EMBOLI SEREBRI
Oleh:
Pembimbing:
BAGIAN NEUROLOGI
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
EMBOLI SEREBRI
Oleh:
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Emboli Serebri”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Rehabilitasi Medik di RSMH Palembang. Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Selly
Marisdina, Sp.S, MARS atas bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh berhentinya suplai darah
kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000). Menurut europen stroke initiative (2003),
Stroke atau serangan otak (brain attack) adalah defisit neurologis mendadak susunan saraf
pusat yang di sebabkan oleh peristiwa iskhemik atau hemorargik. Sehingga stroke di bedakan
menjadi dua macam yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
Pada stroke non hemoragik suplai darah ke bagian otak terganggu akibat aterosklerosis
atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah. Sedangkan pada stroke hemoragik,
pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah normal dan menyebabkan darah
Stroke kardioemboli merupakan salah satu subtipe stroke Infark yang terjadi karena
oklusi arteri serebral oleh emboli yang bersumber dari jantung atau melalui jantung. Hampir
90% emboli yang berasal dari jantung berakhir diotak, sehingga defisit neurologi sering
Stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang menderita stroke sering tidak
menyadari bahwa dia terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan mengalami
kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo, pandangan kabur, dan lain
Dulu memang penyakit ini di derita oleh orang tua terutama yang berusia 60 tahun
keatas, karena usia juga merupakan salah satu faktor risiko terkena penyakit jantung dan
stroke. Namun sekarang ini ada kecenderungan juga diderita oleh pasien di bawah usia 40
1
tahun. Hal ini bisa terjadi karena adanya perubahan gaya hidup, terutama pada orang muda
perkotaan modern.
menunjukkan, stroke menyerang pria 30% lebih tinggi ketimbang wanita dan setiap tahun di
Amerika Serikat ada sekitar 15 ribu pria di bawah usia 45 tahun yang terkena stroke. Pada
stroke non hemoragik ini, memungkinkan sekali adanya masalah kesehatan diantaranya:
gangguan perfusi jaringan serebral, kerusakan mobilitas fisik, perubahan persepsi sensori,
2
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. AS
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Perkerjaan :
Pendidikan : SMP
Alamat : Desa Sri Mulyo, Banyuasin
Agama : Islam
Tanggal MRS : 12 Maret 1989
No. RM : 0000993087
II. ANAMNESIS
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena kelemahan pada lengan kiri dan
tungkai kiri yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak ± 8 jam SMRS, saat penderita beraktifitas secara tiba-tiba penderita mengalami
kelemahan pada lengan kiri dan tungkai kiri tanpa disertai kehilangan rasa kesadaran. Saar
serangan penderita merasa sakit kepala tanpa di sertai rasa mual muntah, tanpa disertai
kejang, tanpa disertai gangguan rasa pada sisi yang lemah, tanpa disertai rasa baal, nyeri,
kesemutan dll pada sisi yang lemah tidak bisa digerakkan. Kelemahan pada lengan kiri dan
tungkai kiri dirasakan sama berat. Sehari-hari penderita berkerja menggunakan tangan
kanan. Penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan, tulisan,
ataupun isyarat. Penderita juga masih dapat memahami isi pikiran orang lain baik yang
disampaikan secara lisan, tulisan, ataupun isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot ke
kanan dan bicaranya pelo.
Saat serangan penderita mengalami jantung yang berdebar-debar disertai sesak napas.
Penderita tidak mengeluh sakit kepala. Penderita sering mengeluh sakit kepala bagian
belakang yang timbul. Penderita tidak pernah mengalami koreng di kemaluan yang tidak
3
gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami nyeri pada tulang
panjang.
napas tambahan.
4
A : Bising usus (+) normal
Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : ada
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : normochepali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada
LEHER
Sikap : normal Deformitas : (-)
Torticolis : (-) Tumor : (-)
Kaku kuduk : (-) Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia - -
Hiposmia - -
Parosmia - -
5
Campus visi V.O.D V.O.S
Anopsia - -
Hemianopsia - -
Fundus Oculi
- Papil edema - -
- Papil atrofi - -
- Perdarahan retina - -
6
Akomodasi + +
- Argyl Robertson - -
7
Tes Weber -
Tes Rinne -
Refleks
- Muntah Tidak ada kelainan
- Batuk Tidak ada kelainan
- Okulokardiak Tidak ada kelainan
- Sinus karotikus
Tidak ada kelainan
Sensorik
- 1/3 belakang lidah
Tidak ada kelainan
8
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 0
Tonus Normal Meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Meningkat
- Triceps Normal Meningkat
- Radius Normal Meningkat
- Ulna
Normal Meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Tromner
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Leri
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Meyer
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
9
- Babinsky - -
- Chaddock - -
- Oppenheim - -
- Gordon - -
- Schaeffer - -
- Rossolimo - -
SENSORIK
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : Tidak ada kelainan
Defekasi : Tidak ada kelainan
KOLUMNA VERTEBRALIS
10
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
11
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Apraksia : tidak ada
Agrafia : tidak ada
Alexia : tidak ada
Afasia nominal : tidak ada
SKOR SIRIRAJ
(2.5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x pusing) + (0.1 x tekanan darah
diastolik) – (3 x atheroma) – 12
Keterangan:
Derajat kesadaran Nyeri kepala Vomitus
0 : sadar penuh 0 : tidak ada 0 : tidak ada
1 : somnolen 0 : ada 1 : ada
2 : koma
Ateroma
0 : tidak ada
1 : ada atau lebih (DM, angina pectoris, penyakit pembuluh darah)
12
Pada pasien:
= (2.5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0.1 x 70) – (3 x 0) – 12
= -3 Stroke Non Hemorargik
LABORATORIUM
DARAH
Hb : 20,6 g/dl Trombosit : 129x103/mm3
Eritrosit : 7,03x106/mm3 Hematokrit : 62 vol%
Leukosit : 5,46x103 /mm3 Natrium (Na) : 136 mEq/L
Diff Count : 0/1/65/28/6 Kalium (K) : 4.4 mEq/L
URINALISIS
Urine Lengkap : Sedimen Urine :
Warna : Kuning keruh Epitel : Negatif
Kejernihan : Keruh Leukosit : 100-106 /LPB
Berat Jenis : 1,010 Eritrosit : 100-147 /LPB
pH(rine rutin) : 6,0 Silinder : Negatif
Protein : Negatif Kristal : Negatif
Ascorbic Acid : Negatif
Glukosa : Negatif
Keton : Negatif
Darah : Positif+++
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : 1 EU/dL
Nitrit : Negatif
Leokosit Esterase : Positif+++
FESES
Makroskopik : Mikroskopik :
Warna : Kuning kecoklatan Amoeba : Negatif
Konsistensi : Lunak Eritrosit : 0-1 /Lp
Sisa Makanan : Leukosit : 1-2 /Lp
13
Lemak : Negatif Bakteri : Positif
Jamut(TL) : Negatif
Telur cacing : Negatif
LIQUOR CEREBROSPINALIS
Tidak diperiksa
PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Rontgen Thoraks PA
Kesan :
Kardiomegali (SERVE) dd/ Efusi Pleura
Pelebaran mediastirnum superior
Pulmo tidak tampak kelainan
2. Elektrokardiogram
14
Irama sinus ireguler, HR 78 x/menit, aksis ke kanan, gelombang P abnormal ,
PR interval <0,2 detik, QRS complex >0,12 detik, ST-T change abnormal.
3. Rontgen Columna Vertebralis : tidak diperiksa
4. CT Scan Kepala
Kesan:
Infark lakuner pada nukleus lentiformis kanan.
Infark akut pada lobus temporal kanan.
5. Electroneuromyografy : tidak diperiksa
6. Arteriografi : tidak diperiksa
15
7. Pneumografi : tidak diperiksa
III. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis :
1. Hemiplesi sinistra tipe spastik
2. Parese N.VII sinistra tipe sentral
3. Parese N.XII sinistra tipe sentral
4. Hemihipeslesi sinistra
Diagnosis Tambahan :
1. TOF (Tetralogi Of Fallot )
2. AF RUR (Atrial Fibrillation with Rapid Ventricular Response)
3. Angioedema
IV. PENATALAKSANAAN
A. Norfarmakologis
- Oksigen 10 liter/menit
- Diet cairan via NGT
- Cek profil lipid tiap pagi
- Follow Up hasil AGD (Aanalisa Gas Darah)
- Follow Up hasil Transkranial doppler
- Follow Up hasil echo,carotid doppler
- Observasi CGS dan TTV
- RB dokter spesialis jantung dan pembuluh darah
B. Farmakologis
- IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
- Aspilet 2x160 mg (po)
- Paracetamol 3x1 g (po)
- Neurodex 1x1 tab (po)
16
- PDL : Inj. Furosemid 1x20 g iv
Digoxin1x0,125 g (po)
Spironolacton 1x2,5 g (po)
Aforvastatin 1x20 g (po)
Ramipril 1x2,5 g (po)
- DV : Cetirizine 1x10 g (po)
V. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3. 1. Definisi
17
Salah satu bentuk stroke iskemik adalah Transient Ischemic Attacks (TIA). Salah satu
bentuk stroke iskemik adalah Transient Ischemic Attacks (TIA). Di buku Caplan’s Stroke
Clinical Approach dijelaskan definisi terbaru dari TIA yaitu merupakan suatu episode singkat
disfungsi neurologis yang disebabkan karena iskemia otak lokal dengan gejala klinis yang
berlangsung kurang dari satu jam dan tanpa adanya bukti infark akut. Skor ABCD2 telah
dikembangkan untuk memperkirakan prognosis dan risiko terjadinya stroke segera setelah
seseorang mengalami TIA. Namun penderita dengan skor ABCD2 ringan bukan berarti tidak
dipantau. Setiap penderita TIA tetap memerlukan evaluasi klinis dan laboratoris sebagaimana
yang dipantau pada penderita stroke.
3. 2. Epidemiologi
Di negara Amerika Serikat (2008) diperkirakan sekitar 20% stroke iskemik
diakibatkan kardio emboli. Laporan insiden tahunan diperkirakan terdapat sebanyak 146.000
kasus. Perkiraan frekuensi stroke iskemik di dunia bervariasi dari 12-31% tergantung dari
kriteria berdasarkan definisi, tingkat evaluasi, dan desain studi. Risiko kardioemboli
meningkat sesuai dengan pertambahan umur. Semakin tua umur, semakin tinggi frekuensi
stroke kardio emboli, diperkirakan karena meningkatnya prevalensi fibrilasi atrium pada
orang tua.
Stroke iskemik dapat disebabkan oleh tiga mekanisme dasar, yaitu trombosis, emboli,
18
dan penurunan tekanan perfusi serebral.
1. Trombosis
Gambar: Predileksi
aterosklerosis pada
pembuluh darah yang
mensuplai otak
Trombosis merujuk pada penurunan aliran darah akibat proses oklusi lokal pada
pembuluh darah. Oklusi aliran darah terjadi oleh karena superimpos perubahan karakteristik
dinding pembuluh darah dan pembentukan bekuan. Patologi vaskular yang menyebabkan
trombosis antara lain atherosklerosis, displasia fibromuskular, arteritis, diseksi pembuluh
darah, dan perdarahan pada plak atherosklerosis. Patologi vaskular tersering adalah
atherosklerosis, dimana terjadi deposisi material lipid, pertumbuhan jaringan fibrosa dan
muskular, dan adesi trombosit yang mempersempit lumen pembuluh darah. Atherosklerosis
dapat terjadi pada pembuluh darah besar maupun kecil, baik ekstra maupun intrakranial.
Atherosklerosis pembuluh darah besar dapat mejadi sumber tromboemboli yang dapat
menyebabkan infark luas saat menyumbat cabang utama pembuluh darah kranial.
2. Emboli
Material yang terbentuk dalam sistem vaskular dapat menyumbat pembuluh darah
yang lebih distal. Berbeda dengan trombosis, bloke emboli tidak disebabkan oleh patologi
pembuluh darah lokal. Material emboli boiasanya terbentuk dari jantung, srteri besar, atau
vena. Kardioemboli dapat berupa bekuan darah, vegetasi, atau tumor intrakardiak. Materi
emboli lainnya dapat berupa udara, lemak, benda asing, atau sel tumor yang masuk sirkulasi
19
sistemik.
2. Jenis kelamin
Seperti pada penyakit kardiovaskuler, prevalensi stroke lebih tinggi pada laki-laki
daripada wanita, dan pegangan ini berlaku pada kebanyakan kelompok, dengan
pengecualian pada usia 35-44 dan individu lebih tua dari 85. Pada kelompok ini, wanita
mempunyai insiden stroke yang lebih tinggi. Diperkirakan bahwa insidensi stroke pada
wanita lebih rendah dibandingkan pria, akibat adanya estrogen yang berfungsi sebagai
proteksi pada proses aterosklerosis. Di lain pihak pemakaian hormon setrogen dosis
tinggi menyebabkan peningkatan kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada pria.
Oleh karena itu faktor ini sebenarnya masih diperdebatkan.
3. Ras-Eynis
Orang Afrika-Amerika dan Hispanik memiliki insiden stroke lebih tinggi dibandingkan
dengan orang Amerika yang keturunan Eropa. Mereka memiliki prevalensi yang lebih
20
tinggi untuk hipertensi, diabetes, dan obesitas.
5. Faktor Genetik
Meningkatnya resiko pada pasien dengan riwayat paternal dan maternal dari stroke telah
dibuktikan. Ini mungkin karena genetik yang diturunkan dari faktor resiko yang dapat
dimodifikasi dan faktor resiko lingkungan, seperti kemiripan dalam hal makanan dan
gaya hidup antara orang tua dengan anak cucunya. Status pasti hiperkoagulasi
(kekurangan protein C dan S, mutasi faktor V Leiden) diturunkan secara autosom
dominan. Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan diseksi arteri, seperti fibromuscular
displasia, juga mempunyai komponen genetik.
21
Rendah konsumsi buah-buahan dan sayuran diperkirakan menyebabkan 31% penyakit
jantung dan 11% stroke di dunia; asupan saturasi lemak yang tinggi meningkatkan risiko
penyakit jantung dan stroke akibat efek pada lipid darah dan trombosis.
7. Diabetes mellitus
Berdasarkan faktor risiko yang ada, penyebab stroke baik iskemik maupun hemoragik
dapat diperkirakan sebagai berikut:
22
Emboli serebri paling sering berasal dari jantung, aorta, dan arteri kraniofasial. Faktor
risiko dari kelainan jantung dan pembuluh darah tersebut memainkan peran penting dalam
terjadinya stroke akibat emboli. Selain berasal dari arteri besar, emboli juga dapat berasal dari
pembuluh vena yang kemudian melintasi arteri atau yang disebut dengan emboli paradoksikal.
Berbagai kelainan jantung yang dapat menimbulkan emboli serebri dan beberapa faktor
risiko yang dapat meningkatkan kejadian emboli paradoksikal ditampilkan pada tabel berikut.
23
a. Proses Pembentukan Plak Aterotrombotik
Material emboli yang ada di dalam aliran darah bukan hanya berupa plak
aterotrombotik yang terlepas, melainkan dapat pula berupa udara, lemak, benda asing,
vegetasi, atau sel tumor. Namun paling sering emboli berupa plak aterotrombotik yang
terlepas ke dalam sirkulasi darah. Ateroma sering ditemukan pada orang tua, akan tetapi
proses pembentukannya telah terjadi sejak masa kanak-kanak hingga dewasa muda. Proses
tersebut terus berlangsung tanpa menimbulkan gejala selama 20-30 tahun. Ateroma biasanya
terjadi pada arteri yang berukuran besar (arkus aorta), arteri yang berlekuk- lekuk (sifon
karotis), dan arteri yang berkonfluen (a.basilaris). Aterom jarang terbentuk di ujung distal
arteri karotis interna arteri serebri anterior. Sehingga lepasnya ateroma tersebut yang menjadi
emboli lebih sering menyebabkan penyumbatan pada arteri serebri media. Adanya distribusi
khusus terjadinya ateroma ini sebenarnya disebabkan karena adanya haeomodynamics shear
stress dan trauma endotel pembuluh darah pada daerah tersebut, yaitu pada tempat dimana
terdapat perbedaan aliran darah, stagnasi darah dan turbulensi.
24
endotel tersebut menyebabkan perubahan permeabilitas endotel, perubahan sel-sel endotel
atau perubahan hubungan antara sel endotel dan jaringan ikat dibawahnya, sehingga daya
aliran darah didalamnya dapat menyebabkan pelepasan sel endotel kemudian terjadi
hubungan langsung antara komponen darah dan dinding arteri. Kerusakan endotel akan
menyebabkan pelepasan faktor pertumbuhan yang akan merangsang masuknya monosit ke
lapisan intima pembuluh darah. Lipid akan masuk ke dalam pembuluh darah melalui trasnport
aktif dan pasif. Monosit pada dinding pembuluh darah akan berubah menjadi makrofag akan
memfagosit kolesterol LDL, sehingga akan terbentuk foam sel. Oleh karena itu, gambaran
mikroskopis dari fatty streak akan berupa kumpulan sel-sel yang berisi lemak sehingga
tampak seperti busa yang disebut sebagai foam cells.
Beberapa tahun kemudian proses tersebut berlanjut dengan terjadinya sel- sel otot
polos arteri dari tunika adventisia ke tunika intima akibat adanya pelepasan platelet derived
growth factor (PDGF) oleh makrofag, sel endotel, dan trombosit. Selain itu, sel-sel otot polos
tersebut yang kontraktif akan berproliferasi dan akan berubah menjadi lebih fibrosis.
Makrofag, sel endotel, sel otot polos maupun limfosit T (terdapat pada stadium awal plak
aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokin yang memperkuat interaksi antara sel-sel tersebut.
Adanya penimbunan kolesterol intra dan eksta seluler disertai adanya fibrin maka akan
terbentuk plak fibrolipid dengan kapsul fibrosa. Pada inti dari plak tersebut, sel-sel lemak dan
lainnya akan menjadi nekrosis dan terjadi kalsifikasi. Plak ini akan menginvasi dan menyebar
kedalam tunika media dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah akan menebal dan
terjadi penyempitan lumen.
Degenerasi pada pembuluh darah yang mengalami sklerosis (akibat pecahnya kapsul
aterom) akan menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah dan perdarahan. Hal ini akan
terjadi perangsangan adhesi, aktivasi dan agregasi trombosit, yang mengawali koagulasi darah
dan trombosis.
Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis, hal ini disebabkan karena
adanya glikoptotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin
(PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi paltelet agregasi. Pada endotel yang
mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh darah,
kemudian akan merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit
25
mengeluarkan zat-zat yang terdapat didalam granula-granula didalam trombosit dan zat-zat
yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit
menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah. Perlekatan
tersebut ditentukan pula oleh adanya unsur-unsur matriks pembuluh darah dan kecepatan
aliran darah. Trombosit yang teraktivasi akan berubah bentuk menjadi bulat dan
menggelembung, membentuk psodopodia, dan menampilkan glikoprotein pada permukaan
membran trombosit sebagai reseptor. Perlekatan trombosit dengan serat kolagen melalui Von
Willebrand factor (VWF). Perlekatan tersebut akan merangsang pelepasan Platelet Factor 3
(PF3=Clot accelerating factor). Bila terdapat kerusakan pembuluh darah, akan menyebabkan
bertambah banyaknya zat-zat yang biasanya terdapat pada pembuluh darah yang normal,
seperti serat-serat kolagen, katekolamin, adrenalin, noradrenalin, dan juga ADP, dimana akan
menyebabkan bertambah eratnya perlekatan trombosit.
Plak aterotrombotik yang terbentuk pada pembuluh darah ekstrakranial dapat lisis
akibat mekanisme fibrinolisis ataupun akibat aliran darah yang terlalu kencang dan tekanan
intravaskular yang terlalu tinggi yang dapat menyebabkan plak menjadi rusak, tidak stabil,
26
dan mudah lepas. Plak aterotrombotik yang terlepas ini akan melayang di dalam pembuluh
darah sebagai emboli mengikuti kemanapun aliran darah. Emboli ini dapat menyumbat arteri
yang lebih kecil, distal dari pembuluh darah tempat terbentuknya trombus tadi. Emboli dapat
menyebabkan penyumbatan pada satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut
mengandung endapan kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau
tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran,
komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan
aliran darah.
c. Iskemia Serebri
Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan otak
sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga mengganggu pemenuhan
kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. Aliran darah otak orang dewasa pada kondisi
normal adalah 50-60 ml/100 gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa
adalah 1300-1400 gram (±2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan
jumlah aliran darah otak orang dewasa adalah 800 ml/menit atau 20% dari seluru curah
jantung harus beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan demikian, kecepatan otak untuk
memetabolisme oksigen 3,5 ml/100 gr otak/menit. Bila aliran darah otak turun menjadi
20–25 ml/100 gr otak/menit akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke
jaringan otak sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan.
Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidasinya akan
menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90% glukosa
mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap, hanya 10% yang diubah menjadi asam
piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob. Energi yang dihasilkan oleh
metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol Adenosin Trifosfat (ATP)/mol glukosa,
sedangkan pada glikolisis anaerob hanya dihasilkan 2 mol ATP/mol glukosa. Adapun energi
yang dibutuhkan oleh neuron-neuron otak ini digunakan untuk keperluan:
1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport dan pelepasan
neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik.
2. Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di dalam/di luar sel serta
membuang produk toksis siklus biokimiawi molekuler.
27
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan patofisiologi
permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami trauma, kegagalan
energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium intraseluler,
eksitotoksisitas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan kerusakan neuronal yang
mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar kalsium intraseluler
akan meningkat melalui transpor glutamat, dan akan menyebabkan ketidakseimbangan ion
natrium yang menembus membran. Glutamat merupakan eksitator utama asam amino di otak,
bekerja melalui aktivitas reseptor ionotropiknya. Reseptor-reseptor tersebut dapat dibedakan
melalui sifat farmakologi dan elektrofisiologinya.
Otak yang mengalami iskemik, terdapat gradien yang terdiri dari ―ischemic
core‖ (inti iskemik) dan ―penumbra‖ (terletak di sekeliling core). Pada daerah ischemic
core, sel mengalami nekrosis sebagai akibat d a r i kegagalan energi yang merusak
dinding sel beserta isinya sehingga sel akan
mengalami lisis (sitolisis). Sedangkan di daerah
sekelilingnya, dengan adanya sirkulasi kolateral
maka sel-selnya belum mati, tetapi metabolisme
oksidatif dan proses depolarisasi neuronal Oleh
pompa ion akan berkurang. Daerah ini disebut
sebagai daerah ―penumbra iskemik‖. Bila proses
tersebut berlangsung terus-menerus, maka sel
tidak lagi dapat mempertahankan integritasnya
sehingga akan terjadi kematian sel yang secara
akut timbul melalui proses apoptosis, yaitu disintegrasi elemen-elemen seluler secara bertahap
dengan kerusakan dinding sel, dikenal sebagai kematian sel terprogram. Daerah penumbra
berkaitan erat dengan penanganan stroke, dimana terdapat periode yang dikenal sebagai
―jendela terapi‖, yaitu 6 jam setelah awitan. Bila ditangani dengan baik dan tepat, maka daerah
penumbra akan dapat diselamatkan sehingga infark tidak bertambah luas. Secara makroskopik
daerah penumbra iskemik yang pucat akan dikelilingi oleh daerah yang hiperemis di
bagian luarnya, yaitu daerah ―luxury perfusion‖, sebagai kompensasi mekanisme sistem
kolateral untuk mengatasi keadaan iskemik. Tiga jam permulaan iskemik akan terjadi
kenaikan kadar air dan natrium di substansi kelabu. Setelah 12–48 jam terjadi kenaikan kadar
28
air dan natrium. Ambang kegagalan fungsi sel saraf ialah bila aliran darah otak menurun
sampai kurang dari 10 ml/100 gr otak/menit. Pada tingkat ini terjadi kerusakan yang bersifat
menetap dalam waktu 6-8 menit, sehingga akan mengakibatkan kematian sel otak. Daerah ini
dikenal sebagai ischemic core.
3. 6. Gambaran Klinis
29
Gambaran klinis tergantung pada lokasi aliran darah yang tersumbat dan luas tidaknya
daerah yang tersumbat. Gejala dan tanda klinis yang sering dijumpai pada stroke adalah
sebagai berikut:
Skor siriraj. Merupakan skor yang dibuat untuk membedakan kemungkinan jenis stroke yaitu
apakah stroke perdarahan atau stroke iskemik berdasarkan gejala klinis. Diagnosis pasti jenis
stroke tetap memerlukan pemeriksaan CT Scan.
Penyebab trombis atau emboli dapat diperkirakan dari tanda dan gejala klinis sebagai berikut :
30
3. 7. Hemiparese
31
Berdasarkan letak lesi dan manifestasi kelemahannya, hemiparese dibedakan menjadi
hemiparese tipika, alternans, dan crusiata. Letak lesi yang menyebabkan hemiparese tipika
adalah pada hemisfer serebri, sedangkan letak lesi yang menyebabkan hemiparese alternans
adalah pada batang otak. Hemiparese tipika akan memberikan gejala yaitu gangguan
ekstremitas sesisi dengan nervus cranialis dan kontralateral terhadap lesi. Sedangkan
hemiparese alternans akan memberikan gejala yaitu gangguan ekstremitas kontralateral
terhadap lesi dan nervus cranialisnya. Lesi yang menyebabkan hemiparese crusiata terletak
pada decusasio piramidalis dan gejala yang akan muncul adalah kelemahan sesisi ekstremitas
atas kontralateral terhadap kelemahan sesisi ekstremitas atas.
Gejala klinis lain yang khas dapat muncul sesuai dengan tempat lesi tersebut. Lesi
pada hemisfer serebri, jika letaknya di korteks serebri, maka selain terjadi hemiparese tipikal,
juga akan muncul gangguan sensori, gangguan iritatif seperti kejang, afasia fokal, atau dapat
disertai dengan gejala fokal. Jika letak lesi di kapsula interna maka gejala lain yang dapat
muncul selai hemiparese tipikal adalah parese N. VII dan N. XII. Sedangkan lesi yang terletak
di subkorteks akan memunculkan gejala afasia motorik murni selain hemiparese tipikal. Lesi
pada batang otak dapat menimbulkan berbagai gejala yang khas yang dikelompokkan menjadi
sindrom-sindrom seperti sindrom weber jika lesi terletak di mesencephalon, sindrom raymond
jika lesi terletak di pons, dan sindrom wallenberg jika lesi terletak di medula oblongata.
32
3. 8. Anatomi Vaskularisasi Otak dan Karakteristik Klinis Stroke
Otak dialiri oleh arteri karotis dan arteri vertebralis yang dimulai arteri ekstrakranial
yaitu aorta atau pembuluh darah besar yang berjalan melalui leher dan dasar tengkorak untuk
mencapai rongga intrakranial. Sistem karotis dikenal sebagai sirkulasi anterior dan
vertebrobasiler dikenal sebagai sirkulasi posterior. Sistem karotis kanan berasal dari
bifurkasio arteri innominata dan kiri berasal dari arkus aorta, batang arteri karotis internal dari
sistem karotis pada bagian atas kartilago tiroid, pada vertebra servical IV, tidak memberi
percabangan pada leher dan wajah, memasuki kranium melalui kanalis karotikus. Akhir
karotis interna dibagi menjadi arteri serebri anterior dan serebri media.
Pada setiap sistem vaskularisasi otak terdapat tiga komponen yaitu : arteri– arteri
ekstrakranial, arteri–arteri intrakranial berdiameter besar dan arteri– arteri perforantes
berdiameter kecil, komponen–komponen arteri ini mempunyai struktur dan fungsi yang
berbeda.
1. Pembuluh darah ekstrakranial misal. a. karotis kommunis mempunyai struktur trilaminar
33
(tunika intima, media dan adventisia) dan berperan sebagai pembuluh darah kapasitan.
Pada pembuluh darah ini mempunyai anastomosis yang terbatas.
2. Arteri–arteri intrakranial yang besar (misalnya a.serebri media) secara bermakna
mempunyai hubungan anastomosis dipermukaan piameter otak dan basis kranium melalui
sirkulus Willisi dan sirkulasi koroid. Tunika adventisia pembuluh darah ini lebih tipis
daripada pembuluh darah ekstrakranial dan mengandung jaringan elastik yang lebih
sedikit, selain itu dengan diameter yang sama pembuluh darah intrakranial ini lebih kaku
dari pembuluh darah ekstrakranial.
3. Arteri–arteri perforantes yang berdiameter kecil yang terletak superfisial maupun
profunda, secara dominan merupakan end-artery dengan anastomosis yang sangat
terbatas, merupakan pembuluh darah yang resisten.
Arteri karotis kommunis kiri dipercabangkan langsung dari arkus aorta sebelah kiri,
sedangkan a. Karotis kommunis dipercabangkan dari a.innnominata (brachiocephalica).
Dileher setinggi kartilago thyroid arteri karotis kommunis bercabang menjadi arteri karotis
interna dan arteri karotis eksterna dengan arteri karotis interna lebih posterior dibanding
dengan arteri Karotis eksterna. Percabangan dari kedua arteri ini sering disebut bifurcatio.
34
Karotis mengandung carotid body yang berespon terhadap kenaikan tekanan partial oksigen
arterial (PAO2), aliran darah, PH, arterial dan penurunan PaCO2 serta suhu tubuh.
Arteri karotis kommunis berdekatan dengan serabut saraf simpatis ascenden, oleh
karena itu pada lesi arteri karotis kommunis misal. Akibat trauma, diseksi arteri atau oklusi
trombus dapat menyebabkan paralisis okulo simpatik ipsilateral (sindrom horner’s) yang juga
melibatkan serabut-serabut sudomotor dengan wajah.
Arteri karotis interna bercabang menjadi dua bagian yakni bagian ekstrakranial dan
intrakranial. Bagian ekstrakranial a. Karotis interna setelah dipercabangkan didaerah
bifurcatio akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi kavum timpani dan akan
beranastomosis dengan arteri maksilari interna salah satu cabang arteri karotis eksterna.
Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis karotikus berjalan
dalam sinus kavernosus mempercabangkan arteri opthalmika untuk n.optikus dan retina,
kemudian akhirnya bercabang menjadi a.serebri anterior dan a. serebri media, keduanya
bertanggung jawab memvaskularisasi lobus frontalis, parietal dan sebagian temporal.
35
bagian dorsal dan hipotalamus.
Karakteristik klinis pada infark didaerah arteri serebri anterior meliputi: defisit
motorik, dan sensorik kontralateral dimana bagian lengan lebih ringan dibanding
tungkai, deviasi mata dan kepala kearah lesi, afasia motorik transkortikal, gangguan
perilaku, disartria.
36
3. M3 percabangan operkular
M4 penggabungan cabang – cabang fissura sylvian pada permukaan hemisfer
lateral dari hemisfer
Karakteristik klinis yang didapati pada infark didaerah arteri serebri media
meliputi : hemiplegia kontralateral, hemianestesi dan hemianopia homonim, deviasi
kepala dan mata ke arah lesi, afasia global.
37
Sistem Posterior/ Sistem Vertebrobasiler
Sistem ini berasal dari a. basilaris yang dibentuk oleh a. vertebralis kanan
dan kiri yang berpangkal di a. subklavia. Arteri ini berjalan menuju dasar cranium
melalui kanalis transversalis di columna vertebralis cervikalis, kemudian masuk ke
rongga cranium akan melalui foramen magnum, lalu masing-masing akan
mempercabangkan sepasang a. cerebelli inferior.
Pada batas medulla oblongata dan pons, a. vertebralis kanan dan kiri tadi
akan bersatu menjadi a. basilaris. Setiap arteri vertebralis biasanya bercabang
menjadi arteri cerebellar posterior inferior (PICA) yang akan memperdarahi bagian
dorsolateral medulla dan inferior serebelum. Sedangkan bagian superior dari
serebelum, lateral pons, dan otak tengah diperdarahi oleh cabang lain dari a. basilaris
yaitu arteri cerebelar superior. Pada tingkat mesencephalon akan mempercabangkan
a. labyrintis, aa. pontis, dan aa. Mesenchepalica, kemudian yang terakhir akan
menjadi sepasang cabang a. serebri posterior yang memvaskularisasi lobus oksipitalis
dan bagian medial lobus temporalis.
38
Posterior cerebral arteri dibagi atas 4 segmen :
1. P1 dari akhir arteri basilaris ke artery communicating posterior dalam
interpeduncularis sisterna.
2. P2 berawal dari artery communicating posterior dibagi atas dua segmen yaitu
anterior dan posterior.
3. P3 segmen quardri terminal P1.
4. P4 segmen korteks.
Karakteristik klinis yang bisa didapati pada infark didaerah arteri serebri
posterior secara umum meliputi: Vertigo, mual dan muntah, sakit kepala,
kelainan pada tingkat kesadaran, tanda oculomotor yang abnormal (misalnya,
nystagmus, lateral tatapan kelainan, diplopia, perubahan pupil), kelemahan saraf
kranial (misalnya, dysarthria, disfagia, disfonia, kelemahan otot wajah dan
lidah), kehilangan sensoris (di wajah dan kulit kepala), ataksia, kelemahan
kontralateral (misalnya, hemiparesis, quadriparesis), incontinencia, cacat lapang
pandang. Secara khusus gejala- gejala tersebut dikelompokkan mennjadi
beberapa sindrom stroke vertebrobasilar seperti sindrom Weber, sindroma
benedikt, dan sindroma Claude, dan lainnya seperti tercantum pada tabel berikut
39
Oxfordshire Community Stroke Project juga mengklasifikasikan gambaran
klinis stroke menjadi 4 sindroma berdasarkan vaskularisasi yang terganggu atau
yang lebih dikenal dengan klasifikasi Bamford. Dari klasifikasi tersebut dapat
diketahui volume infark (ukuran stroke), daerah teritorial vaskuler yang mungkin
terlibat, dan mekanisme yang mendasarinya, serta kemungkinan prognosis.
40
3. 9. Diagnosis
A. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelemahan anggota gerak sebelah badan, mulut
mengot atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini
timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja, ataupun
sewaktu istirahat.
B. Pemeriksaan Fisik
Penentuan keadaan kordiovaskuler penderita serta fungsi vital seperti tekanan
darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika
kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glassgow agar pemantauan
selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan
neurologis yang terjadi disertai periksaa saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi
komunikasi masih baik atau adakah disfasia. Jika kesadaran menurun dan nilai skala
koma glasglow telah ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks-refleks
batang otak yaitu :
1. Reaksi pupil terhadap cahaya
41
2. Refleks kornea
3. Refleks okulosefalik
4. Keadaan (refleks) respirasi, apakah terhadap pernafasan Cheyne stoke,
hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik. Setelah itu tentukan
kelemahan yang terjadi pada sraf-saraf otak dan anggota gerak. Kegawatan
kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena makin
dalam penurunan kesadaraan, makin kurang baik prognosis neurologis maupun
kehidupan.
Pemeriksaan status neurologis lain yang dapat ditemukan antara lain
hemiparese tipe spastik, peningkatan refleks fisiologis pada sisi tubuh yang
lumpuh, hipertonus, dan ditemukan refleks patologis pada sisi tubuh yang
lumpuh.
C. Pemeriksaan radiologi
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium pemeriksaan
kardiovaskuler, pemeriksaan radiologis.
1. Laboratorium.
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap
1. Gula darah sewaktu
Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
kembali turun.
42
2. Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-LDH
kolesterol serta total lipid).
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
1. PT, aPTT, waktu protrombin, INR.
2. Kadar fibrinogen.
3. D-dimer.
4. Visikositas plasma.
d. Pemeriksaan tambahan lainnya dilakukan atas indikasi.
2. Pemeriksaan kardiovaskuler
Pada sebagai kecil penderita stroke didapatkan perubahan elektrokardiografi.
Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan miokard infark.
Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan
mamemastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik mengarah
kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli (PSCE) maka
pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagial echocardiografi (TEE) dapat
diminta untuk visualisasi emboli cardial. Selain itu pemeriksaan kardiovaskuler
lainnya yang penting untuk dilakukan adalah pemeriksaan dopler echo carotis dan
trans cranial dopler (TCD).
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto thoraks.
1. Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan pada jantung.
2. Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi
proses manajemen dan memperburuk prognosis.
43
Berdasarkan klinis, neuroimaging, dan pemeriksaan penunjang lainnya, penyebab
stroke iskemik diklasifikasikan sebagai berikut:
3. 10. Penatalaksanaan
A. Tatalaksana di IGD
1. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan. Oksigen diberikan apabila saturasi <
95%. Intubasi endotrakela dilakukan pada pasien yang mengalami hipoksia,
syok, tidak sadar, dan berisiko mengalami aspirasi.
2. Stabilisasi hemodinamik dengan cara:
a. Cairan kristaloid dan koloid intravena
b. Pemasangan kateter vena sentral, dengan target 5-12 cmH2O
c. Optimalisasi tekanan darah dengan target sistol sekitar 140 mmHg.
3. Pemeriksaan awal fisik umum
4. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial:
a. Elevasi kepala 300
b. Hindari pemberian cairan glukosa, hipotonik, dan hipertonik.
c. Jaga normovolemia
44
d. Osmoterapi dengan mannitol loading 1-1,5 g/kgBB selama 30 menit,
dilanjutkan 0,25-0,5 g/kgBB selama > 20 menit diulang.
e. setiap 4-6 jam dengan target < 310 mOsm/L dan/atau berikan furosemid
dengan dosis inisial 1 mg/kgBB intravena.
5. Pengendalian kejang dengan diazepam 5-20 mg bolus lambat intravena diikuti
dengan fenitoin 15-20 mg/kgBB bolus dengan kecepatan maks 50 mg/menit.
Pasien perlu dirawat di ICU jika tetap kejang.
6. Pengendalian suhu tubuh
C. Tatalaksana khusus
1. Penatalaksanaan sumbatan otak
a. Trombolisis: recombinant Tissue Plasminogen Activator (rTPA) 0,9 mg/kgBB
(maks 90 mg) direkomendasikan pada pasien dengan onset stroke antara 3-4,5 jam
Kontraindikasi usia > 80 tahun, konsumsi antikoagulan oral, adanya bukti jejas
iskemik lebih dari 1/3 area arteri serebri media, dan pasien dengan riwayat stroke
dan diabetes melitus.
45
b. Antiplatelet:
lndikasi: Menurunkan resiko TIA atau stroke berulang pada penderita yang pernah
menderita iskemi otak yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita
stroke pada penderita resiko tinggi seperti pada penderita tibrilasi atrium non
valvular yang tidak bisa diberikan anti koagulan.
Kontra indikasi: hipersensitif terhadap salisilat, asma bronkial, hay fever, polip
hidung, anemi berat, riwayat gangguan pembekuan darah.
Dosis: FDA merekomendasikan dosis: oral 1300 mg/hari dibagi 2 atau 4 kali
pemberian. Sebagai anti trombosit dosis 325 mg/hari cukup efektif diberikan
dalam 24-48 jam setelah awitan stroke dan efek sampingnya lebih sedikit.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf merekomendasikan dosis 80-320 mg/hari
untuk pencegahan sekunder stroke iskemik.
Efek samping: nyeri epigastrium, mual, muntah, perdarahan lambung.
c. Antikoagulan: secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah
stroke iskemik akut tidak bermanfaat. Pemberian antikoagulan dengan tujuan
mencegah timbulnya stroke ulangan awal atau menghentikan perburukan
neurologis tidak direkomendasikan.
Indikasi: Untuk profilaksis dan pengobatan komplikasi tromboembolik yang
dihubungkan dengan fibrilasi atrium dan penggantian katup jantung ; serta sebagai
profilaksis terjadinya emboli sistemik setelah infark miokard (FDA approved).
Profilaksis TIA atau stroke berulang yang tidak jelas berasal dari problem jantung.
Kontraindikasi: Semua keadaan di mana resiko terjadinya perdarahan lebih besar
dari keuntungan yang diperoleh dari
2. Penatalaksanaan tekanan darah
a. Penatalaksanaan Hipertensi
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah
sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) >120 mmHg. Pada
pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan
darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg. Obat
antihipertensi yang digunakan adalah lebetalol, nitropaste nitroprusid, nikardipin,
46
atau ditiazem intravena.
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut,
dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam
pertama, dan TDS 160/90 dalam 6 jam pertama.
Pada penderita yang sebelumnya mendapatkan pengobatan anti hipertensi, obat-
obat tersebut dapat dilanjutkan.
b. Penatalaksanaa Hipotesi Stroke Akut
Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan buruknya keluaran
neourologis terutama bila TDS <100 mmHg atau TDD <70 mmHg. Obat-obat
vasopressor yang dapat digunakan antara lain fenilephrin, dopamine, dan
norepinefrin, pemberian obat-obat tersebut diawasi dengan dosis kecil dan
dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu TDS berkisar 140 mmHg pada
kondisi akut stroke.
4. Penatalaksanaan kolesterol
Pemberian statin telah terbukti dapat menurunkan kolesterol LDL dan trigliserid, serta
meningkatkan kolesterol HDL. Agen statin yang dapat diberikan antara lain
simvastatin, lovastatin, atorvastatin, pravastatin dengan 10-20 mg/hari. Penggunaan
dosis maksimal (80 mg) dapat menyebabkan miopati.
47
3. 11. Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi per individu sesuai dengan derajat dan jenis kecacatan, mungkin membutuhkan
program rawat inap dan dilanjutkan dirumah atau secara rawat jalan. Pendekatan multidisiplin
rehabilitasi stroke meliputi:
1. Penilaian disfagia dan modifikasi diet
2. Rehabilitasi komunikasi
3. Penilaian kognitif dan psikologis, termasuk skrining untuk depres
4. Program olahraga terapeutik
5. Penilaian ambulasi dan evaluai alat bantu jalan
6. Rehabilitasi vokasional
3. 12. Prognosis
Secara umum, perbaikan stroke digambarkan sebagai berikut:
1. 10% penderita stroke mengalami pemulihan hampir sempurna
2. 25% pulih dengan kelemahan minimum
3. 40% mengalami pemulihan minimun namun tidak membutuhkan perawatan khusus
4. 10% membutuhkan perawatan dan fasilitas khusus dalam jangka panjang
5. 15% meninggal setelah serangan stroke.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan risiko kematian dan jeleknya outcome
setelah serangan stroke antara lain:
1. Usia tua > 65 tahun
2. Gambaran klinis: adanya atrial fibrilasi, gagal jantung, serangan jantung iskemik, diabetes
mellitus, riwayat stroke sebelumnya.
3. Gambaran neurologis: adanya penurunan tingkat kesadaran, gangguan motorik berat,
gangguan proprioseptik, disfungsi visuospatial, gangguan kognitif, total anterior
circulation syndrome, rendahnya skala ADL.
4. Gambaran pemeriksaan penunjang sederhana: adanya hiperglikemia, tingginya
hematokrit, dan abnormalitas EKG
5. Pemeriksaan canggih (CT scan/ MRI): adanya lesi yang luas, adanya efek massa, ada
darah intraventrikular, dan hidrosefalus.
48
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, melalui auto dan alloanamnesis didapatkan informasi bahwa sejak 8 jam SMRS
seorang laki-laki usia 30 tahun mengalami keluhan kelemahan sesisi tubuh kiri secara tiba-tiba saat
beraktivitas. Selain datang dengan keluhan lemah sesisi tubuh, pasien juga mengeluh sakit kepala.
Kelemahan tidak disertai dengan kehilangan kesadaran, muntah ataupun kejang. Setelah terjadi
kelemahan sesisi tubuh, mulut pasien menjadi mengot ke kanan, dan bicara menjadi pelo. Sensasi
kesemutan atau rasa baal dirasakan ada di sisi tubuh kiri. Pasien mempu memahami isi pikiran orang
lain dan mampu mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat.
Tidak adanya trauma dapat menyingkirkan etiologi traumatic brain injury. Pasien ini tidak memiliki
riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, infeksi, tumor, ataupun riwayat stroke
sebelumnya. Informasi ini menunjukkan bahwa keluhan yang dialami pasien berupa defisit neurologis
yang terjadi secara mendadak dan telah menetap selama lebih dari 24 jam yang tidak ada kemungkinan
penyebab lain selain dari vaskular, yang artinya pasien ini mengalami stroke. Dari anamnesis ini
didapatkan skor siriraj pasien sebagai berikut :
Skor Siriraj:
Aktivitas yang dilakukan sebelum timbulnya gejala dapat dijadikan salah satu informasi untuk
memperkirakan kemungkinan penyebab iskemik serebri, apakah penurunan perfusi serebral,
trombus, atau emboli. Penurunan perfusi serebral biasanya terjadi akibat berkurangnya output
jantung sehingga tidak cukup sampai ke otak. Hal ini dapat disebabkan oleh kegagalan pompa
jantung atau karena volume cairan intravaskular yang sedikit seperti yang terjadi pada orang
49
yang sedang mengalami perdarahan hebat. Dalam hal ini, riwayat kecelakaan lalu lintas dan
trauma kepala penting ditanyakan selain untuk menyingkirkan kemungkinan perdarahan
intrakranial juga untuk menyingkirkan kemungkinan hipoperfusi otak akibat syok hipovolemi.
Beberapa buku teks menuliskan jenis aktivitas yang dilakukan penderita sebelum
mengalami gejala seringkali berkaitan dengan etiologi iskemik serebri yang dialami.
Penyumbatan oleh trombus sering terjadi pada onset ketika baru bangun tidur atau saat
istirahat. Sedangkan penyumbatan oleh emboli sering terjadi segera setelah melakukan
aktivitas yang memberikan ketegangan terhadap tubuh yang akan meningkatkan kerja jantung
secara tiba-tiba, seperti bersin, batuk, terkejut, atau sedang dalam kekacauan emosi berat. Hal
ini dapat terjadi karena sebagian besar emboli serebri bersumber dari jantung (cardioemboli),
selain juga berasal dari aorta dan arteri karotis. Jika seseorang telah memiliki kelainan
jantung, terutama kelainan katup dan irama jantung, maka risiko untuk mengalami emboli
serebri akan meningkat. Pasien pada kasus ini tidak sedang dalam kondisi ataupun aktivitas
sebagaimana yang dimaksud diatas sebelum terjadinya gejala kelemahan sesisi tubuh. Pasien
juga tidak memiliki riwayat darah tinggi maupun penyakit jantung. Jika berdasarkan
informasi tersebut, kemungkinan etiologi infark serebri pada pasien ini akan mengarah ke
emboli serebri.
50
kelamaan sel akan membengkak dan lisis dan terjadilah edema serebri. Proses tersebut
biasanya akan terjadi setelah 48 jam terjadinya infark. Dengan adanya edema maka TIK akan
meningkat sehingga muncullah keluhan nyeri kepala.
51
DAFTAR PUSTAKA
Snell, R. S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta : EGC
Stone, C. K., and Humphries, R. L. 2011. Current Diagnosis & Treatment Emergency
Medicine Sevent Edition. E-book Mc Graw Hill Lange™, United State.
52