Anda di halaman 1dari 64

Laporan Kasus

HEMIPARESE SINISTRA TIPE SPASTIK


et causa CVD Non Hemoragik

Oleh :
Annisa Nabilla Adwiria, S.Ked
71 2018 057

Pembimbing :
dr. Budiman Juniwijaya, Sp. S

DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan Laporan Kasus dengan Judul:


Hemiparese Sinistra Tipe Spastik
et causa CVD Non Hemoragik

Disusun Oleh
Annisa Nabilla Adwiria, S.Ked
71 2018 057

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Palembang BARI Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang periode November – Desember 2019.

Palembang, Desember 2019


Pembimbing,

dr. Budiman Juniwijaya, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
“Hemiparese Sinistra Tipe Spastik et causa CVD Non Hemoragik”, sebagai
salah satu tugas individu di Bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Palembang
BARI. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan
pertimbangan perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan
maupun tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih terutama kepada:
1. dr. Budiman Juniwijaya, Sp.S selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak ilmu, saran, dan bimbingan selama penyusunan
Laporan Kasus ini.
2. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis berharap semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Desember 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I. STATUS PENDERITA NEUROLOGI
1.1 Identifikasi .............................................................................................. 1
1.2 Anamnesis .............................................................................................. 1
1.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................... 2
1.4 Pemeriksaan Laboratorium ..................................................................... 11
1.5 Pemeriksaan Khusus ............................................................................... 12
1.6 Ringkasan ............................................................................................... 13
1.7 Diskusi Kasus ......................................................................................... 17
1.8 Lembar Follow Up.................................................................................. 20

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Otak ............................................................................................... 38
2.2 Definisi Stroke ............................................................................................. 40
2.3 Epidemiologi ...................................................................................... 41
2.4 Etiologi ............................................................................................... 41
2.5 Faktor Risiko ...................................................................................... 42
2.6 Stroke non-hemoragik ........................................................................ 45
2.7 Klasifikasi stroke non-hemoragik ...................................................... 45
2.8 Gejala stroke non-hemoragik .............................................................. 46
2.9 Diagnosis ............................................................................................. 49
2.10 Penatalaksanaan .................................................................................. 51
2.11 Komplikasi .......................................................................................... 57
2.12 Prognosis ............................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 59

iv
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. S
Tgl. Lahir/Usia : 31 Desember 1960 / 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Dipo Lrg. Iman RT 021/004 Kertapati
MRS : 2 Desember 2019
No. RM : 58.48.73

1.2. ANAMNESIS (AUTOANAMNESA)


Penderita dirawat di bagian saraf Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI karena tidak bisa berjalan yang disebabkan kelemahan pada lengan dan
tungkai kiri secara tiba-tiba.
Sejak kurang lebih 1 hari SMRS, saat penderita beristirahat, tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada tungkai dan lengan kiri tanpa disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan penderita tidak merasa sakit kepala, tidak
mual dan tidak muntah. Tidak ada kejang dan tidak ada gangguan rasa baal, nyeri,
dan kesemutan pada sisi yang lemah. Saat serangan penderita tidak mengalami
jantung berdebar-debar yang disertai sesak nafas. Kelemahan pada tungkai dan
lengan kiri sama berat. Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan.
Penderita masih dapat mengerti isi pikirannya baik secara secara lisan, tulisan
maupun isyarat. Penderita masih bisa mengerti isi pikiran orang lain baik secara
lisan, tulisan, maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita tidak mengot ke kanan
maupun ke kiri dan bicaranya tidak pelo.
Penderita diketahui menderita hipertensi sejak ± 5 tahun yang lalu, namun
tidak terkontrol. Pada saat masuk rumah sakit, tekanan darah penderita 230/130
mmHg. Penderita tidak pernah mengalami koreng di kemaluan yang tidak gatal,
tidak nyeri, dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami bercak merah

1
2

di kulit yang tidak gatal, tidak nyeri, dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah
mengalami nyeri pada tulang panjang.
Penyakit ini, diderita untuk pertama kalinya.

1.3. PEMERIKSAAN (Tanggal 02/12/2019 Pukul 11.00 WIB)


Status Praesens Status Internus
Kesadaran : E4M6V5 Jantung : BJ I-II normal, gallop(-),
murmur(-)
Gizi : Overweight Paru : Vesikuler (+) normal,
wheezing(-),ronkhi (-)
Suhu Badan : 36,8ºC Hepar : Tidak teraba
Nadi : 98x/m, irregular Lien : Tidak teraba
Pernapasan : 20 x/m Anggota Gerak: Akral hangat, edema (-)
TD : 180/110 mmHg Genitalia : Tidak diperiksa
Berat Badan : 69 kg
Tinggi Badan : 155 cm

Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Ada
Perhatian : Ada Kontak Psikis : Ada

Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Normocephali
Ukuran : Brachiocephali
Simetris : Simetris

B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada
3

C. Syaraf-syaraf otak
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman : Normal Normal
Anosmia : Tidak ada Tidak ada
Hyposmia : Tidak ada Tidak ada
Parosmia : Tidak ada Tidak ada

N.Opticus Kanan Kiri


Visus : 5/60 5/60
Campus visi

- Anopsia : Tidak diperiksa Tidak diperiksa


- Hemianopsia : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Fundus Oculi
- Papil edema : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Papil atrofi : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Perdarahan retina : Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia : Tidak ada Tidak ada
Celah mata : Normal Normal
Ptosis : Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus : Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus : Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus : Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugae : Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata : Baik, kesegala arah Baik, kesegala arah
4

Pupil
- Bentuk : Bulat Bulat
- Diameter : Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokor/anisokor : Isokor Isokor
- Midriasis/miosis : Tidak ada Tidak ada
- Refleks cahaya
- Langsung : Positif Positif
- Konsensuil : Positif Positif
- Akomodasi : Positif Positif
- Argyl Robertson : Tidak ada Tidak ada

N.Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit : Normal Normal
- Trismus : Tidak ada Tidak ada
- Refleks kornea : Normal Normal
Sensorik
- Dahi : Normal Normal
- Pipi : Normal Normal
- Dagu : Normal Normal

N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi : Simetris Simetris
- Menutup mata : Normal Normal
- Menunjukkan gigi : Simetris Simetris
- Lipatan nasolabialis : Simetris Simetris
- Bentuk Muka
• Istirahat : Simetris Simetris
• Berbicara/bersiul: Normal Normal
5

Sensorik
- 2/3 depan lidah : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Otonom
- Salivasi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lakrimasi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Chvostek’s sign : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan : Normal Normal
Detik arloji : Normal Normal
Tes Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Arcus pharingeus : Normal
Uvula : Ditengah
Gangguan menelan : Tidak ada
Suara serak/sengau : Normal, Parau (-)
Denyut jantung : 98x/m, reguler
Refleks
- Muntah : Positif
- Batuk : Positif
- Okulokardiak : Bradikardia
- Sinus karotikus: Bradikardia
Sensorik
- 1/3 belakang lidah : Tidak diperiksa

N. Accessorius
Kanan Kiri
- Mengangkat bahu : Kuat Kuat
- Memutar kepala : Simetris Simetris
6

N. Hypoglossus
Menjulurkan lidah : Tidak ada deviasi
Fasikulasi : Tidak ada
Atrofi papil : Tidak ada
Disartria : Tidak ada

D. Columna Vertebralis
Kyphosis : Tidak ada kelainan
Scoliosis : Tidak ada kelainan
Lordosis : Tidak ada kelainan
Gibbus : Tidak ada kelainan
Deformitas : Tidak ada kelainan
Tumor : Tidak ada kelainan
Meningocele : Tidak ada kelainan
Hematoma : Tidak ada kelainan
Nyeri ketok : Tidak ada kelainan

E. Badan dan Anggota Gerak


Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 3
Tonus : Eutoni Hipertoni
Refleks fisiologis
- Biceps : Normal Meningkat
- Triceps: Normal Meningkat
- Periost radius : Normal Meningkat
- Periost ulna : Normal Meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Tromner : Negatif Negatif
Trofik : Eutrofik Eutrofik
7

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 3
Tonus : Eutoni Hipertoni
Klonus :
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
Refleks fisiologis
- KPR : Normal Meningkat
- APR : Normal Meningkat
Refleks patologis
- Babinsky : Negatif Positif
- Chaddock : Negatif Negatif
- Oppenheim : Negatif Negatif
- Gordon : Negatif Negatif
- Schaeffer : Negatif Negatif
- Rossolimo : Negatif Negatif
- Mendel Bechterew : Negatif Negatif
Refleks kulit perut
- Atas : Normal
- Tengah : Normal
- Bawah : Normal
- Tropik : Eutrofik

SENSORIK
Tidak diperiksa
8

F. GAMBAR

Gerakan :Kurang
Kekuatan :3
Refleks fisiologis :
Gerakan :Kurang Meningkat
Kekuatan :3
Refleks fisiologis :
Meningkat

Gerakan :Kurang Gerakan :Kurang


Kekuatan : 3 Kekuatan : 3
Refleks fisiologis : Refleks patologis
Meningkat :Babinsky (+)
Refleks patologis Chaddock (-)
:Babinsky (+) Oppenheim (-)
Chaddock (-) Gordon(-)
Oppenheim (-) Schaeffer (-)
Gordon(-) Keterangan: Hemiparese sinistra tipe spastik Rossolimo (-)
Schaeffer (-) Mendel Bechterew(-)
Rossolimo (-)
Mendel Bechterew(-)

G. Gejala Rangsang Meningeal


Kaku kuduk : Tidak ada
Kernig : Tidak ada
Lasseque : Tidak ada
Brudzinsky : Tidak ada
- Neck : Tidak ada
- Cheek : Tidak ada
- Symphisis : Tidak ada
- Leg I : Tidak ada
- Leg II : Tidak ada
9

H. Gait dan Keseimbangan


Gait Keseimbangan
Ataxia : Tidak ada Romberg : Tidak ada
Hemiplegic : Tidak ada Dysmetri :
Scissor : Tidak ada - Jari-jari : Tidak ada
Propulsion : Tidak ada - Jari hidung : Tidak ada
Histeric : Tidak ada - Tumit-tumit : Tidak ada
Limping : Tidak ada - Dysdiadochokinesia : Tidak ada
Steppage : Tidak ada - Trunk Ataxia : Tidak ada
Astasia-abasia : Tidak ada - Limb Ataxia : Tidak ada

I. Gerakan Abnormal
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myoclonic : Tidak ada

J. Fungsi Vegetatif
Miksi : Terpasang kateter
Defekasi : Normal
Ereksi : Tidak diperiksa

K. Fungsi Luhur
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
10

L. Siriraj Stroke Score


 Siriraj Stroke Score(SSS) = (2.5 x Tingkat kesadaran) + (2 x Muntah) + (2
x Nyeri kepala) + ( 0.1 x Tekanan darah diastolik ) – ( 3 x Atheroma
markers ) – 12
 SSS = (2.5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0.1 x 110) – (3 x 0) – 12
 SSS = 0 + 0 + 0 + 11 – 0 – 12
 SSS = -1
Interpretasi:
Stroke Non-hemoragik

M. Algoritma Stroke Gadjah Mada

Interpretasi:
Penurunan kesadaran (-), Nyeri kepala (-), Refleks babinski (+)
 Infark serebri ( Stroke Non Hemoragik )
11

1.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Hematologi (02 Desember 2019)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hb 14.6 g/dl 14-16
Hematokrit 40 % 40-8
Eritrosit 4.58 /ul 4.5-5.5 10*6/ul
Leukosit 9600 /ul 5000-10000
Trombosit 327.000 /ul 150.000-400.000
Hitung jenis
 Basofil 0 % 0-1
 Eosinofil 2 % 1-3
 Batang 2 % 2-6
 Segmen 55 % 50-70
 Limfosit 37 % 20-40
 Monosit 4 % 2-8

Kimia Darah (05 November 2019)


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Glukosa sewaktu 103 mg/dl <180
Kolesterol total 161 mg/dl <200
Trigliserida 225 mg/dl <200
Ureum 16 mg/dl 20-40
Creatinine 1.01 mg/dl 0.9-1.3
Uric Acid 4.47 mg/dl 3.4-7
Natrium 136 mmol/l 135-155
Kalium 3.32 mmol/l 3.6-6.5

Urine: Tidak diperiksa


Faeces : Tidak diperiksa
Liquor cerebrospinalis : Tidak diperiksa
12

1.5. PEMERIKSAAN KHUSUS


Rontgen foto cranium : Tidak diperiksa
Rontgen foto thoraks : Tidak diperiksa
Rontgen foto columna vertebralis : Tidak diperiksa
Electro Encephalo Graphy : Tidak diperiksa
Arteriography : Tidak diperiksa
Electrocardiography : Terlampir

Kesan : Irama sinus, Left Ventricular Hipertrophy

Pneumography : Tidak diperiksa


Lain-lain (CT-Scan) : Terlampir
13

Kesan : Infark Serebri Iskemik di Capsula Interna Dextra

1.6. RINGKASAN ANAMNESA


Penderita dirawat di bagian saraf Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI karena tidak bisa berjalan yang disebabkan kelemahan pada lengan dan
tungkai kiri secara tiba-tiba.
Sejak kurang lebih 1 hari SMRS, saat penderita beristirahat, tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada tungkai dan lengan kiri tanpa disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan penderita tidak merasa sakit kepala, tidak
mual dan tidak muntah. Tidak ada kejang dan tidak ada gangguan rasa baal, nyeri,
dan kesemutan pada sisi yang lemah. Saat serangan penderita tidak mengalami
jantung berdebar-debar yang disertai sesak nafas. Kelemahan pada tungkai dan
lengan kiri sama berat. Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan.
Penderita masih dapat mengerti isi pikirannya baik secara secara lisan, tulisan
maupun isyarat. Penderita masih bisa mengerti isi pikiran orang lain baik secara
14

lisan, tulisan, maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita tidak mengot ke kanan
maupun ke kiri dan bicaranya tidak pelo.
Penderita diketahui menderita hipertensi sejak ± 5 tahun yang lalu, namun
tidak terkontrol. Pada saat masuk rumah sakit, tekanan darah penderita 230/130
mmHg. Penderita tidak pernah mengalami koreng di kemaluan yang tidak gatal,
tidak nyeri, dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami bercak merah
di kulit yang tidak gatal, tidak nyeri, dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah
mengalami nyeri pada tulang panjang.
Penyakit ini, diderita untuk pertama kalinya.

PEMERIKSAAN (Tanggal 02/12/2019 Pukul 11.00 WIB)


Status Praesens Status Internus
Kesadaran : E4M6V5 Jantung : BJ I-II normal, gallop(-),
murmur(-)
Gizi : Overweight Paru : Vesikuler (+) normal,
wheezing(-),ronkhi (-)
Suhu Badan : 36,8ºC Hepar : Tidak teraba
Nadi : 98x/m, irregular Lien : Tidak teraba
Pernapasan : 20 x/m Anggota Gerak :Akral hangat, edema (-)
TD : 180/110 mmHg Genitalia : Tidak diperiksa
Berat Badan : 69 kg
Tinggi Badan : 155 cm

Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Ada
Perhatian : Ada Kontak Psikis : Ada
15

F. Badan dan Anggota Gerak


Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 3
Tonus : Eutoni Hipertoni
Refleks fisiologis
- Biceps : Normal Meningkat
- Triceps : Normal Meningkat
- Periost radius : Normal Meningkat
- Periost ulna : Normal Meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Tromner : Negatif Negatif
Trofik : Eutrofik Eutrofik

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 3
Tonus : Eutoni Hipertoni
Klonus :
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
Refleks fisiologis
- KPR : Normal Meningkat
- APR : Normal Meningkat
Refleks patologis
- Babinsky : Negatif Positif
- Chaddock : Negatif Negatif
- Oppenheim : Negatif Negatif
- Gordon : Negatif Negatif
- Schaeffer : Negatif Negatif
16

- Rossolimo : Negatif Negatif


- Mendel Bechterew : Negatif Negatif

SENSORIK
Tidak diperiksa

DIAGNOSA KLINIK : Hemiparese sinistra tipe spastik


DIAGNOSA TOPIK : Lesi di capsula interna dextra
DIAGNOSA ETIOLOGI : CVD Non Hemoragik (trombosis arteri serebri)
DIAGNOSA TAMBAHAN : Hipertensi Grade II

V. PENGOBATAN
- IVFD RL gtt 15x/m
- Injeksi Citicoline 2x500 mg (iv)
- Injeksi Omeprazole 1 x 40 mg (iv)
- Aspilet tab 1 x 80 mg (po)
- Neurodex tab 1x1 (po)
- Simvastatin 1 x 100 mg (po)

VI. PROGNOSA
Quo ad Vitam : dubia ad malam
Quo ad Functionam : dubia ad malam
Quo ad Sanationam : dubia ad malam
17

1.7. DISKUSI KASUS


DIAGNOSA BANDING
I. Diagnosis BandingTopik
1). Lesi di kapsula interna
- Hemiparese/hemiplegia sama berat
Pada penderita ditemukan gejala:
- Parese N. VII
-Hemiparese sinistra sama berat tipe
- Parese N. XII
spastik
- Parese nervus VII tidak ada
- Parese nervus XII tidak ada

*Jadi, kemungkinan topik yaitu terdapat lesi di kapsula interna.

2). Lesi di korteks serebri


- Hemiparese/Hemiplegi (Defisit
motorik tidak sama berat) Pada penderita ditemukan gejala:
- Afasia motorik kortikal ( afasia -Hemiparese sinistra sama berat tipe
kortikal: penderita tidak dapat spastik
menyampaikan isi pikiran -Afasia kortikal tidak ada
secara lisan, tulisan dan -Tidak ada kejang
isyarat) -Defisit sensorik pada sisi yang lemah
- Defisit sensorik pada sisi yang tidak diperiksa
lemah
- Gejala iritatif (kejang)
Jadi, kemungkinan lesi di korteks serebri dapat disingkirkan
3) Lesi di subkorteks serebri
- Hemiparese/Hemiplegi sama Pada penderita ditemukan gejala:
berat - Hemiparese sinistra sama berat tipe
- Afasia motorik subkortikal spastik
(afasia murni: penderita tidak - Afasia subkortikal tidak ada
dapat menyampaikan isi pikiran
secara lisan namun masih dapat
18

menyampaikan secara tulisan


dan isyarat).

Jadi, kemungkinan lesi di subkorteks serebri dapat disingkirkan


II. Diagnosis Banding Etiologi
Pada penderita ditemukan gejala :
1) Hemoragik serebri - Tidak ada kehilangan kesadaran
- Kehilangan kesadaran > 30 menit - Tejadi saat istirahat
- Terjadi saat aktivitas - Tidak terdapat sakit kepala, tidak
- Didahului sakit kepala, mual dan mual dan tidak muntah
atau tanpa muntah - Saat serangan tidak disertai jantung
- Riwayat Hipertensi berdebar-debar dan sesak nafas.
Jadi, kemungkinan etiologi hemoragik serebri dapat disingkirkan.
2). Emboli serebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran < 30 menit - Tidak ada kehilangan kesadaran
- Ada atrial fibrilasi - Tidak ada atrial fibrilasi
- Terjadi saat aktifitas - Terjadi saat istirahat
Jadi, kemungkinan etiologi emboli serebri dapat disingkirkan.
3) Trombosis serebri Pada penderita ditemukan gejala
- Tidak ada kehilangan kesadaran - Tidak ada kehilangan kesadaran
- Terjadi saat istirahat - Terjadi saat istirahat
Jadi kemungkinan diagnosis etiologi yaitu Trombosis serebri.
Kesimpulan Diagnosis Etiologi :
CVD Non Hemoragik (Trombosis serebri)

III.Diagnosis Banding Tipe Kelemahan


19

1) Flaksid Pada penderita ditemukan


- Hipotonus - Hipertonus
- Hiporefleks - Hiperefleks
- Refleks patologis (-) - Refleks Patologis (+)
- Atrofi otot (+) - Atrofi Otot (-)
2) Spastik Pada penderita ditemukan
- Hipertonus - Hipertonus
- Hiperefleks - Hiperefleks
- Refleks patologi (+) atau (-) - Refleks Patologis (+)
- Atrofi otot (-) - Atrofi Otot (-)
Jadi, kemungkinan tipe kelemahan pada kasus yaitu tipe spastik

1.8 LEMBAR FOLLOW UP


20

TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
/ PUKUL
03-12-2019 Keluhan: Kelemahan pada tungkai - IVFD RL gtt 15x/m
06.30 WIB dan lengan kiri. Kelemahan pada - Injeksi Citicoline
tungkai dirasakan lebih membaik. 2x500 mg (iv)
- Injeksi Omeprazole 1
Status Generalis x 1 vial (iv)
- Kesadaran : E4M6V5 - Aspilet tab 1 x 80 mg
- TD : 160/100 mmHg (po)
- HR : 99x/menit, reguler - Neurodex tab 1x1
- RR : 21 x/menit (po)
- Temp : 36,6oC - Simvastatin 1 x 100
mg (po)

Nervi Cranialis
- N.I: Tidak ada kelainan
- N.II: VODS 5/60
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks
pupil (+/+), isokor, refleks cahaya
langsung (+/+). Gerakan bola
mata baik kesegala arah
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: Lagoftalmus (-/-),
mengerutkan dahi (+),
menunjukkan gigi (+), refleks
kornea (+/+)
- N. VIII: Tidak ada kelainan
- N.IX, X: Refleks menelan (+)
- N.XI : Mengangkat bahu kuat,
menolah (+/+)
- N.XII: Deviasi lidah (-)
21

Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 3
Tonus : Eutoni Hipertoni
Refleks fisiologis
Biceps: normal meningkat
Triceps: normal meningkat
P. Radius: normal meningkat
P. Ulna: normal meningkat
Refleks patologis
Hoffman T :tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 4
Tonus : Eutoni Hipertoni
Klonus
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal meningkat
- APR : normal meningkat
Refleks patologis
- Babinsky : negatif positif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
22

- Schaeffer : negatif negatif


- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: Tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Terpasang kateter
Defekasi: Belum BAB sejak 1 hari
yang lalu
Diagnosis Klinik :
Hemiparese sinistra tipe spastik
Diagnosis Topik :
Lesi di kapsula interna dekstra
Diagnosis Etiologi :
CVD Non Hemoragik (thrombosis
serebri)
Diagnosis Tambahan : Hipertensi
Stage II

TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
/ PUKUL
23

04-12-2019 Keluhan: kelemahan pada lengan dan - IVFD RL gtt 15x/m


06.30 WIB tungkai kiri sudah berkurang - Injeksi Citicoline
2x500 mg (iv)
Status Generalis - Injeksi Omeprazole 1
- Kesadaran : E4M6V5 x 1 vial (iv)
- TD : 160/100 mmHg - Aspilet tab 1 x 80 mg
- HR : 77x/menit, reguler (po)
- RR : 20 x/menit - Neurodex tab 1x1
- Temp : 36,9oC (po)
- Simvastatin 1 x 100

Nervi Cranialis mg (po)

- N.I: Tidak ada kelainan


- N.II: VODS 5/60
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks
pupil (+/+), isokor, refleks cahaya
langsung (+/+). Gerakan bola
mata baik kesegala arah
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: Lagoftalmus (-/-),
mengerutkan dahi (+),
menunjukkan gigi (+), refleks
kornea (+/+)
- N. VIII: Tidak ada kelainan
- N.IX, X: Refleks menelan (+)
- N.XI : Mengangkat bahu kuat,
menolah (+/+)
- N.XII: Deviasi lidah (-)
Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan
24

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 3
Tonus : Eutoni Hipertoni
Refleks fisiologis
Biceps: normal meningkat
Triceps: normal meningkat
P. Radius: normal meningkat
P. Ulna: normal meningkat
Refleks patologis
Hoffman T :tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 4
Tonus : Eutoni Hipertoni
Klonus
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal meningkat
- APR : normal meningkat
Refleks patologis
- Babinsky : negatif positif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif
25

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: Tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Terpasang kateter
Defekasi: Belum BAB sejak 2 hari
Diagnosis Klinik :
Hemiparese sinistra tipe spastik
Diagnosis Topik :
Lesi di capsula interna dekstra
Diagnosis Etiologi :
CVD Non Hemoragik (thrombosis
serebri)
Diagnosis Tambahan : Hipertensi
Stage II

TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
/ PUKUL
26

05-12-2019 Keluhan: kelemahan pada lengan dan - Drip Nicardipin 2


06.30 WIB tungkai kiri sudah berkurang amp dalam NaCl 100
cc gtt 5 x/menit titrasi
Status Generalis maksimal sampai 40
- Kesadaran : E4M6V5 x/menit (mikro)
- TD : 170/100 mmHg - IVFD RL gtt 15x/m
- HR : 80x/menit, reguler - Injeksi Citicoline
- RR : 22 x/menit 2x500 mg (iv)
- Temp : 36,5oC - Injeksi Omeprazole 1
x 1 vial (iv)

Nervi Cranialis - Aspilet tab 1 x 80 mg

- N.I: Tidak ada kelainan (po)

- N.II: VODS 5/60 - Neurodex tab 1x1


(po)
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks
- Simvastatin 1 x 100
pupil (+/+), isokor, refleks cahaya
mg (po)
langsung (+/+). Gerakan bola
mata baik kesegala arah
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: Lagoftalmus (-/-),
mengerutkan dahi (+),
menunjukkan gigi (+), refleks
kornea (+/+)
- N. VIII: Tidak ada kelainan
- N.IX, X: Refleks menelan (+)
- N.XI : Mengangkat bahu kuat,
menolah (+/+)
- N.XII: Deviasi lidah (-)
Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan
27

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 3
Tonus : Eutoni Hipertoni
Refleks fisiologis
Biceps: normal meningkat
Triceps: normal meningkat
P. Radius: normal meningkat
P. Ulna: normal meningkat
Refleks patologis
Hoffman T :tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 4
Tonus : Eutoni Hipertoni
Klonus
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal meningkat
- APR : normal meningkat
Refleks patologis
- Babinsky : negatif positif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif
28

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: Tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Terpasang kateter
Defekasi: Belum BAB sejak 3 hari
Diagnosis Klinik :
Hemiparese sinistra tipe spastik
Diagnosis Topik :
Lesi di capsula interna dekstra
Diagnosis Etiologi :
CVD Non Hemoragik (thrombosis
serebri)
Diagnosis Tambahan : Hipertensi
Stage II

TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
/ PUKUL
29

06-12-2019 Keluhan: kelemahan pada lengan dan - Drip Nicardipin 2


06.30 WIB tungkai kiri sudah berkurang amp dalam NaCl 100
cc gtt 5 x/menit titrasi
Status Generalis maksimal sampai 40
- Kesadaran : E4M6V5 x/menit (mikro)
- TD : 170/100 mmHg - IVFD RL gtt 15x/m
- HR : 72x/menit, reguler - Injeksi Citicoline
- RR : 21 x/menit 2x500 mg (iv)
- Temp : 36,6oC - Injeksi Omeprazole 1
x 1 vial (iv)

Nervi Cranialis - Aspilet tab 1 x 80 mg

- N.I: Tidak ada kelainan (po)

- N.II: VODS 5/60 - Neurodex tab 1x1


(po)
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks
- Simvastatin 1 x 100
pupil (+/+), isokor, refleks cahaya
mg (po)
langsung (+/+). Gerakan bola
mata baik kesegala arah
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: Lagoftalmus (-/-),
mengerutkan dahi (+),
menunjukkan gigi (+), refleks
kornea (+/+)
- N. VIII: Tidak ada kelainan
- N.IX, X: Refleks menelan (+)
- N.XI : Mengangkat bahu kuat,
menolah (+/+)
- N.XII: Deviasi lidah (-)
Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan
30

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 4
Tonus : Eutoni Hipertoni
Refleks fisiologis
Biceps: normal meningkat
Triceps: normal meningkat
P. Radius: normal meningkat
P. Ulna: normal meningkat
Refleks patologis
Hoffman T :tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 4
Tonus : Eutoni Hipertoni
Klonus
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal meningkat
- APR : normal meningkat
Refleks patologis
- Babinsky : negatif positif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif
31

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: Tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Terpasang kateter
Defekasi: Belum BAB sejak 4 hari
Diagnosis Klinik :
Hemiparese sinistra tipe spastik
Diagnosis Topik :
Lesi di capsula interna dekstra
Diagnosis Etiologi :
CVD Non Hemoragik (thrombosis
serebri)
Diagnosis Tambahan : Hipertensi
Stage II

TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
/ PUKUL
32

07-12-2019 Keluhan: kelemahan pada lengan dan - Drip Nicardipin 2


06.30 WIB tungkai kiri sudah berkurang amp dalam NaCl 100
cc gtt 5 x/menit titrasi
Status Generalis maksimal sampai 40
- Kesadaran : E4M6V5 x/menit (mikro) 
- TD : 150/90 mmHg stand by
- HR : 75x/menit, reguler - IVFD RL gtt 15x/m
- RR : 22 x/menit - Injeksi Citicoline
- Temp : 36,7oC 2x500 mg (iv)
- Injeksi Omeprazole 1

Nervi Cranialis x 1 vial (iv)

- N.I: Tidak ada kelainan - Aspilet tab 1 x 80 mg

- N.II: VODS 5/60 (po)


- Neurodex tab 1x1
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks
(po)
pupil (+/+), isokor, refleks cahaya
- Simvastatin 1 x 100
langsung (+/+). Gerakan bola
mg (po)
mata baik kesegala arah
- Clonidin tab 3 x 0,15
- N.V: Trimus (-)
mg (po)
- N.VII: Lagoftalmus (-/-),
- Candesartan tab 1 x
mengerutkan dahi (+),
16 mg (po)
menunjukkan gigi (+), refleks
- KSR tab 1 x 600 mg
kornea (+/+)
(po)
- N. VIII: Tidak ada kelainan
- Diazepam tab 2 x 2
- N.IX, X: Refleks menelan (+)
mg (po)
- N.XI : Mengangkat bahu kuat,
- Dulcolax supp. 1 x 10
menolah (+/+)
mg (anal)
- N.XII: Deviasi lidah (-)

Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan
33

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 4
Tonus : Eutoni Hipertoni
Refleks fisiologis
Biceps: normal meningkat
Triceps: normal meningkat
P. Radius: normal meningkat
P. Ulna: normal meningkat
Refleks patologis
Hoffman T :tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 4
Tonus : Eutoni Hipertoni
Klonus
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal meningkat
- APR : normal meningkat
Refleks patologis
- Babinsky : negatif positif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
34

- Mendel B : negatif negatif

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: Tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Normal
Defekasi: Belum BAB sejak 5 hari
Diagnosis Klinik :
Hemiparese sinistra tipe spastik
Diagnosis Topik :
Lesi di capsula interna dekstra
Diagnosis Etiologi :
CVD Non Hemoragik (thrombosis
serebri)
Diagnosis Tambahan : Hipertensi
Stage II

TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
/ PUKUL
35

09-12-2019 Keluhan: kelemahan pada lengan dan - IVFD RL gtt 15x/m


06.30 WIB tungkai kiri sudah berkurang - Injeksi Citicoline
2x500 mg (iv)
Status Generalis - Injeksi Omeprazole 1
- Kesadaran : E4M6V5 x 1 vial (iv)
- TD : 130/80 mmHg - Aspilet tab 1 x 80 mg
- HR : 89x/menit, reguler (po)
- RR : 20 x/menit - Neurodex tab 1x1
- Temp : 36,9oC (po)
- Simvastatin 1 x 100

Nervi Cranialis mg (po)

- N.I: Tidak ada kelainan - Clonidin tab 3 x 0,15

- N.II: VODS 5/60 mg (po)


- Candesartan tab 1 x
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks
16 mg (po)
pupil (+/+), isokor, refleks cahaya
- Rencana pulang
langsung (+/+). Gerakan bola
mata baik kesegala arah
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: Lagoftalmus (-/-),
mengerutkan dahi (+),
menunjukkan gigi (+), refleks
kornea (+/+)
- N. VIII: Tidak ada kelainan
- N.IX, X: Refleks menelan (+)
- N.XI : Mengangkat bahu kuat,
menolah (+/+)
- N.XII: Deviasi lidah (-)

Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan
36

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 4
Tonus : Eutoni Hipertoni
Refleks fisiologis
Biceps: normal meningkat
Triceps: normal meningkat
P. Radius: normal meningkat
P. Ulna: normal meningkat
Refleks patologis
Hoffman T :tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Luas Kurang
Kekuatan : 5 4
Tonus : Eutoni Hipertoni
Klonus
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal meningkat
- APR : normal meningkat
Refleks patologis
- Babinsky : negatif positif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
37

- Mendel B : negatif negatif

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: Tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Normal
Defekasi: Normal
Diagnosis Klinik :
Hemiparese sinistra tipe spastik
Diagnosis Topik :
Lesi di capsula interna dekstra
Diagnosis Etiologi :
CVD Non Hemoragik (thrombosis
serebri)
Diagnosis Tambahan : Hipertensi
Stage II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak


Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling
berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf
(neuron) dan sel-sel penyokong (neuroganglia dan sel Schwann). Kedua jenis sel
tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-
sama berfungsi sebagai satu unit. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat
(SSP) dan sistem saraf tepi (PNS). SSP terdiri dari otak dan medula spinalis. PNS
terdiri dari neuro aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf
otonom1.
SSP dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang. Selanjutnya, SSP
dilindungi pula oleh suspensi dalam cairan serebrospinal yang diproduksi dalam
ventrikel otak. SSP juga diliputi oleh tiga lapisan jaringan yang secara bersama-
sama disebut meninges yang terdiri dari dura mater, araknoid dan pia mater1.
Otak merupakan bagian sistem saraf pusat dimana dalam pembagiannya
digolongkan menjadi batang otak, serebelum, otak depan (diensefalon yang terdiri
dari hipotalamus dan talamus. Serta serebrum yang terdiri dari nukleus basal serta
korteks serebri)2.
Batang otak bersambungan dengan korda spinalis yang terdiri dari otak
tengah, pons, dan medula, fungsinya mengatur proses yang berhubungan dengan
kehidupan seperti pernapasan, sirkulasi, dan pencernaan yang disebut dengan
fungsi vegetatif, yang berarti fungsi yang dilakukan dibawah sadar atau
involunter2.
Serebelum yang melekat di atas bagian belakang batang otak, berkaitan
dengan pemeliharaan posisi tubuh yang tepat dalam ruang dan koordinasi bawah
sadar aktivitas motorik (gerakan)2.
Diatas batang otak, terdapat diensefalon yang mengandung dua komponen
otak yaitu hipotalamus yang mengontrol banyak fungsi homeostatik yang penting
untuk mempertahankan stabilitas lingkungan internal dan talamus yang
melakukan beberapa pemrosesan sensorik primitif2.

38
39

Lapisan luar serebrum adalah korteks serebri yang menutupi bagian dalam
yang mengandung nukleus basal. Serebrum sendiri dibedakan menjadi dua bagian
yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri yang saling berhubungan melalui korpus
kalosum yang diperkirakan terdiri dari 300 juta akson neuron. Tiap hemisfer
terdiri dari satu lapisan tipis substansia grisea di sebelah luar, dan substansia alba
yang tebal. Substansia grisea terutama terdiri dari badan sel neuron dan dendritnya
yang tersusun padat dan sebagian besar sel glia. Berkas atau traktus serat saraf
bermielin (akson) membentuk substansia alba2.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi
normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis
interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke
bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua
adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum
anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu
sirkulus willisi1.

Gambar 1. Circulus Willisi3

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-


fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat
40

sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke
atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang
berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan
serabut-serabut saraf ke target organ1.

Gambar 2. Bagian Otak dan Fungsi Otak1

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan


kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah1.

2.2. Definisi Stroke


Serangan otak (brain attack), merupakan terminologi waktu untuk
melakukan antisipasi medis dengan cepat, tepat, cermat dan akurat pada fase akut
manifestasi klinis penyakit serebrovaskular. Yang bersifat sepintas yaitu Transient
Ischemic Attacks (TIA) yang secara klinis kembali normal dalam kurun waktu 24
jam. Bila pemulihan terjadi lebih dari 24 jam tetapi tidak lebih dari 2 minggu
disebut Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND), sedangkan yang
manifestasi klinisnya menetap disebut dengan stroke4.
Stroke adalah sindrom klinis dengan ciri-ciri adanya defisit neurologis
serebral fokal atau global, yang berkembang secara cepat dan berlangsung selama
minimal 24 jam, atau menyebabkan kematian yang semata-mata disebabkan oleh
kejadian vaskular. Ada dua kejadian vaskular yang mendasari yaitu perdarahan
41

spontan pada otak (stroke hemoragik) maupun suplai darah yang inadekuat pada
bagian otak (stroke iskemik) akibat aliran darah yang rendah, trombosis atau
emboli yang berkaitan dengan penyakit pembuluh darah (arteri dan vena), jantung
dan darah4.

2.3. Epidemiologi Stroke


Pada saat mulai terjadi serangan otak khususnya stroke, penderita dapat
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu4 :
 Kelompok 1 : Akan meninggal dalam kurun waktu hitungan hari (kurang
lebih 1/3 penderita).
 Kelompok 2 : Akan mengalami penyembuhan lengkap atau
meninggalkan defisit neurologis ringan serta masih dapat melakukan
aktivitas yang produktif (kurang lebih 1/3 penderita).
 Kelompok 3 : Tidak akan terjadi penyembuhan, dan bahkan cenderung
akan terjadi perburukan hingga kematian atau kecacatan yang berat (1/3
penderita lainnya).
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke
baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian
berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur
55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar
51,6/100.000 penduduk dan kecacatan;1,6% tidak berubah; 4,3% semakin
memberat5.
Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia
dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65
tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut yang
berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara
nasional di kemudian hari5.

2.4. Etiologi Stroke


Terjadinya stroke hemoragik terdiri dari tiga proses patologis secara terpadu,
yaitu proses iskemia, proses desak ruang dan proses inflamasi yang mengikutinya.
Pendarahan intrakranium (hemoragik) dapat terjadi jaringan otak itu sendiri
42

(parenkim), ruang subaraknoid, atau ruang subdural atau eopidural. Hematom


subdural dan epidural biasanya disebabkan oleh trauma. Sebagaian besar
perdarahan intraserebrum berkaitan dengan hipertensi. Perdarahan subaraknoid
biasnaya terjadi akibat aneurysma sakular (Berry) atau, yang lebih jarang, suatu
malformasi arteriovena8.
Stroke iskemia disebabkan oleh tiga mekanisme dasar yaitu trombosis,
emboli, dan penurunan tekanan perfusi. Trombosis merujuk pada penurunan atau
oklusi aliran darah akibat proses oklusi lokal pada pembuluh darah. Patologi
vaskular yang menyebabkan trombosis diantaranya aterosklerosis, arteritis,
perdarahan pada plak aterosklerosis, dll. Berbeda dengan trombosis, blokade
emboli biasanya terbentuk dari jantung, arteri besar, atau vena. Penurunan perfusi
serebral biasanya disebabkan penurunan curah jantung, baik akibat kegagalan
pompa jantung atau volume intravaskular yang inadekuat4.
Dengan demikian, dua kategori dasar gangguan sirkulasi yang menyebabkan
stroke adalah iskemia-infark (80%-85%) dan pendarahan intrakranium (15%-
20%)6,7.

2.5. Faktor Risiko Stroke


2.5.1 Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi9 :
- Umur
Dengan meningkatnya usia resiko stroke juga turut meningkat. Dalam
studi OXVASC, tingkat stroke meningkat dari 1,76 per 1000 individu per
tahun untuk individu berusia 55-64 tahun sampai 16,47 untuk mereka
yang berusia 85 atau lebih. Peningkatan insidensi dengan usia terlihat
pada stroke iskemik serta untuk perdarahan intraserebral (ICH) dan juga
sampai batas tertentu untuk perdarahan subarachnoid. Risiko stroke lebih
dari dua kali lipat dengan setiap dekade peningkatan usia setelah 55
tahun setidaknya sampai usia 84. Setelah usia 84 tahun, risiko stroke
akan terus meningkat12.
- Jenis kelamin
Jenis kelamin laki-laki meningkatkan risiko stroke iskemik. Risiko stroke
bagi pria adalah sekitar 1,3 kali lebih tinggi untuk wanita pada usia
43

tertentu kecuali pada usia tertinggi. Namun, perbedaan gender ini kurang
jelas saat memperhitungkan faktor risiko di masing-masing individu.
Menopause dini telah dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke dan
selepas menopause. Perbedaan dalam risiko antara jenis kelamin
tampaknya hilang pada usia di atas 80-85 tahun. Risiko gender berbeda
untuk perdarahan subakachnoid dimana risikonya lebih tinggi untuk
wanita12.
- Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pernah mengalami serangan stroke, maternal maupun
paternal, berhubungan dengan meningkatnya insiden stroke. Hal ini
disebabkan oleh banyak faktor diantaranya faktor genetik, pengaruh
budaya dan gaya hidup dalam keluarga, interaksi antara genetik dan
pengaruh lingkungan.

2.5.2 Faktor resiko yang dapat dimodifikasi9 :


- Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko stroke yang utama, baik iskemik
maupun hemoragik. Mengendalikan hipertensi terbukti menurunkan
insiden stroke.
- Diabetes Mellitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak
sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga
berpengaruh terhadap terjadinya stroke.
- Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali
serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan
benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke
dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena
stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama. Risiko TIA untuk
terkena stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.
44

- Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas
dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang
semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.
- Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan
juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi
terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung
maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko
stroke 1,31-2,9 kali.
- Merokok
Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh
tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok
mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
- Alcohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme
tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi
berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf
otak dan lainlain. Semua ini mempermudah terjadinya stroke. Konsumsi
alcohol berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.
- Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan
akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan
dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri
akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang
stroke. Hasil pengumpulan data dari rumah sakit Jakarta tahun 2001 yang
menangani narkoba, didapatkan bahwa lebih dari 50% pengguna narkoba
dengan suntikan berisiko terkena stroke.
45

2.6. Stroke Non Hemoragik


Stroke non-hemoragik terjadi akibat obstruksi di satu atau lebih arteri besar
pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang
terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau karena hipoperfusi jaringan otak
oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan
hemodinamik1,10.
Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher
dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus
yang terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak
aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi
penyumbatan10.

2.7. Klasifikasi Stroke Non Hemoragik


Terdapat empat subtipe pada stroke iskemik berdasarkan penyebab yaitu1:
2.7.1 Stroke Lakunar
Infark lakunar terjadi karena penyakit-penyakit pembuluh halus hipertensif
dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau
kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang penetrans sirkulus
Willisi, arteria cabang media, atau arteri vertebralis dan basilaris.trombosis yang
terjadi di dalam pembuluh-pembuluh darah ini menyebabkan daerah-daerah yang
infark yang kecil, lunak yang disebut lakuna. Empat sindrom lakunar yaitu
hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior, hemiparesis
motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna, stroke sensorik murni
akibat infark thalamus, dan hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan
atau lengan yang canggung akibat infark pons basal. Secara umum, pasien dengan
infark lakunar umumnya berusia lebih tua, memiliki kadar kolesterol lebih tinggi,
dan mengidap diabetes dibandingkan dengan mereka yang mengalami perdarahan
intraserebrum dalam1.
46

2.7.2 Stroke Trombotik Pembuluh Besar


Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda yang
terjadi akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat
aliran kolateral di jaringan otak yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan
lesi aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis
interna atau yang lebih jarang di pangkal arteria serebri media di taut arteria
vertebralis dan basilaris1.

2.7.3 Stroke Emboli


Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak6.
20-30% penyebab stroke adalah emboli, emboli dapat berasal dari jantung,
arteri besar dan pembuluh darah vena. Satu dari 6 stroke iskemik (15%)
disebabkan oleh kardioemboli. Frekuensi terjadinya tipe emboli yang berbeda
variasi tergantung dari umur penderita, emboli yang berasal dari katup jantung
rematik terdapat pada usia muda, emboli yang berasal dari atherosclerosis lebih
banyak ditemukan pada usia tua6.

2.7.4 Stroke Kriptogenik


Oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas.
Namun, sebagian besar stroke yang kausanya tidak jelas terjadi pada pasien yang
profil klinisnya tidak dapat dibedakan dari mereka yang mengidap
aterotrombosis1.

2.8. Gejala Stroke Non Hemoragik


Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang
terbatas (Stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi
yang disebabkan oleh iskemia (misal, arterosklerosis, emboli) 11.
Dengan menghambat Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+
47

ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan


penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel dan kematian sel. Depolarisasi
juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui
masuknya Na+ dan Ca+11.
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik11.
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang
disuplai oleh pembuluh darah tersebut11.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia),
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
deviasi okular akibat kerusakan area motorik pengelihatan, hemianopsia (radiasi
optikus), gangguan bicara motorik dan sensorik (area bicara Broca dan Wernicke
dari hemisfer dominan), gangguan persepsi spasial, apraksia dan hemineglect
(lobus parietalis)11.
Penyumbatan pada arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan
postsentralis bagian medial), kesulitan berbicara (akibat kerusakan area motorik
tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum berhubungan dari
hemisfer dominan pada korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral
pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem
limbik.
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial (korteks visual primer) dan kebutaan pada penyumbatan
bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian
bawah).
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior yang tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada
48

cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit


sensorik11.
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua ekstremitas
(tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat meyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:
- Pusing, nistagmus, hemiataksia (Serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
- Penyakit parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
- Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anestesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus dan traktus
spinotalamikus).
- Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarius), singultus (formasio retikularis).
- Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
- Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus). Paralisis otot lidah
(saraf hipoglosus), mulut yang jatuh (saraf fasial), strabismus (saraf
okulomotorik, saraf abdusens).
- Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).
49

Gejala atau Infark otak Perdarahan intra


pemeriksaan serebral
Gejala yang mendahului TIA (+) TIA (-)
Beraktivitas/istirahat Istirahat, tidur atau segera Sering pada waktu
setelah bangun tidur aktifitas
Nyeri kepala dan muntah Jarang Sangat sering dan hebat
Penurunan kesadaran Jarang Sering
waktu onset
Hipertensi Sedang, normotensi Berat, kadang-kadang
sedang
Rangsangan meningen Tidak ada Ada
Defisit neurologis fokal Sering kelumpuhan dan Defisit neurologik cepat
gangguan fungsi mental terjadi
CT-Scan kepala Terdapat area hipodensitas Massa intrakranial
dengan area
hiperdensitas
Angiografi Dapat dijumpai gambaran Dapat dijumpai
penyumbatan, penyempitan aneurisma, AVM,
dan vaskulitis massa intrahemisfer
atau vasospasme

2.9. Diagnosis Stroke Non Hemoragik


2.9.1 Anamnesis
Keadaan klinis pasien, gejala dan riwayat perkembangan gejala dan defisit
yang terjadi merupakan hal penting, yang seyogyanya mencakup1 :
1. Penjelasan tentang awitan dan gejala awal. Kejang pada awal kejadian
mengisyaratkan stoke embolus.
2. Perkembangan gejala atau keluhan pasien atau keduanya.
3. Riwayat TIA.
4. Faktor risiko, terutama hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes, merokok, dan
pemakaian alkohol.
5. Pemakaian obat, terutama kokai.
50

6. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang baru dihentikan.

2.9.2 Pemeriksaan Fisik


Pasien harus menjalani pemeriksaan fisik lengkap yang berfokus pada
sistem berikut:
1. Sistem pembuluh perifer. Lakukan auskultasi pada arteria karotis untuk
mencari adanya bising (bruit) dan periksa tekanan darah di kedua lengan
untuk dibandingkan.
2. Jantung. Perlu dilakukan pemeriksaan jantung yang lengkap, dimulai
dengan auskultasi jantung dan EKG. Murmur dan disritmia merupakan hal
yang harus dicari.
3. Retina. Periksa ada tidaknya cupping diskus optikus, perdarahan retina,
kelainan diabetes.
4. Ekstremitas. Evaluasi ada tidaknya sianosis dan infark sebagai tanda-tanda
embolus perifer.
5. Pemeriksaan neurologik. Untuk mengetahui letak dan luas suatu stroke.

2.9.3 Pemeriksaan Tambahan9, 13, 14


1. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu
diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut.
Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran
yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas.
Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu
membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral (PIS)
maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).

2. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah
rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu
gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler,
Elektrokardiografi (EKG).
51

Rumus Siriraj Stroke Score


(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
darah diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12
1. Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
2. Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
Catatan:
 Derajat kesadaran: sadar = 0
Mengantuk/stupor = 2
Koma/semikoma = 2
 Nyeri kepala: Tidak ada nyeri kepala = 0
Nyeri kepala= 1
 Tanda ateroma: Tidak ada tanda ateroma = 0
Tanda ateroma (diabetes, angina, penyakit arteri perifer) = 1

2.10. Penatalaksanaan Stroke


2.10.1 Terapi Umum15
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72
jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen<
95%.
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar.Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan napas.
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia. Pasien stroke iskemik
akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen.
 Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg
dan cairan sudah mencukupi, maka obat vasopressor dapat diberikan
seperti dopamin dengan target sistolik berkisar 140 mmHg.
52

b. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)


Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi:
1. Tinggikan posisi kepala 20o- 30o
2. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
3. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik iv
4. Hindari hipertermia
5. Jaga normovolernia
6. Osmoterapi atas indikasi:
 Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 -
6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
 Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB
i.v.

c. Pemberian obat neuroprotektif


Stabilisator membran, citicholine bekerja memperbaiki membran sel dengan
cara menambah sintesis fosfatidilkolin dan mengurangi kadar asam lemak
bebas. Menaikkan sintesis asetilkolin, suatu neurotransmitter untuk fungsi
kognitif.

d. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum
50 mg/menit.

e. Menghindari stress ulcer


Untuk mencegah timbulnya perdarahan lambung pada stroke, sitoprotektor
atau penghambat reseptor H2 perlu diberikan.Tidak ada perbedaan hasil
antara pemberian penghambat reseptor H2, sitoprotektor agen ataupun
inhibitor pompa proton.
53

f. Pengendalian tekanan darah


 Perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus
dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi
serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah
PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya perdarahan
subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid
akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg.
 Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >200
mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan
darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
 Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar
15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan
apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah
diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang
akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga
TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg.Obat antihipertensi yang
sering diberikan:

Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme


otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih
menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk
mengatasi stroke iskemik akut16:
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin
yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin,
fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di
Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam
setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan
54

10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya


diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA
didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.Efek
samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang
diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat
telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 199616.
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam.Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak
banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu
berupa infark lakuner atau infark massif dengan
hemiplegia.Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah
trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark
serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu
diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian
heparin tersebut16.
3. Antiplatelet (Anti-agregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong
adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan
untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-
macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300
mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol.Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi
reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam
sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak
rendah.Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif.
Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma:
4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid
dan glycine).Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85%
dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana
55

alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah,


perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye16.
 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel.Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan
granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh
ADP dan antraksi platelet-platelet.Berdasarkan sejumlah 7 studi
terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih
baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah
serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah
diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat
dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang,
adalah purpura trombositopenia trombotik dan anemia
aplastik16.
b) Anti-edema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.

2.10.2 Fisioterapi & rehabilitasi medik17


1. Tujuan rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi tidak terlepas dari pengertian sehat, yaitu keadaan
yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental), dan sosial, dan bukan
hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Selain itu
program rehabilitasi bertujuan untuk memaksimalkan ability fungsional
pasien yang meliputi:
 Self-care skills
 Bowel and blader function
 Nutritional intake and swallowing
 Mobility and locomotion
56

 Speech and language


 Cognitive function and leisure skills

2. Prinsip-prinsip rehabilitasi
 Rehabilitasi dimulai sedini mungkin
 Tak ada seorang penderita pun yang boleh berbaring satu hari lebih lama
dari waktu yang diperlukan
 Rehabilitasi merupakan terapi secara multidisipliner terhadap seorang
penderita, dan rehabilitasi merupakan terapi terhadap seorang penderita
seutuhnya
 Salah satu faktor penting dari rehabilitasi adalah adanya kontinuitas
perawatan
 Perhatian rehabilitasi tidak dikaitkan dengan sebab kerusakan jaringan
otak, melainkan lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi
neuromuskular yang masih ada.
 Program rehabilitasi harus bersifat individual, dan tidak ada atau tidak
dapat diberlakukan suatu standard hemiplegia regimen.
 Dalam pelaksaan rehabilitasi termasuk pula upaya untuk menanggulangi
terjadinya serangan ulang

2.10.3 Preventif dan Promotif15


Adapun, untuk menghindari stroke seseorang bisa melakukan tindakan
pencegahan termasuk membiasakan diri menjalani gaya hidup sehat. Berikut ada
langkah yang dapat Anda lakukan guna menghindarkan diri dari serangan stroke.
1. Hindari dan hentikan kebiasaan merokok.
Kebiasaan ini dapat menyebabkan atherosclerosis (pengerasan dinding
pembuluh darah).
2. Periksakan tensi darah secara rutin.
Tekanan darah yang tinggi bisa membuat pembuluh darah mengalami
tekanan ekstra. Walaupun tidak menunjukkan gejala, ceklah tensi darah
secara teratur.
57

3. Atasi dan kendalikan stres dan depresi.


Stres dan depresi dapat menggangu bahkan menimbulkan korban fisik. Jika
tidak teratasi, dua hal ini pun dapat menimbulkan masalah jangka panjang.
4. Makanlah dengan sehat.
Anda mungkin sudah mendengarnya ribuan kali, namun penting artinya bila
Anda disiplin memakan sedikitnya lima porsi buah dan sayuran setiap hari.
Hindari makan daging merah terlalu banyak karena lemak jenuhnya bisa
membuat pembuluh darah mengeras. Konsumsi makanan berserat dapat
mengendalikan lemak dalam darah.
5. Pantau berat badan.
Memiliki badan gemuk atau obes akan meningkatkan risiko mengalami
tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan diabetes, dan semuanya dapat
memicu terjadinya stroke.
6. Berolahraga dan aktif.
Melakukan aktivitas fisik secara teratur membantu untuk menurunkan tensi
darah dan menciptakan keseimbangan lemak yang sehat dalam darah.
7. Kurangi alkohol.
Meminum alkohol dapat menaikkan tensi darah, oleh karena itu
menguranginya berarti menghindarkan dari tekanan darah tinggi.

2.11. Komplikasi9
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun
agak jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol
dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan
dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan
sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien
mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini
diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa
adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan
58

penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan


hematoma yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-
stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien
yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure
disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara
yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat
neurologis injuri.

2.12. Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting
adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan
selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam
10 tahun sekitar 35%. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu
setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15%
memerlukan perawatan institusional9.
59

DAFTAR PUSTAKA

1. Price and Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi


6 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2015

2. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2014
3. Snell, RS. Anatomi Klinik Berdasarkan Sistem. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2011

4. Lily, R. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan Penerbit FK UI.


2013

5. PERDOSSI. Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: Perhimpunan Dokter


Spesialis Saraf Indonesia. 2011

6. Japardi, I. Patogenesis Stroke Infark Kardioemboli. Fakultas Kedokteran


Universitas Sumatera Utara. Medan. 2002

7. Kowalak, JP. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC. 2014

8. Hidayat, I. Stroke Hemoragik. Laporan Kasus. Bagian Ilmu Penyakit Saraf.


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2011

9. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Balai
Penerbitan FKUI. 2014

10. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of


Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007

11. Silbernagl & Lang. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2014

12. Bo Norrving. Stroke and Cerebrovascular Disease. 1st Edition. United


States: Oxford University Press. 2014

13. Setyopranoto, I. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. Karya Tulis Ilmiah.


SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUP Dr Sardjito. Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Indonesia. 2011

14. Yusril. Diagnosis Topik Neurologi. Telaah Ilmiah. Bagian Neurologi


Rumah Sakit Umum Muhammad Hoesin Palembang. 2009

15. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan
prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba
Medika. 2015
60

16. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007

17. Hernawati, Y.I. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Pasien Paska


Stroke Hemorage Dextra Recovery. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi
Diploma III Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
2009

Anda mungkin juga menyukai