeus Simetris
Uvula Ditengah
Gangguan menelan Tidak ada
Suara serak/sengau
Tidak ada
Denyut jantung BJ I/II normal, reguler

Reflek
- Muntah Tidak diperiksa
- Batuk Tidak diperiksa
- Okulokardiak Tidak diperiksa

5
- Sinus karotikus Tidak diperiksa
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak diperiksa

8. N. Accessorius Kanan Kiri


Mengangkat bahu Normal Normal
Memutar kepala Normal Normal

9. N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah Lidah deviasi ke kiri
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Tidak ada

D. Columna Vertebralis
Kyphosis : Tidak ada
Scoliosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele : Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada

E. Badan Dan Anggota Gerak


Fungsi Motorik
Lengan Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang

6
Kekuatan 5 1
Tonus Eutoni Hipertonus
Reflek fisiologis
- Biceps Normal Hiperefleks
- Triceps Normal Hiperefleks
- Periost radius Normal Hiperefleks
- Periost ulna Normal Hiperefleks
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
Trofik Eutrofik Eutrofik
Tungkai Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 1
Tonus Eutoni Hipertonus
Klonus
- Paha Negatif Negatif
- Kaki Negatif Negatif
Reflek fisiologis
- KPR Normal Hiperefleks
- APR Normal Hiperefleks
Reflek patologis
- Babinsky Negatif Negatif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Reflek kulit perut
- Atas Normal
- Tengah Normal

7
- Bawah Normal
Trofik Eutropik

Sensorik
Tidak ada kelainan sensorik

F. Gambar

Gerakan :
Kurang
Kekuatan : 1
Refleks
Gerakan : Kurang fisiologis:
Kekuatan : 1 Hiperrefleks
Refleks fisiologis:
Hiperrefleks

Gerakan : Kurang
Kekuatan : 1 Gerakan : Kurang
Refleks fisiologis: Kekuatan : 1
Hiperrefleks Refleks fisiologis:
Refleks patologis (-) Hiperrefleks
Refleks patologis
(-)

Keterangan: Hemiparesis Sinistra Tipe Spastik

G. Gejala Rangsang Meningeal


Kanan Kiri
Kaku kuduk Tidak ada Tidak ada

8
Kernig Tidak ada Tidak ada
Lasseque Tidak ada Tidak ada
Brudzinsky
- Neck Tidak ada
- Cheek Tidak ada
- Symphisis Tidak ada
- Leg I Tidak ada Tidak ada
- Leg II Tidak ada Tidak ada

H. Gait Dan Keseimbangan


Gait
Ataxia : Negatif
Hemiplegic : Negatif
Scissor : Negatif
Propulsion : Negatif
Histeric : Negatif
Limping : Negatif
Steppage : Negatif
Astasia-abasia : Negatif
Keseimbangan
Romberg : Negatif
Dysmetri
- Jari-jari : Negatif
- Jari hidung : Negatif
- Tumit-tumit : Negatif
- Dysdiadochokinesia : Negatif
- Trunk Ataxia : Negatif
- Limb Ataxia : Negatif
I. Gerakan Abnormal
Tremor : Negatif
Chorea : Negatif

9
Athetosis : Negatif
Ballismus : Negatif
Dystoni : Negatif
Myoclonic : Negatif

J. Fungsi Vegetatif
Miksi : normal
Defekasi : normal
Ereksi : Tidak diperiksa

K. Fungsi Luhur
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada

L. Skor Siriraj

(2,5 x Kesadaran) + (2 x Muntah) + (2 x Nyeri kepala) + (0,1 x


TD) – (3 x TA) - 12

Tabel 1.1 Skor Siriraj


Gejala Penilaian Indeks
Kesadaran 0 = kompos mentis x 2,5
1 = mengantuk
2 = koma/semi koma
Muntah 0 = tidak x2
1 = ya
Nyeri kepala 0 = tidak x2

10
1 = ya
Tekanan darah Diastolik x 10%
Atheroma 0 = tidak ada x (-3)
- DM 1 = salah satu atau
- Angina pektoris lebih
- Claudication
intermitten
Konstanta -12

(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0,1 x 90) – (3 x 0) – 12 = -1


Interpretasi : Stroke non hemoragik

M. Algoritma Stroke Gajah Mada

Pada kasus:
Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (+), refleks Babinski (-)
Interpretasi: Stroke perdarahan intraserebral
(Namun berdasarkan CT scan, pasien pada kasus ini mengalami stroke
iskemik)

11
1.4 Pemeriksaan Laboratorium (13 Oktober 2022)
Hematologi
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hemoglobin 13.3 g/dl 12-14
Eritrosit 5.73 10*6/ul 4-4.5
Leukosit 8.4 10*3/ul 5.000 – 10.000
Trombosit 322 10*3/ul 150.000 - 400.000
Hematokrit 42 % 37-43
Hitung jenis
 Basofil 0 % 0-1
 Eosinofil 2 % 1-3
 Batang 4 % 2-6
 Segmen 61 % 50 - 70
 Limfosit 24 % 20 - 40
 Monosit 9 % 2-8

Kimia Klinik
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Glukosa darah sewaktu 141 mg/dl <180
Trigliserida 106 mg/dl <200
Kolesterol total 284 mg/dl <200
Kolesterol HDL 40 mg/dl >65
Kolesterol LDL 222 mg/dl <130
Ureum 47 mg/dl 20-40
Creatinine 1.09 mg/dl 0.6-1.1
Urid acid 7.10 mg/dl 3.4-7

Faeces : Tidak diperiksa


Liquor cerebrospinalis : Tidak diperiksa

12
1.5 Pemeriksaan Khusus
Rontgen foto cranium : Tidak diperiksa
Rontgen foto thoraks : Tidak ada kelainan
Rontgen foto columna vertebralis : Tidak diperiksa
Electro Encephalography : Tidak diperiksa
Arteriography : Tidak diperiksa
Electrocardiography : Normal
Pneumography : Tidak diperiksa
Lain-lain (CT-Scan) : Infark cerebri ischemic pada daerah
corona radiata kanan

1. Rontgen Thorax (13 Oktober 2022)

13
Kesan : Tidak ada kelainan
2. CT-Scan Kepala (13 Oktober 2022)

Pada pemeriksaan CT-Scan, didapatkan:


- Tampak lesi hipodens pada daerah corona radiata kanan
- Sulci, fissura, dan gyri baik
- Differensiasi gray dan white matter jelas
- Sistem ventrikel normal

14
- Tak tampak pergeseran struktur garis tengah
- Infratentorial: cerebellum dan CPA baik
- SPN/Mastoid baik
- Bulbus occuli dan ruang retroorbita kanan kiri baik
- Tulang-tulang intak, tak tampak fraktur cranium
Kesan : Infark cerebri ischemic pada daerah corona radiata kanan.

1.6 Diagnosa
Diagnosa Klinik : Hemiparese Sinistra Tipe Spastik + Parese N. VII
dan N. XII sinistra Tipe Sentral
Diagnosa Topik : Infark cerebri ischemic pada daerah corona radiata
kanan
Diagnosa Etiologi : CVD Non Hemoragik

1.7 Tatalaksana
 Non Farmakologi
1. Edukasi
 Modifikasi gaya hidup dan memodifikasi faktor resiko, mengatur
pola makan, istirahat cukup, mengelola stress, tidak minum
alkohol, makan berlebihan, mengurangi makanan yang banyak
mengandung lemak jenuh, aktif berolahraga.
 Penjelasan mengenai stroke non hemoragik, risiko dan
komplikasi selama perawatan
 Penjelasan mengenai gejala stroke berulang dan tindakan yang
harus dilakukan sebelum ke RS
2. Fisioterapi

15
 Farmakologi
1. IVFD RL gtt 20x/menit
2. Citicolin 2x500 IU
3. Candesartan 1x16 mg tab
4. Aspilet 2x160 mg tab
5. Neurodex 1x1

1.7 Prognosa
 Quo ad Vitam : dubia ad bonam
 Quo ad Functionam : dubia ad bonam
 Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

1.8 Diskusi Kasus


LMN (Perifer) UMN (Sentral)/ Pada penderita
FLAKSID SPASTIK ditemukan gejala
Hipotonus Hipertonus Hipertonus

Hiporefleks Hiperrefleks Hiperrefleks

Refleks patologis Refleks patologis (+/-) Refleks patologis (-)


(-)
Jadi, tipe kelemahan yang dialami penderita yaitu tipe Spastik

A. Diagnosis Banding Topik


1) Lesi di korteks hemisferium Pada penderita ditemukan
serebri, gejalanya : gejala :
Defisit motorik - Hemiparese sinistra
Gejala iritatif - Tidak ada
Gejala fokal (kelumpuhan/ kelemahan
- Kelemahan sama berat
tidak sama berat)

16
Gejala defisit sensorik pada sisi yang - Tidak ada gejala defisit
lemah sensorik
Jadi, kemungkinan lesi di korteks hemisferium serebri dapat disingkirkan

2) Lesi di subkorteks hemisferium Pada penderita ditemukan


serebri, gejalanya : gejala :
Ada gejala defisit motorik - Hemiparese sinistra
Ada afasia motorik subkortikal - Tidak ada
Jadi, kemungkinan lesi di subkorteks hemisferium serebri dapat
disingkirkan

3) Lesi di kapsula interna Pada penderita ditemukan


hemisferium serebri, gejalanya : gejala :
Ada hemiparese/hemiplegia tipikal - Hemiparese sinistra
Parese N.VII (dextra/sinistra) tipe - Parese N.VII sinistra
sentral
Parese N.XII (dextra/sinistra) tipe - Parese N.XII sinistra
sentral
Kelemahan ditungkai dan lengan sama - Kelemahan ditungkai dan
berat lengan sama berat
Jadi, kemungkinan lesi di kapsula interna hemisferium serebri dapat
ditegakkan
Kesimpulan :
Pada CT scan menginterpretasikan infark cerebri iskemik pada daerah
corona radiata kanan. Maka, diagnosis topik adalah infark cerebri iskemik
pada daerah corona radiata kanan

B. Diagnosis Banding Etiologi


1) Emboli cerebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran <30menit - Tidak ada penurunan kesadaran

17
- Ada atrial fibrilasi - Atrial fibrilasi tidak ada
- Terjadi saat aktivitas - Terjadi saat aktivitas
Jadi, etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan

2) Trombosis cerebri Pada penderita ditemukan gejala :


- Tidak ada kehilangan kesadaran - Tidak ada kehilangan kesadaran
- Terjadi saat istirahat - Terjadi saat aktivitas
Jadi, kemungkinan etiologi Trombosis Serebri dapat ditegakkan

Kesimpulan Diagnosis
- Diagnosis Klinis
Hemiparese sinistra tipe spastik + parese N. VII dan N.XII sinistra tipe
sentral
- Diagnosis Topik
Infark cerebri iskemik pada daerah corona radiata kanan
- Diagnosis Etiologi
CVD non Hemoragik Trombosis Serebri

18
1.8 LEMBAR FOLLOW UP
TANGGAL/
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
PUKUL
18 Oktober Keluhan: kelemahan pada tungkai kiri dan Th/
2022 lengan kiri  IVFD RL gtt 20
Pukul 06.00 Status Generalis x/menit
WIB • Kesadaran : E4 M6 V5  Inj. Citicolin
• TD : 140/90 mmHg 2x500mg
• HR : 78 x/menit  Aspilet 2x80 mg
 Neurodex 1x1 tab
• RR : 21 x/menit
• Temp : 36,5 oC

Status neurologikus
Nervus Craniales
N. I = tidak ada kelainan
N. II = tidak ada kelainan
N. III, IV, VI = pupil isokor (+/+) reflex
cahaya (+/+)
N. V = tidak ada kelainan
N. VII = tidak ada kelainan
N. VIII = tidak ada kelainan
N. IX = tidak ada kelainan
N. X = tidak ada kelainan
N. XI = tidak ada kelainan
N. XII = tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : cukup kurang
Kekuatan : 5 1
Tonus : eutoni hipertoni
Refleks fisiologis
- Biceps : normal hiperefleks
- Triceps : normal hiperefleks
- P. Radius : Normal hiperefleks
- P. Ulna : Normal hiperefleks
Refleks patologis
- Hoffman T : tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : cukup kurang
Kekuatan : 5 1
Tonus : eutoni hipertoni
Klonus

19
- Paha : negatif negatif
- Kaki : negatif negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal hiperefleks
- APR : normal hiperefleks
Refleks patologis : negatif

Gejala rangsang meningeal :


Kaku Kuduk : tidak ada
Kernig : tidak ada
Lasseqeu : tidak ada
Brudzinsky : tidak ada

Fungsi luhur : belum ada


Fungsi Sensoris : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparase Sinistra Tipe Spastik

Diagnosis Topik :
Infark cerebri iskemik pada daerah corona
radiata kanan

Diagnosis Etiologi :
CVD non Hemorragik

19 Oktober Keluhan: kelemahan pada tungkai kiri dan Th/


Pukul 06.00 lengan kiri  IVFD RL gtt 20
WIB Status Generalis x/menit
• Kesadaran : E4 M6 V5  Inj. Citicolin
• TD : 140/80 mmHg 2x500mg
• HR : 75 x/menit  Aspilet 2x80 mg
 Neurodex 1x1 tab
• RR : 21 x/menit
 Atorvastatin 1x20 mg
• Temp : 36,7 oC  Allopurinol 2x100 mg
 Gabapentin 2x100 mg
Status neurologikus
Nervus Craniales
N. I = tidak ada kelainan
N. II = tidak ada kelainan
N. III, IV, VI = pupil isokor (+/+) reflex
cahaya (+/+)
N. V = tidak ada kelainan
N. VII = tidak ada kelainan
N. VIII = tidak ada kelainan

20
N. IX = tidak ada kelainan
N. X = tidak ada kelainan
N. XI = tidak ada kelainan
N. XII = tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : cukup kurang
Kekuatan : 5 1
Tonus : eutoni hipertoni
Refleks fisiologis
- Biceps : normal hiperefleks
- Triceps : normal hiperefleks
- P. Radius : Normal hiperefleks
- P. Ulna : Normal hiperefleks
Refleks patologis
- Hoffman T : tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : cukup kurang
Kekuatan : 5 1
Tonus : eutoni hipertoni
Klonus
- Paha : negatif negatif
- Kaki : negatif negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal hiperefleks
- APR : normal hiperefleks
Refleks patologis : negatif

Gejala rangsang meningeal :


Kaku Kuduk : tidak ada
Kernig : tidak ada
Lasseqeu : tidak ada
Brudzinsky : tidak ada

Fungsi luhur : belum ada


Fungsi Sensoris : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparase Sinistra Tipe Spastik

Diagnosis Topik :
Infark cerebri iskemik pada daerah corona
radiata kanan

21
Diagnosis Etiologi :
CVD non Hemorragik

22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak


Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide to
Stroke, otak adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak
mempunyai fungsi khusus. Otak merupakan organ tubuh yang ikut
berpartisipasi pada semua kegiatan tubuh, yang dapat berupa bergerak,
merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang, berkhayal, membaca,
menulis, berhitung, melihat, mendengar, dan lain-lain. Bila bagian-bagian
dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya
pun dapat terganggu.1
Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari
berat badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai
20% dari kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah.
Pada keadaan normal, darah yang mengalir ke otak Cerebro Blood Flow
(CBF) adalah 50-60 ml/100 g otak/menit. Ada 3 selaput yang melapisi otak,
yaitu duramater, araknoid dan pia mater.1

Gambar 1. Selaput Otak


Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis (kanan dan kiri) dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri

23
vertebralis menyuplai darah ke area belakang dan area bawah dari otak,
sampai di tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke
area depan dan area atas otak.1
Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna
bersatu membentuk Sirkulus Willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian
darah di dalam kepala untuk mengimbangi setiap gerakan leher jika aliran
darah dalam salah satu pembuluh nadi leher mengalami kegagalan.1

Gambar 3. Sirkulasi Willisi

Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri


sinistra (kiri) dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra
(kiri) berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kanan tubuh, seperti
berbicara, berhitung dan menulis, sedangkan hemisfer serebri dextra (kanan)
berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kiri tubuh, seperti perasaan,
kemampuan seni, keterampilan dan orientasi.1

24
Gambar 4. Bagian Otak dan Fungsi Otak
Di dalam otak terdapat empat ruang yang penuh berisi cairan,
dinamakan ventrikel, yang membentang ke dalam berbagai bagian otak
dengan bentuk yang agak tidak beraturan. Perluasannya ke dalam lobus-
lobus cerebrum disebut tanduk (horn = cornu). Pasangan ventrikel ini
berhubungan dengan ruang garis tengah, yaitu ventrikel ketiga (tertius),
melalui pintu yang dinamakan foramina. Pada setiap sisinya ventrikel ketiga
dibatasi oleh dua bagian thalamus, sementara bagian dasarnya ditempati
oleh hipothalamus. Dari ventrikel ketiga terus ke bawah, ada saluran kecil
bernama aqueduct cerebral, memanjang melalui midbrain sampai pada
ventrikel keempat (qadratus). Yang terakhir ini berlanjut dengan canalis
centralis / neuralis pada sumsum tulang belakang.1
Cerebro Spinal Fluid (CSF) ialah cairan bening yang dibentuk dalam
ventrikel otak, sebagian besar oleh jaringan vascular yang disebut dengan
choroid plexuses. Fungsi CSF adalah untuk menggoncang bantalan yang
akan melukai bangunan lunak sistem saraf sentral (SSS). Cairan ini juga
membawa zat makanan pada sel dan memindahkan limbah dari sel.
Normalnya CSF mengalir secara bebas dari satu ventrikel ke ventrikel
lainnya dan pada akhirnya keluar ke dalam ruangan subarachnoid yang
mengitari otak dan sumsum tulang belakang. Sebagian besar cairan ini
dikembalikan pada darah di dalam sinus venosus melalui proyeksi yang
dinamakan dengan arachnoid villi. 2
Nervus Craniales
I. Saraf olfactory membawa dorongan membau dari reseptor di dalam

25
mukosa hidung menuju otak.
II. Saraf optik membawa dorongan visual dari mata menuju ke otak.
III. Saraf oculomotor berkaitan dengan sebagian besar kontraksi otot
mata.
IV. Saraf trochlear memasok satu otot bola mata.
V. Saraf trigeminal merupakan saraf sensoris yang terbesar dari muka
dan kepala, mempunyai tiga cabang yang membawa dorongan mera
sakan secara umum (misalnya rasa sakit, meraba, suhu) dari muka
menuju otak. Cabang ketiga disambungkan oleh serat motoris pada
otot mengunyah.
VI. Saraf abducens ialah saraf lainnya, yang mengirim dorongan yang
mengontrol pada otot bola mata.
VII. Saraf fasialis sebagian besar merupakan motorik.
Nervus fasialis merupakan saraf cranial terpanjang yang berjalan
di dalam tulang. Nervus ini terdiri dari 3 komponen, yaitu:
a. Serabut motorik, mempersarafi m.stapedius dan venter posterior
m.digastrikus, serta otot wajah, kecuali m.levator palpebra
superior.
b. Serabut sensoris, mempersarafi 2/3 anterior lidah untuk
mengecap, melalui n.korda timpani.
c. Serabut parasimpatis, mempersarafi glandula lakrimalis,
glandula submandibula dan glandula lingualis.
d. Saraf vestibulocholear berisi serat sensoris khusus untuk
mendengar seperti halnya untuk keseimbangan dari saluran
semisirkular telinga bagian dalam.
e. Saraf glossopharyngeal berisi serat sensoris umum dari belakang
lidah dan pharynx (tenggorokan). Saraf ini juga berisi serat
sensoris untuk merasakan dari posterior ketiga lidah, serat
pembu angan yang memasok sebagian besar kelenjar ludah
(parotid) dan serat saraf motor untuk mengontrol otot menelan
di dalam pharynx.

26
f. Saraf vagus merupakan saraf kranial yang terpanjang yang
mema-sok sebagian besar organ di dalam rongga perut dan dada.
Saraf ini juga berisi serat motor bagi kelenjar yang
menghasilkan getah pencernaan dan pembuangan lainnya.
g. Saraf accesory (formerly disebut spinal accesory nerve) terbu at
dari serat saraf motor yang mengontrol dua otot leher, yaitu
trapezius dan sternocleidomastoid.
h. Saraf hypoglossal saraf kranial terakhir membawa dorongan-
dorongan yang mengontrol lidah.3

Susunan neuromuskular tersusun atas Upper Motor Neuron


(UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN). UMN merupakan kumpulan
saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks
serebri sampai motorik saraf kranial di batang otak atau kornu anterior
medula spinalis. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik
kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan ekstrapiramidal.
Susunan piramidal merupakan semua neuron yang menyalurkan impuls
motorik secara langsung ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong
dalam kelompok UMN. Melalui aksonnya neuron korteks motorik
menghubungi metoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial
dan motorneuron di kornu anterior medula spinalis. Akson-akson tersebut
membentuk jaras kortikobulbar dan kortikospinal. Serabut saraf yang
bersinaps dengan nervus kranialis membentuk traktus kortikobulbar.
Sedangkan serabut saraf yang bersinaps dengan nervus spinalis mengirim
informasi untuk pergerakan volunter ke otot skelet membentuk traktus
kortikospinal.1
- Traktus kortikospinal
Serabut yang berasal dari korteks motorik akan berjalan secara
konvergen melalui corona radiata massa putih serebri menuju tungkai
posterior capsula interna. Lalu berkumpul merapat dalam susunan
somatotropik dan memasuki bagian tengah pedunculus otak tengah.

27
Serat-serat yang merupakan berkas padat berjalan turun ke bawah di
tengah pons dan kemudian muncul melewati piramid. Dari bagian
ventral medula oblongata, serabut saraf kortikospinal terlihat seperti
gambaran piramid. Inilah yang menyebabkan penamaan
traktuspiramidalis. 1
Pada piramid di daerah inferior dari medula, 85-90 % serabut
saraf kortikospinal menyilang ke sisi lain dari otak melalui garis
tengah (decusasio piramidalis). Disebut traktus kortikospinal lateralis
atau traktus piramidalis lateralis. Sisanya 10-15% terus berjalan
ipsilateral dalam funiculus anterior. Karena berjalan turun sepanjang
sisi korda spinalis, serabut saraf yang tidak menyilang yang bersinaps
dengan nervus spinalis pada sisi ipsilateral dari tubuh disebut traktus
piramidalis direk. Juga disebut traktus piramidalis ventralis atau
traktus kortikospinal anterior sebab mereka berjalan turun melalui
aspek ventral dari korda spinalis. 1
Traktus kortikospinal menstimulasi motor neuron pada medulla
spinalis yang bertugas menggerakkan otot-otot aksial tubuh, tangan
dan tungkai. Traktus kortikospinal lateral berakhir di motor neuron
yang bekerja untuk pergerakkan sebagian besar segmen distal tangan
dan tungkai. Sedangkan traktus kortikospinal medial berakhir di motor
neuron untuk pergerakkan otot aksial tubuh dan segmen proksimal
tangan dan tungkai. Nervus spinalis hanya menerima inervasi
kontralateral dari traktus kortikospinalis. Ini berarti lesi traktus
piramidalis unilateral di atas titik persilangan pada piramid akan
menyebabkan paralisis otot yang dipersarafi nervus spinalis di sisi
berlawanan dari tubuh. Sebagai contoh, lesi di sisi kiri traktus
piramidalis di atas titik persilangan dapat menyebabkan paralisis sisi
kanan tubuh.
- Traktus Kortikobulbar.1
Traktus kortikobulbar membawa pesan motorik yang paling
penting untuk bicara dan menelan.Akson kortikobulbar dari korteks

28
berjalan turun diantara ikatan dari kapsula interna. Serabut traktus
kortikobulbar meninggalkan traktus piramidalis pada daerah otak
tengah dan melakukan perjalanan ke arah dorsal. Di dalam
perjalanannya menuju nukleus saraf otak, ada beberapa serabut saraf
yang menyilang sedangkan sisanya tetap berjalan ipsilateral. Nukleus
yang terlibat adalah saraf otak yang mengontrolpersarafan volunter
otot wajah dan mulut, NV, NVII (keluar dari pons), NIX, NX, NXI
dan NXII (keluar dari medullaoblongata).
Hampir semua nervus kranialis menerima inervasi bilateral dari
serabut saraf traktus piramidalis. Ini berarti bahwa keduanya, yakni
anggota kanan dan kiri dari sepasang nervus kranialis diinervasi oleh
daerah korteks motorik hemisfer kanan dan kiri. Sehingga jika ada
lesi unilateral dari traktus piramidalis, kedua sisi tubuh tetap
menerima pesan motorik dari korteks. Pesan untuk pergerakan ini
mungkin tidak sekuat sebelumnya tapi tidak akan menyebabkan
paralisis. 1
Dua pengecualian untuk pola ini adalah fungsi NXII yang
menginervasi pergerakan lidah dan bagian dari NVII yang
menginervasi otot muka bagian bawah. Mereka hanya menerima
inervasi kontralateral dari traktus piramidalis. Ini berarti mereka
menerima informasi hanya dari serabut saraf di sisi berlawanan dari
otak. Oleh sebab itu, lesi unilateral upper motor neuron dapat
menyebabkan ‘facial drop’ unilateral atau masalah dengan
pergerakan lidah di sisi berlawanan dari tubuh. Sebagai contoh, lesi
di serabut saraf kiri traktus piramidalis menyebabkan ‘facial drop’
sisi kanan dan kesulitan gerak sisi kanan lidah.1
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan
sistem vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak,
serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak
(ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling
penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-

29
kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak.
Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan
koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).2 Dari faktor
pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor
jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus
pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah
sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun.
Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi
pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik
antara 50-150 mmHg). 4
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya,
juga di antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2
berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2
yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam (pH
rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah
parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi
vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi
ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan
terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun. 4
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan
mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara,
serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di
atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke. 4

2.2. Stroke
2.2.1 Definisi stroke
Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah
manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global,
yang berlangsung dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan
kematian tanpa ditemukannya penyakit selain daripada gangguan vaskular.
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease
(CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI)

30
mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah
otak. Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai
serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas,
invaliditas).5

2.2.2 Epidemiologi Stroke


Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian
setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara
berkembang. Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total
kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke
terjadi di negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban
stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal
dalam 12 bulan. Insiden stroke atau angka kejadian stroke di seluruh dunia
adalah 180 per 100.000 penduduk per tahun, atau hampir 0,2%. Sedangkan
prevalensinya sekitar 500-600 per 100.000 penduduk, atau sekitar 0,5%.5
Data di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan kasus stroke
baik dalam kematian, kejadian maupun kecacatan. Angka kematian
berdasarkan usia sebesar : 15,9% (usia 45 – 55 tahun), 26,8% (usia 55 – 65
tahun), dan 23,5% (usia > 65 tahun). Sedangkan insiden stroke sebesar
51,6/ 100.000 penduduk dan kecacatan : 1,6% tidak berubah, 4,3%
semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak terserang stroke
dibanding perempuan sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun sebesar 54,2%, dan
usia 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia
lanjut, sehingga dapat menimbulkan masalah baru dalam pembangunan
kesehatan secara nasional di kemudian hari.5

2.2.3. Faktor Risiko


Faktor yang dapat menimbulkan stroke dibedakan menjadi faktor
risiko yang tidak dapat diubah atau tidak dapat dimodifikasi dan faktor
risiko yang dapat diubah atau dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak
dapat diubah diantaranya peningkatan usia dan jenis kelamin. Faktor risiko
yang dapat diubah antara lain hipertensi, diabetes melitus, dan

31
dislipidemia. Hipertensi diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan
darah seseorang melebihi batas tekanan darah normal. Hipertensi
merupakan faktor risiko yang potensial pada kejadian stroke karena
hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak atau
menyebabkan penyempitan pembuluh darah otak. Pecahnya pembuluh
darah otak akan mengakibatkan perdarahan otak, sedangkan jika terjadi
penyempitan pembuluh darah otak akan mengganggu aliran darah ke otak
yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel-sel otak.6
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stress psikososial
juga merupakan faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui
berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres
hidup kronik, dan gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Obat-obatan lain seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon juga
meningkatkan risiko stroke.Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi alkohol,
diketahui apabila konsumsi alkohol satu hingga dua gelas per hari dapat
menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun, peminum berat dapat merusak
miokardium. 6
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan
rendahnya kadar kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang
sama juga terjadi pada merokok. Merokok secara pasif merupakan faktor
risiko tambahan untuk stroke. Kurangnya aktivitas fisik akan
meningkatkan risiko stroke dan PJK sebanyak 50%.6

2.2.4. Etiologi
1. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)
2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
a. Trombosis serebri
b. Emboli serebri
c. Hipoperfusi sistemik

32
 Trombosis
Trombosis pada arteri serebri yang memasok darah ke dalam otak
atau trombosis pembuluh darah intrakranial yang menyumbat aliran
darah. Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada
pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan
pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah
titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi
dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan risiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi
plak), dan perlengketan platelet. 7
 Emboli
Akibat pembentukan trombus di luar otak, seperti di dalam jantung,
aorta, atau arteri karotis kominis. Sumber embolisasi dapat terletak
di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat juga di jantung
dan sistem vaskuler sistemik. Emboli dapat berasal dari jantung,
arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided circulation (emboli
paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup
buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan
85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.7

2.2.5 Klasifikasi Stroke


Stroke dapat dibagi dua kelompok besar yaitu: 8
A. Stroke Iskemik (Stroke Non-Hemoragik)

33
Terganggunya sel neuron dan glia karena kekurangan darah akibat
sumbatan arteri pada otak atau akibat perfusi otak yang inadekuat.
Sumbatan dapat dibedakan oleh 2 keadaan yaitu:
Berdasarkan kausal:
a. Trombosis dengan gambaran defisit neurologis dapat memberat
dalam 24 jam pertama atau lebih
b. Emboli dengan gambaran defisit neurologi pertama kali muncul
sangat berat, biasanya sering timbul saat beraktifitas. Penderita
embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus
dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah
perwujudan dari penyakit jantung.  Setiap bagian otak dapat
mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan
menyumbat bagian – bagian yang sempit. Tempat yang paling
sering terserang embolus sereberi adalah arteria cerebri media,
terutama bagian atas.
Berdasarkan manifestasi klinis menurut ESO Excecutive Committee
dan ESO Writing Committee:
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
TIA menyebabkan penurunan jangka pendek dalam aliran darah
ke suatu bagian dari otak. TIA biasanya berlangsung selama 10-
30 menit.
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) Gejala deficit
neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari 7 hari
c. Progressive Stroke
Kelainan atau defisit neurologi yang berlangsung secara
bertahap dari yang ringan sampai yang kelamaan bertambah
berat.
d. Completed Stroke

34
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

B. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena
adanya perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan
kerusakan otak dan gangguan fungsi saraf.
a. Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar
setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit
kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit
kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak
menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan,
hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi
bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat
menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat
terjadi dalam beberapa detik untuk menit
b. Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala
kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah,
biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala),
menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah
(kadang-kadang disebut sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu
sebelum pecahnya aneurisma. Individu harus melaporkan

35
setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala,
tiba-tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik.
Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat.
Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum
mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa
bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan
menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit
untuk dibangunkan. Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan
serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan jaringan yang
menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta
sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri
pinggang.
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak,
seperti berikut:
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling
umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen
dalam beberapa menit atau jam. Demam adalah gejala
umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah
perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa
masalah serius lainnya, seperti:
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari
perdarahan subaraknoid dapat membeku. Darah beku
dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan
serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak.
Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan

36
tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan
menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk,
kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan
itu, arteri di otak dapat berkontraksi, membatasi aliran
darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti
pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan
gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan
atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan
menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan
koordinasi terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi,
biasanya dalam seminggu.

Tabel 2.1 Beda klinis stroke infark dan perdarahan 8


Gejala atau pemeriksaan Infark otak Perdarahan intra serebral
Gejala yang mendahului TIA (+) TIA (-)
Beraktivitas/istirahat Istirahat, tidur atau segera Sering pada waktu aktifitas
setelah bangun tidur
Nyeri kepala dan muntah Jarang Sangat sering dan hebat
Penurunan kesadaran Jarang Sering
waktu onset
Hipertensi Sedang, normotensi Berat, kadang-kadang
sedang
Rangsangan meningen Tidak ada Ada
Defisit neurologis fokal Sering kelumpuhan dan Defisit neurologik cepat
gangguan fungsi mental terjadi
CT-Scan kepala Terdapat area hipodensitas Massa intrakranial dengan

37
area hiperdensitas
Angiografi Dapat dijumpai gambaran Dapat dijumpai aneurisma,
penyumbatan, penyempitan AVM, massa intrahemisfer
dan vaskulitis atau vasospasme

Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah


servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti
aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik. Aterotrombosis
terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher dan dapat juga
mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang
terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak
aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal
dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung
pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena. 9
Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan kematian sel. Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan
pada pembuluh darah serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh
berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan
hemodinamik. Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah
kepala dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau
percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat penyempitan
pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah
pada bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul
tergantung pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena.9

2.2.6 Manifestasi Klinis


A. Pada Stroke Non-Hemoragik
Tanda:
1. Sering terjadi pada bangun pagi/waktu istirahat
2. Ada Riwayat TIA
3. Tidak nyeri kepala dan kejang

38
4. Tidak muntah
5. Biasanya kesadaran normal
6. Tidak ada gejala meningeal

Membedakan Trombosis dan Emboli


 Trombosis :
- Sering terjadi pada bangun pagi.
- Sering terjadi pada usia lanjut

 Emboli :
- Kejadian mendadak dgn gejala yg menetap
- Sering bersumber pada penyakit jantung
- Sering pada usia muda

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan


peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi,
maka gejala-gejala tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna
- Buta mendadak (amaurosis fugaks).
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
- Gangguan mental
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
- Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air

39
- Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan. Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
- Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh
- Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasiliar
- Kelumpuhan di satu sampai keempat ektremitas
- Meningkatnya refleks tendon
- Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
- Gejala-gejala sereblum seperti tremor dan kepala berputar
(vertigo)
- Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
- Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria)
- Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran
secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,
kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
- Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,
kebutaan setengah lapangan pandang pada belahan kanan atau
kiri kedua mata (hemianopia homonim).
- Gangguan pendengaran
- Rasa kaku di wajah, mulut dan lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
- Koma
- Hemiparesis kontralateral
- Ketidakmampuan membaca (aleksia)
- Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur

40
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk
berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri,
sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap
baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti
pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan
perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki
arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena
kerusakan otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara
kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca
kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah
ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata.
Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung
dan mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan
dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama
jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan
tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari
hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada
trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi
pengangkatan massa di otak.Dementia adalah hilangnya fungsi.

41
B. Pada Stroke Hemoragik / Stroke Perdarahan
Tanda:
1. Serangan pada saat aktif
2. Nyeri Kepala yang hebat
3. Muntah
4. Kaku duduk
5. Gangguan Kesadaran
6. Perdarahan retina
7. Kejang-kejang
8. Gangguan gerakan Bola Mata
9. Funduskopi: Papil edema

Stroke hemoragik (13% dari stroke) termasuk perdarahan


subarachnoid (SAH), perdarahan intraserebral, dan hematoma
subdural. SAH mungkin akibat dari trauma atau pecahnya aneurisma
atau arteriovenous malformation intrakranial (AVM). Perdarahan
intraserebral terjadi bila pembuluh darah pecah di dalam otak
menyebabkan hematoma. hematoma subdural biasanya disebabkan
oleh trauma. Darah di kerusakan parenkim otak jaringan di sekitarnya
melalui massa efek dan neurotoksisitas komponen darah dan produk
degradasi mereka
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus
stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak
dan serebelum.
Gejala klinis :
a. Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu
melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala
prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri
kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan
retina, dan epistaksis.

42
b. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal /
umum.
c. Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral,
refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi.
d. Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial
(TTIK), misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.

2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana
terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara
primer.10
Gejala klinis :
a. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti
meledak, dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1
menit.
b. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah
terangsang, gelisah dan kejang.
c. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian
sadar dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
d. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
e. Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan
gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid.
f. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi,
hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan
meningkat, atau gangguan pernafasan.10

2.2.7 Diagnosis

43
Perdarahan intraserebral merupakan kegawatdaruratan. Diagnosis dan
manajemen yang cepat diperlukan karena perburukan terjadi pada beberapa
jam setelah onset serangan. Lebih dari 20% pasien akan mengalami
penurunan GCS > 2 poin sebelum tiba pada pelayanan kesehatan gawat
darurat dan penilaian awal pada ruang gawat darurat. Apabila terjadi
penurunan kesadaran sebanyak 6 poin pada pasien prehospital, telah diketahui
angka mortalitasnya > 75%.8
Hal yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah stroke yang
diderita adalah stroke infark atau hemoragik. Pembuatan diagnosis stroke
iskemik atau perdarahan di pusat neurologis tidak sulit karena adanya CT-
Scan, tetapi karena alat ini hanya dijumpai pada kota besar, maka diagnosis
harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis.8
1. Anamnesis
Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah
gejala dialami pada saat pasien sedang beraktivitas, bagaimana
perjalanan gejala, faktor-faktor risiko yang ada pada pasien, berapa kali
serangan telah dialami oleh penderita. Apakah serangan disertai nyeri
kepala, mual dan muntah.11
Hal lain yang perlu ditanyakan juga adalah apakah pasien
mengalami kesemutan separuh badan, gangguan penglihatan, apakah
terjadi penurunan intelektualitas, dan riwayat pemakaian obat
sebelumnya. Riwayat trauma juga perlu ditanyakan.11
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan
umum meliputi kepala, jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas.
Pemeriksaan kepala dan leher (cedera kepala akibat jatuh saat kejang,
bruit karotis, dan tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif).9 Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan
neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak,
sistem motorik, sikap dan cara jalan, refleks koordinasi, sensorik, dan
fungsi kognitif. Skala stroke yang digunakan adalah NIHSS (National

44
Institutes of Heart Stroke Scale). Hipertensi (tekanan darah sistolik di
atas 220 mmHg) biasanya ditemukan pada stroke hemoragik. Tekanan
darah awal yg tinggi berhubungan dengan kerusakan neurologis dini. Hal
yang sama juga berlaku pada demam.11
Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status
mental lebih sering ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini disebabkan
karena peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat juga terjadi
karena darah pada ruang subarakhnoid.8
Defisit neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat.
Apabila terkena pada hemisfer yang kiri, sindroma berikut dapat terjadi: 8
1. Hemiparesis kanan
2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh
3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri
4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan
5. Afasia
Apabila terjadi pada hemisfer sebelah kanan, terjadi hal sebaliknya
dari yang telah disebutkan di atas. Apabila perdarahan terjadi pada
serebellum, pasien berisiko tinggi terjadi herniasi dan kompresi batang
otak. Herniasi akan menyebabkan penurunan kesadaran yang cepat dan
mengakibatkan apnea dan kematian. Tanda lain dari perdarahan pada
serebelum atau batang otak dapat berupa ataxia, vertigo atau tinitus, mual
dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, kehilangan fungsi sensorik
sebagian tubuh atau keempat ekstremitas, gangguan sensorik pada
separuh tubuh atau keempat ekstremitas, kelemahan orofaringeal atau
disfagia, crossed signs (wajah ipsilateral dan badan kontralateral).
Sindrome stroke lainnya berhubungan dengan perdarahan intraserebral,
bervariasi mulai dari nyeri kepala ringan sampai gangguan neurologis.
Perdarahan serebri pada onset awal dapat menimbulkan kejang.12

Tabel 2.1. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid8

45
Gejala Perdarahan Intraserebral Perdarahan Subarakhnoid
Nyeri kepala ++ +++
Kaku kuduk + +++
Kernig + +++
Gangguan n III, IV + (bila besar) +++
Kelumpuhan Biasanya hemiplegi Hemiparesis
Cairan serebrospinal Eritrosit > 1000 Eritrosit > 25000
Hipertensi ++ -

3. Algoritma dan Penilaian Dengan Skor Stroke


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain
dengan:
Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada
A. Nyeri kepala
B. Penurunan Kesadaran
C. Refleks Babinski
Intepretasi
- 3 atau 2 ada , stroke hemorrhagic (SH)
- 1 ada. A ada SH, B ada SH, C ada Stroke non hemoragik (SNH)

Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score


Rumus = (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x
tekanan darah diastolik) – [(3 x atheroma) – 12]
Keterangan :
- Kesadaran: Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
- Muntah: tidak = 0; ya = 1
- Sakit kepala: tidak = 0 ; ya = 1
- Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0; 1 atau lebih tanda ateroma =
1(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten
Hasil:
SSS > 1  = Stroke hemoragik

46
SSS -1 sampai 1 = Konfirmasi dengan pemeriksaan penunjang
SSS <-1 = Stroke non hemoragik

4. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia. Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes,
gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker
jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari
stroke. 13

5. Gambaran Penunjang
a. CT scan kepala non kontras
1. Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non
hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses). 14

47
Gambar 2.3 CT Scan pada stroke non hemoragik

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah
hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak.
Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak
maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya
insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris
sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter. 14
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan
melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region
otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya
iskemik di daerah tersebut. 14
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari
pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat
memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense. 14

b. MR Angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini
dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak

48
sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI
memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.14

Gambar 2.4 Gambaran MR Angiografi

c. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna
untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut
termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan
pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai
mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan
untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini
juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan
jantung adalah EKG dan foto thoraks. 14

Hubungan Hipertensi dengan Stroke


Aliran darah otak (ADO) adalah jumlah darah yang menuju ke
otak. Otak orang dewasa menggunakan 20% darah yang di pompa
oleh jantung pada saat keadaan istirahat, dan darah dalam keadaan
normal mengisi 10% dari ruang intracranial. ADO secara ketat
meregulasi kebutuhan dari metabolik otak, rata-rata aliran ADO
dipertahankan 50 ml per 100 gram jaringan otak per menit pada

49
manusia dewasa.1
Sangat penting untuk mempertahankan ADO dalam batas yang
normal karena terlalu banyak ADO dapat meningkatkan tekanan
intrakranial sehingga dapat menekan dan merusak jaringan otak,
sedangkan terlalu sedikit ADO akan menyebabkan suplai darah
yang tidak adekuat. Iskemik akan terjadi jika aliran darah ke otak di
bawah 18-20 ml per 100 gram otak permenit dan kematian jaringan
otak terjadi bila ADO turun di bawah 8-10 ml per 100 gram
jaringan otak per menit. Di dalam jaringan otak terdapat
biochemical cascade atau yang disebut sebagai iskemik cascade
yang menyebabkan jaringan otak menjadi iskemik, yang lebih
lanjut menyebabkan kerusakan dan kematian dari sel-sel otak.1
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan patologik yang
berbeda pada pembuluh darah sedang dan pembuluh darah kecil
otak. Berdasarkan ini stroke yang timbul akibat hipertensi dapat
dibedakan atas dua golongan yang gambaran patologi dan
kliniknya berbeda. Pada pembuluh darah sedang, seperti a. karotis,
a vertebrobasilaris atau arteri di basal otak, perubahan patologiknya
adalah berupa aterosklerosis, dan manifestasi kliniknya adalah
stroke iskemik. Di sini peranan hipertensi hanyalah sebagai salah
satu faktor risiko di samping faktor-faktor lain seperti diabetes
mellitus, hiperlipidemia, merokok dan lain-lain. Pembuluh darah
kecil otak, ialah cabang-cabang penetrans arteri yang menembus ke
dalam jaringan otak, berukuran diameter 50–200 mikron. Dasar
kelainan pada pembuluh darah jenis ini adalah spasme dan
lipohialinosis; spasme terjadi pada hipertensi akut seperti hipertensi
maligna, dan manifestasi kliniknya adalah Infark lakunar.
Lipohialinosis juga terjadi pada hipertensi kronik, pembuluh darah
dengan lipohialinosis ini dapat mengalami mikro aneurisma yang
dapat pecah dan terjadi Perdarahan Intraserebral. Berbeda dengan
aterosklerosis, pada lipohialinosis hipertensi dapat dikatakan

50
merupakan faktor penyebab satu-satunya.1

Hubungan Rokok dengan Stroke


Asap rokok merupakan faktor risiko penting untuk semua
penyebab kematian karena penyakit vascular. Asap rokok
menyebabkan disfungsi dari endotel pada pembuluh darah, yang
berhubungan dengan perubahan pada proses hemostasis dan marker
pada proses inflamasi. Rokok juga meningkatkan konsentrasi
fibrinogen, menurunkan aktivitas fibrinolitik, meningkatkan
agregasi platelet, dan menyebabkan polisitemia. Terdapat berbagai
mekanisme tentang hubungan antara merokok dengan risiko stroke
iskemik. Pertama merokok dihubungkan dengan kenaikan
konsentrasi fibrinogen, kenaikan agregasi platelet, kenaikan
hematokrit, menurunkan proses fibrinolitik, dan menurunkan aliran
darah di otak yang disebabkan karena vasokonstriksi, yang mana
mempercepat pembentukan thrombus. Kedua merokok
menurunkan HDL kolesterol dan melukai endotel sel, yang
menimbulkan atheroma.1

2.2.8 Penatalaksanaan
Upaya preventif terbagi 2, yaitu prevensi primer dan prevensi
sekunder. Upaya prevensi primer ditujukan untuk mencegah terjadinya
stroke pada kelompok orang yang memiliki risiko untuk menderita stroke,
misalnya pada penderita hipertensi, perokok, penderita diabetes mellitus,
penderita penyakit jantung koroner dll. Termasuk ke dalam kelompok ini
adalah modifikasi faktor risiko, prevensi medik misalnya dengan pemberian
anti platelet atau anti koagulan, prevensi bedah misalnya carotid
endarterectomy, dan sosialisasi/kampanye kesehatan masyarakat. Upaya
prevensi sekunder ditujukan untuk mencegah terjadinya serangan stroke
berulang pada kelompok orang yang sudah pernah mengalami stroke. Ke
dalam kelompok ini termasuk pengontrolan faktor risiko, peningkatan faktor
protektif, prevensi medik maupun prevensi bedah.15

51
A. Penatalaksanaan Umum 15
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat
atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi
dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi.
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik kristaloid atau koloid 1500-
2000 ml dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan hindari cairan
mengandung glukosa dan isotonic.Pemberian nutria per oral jika
fungsi menelanya baik.jika fungsi menelannya terganggu sebaiknya
dianjrkan melalui selang nasogastrik.
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada
trombolisis. Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan
cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar
karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik
serebral eksaserbasi. PenPengontrolan gula darah harus dilakukan
secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus
dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini
harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi
terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.
d. Kadar glukosa darah >150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 15 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama
2-3 hari pertama. Hipoglikemia diatasi dengan dextrose 40% iv
sampaoi kembali normal dan di cari penyebabnya.
e. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi.Sayangnya, berbaring
telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial

52
padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena
itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan
sekitar 30-45 derajat.
f. Pengontrolan tekanan darah
Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di
Indonesia didapatkan kejadian hipertensi pada pasien stroke akut
sekitar 73,9%. Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg (BASC: Blood
Preassure in Acute Stroke Collaboration 201; IST: International
Stroke Trial 2002.15
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai
tindakan rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat
memperburuk keluarga neurologis. Pada sebagian besar pasien,
tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama
setelah awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007
dan ESO 2009) merekomendasikan penuurunan tekanan darah yang
tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan
memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini. 15
1. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar
15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah
awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau
tekanan darah diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke
iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan
darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg.
Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180
mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian
rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol,
nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.
2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS
>200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg,

53
tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap
5 menit.
3. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan
pemantauan tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60
mmHg. 10
4. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah
diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110
mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT
2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
5. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220
mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140
mmHg cukup aman. Setelah kraniotomi, target MAP adalah
100mmHg.
6. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan
tekanan darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral.
7. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta
(labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan
diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas.
8. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan
kontraindikasi mutlak.
9. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah
harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan
perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik

54
sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya
perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan
subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160
mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai
target TDS dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun
hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat
ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas
kardiovaskular.
10. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai
panduan penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran
fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi.
Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini terkait dengan
efek neuroprotektif dari nimodipin.
11. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi
hipertensi dapat dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme
serebral pada PSA aneurismal, tetapi target rentang tekanan darah
belum jelas.

Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan


hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang
mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard
akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target
penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS 160/90
mmHg dalam 6 jam pertama.

2. Penatalaksanaan Khusus
1. Fibrinolitik/trombolitik (rtPA/ recombinant tissue plasminogen
activator) intravena
Golongan obat ini digunakan sebagai terapi reperfusi untuk
mengembalikan perfusi darah yang terhambat pada serangan stroke
akut. Jenis obat golongan ini adalah alteplase, tenecteplase dan

55
reteplase, namun yang tersedia di Indonesia hingga saat ini hanya
alteplase. Obat ini bekerja memecah trombus dengan mengaktivasi
plasminogen yang terikat pada fibrin. Efek samping yang sering
terjadi adalah risiko pendarahan seperti pada intrakranial atau
saluran cerna; serta angioedema. Kriteria pasien yang dapat
menggunakan obat ini berdasarkan rentang waktu dari onset gejala
stroke (onset gejala <3 jam) adalah sebagai berikut:14

Tabel 2.3 Kriteria Indikasi dan Kontraindikasi Pasien Stroke


Iskemik Akut yang Dapat Menggunakan rtPA dalam 3 jam Setelah
Onset Gejala14

2. Antikoagulan
Unfractionated heparin (UFH) dan lower molecular weight
heparin (LMWH) termasuk dalam golongan obat ini. Obat golongan
ini seringkali juga diresepkan untuk pasien stroke dengan harapan

56
dapat mencegah terjadinya kembali stroke emboli, namun hingga
saat ini literatur yang mendukung pemberian antikoagulan untuk
pasien stroke iskemik masih terbatas dan belum kuat. Salah satu
meta-analisis yang membandingkan LMWH dan aspirin
menunjukkan LMWH dapat menurunkan risiko terjadinya
tromboembolisme vena dan peningkatan risiko perdarahan, namun
memiliki efek yang tidak signifikan terhadap angka kematian,
kejadian ulang stroke dan juga perbaikan fungsi saraf. Oleh karena
itu antikoagulan tidak dapat menggantikan posisi dari aspirin untuk
penggunaan rutin pada pasien stroke iskemik.14
Terapi antikoagulan dapat diberikan dalam 48 jam setelah onset
gejala apabila digunakan untuk pencegahan kejadian tromboemboli
pada pasien stroke yang memiliki keterbatasan mobilitas dan hindari
penggunaannya dalam 24 jam setelah terapi fibrinolitik.14

3. Antiplatelet
Golongan obat ini sering digunakan pada pasien stroke untuk
pencegahan stroke ulangan dengan mencegah terjadinya agregasi
platelet. Aspirin merupakan salah satu antiplatelet yang
direkomendasikan penggunaannya untuk pasien stroke. Penggunaan
aspirin dengan loading dose 325mg dan dilanjutkan dengan dosis 75-
100mg/hari dalam rentang 24-48 jam setelah gejala stroke.
Penggunaannya tidak disarankan dalam 24 jam setelah terapi
fibrinolitik.14

4. Antihipertensi
Peningkatan nilai tekanan darah pada pasien dengan stroke
iskemik akut merupakan suatu hal yang wajar dan umumnya tekanan
darah akan kembali turun setelah serangan stroke iskemik akut.
Peningkatan tekanan darah ini tidak sepenuhnya merugikan karena
peningkatan tersebut justru dapat menguntungkan pasien karena
dapat memperbaiki perfusi darah ke jaringan yang mengalami

57
iskemik, namun perlu diingat peningkatan tekanan darah tersebut
juga dapat menimbulkan risiko perburukan edema dan risiko
perdarahan pada stroke iskemik.16
Oleh karena itu seringkali pada pasien yang mengalami stroke
iskemik akut, penurunan tekanan darah tidak menjadi prioritas awal
terapi dalam 24 jam pertama setelah onset gejala stroke, kecuali
tekanan darah pasien >220/120 mmHg atau apabila ada kondisi
penyakit penyerta tertentu yang menunjukkan keuntungan dengan
menurunkan tekanan darah, hal ini dikarenakan peningkatan tekanan
darah yang ekstrim juga dapat berisiko terjadinya ensefalopati,
komplikasi jantung dan juga insufisiensi ginjal.14
Pada kasus ini, apabila tekanan darah selama dan setelah rtPA ≤
180/105 mmHg, monitor tiap 15 menit selama 2 jam dari dimulainya
rtPA, lalu tiap 30 menit selama 6 jam dan kemudian tiap jam selama
16 jam.

5. Obat neuroprotektif
Golongan obat ini seringkali digunakan dengan alasan untuk
menunda terjadinya infark pada bagian otak yang mengalami
iskemik khususnya penumbra dan bukan untuk tujuan perbaikan
reperfusi ke jaringan. Beberapa jenis obat yang sering digunakan
seperti citicoline, flunarizine, statin, atau pentoxifylline. Citicoline
merupakan salah satu obat yang menjadi kontroversi penggunaannya
hingga saat ini untuk pasien dengan stroke iskemik, di mana
penggunaan obat ini diharapkan dapat melindungi sel membran serta
stabilisasi membran sehingga dapat mengurangi luas daerah infark.16

Rehabilitasi
Tatalaksana dini di unit stroke dapat menyelamatkan hidup.
Lingkungan sangat penting untuk mengontrol variabel-variable
penting yang dapat mempengaruhi keadaan pasien, seperti hidrasi,

58
temperatur, dan glukosa darah, dan tatalaksana lain yang yang sesuai
untuk kesulitan menelan dan untuk mencegah tromboemboli vena.
Fisioterapi yang bersinambung, terapi okupasional dan terapi wicara,
serta keterlibatan petugas sosial dapat membantu pasien meraih
kemandirian dalam aktivitas dan fungsinya sehari-hari.

Pencegahan Serangan Berulang


Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya
serangan baru. Ini dapat dicapai dengan jalan antara lain mengobati
dan menghindari faktor risiko stroke: pengobatan hipertensi,
mengobati diabetes mellitus, menghindari rokok, obesitas, stress, dan
berolahraga teratur.

Tabel 2.8 Obat antihipertensi pada stroke akut


Golongan/Obat Mekanisme Dosis Keuntungan Kerugian
Tiazid Aktivasi IV bolus: 50- Awitan Retensi cairan
Diazoksid* ATP- 100 mg; IV <5 menit dan garam,
sensitive K- infuse: 15-30 hiperglikemia
channels mg/menit berat, durasi
lama (1-12
jam)
ACEI ACE 0,625-1,25 mg Awitan Durasi lama (6
Enalaprilat* inhibitor IV selama 15 <15 menit jam), disfumgsi
menit renal
Calcium Penyekat 5 mg/jam IV Awitan cepat Takikardi atau
Channel kanal kalsium 2,5 ng/ tiap 15 (1-5 menit), bradikardia,
Blocker meniot, sampai tidak terjadi hipotensi,
Nikardipin rebound yang durasi lama (4-
Clevidipin* bermakna jika 6 jam)
Verapamil* dihentikan,
Diltiazem Eliminasi tidak
dipengaruhi
oleh disfungsi
hati atau renal,
potensi
interaksi obat
rendah. Awitan
cepat <1 menit,
tidak terjadi
rebound atau

59
takiflaksis
Beta Blocker Antagonis 10-80 mg IV Awitan cepat Bradikardia,
Labetalol* reseptor α1, tiap 10 menit (5-10 menit) hipoglikemia,
β1, β2 sampai 300 durasi lama (2-
mg/hari; 12 jam), gagal
infuse: 0,5-2 jantung
mg/menit kongestif,
bronkospasme
Esmolol* Antagonis 0,25-0,5 mg/kg Awitan segera, Bradikardia,
selektif IV bolus durasi singkat gagal jantung
reseptor β1 disusul dosis <15 menit kongestif
pemeliharaan
Alfa Blocker Antagonis 5-20 mg IV Awitan cepat Takikardia,
Fentolamin* reseptor α1, (2 menit), aritmia
α2 durasi singkat
(10-15 menit)

Vasodilator langsung
Hidralasin NO terkait dengan mobilisasi 2,5-10 mg IV Serum-sickness
kalsium dalam otot polos bolus (sampai 40 like, drug induced
mg) lupus, durasi lama
(3-4 jam), awitan
lambat (15-30
menit)
Tiopental* Aktivasi 30-60 mg IV Awitan cepat (2 Depresi
reseptor menit), durasi miokardial
GABA singkat (5-10
menit)
Trimetafan* Blockade 1-5 mg/menit Awitan segera, Bronkospasme,
ganglionik IV durasi singkat (5-retensi urin,
10 menit) siklopegia,
midriasis
Fenoldipam* Agonis DA- 0,001-1,6 Awitan Hipokalemia,
1 dan μg/kg/menit <15 menit, durasi takikardia,
reseptor α2 IV; tanpa 10-20 menit bradikardia
bolus
Sodium Nitrovasodil 0,25-10 Awitan segera, Keracunan sianid,
nitropusid* ator μg/kg/menit durasi singkat (2-vasodilator
IV 3 menit) serebral (dapat
mengakibatkan
peningkatan
tekanan
intracranial),
reflex takikardia
Nitrogliserin Nitrovasodil 5-100 Awitan 1-2 Produksi
ator μg/kg/menit IV menit, durasi 3-5 methemoglob
menit in, reflex
takikardia

60
*belum tersedia di Indonesia

2.2.9 Komplikasi 14
1. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh
dapat mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi
tumpuan saat berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan
tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
2. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki
yang lumpuh dan penumpukan cairan.
3. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan
menimbulkan kekauan pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus
dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat terjadi kompresi saraf
ulnar dan kompresi saraf femoral.
4. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya
densitas mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
imobilisasi dan kurangnya paparan terhadap sinar matahari.
5. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau
karena umur sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut
dan 31% menderita depresi pada 3 bulan paska stroke.

2.2.10 Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling
penting adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang
dihasilkan. Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi
bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak
kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1
bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar
35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di
mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut,
sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen,
sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.

61
62
BAB III
ANALISIS KASUS

Penderita dirawat di bangsal saraf RSUD Palembang BARI karena sukar


berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri yang terjadi
secara tiba-tiba. Hal ini mengarahkan terjadinya stroke, stroke menurut WHO
(World Health Organisation) adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke dengan defisit neurologik yang
terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak.
Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, saat sedang aktivitas tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri tanpa disertai
kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita merasa sakit kepala dan tidak
disertai mual muntah, tanpa disertai kejang, tanpa disertai gangguan rasa pada sisi
yang lemah, tanpa disertai gangguan rasa baal, nyeri, kesemutan, dll pada sisi
yang lemah. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri dirasakan sama berat.
Sehari hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan. Kemampuan penderita
masih dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat dapat
dinilai. Kemampuan penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang
diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat dapat dinilai Saat berbicara mulut
penderita mengot dan bicara pelo.
Kelumpuhan yang terjadi tiba-tiba saat penderita aktivitas namun tidak
mengalami penurunan kesadaran mengarahkan pada kemungkinan stroke yang
disebabkan karena thrombosis cerebri. Saat serangan penderita merasa sakit
kepala hilang timbul dan tidak disertai mual muntah, hal ini menyingkirkan
kemungkinan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarachnoid, pada stroke hemoragik terutama yang disebabkan oleh
perdarahan subarakhnoid terdapat manifestasi nyeri kepala mendadak, dengan
intensitas maksimal dalam waktu segera atau menit dan berlangsung selama

63
beberapa jam sampai hari. Pada stroke yang disebabkan oleh perdarahan akan
terjadi peningkatan tekanan intrakranial hingga dapat menyebabkan mual muntah
proyektil. Tanpa disertai kejang, mengarahkan pada letak lesi tidak terdapat di
korteks serebri, karena pada lesi yang terletak di korteks serebri bisa terdapat
kejang. Kelemahan pada lengan kiri dan tungkai kiri dirasakan sama berat.
kemungkinan letak lesi pada kasus ini terletak di subkorteks serebri ataupun di
kapsula interna, karena di tingkat kapsula interna kawasan serabut kortikospinal
yang menyalurkan impuls untuk gerakan tungkai dan lengan diperdarahi oleh satu
arteri yang sama yaitu arteri lentikulostriata, sehingga derajat kelumpuhan pada
tungkai dan lengan sama berat. Sehari hari penderita bekerja menggunakan tangan
kanan. Hal ini menunjukkan bahwa hemisfer cerebri dextra lebih dominan
digunakan. Kemampuan penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya secara
lisan, tulisan dan isyarat dapat dinilai. Kemampuan penderita masih dapat
mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat
dapat dinilai. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya gangguan fungsi luhur
yaitu afasia. Saat berbicara mulut penderita dan berbicara pelo. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya lesi pada nervus facialis dan hipoglosus.
Saat serangan penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-debar
disertai sesak napas. Penderita mengeluh sakit kepala bagian belakang yang hilang
timbul. Penderita tidak pernah mengalami koreng di kemaluan yang tidak gatal,
tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami bercak merah
di kulit yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah
mengalami nyeri pada tulang panjang. Penderita tidak memiliki riwayat
hipertensi, trauma tidak ada, diabetes mellitus tidak ada. Riwayat sakit jantung
tidak ada.
Hal ini menyingkirkan adanya penyakit jantung yang merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya stroke. Hal ini juga dapat menyingkirkan kemungkinan
stroke yang terjadi pada kasus disebabkan oleh emboli serebri, karena pada
emboli serebri terjadi akibat adanya emboli dari jantung atau arteri ekstrakranial
terbawa ke dalam aliran darah serebral dan kemudian terperangkap di dalam arteri
serebri media atau percabangannya. Emboli sering terjadi pada saat serangan

64
fibrilasi atrium. Penderita sering mengeluh sakit kepala bagian belakang yang
timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita diketahui
menderita hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dan tidak terkontrol. Riwayat
penyakit tersebut merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke pada
penderita. Hipertensi memicu proses aterosklerosis yang dikarenakan tekanan
darah tinggi. Akibatnya mendorong Low Density Lipoprotein (LDL) kolestrol
untuk lebih mudah masuk ke dalam intima lumen pembuluh darah dan
menurunkan elastisitas pembuluh darah. Penderita tidak pernah mengalami
koreng di kemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita
tidak pernah mengalami bercak merah di kulit yang tidak gatal, tidak nyeri dan
sembuh sendiri. Hal ini menyingkirkan sifilis sebagai faktor memperberat stroke
karena manifestasi klinis sifilis tahap kedua merupakan tahap spiroketemia yang
dapat menimbulkan lesi vaskuler dan infeksi selaput otak. Lesi vaskuler yang
menimbulkan infark regional di otak disebabkan oleh oklusi lumen arteri akibat
reaksi proliferative terhadap Treponema pallidum yang berada di saluran darah.
Penderita tidak pernah mengalami nyeri pada tulang panjang, hal ini
menyingkirkan kemungkinan kelumpuhan yang terjadi akibat dari lesi di medula
spinalis.
Setelah dilakukan penilaian menggunakan siriraj stroke score pasien
didapatkan hasil -1. Dari penilaian siriraj stroke skor didapatkan hasil nilai <-1
dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa pasien mengalami stroke non
hemoragik (stroke iskemik). Siriraj stroke skor adalah skor untuk membantu
penegakan diagnosis stroke baik hemoragik ataupun non hemoragik. Siriraj stroke
skor terdiri dari bagaimana tingkat kesadaran pasien, ada tidaknya muntah, ada
tidaknya nyeri kepala, nilai tekanan darah diastolik serta ada tidaknya atheroma
markers. Hasil perhitungan skor kemudian di intepretasikan sebagai stroke non
hemoragik jika skor ≤-1 dan stroke hemoragik jika skor ≥ -1.
Pada Algoritma Stroke Gadjah Mada hanya ditemukan positif nyeri kepala
namun refleks Babinski dan penurunan kesadaran negatif dengan interpretasi
stroke hemoragik. Algoritma Stroke Gadjah Mada terdiri dari 3 penilaian, yaitu
ada tidaknya penurunan kesadaran, ada tidaknya nyeri kepala dan ada tidaknya

65
refleks Babinski. Namun pada kasus ini, telah ditegakkan diagnosis berdasarkan
Head CT-Scan dengan hasil infark cerebri ischemic pada daerah corona radiata
kanan. Maka penilaian menggunakan Algoritma Stroke Gadjah Mada tidak
digunakan. Akurasi pemeriksaan SSS sebesar 85% sedangkan akurasi ASGM
sebesar 80,72%. Hal ini disebabkan pada skor Siriraj memiliki variable penilaian
lebih banyak, sehingga dalam mendeteksi jenis stroke lebih akurat dibandingkan
ASGM.
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya. Prognosis pada kasus ini
lebih baik jika dibandingkan stroke yang berulang yang merupakan penyebab
penting kesakitan dan kematian yang tinggi sebanyak 1,2% sampai 9%. Stroke
berulang sering mengakibatkan status fungsional yang lebih buruk daripada stroke
pertama.
Pada Tn. F didapatkan tatalaksana awal berupa IVFD RL gtt 20 x/menit,
Citicolin 2x500 IU, Candesartan 1x16 mg tab, Aspilet 2x160 mg tab, Neurodex
1x1.
Ringer Laktat bekerja sebagai sumber air dan elektrolit tubuh untuk
meningkatkan diuresis. Pada pasien mengalami hipertensi dengan tekanan darah
pasien 140/90 mmHg sehingga diberikan obat antihipertensi berupa candesartan.
Candesartan merupakan golongan Angiostensin II Receptor Blocker (ARB) secara
selektif mengikat reseptor angiostensin II di dalam pembuluh darah untuk
mencegah vasokonstriksi dan di dalam korteks adrenal untuk mencegah pelepasan
aldosteron yang disebabkan oleh reaksi reseptor-reseptor ini dengan angiostensin
II. Aksi ini menyebabkan penurunan tekanan darah yang diakibatkan oleh
penurunan tahanan perifer total dan volume darah.
Citicoline merupakan obat neuroprotektan yang bertujuan untuk
memperbaiki aliran darah otak serta metabolisme regional di daerah iskemik otak.
Lalu diberikan aspilet yang termasuk golongan obat antiplatelet sebagai pengencer
darah dan mencegah penggumpalan di pembuluh darah.
Pada pasien diberikan neurodex karena didalamnya terkandung vitamin B12
yang sangat penting untuk metabolisme intrasel, dibutuhkan untuk sintesis DNA
yang normal, sehingga defisiensi vitamin ini menimbulkan gangguan produksi

66
dan maturasi eritrosit yang memberikan gambaran anemia. Defisiensi vitamin B12
juga menyebakan kelainan neurologik.
Edukasi yang dapat diberikan pada pasien adalah untuk selalu
mengkonsumsi obat karena obat stroke dan hipertensi harus dikonsumsi seumur
hidup untuk mencegah terjadinya stroke berulang, sering dimiringkan posisi
pasien agar tidak terjadi ulkus decubitus berulang untuk selanjutnya, melatih
gerakan penderita di rumah agar tidak terjadi atrofi otot, menjaga pola makan
pasien untuk mengkonsumsi makanan rendah kolesterol seperti ayam/bebek tanpa
kulit, ikan segar, susu non fat, sayuran, tempe, tahu, oncom dan kacangkacangan
serta menghindari daging berlemak, otak, limpa, ginjal, hati, ham, sosis, babat,
usus, cumi, sarden kaleng agar tidak memicu terjadinya aterosklerosis yang
menyebabkan terjadinya stroke. Mengkonsumsi makanan tinggi kalium seperti
pisang. Diet rendah purin seperti yang dianjurkan oleh Kemenkes RI 2011 yaitu
sayuran (wortel, terong, tomat, kacang panjang, labu siam, pare), mengkonsumsi
buah-buahan, mengkonsumsi karbohidrat (nasi, bubur, bihun, roti, gandum,
makaroni, pasta, jagung, kentang, ubi, talas, singkong, havermout).

67
DAFTAR PUSTAKA

1. Victor, M, Ropper, A. Adams and Victor’s Principles Of Neurology 7th Ed.


New York: McGraw Hill. 2001.
2. Lumbantobing, SM. Bencana Peredaran Darah Di Otak. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2003.
3. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri. PERDOSSI: Guideline
Stroke 2000 Seri Pertama, Jakarta. 2000.
4. Sidharta, P. dan Mardjono, M. Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat:
Surabaya. 2004.
5. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. Guideline Stroke. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. 2007.
6. Jonathan L. Brisman, Joon K. Song, David W, Newel. 2006. Cerebral
Aneurysm. N.engl
7. Victor, M, Ropper, A.. Adams and Victor’s Principles Of Neurology 7th Ed.
New York: McGraw Hill. 2001
8. Cumming, T.B., Marshall, R.S., and Lazar, R.M. Stroke, Cognitive Deficits,
and Rehabilitation: still an Incomplete Picture. International Journal of
Stroke. 2013, 38-45.
9. Corwin, E. J. Stroke dalam buku saku patofisiologi. Endah P (editor). Jakarta:
EGC; 2000.
10. Axanditya, B. Hubungan FaktorRisiko Stroke Non Hemoragik dengan Fungsi
Motorik. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro: Jurnal Media Medika
Muda. 2014.
11. Rincon F, Mayer SA. Clinical Review: Critical Care Management Of
Spontaneous Intercerebral hemorrage. Critical Care.
12. Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan Anatomi
Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke dalam Stroke Aspek
Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
13. Yueniwati Y. Deteksi Dini Stroke Iskemia Dengan Pemeriksaan
Ultrasonografi Vaskular dan Variasi Genetika. Malang: UB Press. 2014.
14. Mardjono M, Priguna S. Neurologi klinis dasar. Edisi ke-6. Jakarta: Dian
Rakyat. 2010.
15. Pudiastuti DR. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Muha Medika; 2011.
16. Amir Syarif & Elysabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta;
Balai Penerbit FK UI.

69

Anda mungkin juga menyukai