REHABILITASI MEDIK
SEORANG PEREMPUAN 44 TAHUN DENGAN HEMIPARESE
SINISTRA, PARESE N.VII DAN N.XII, SERTA SHOULDER HAND
SYNDROME PASCA STROKE NON HEMORAGIK DENGAN
DIABETES MELLITUS TIPE 2
Oleh:
FADHILA BALQIS NURFITRIA
G99162107
Pembimbing:
dr. Ninik Dwiastuti, Sp.KFR
I. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Sidodadi 14/4, RT/RW Mojodoyong,
Kedawung, Sragen, Jateng
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 30 Juli 2017
Tanggal Periksa : 01 Agustus 2017
No RM : 01372XXX
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 137/88 mmHg
Nadi : 82x/ menit
Respirasi : 20x/ menit
Suhu : 36.6 C (per aksila)
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), petechie (-), venektasi (-), spider naevi
(-), striae (-), hiperpigmentasi (-).
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut
hitam beruban, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung
dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-), kelopak mata bisa membuka dan menutup (+/+)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), wajah kesan simetris, apabila meringis mulut
mencong ke kanan, saat dijulurkan lidah miring ke arah kiri.
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-).
J. Thorax
1. Retraksi (-)
2. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I dan II intensitas normal, reguler, dan
bising (-)
3. Paru
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
(statis dan dinamis), gerakan paradoksal (-)
Palpasi : fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar (vesikuler/vesikuler), suara
tambahan (-)
K. Abdomen
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi daripada
dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal 10x/ menit
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar, dan lien kesan
normal
L. Ekstremitas
Oedem Akral dingin
- + - -
- - - -
M. Status Psikiatri
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan : perempuan, tampak sesuai umur,
berpakaian rapi, perawatan diri
cukup baik
b. Kesadaran :
1) Kuantitatif : compos mentis
2) Kualitatif : tidak berubah
c. Perilaku dan aktivitas motorik : normoaktif
d. Pembicaraan : koheren, menjawab pertanyaan
dengan cukup
tepat
e. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif, kontak mata baik
2. Afek dan Mood
a. Afek : appropiate
b. Mood : normal
3. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi :-
b. Ilusi :-
4. Proses Pikir
a. Bentuk : realistik
b. Isi : waham (-)
c. Arus : koheren
5. Sensorium dan Kognitif
a. Daya konsentrasi : cukup
b. Orientasi :
1) Orang : baik
2) Waktu : baik
3) Tempat : baik
6. Daya Nilai : daya nilai realitas dan sosial baik
7. Insight : derajat 5
8. Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya
N. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Fungsi vegetatif : dalam batas normal
Fungsi sensorik :
1. Rasa ekseteroseptik Lengan Tungkai
Nyeri (+/) (+/)
Rabaan (+/) (+/)
2. Rasa propioseptik Lengan Tungkai
Rasa posisi (+/+) (+/+)
Rasa nyeri tekan (+/+) (+/+)
Rasa nyeri tusuk (+/+) (+/+)
3. Rasa kortikal
Stereogonsis : normal
Barognosis : normal
Pengenalan 2 titik : normal
Nervus Cranialis
1. Nervus II, III : pupil isokor 3 mm/3 mm, reflek pupil (+/+)
2. Nervus III, IV, VI : pergerakan bola mata normal
3. Nervus VII : kesan simetris, dapat mengangkat kedua
alis, senyum miring mencong ke kanan
4. Nervus XII : kesan tidak simetris, disatria (+), saat
Menjulurkan lidah mencong ke sisi kiri
Kesan parese UMN N. VII dan XII sinistra
Meningeal Sign
1. Kaku kuduk : (-)
2. Tanda Brudzinski I : (-)
3. Tanda Brudzinski II : (-)
4. Tanda Brudzinski III : (-)
5. Tanda Brudzinski IV : (-)
6. Tanda Kernig : (-)
O. Range of Motion (ROM) dan MMT
ROM
NECK MMT
Pasif Aktif
Fleksi 0 - 70 0 - 70 5
Ekstensi 0 - 40 0 - 40 5
Lateral bending kanan 0 - 60 0 - 60 5
Lateral bending kiri 0 - 60 0 - 60 5
Rotasi kanan 0 - 90 0 - 90 5
Rotasi kiri 0 - 90 0 - 90 5
P. Status Ambulansi
Skor ADL dengan Barthel Index
Activity Score
Feeding
0 = unable 10
5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau
membutuhkan modifikasi diet
10 = independen
Bathing
0 = dependen 0
5 = independen (atau menggunakan shower)
Grooming
0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri 5
5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur
Dressing
0 = dependen 5
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian pekerjaan
sendiri
10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan pita,
dll.
Bowel
0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema) 5
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Bladder
0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu menangani 5
sendiri
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Toilet use
0 = dependen 0
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal
sendiri
10 = independen (on and off, dressing)
Transfer
0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk 15
5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk
10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)
15 = independen
Mobility
0 = immobile atau < 50 yard 10
5 = wheelchair independen, > 50 yard
10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yard
15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun,
tongkat) > 50 yard
Stairs
0 = unable 0
5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)
10 = independen
Total (0-100) 55 (dependen
berat)
V. DAFTAR MASALAH
Masalah Medis : Hemiparese sinistra, parese N. VII dan
parese N. XII Sinistra, Shoulder Hand
Syndrome
A. Problem Rehabilitasi Medik :
1. Fisioterapi : penderita tidak bisa menggerakkan
anggota gerak kiri
2. Speech Terapi : gangguan dalam artikulasi
3. Okupasi Terapi : gangguan dalam melakukan aktivitas fisik
4. Sosiomedik : memerlukan bantuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
5. Ortesa-protesa : keterbatasan saat ambulasi
VI. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Medikamentosa
1. Head up 30
2. Infus asering 20 tpm
3. Injeksi Ketorolac 30 mg/ 12 jam
4. Injeksi Ranitidine 50 mg/ 12 jam
5. Injeksi diphenhidramin 10 mg/ 12 jam
6. Gabapentin 2 x 300 mg
B. Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi
a. Proper bed positioning
b. Wrist pumping
c. General ROM exercise
2. Speech Terapi:
Latihan peningkatan artikulasi
3. Okupasi Terapi:
Shoulder support
4. Sosiomedik:
Edukasi terhadap keluarga pasien mengenai bagaimana perawatan pasien
dan pentingnya peran keluarga dalam pengawasan dan membantu pasien
untuk melakukan latihan rehabilitasi di rumah serta evaluasi sosial
ekonomi.
5. Ortesa-protesa
Menyiapkan alat bantu jalan jika diperlukan (quadripod atau tripod).
IX. GOAL
A. Jangka pendek
1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat lama perawatan
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
3. Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot
4. Meningkatkan dan memelihara ROM
B. Jangka panjang
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Minimalisasi impairment dan disabilitas pada pasien
3. Mencegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring lama seperti ulkus
decubitus, pneumonia, atrofi otot, hipotensi ortostatik dan lain
sebagainya.
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. STROKE
a. Definisi
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala
hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang
berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala gejala ini
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (Ginsberg,
2008). Adapun definisi yang lain ialah, stroke merupakan penyakit
gangguan fungsional otak akut, fokal maupun global,akibat gangguan
aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun sumbatan dengan
gejala dan tanda yang sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau berakhir dengan
kematian (Junaidi, 2004).
Stroke adalah penyakit serebrovaskular mangacu pada setiap
gangguan neurologic mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak. Stroke
diklasifikasikan menjadi dua kategori utama, yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh sumbatan pada
pembuluh darah, dibagi dua, akibat trombotik dan embolik. Sedangkan
stroke hemoragik disebabkan perdarahan, baik perdarahan intraserebral
maupun subarachnoid (Price dan Wilson, 2006; Sidharta, 2008).
b. Klasifikasi
Stroke dibagi dalam dua jenis. Yaitu stroke karena sumbatan dan
penyempitan pembuluh darah arteri otak atau stroke iskhemik dan
stroke karena perdarahan atau stroke hemoragik (Soeharto, 2004).
Sekitar 80-85% stroke adalah stroke iskemik. Penyumbatan pada
satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas.
Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energy yang
disebabkan oleh iskemia (Silbernagl dan Lang, 2007).
Stroke trombotik sebagian besar terjadi saat tidur, saat pasien
relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun.
Thrombosis pembuluh otak cenderung memiliki awitan bertahap, pola
ini menyebabkan timbulnya istilah stroke in evolution. Gejala hilang
timbul berganti-ganti secara cepat. Pasien mungkin sudah mengalami
beberapa kali TIA (transien iskemik attack) sebelum akhirnya
mengalami stroke (Price dan Wilson, 2006).
Stroke embolik dapat berasal dari embolus arteri distal atau
jantung. Stroke biasanya mendadak dengan efek maksimum sejak
awitan pertama. Biasanya serangan terjadi saat pasien sedang
beraktivitas.
Stroke akibat perdarahan intraserebrum paling sering dipicu oleh
hipertensi dan rupture salah satu arteri otak. Serangan paling sering
terjadi saat pasien terjaga dan aktif, sehingga kejadiannya disaksikan
orang lain. Karena lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam,
stroke menimbulkan defisist yang sangat merugikan. Hemplegia
merupakan tanda khas pertama keterlibatan capsula interna. Angka
kematian mendekati 50%.
Stroke akibat perdarahan subarachnoid memiliki dua kasus utama :
rupture aneurisma vascular dan trauma kepala. Tempat aneurisma yang
lazim adalah sirkulus willisi (Price dan Wilson, 2006).
Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non hemoragik
dikelompokkan menjadi 4, yaitu :
1) Serangan Iskhemia Sepintas atau Transient Ischemic Attack
(TIA)
Gejala neorologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah otak dan akan menghilang dalam waktu 24 jam
(Aliah dkk, 1996).
2) Defisit Neurologik Iskhemik Sepintas atau Reversible
Ischemic Neurologica Defisit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam
waktu yang lebih lama dari 24jam, tapi tidak lebih dari satu
minggu (Aliah dkk, 1996).
3) Stroke Progresif (Progresive Stroke / Stroke in
evolution)
Stroke yang semakin bertambah gawat keadaannya
(Ngoerah, 1991). Berlangsung secara bertahap dari yang
ringan sampai menjadi berat (Junaidi, 2004).
4) Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke)
Stroke yang memperlihatkan tanda tanda defisit
neurologis yang sudah menetap.Defisit neurologis itu dapat
merupakan hemiplegi, monoplegi, atau afasia (Ngoerah,
1991).
Sedangkan menurut WHO dalam International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problem 10th Revision,
stroke hemoragik dapat dibagi 2, yaitu (Aliah dkk, 1996):
D. Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis yaitu :
1. Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang
dari 24 jam maka pengembalian fungsi lebih cepat.
2. Saat dimulainya pemulihan klinis, prognosis akan lebih
buruk bila ditemukan adanya : 1-4 minggu gerak aktif
masih nol (negatif); 4-6 minggu fungsi tangan belum
kembali dan adanya hipotonia dan arefleksia yang
menetap. (Ropper dan Brown, 2005)
II. PARESE NERVUS FASIALIS (N. VII)
a. Anatomi Nervus Fasialis
Nervus fasialis atau saraf otak ke VII tersusun dari dua bagian yaitu
saraf motorik dan saraf sensorik yang sering disebut dengan saraf
intermedius. Inti motorik yang merupakan penyusun utama saraf fasialis
terletak di pons. Serabutnya mengitari inti nervus VI dan keluar di bagian
lateral pons, sedangkan saraf intermedius keluar di permukaan lateral
pons. Kedua saraf ini kemudian bersatu membentuk berkas saraf yang
berjalan dalam kanalis fasialis dan terus menuju os mastoid. Setelah
melewati os mastoid kedua saraf keluar dari tulang tengkorak melalui
foramen stilomastoideus dan bercabang untuk mensarafi otot-otot wajah.
Namun selain mensyarafi otot-otot ekspresi wajah, saraf fasialis
juga membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan
selaput mukosa rongga mulut dan hidung, menghantar berbagai jenis
sensasi, termasuk sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi
pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah (Lumbantobing, 1998).
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m.
levator palpebrae (n.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian
posterior dan stapedius di telinga tengah).
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus
salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa
faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula
submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di
dua pertiga bagian depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan
rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh
nervus trigeminus.
b. Perbedaan Parese N. VII Sentral dan N. VII Perifer
Inti nervus fasialis juga dapat dibagi menjadi kelompok atas dan
bawah. Inti bagian atas mensarafi otot wajah bagian atas dan inti bagian
bawah mensarafi otot wajah bagian bawah. Inti nervus fasialis bagian
bawah mendapat innervasi kontralateral dari korteks somatomotorik dan
inti nervus fasialis bagian atas mendapat inervasi dari kedua belah korteks
somatomotorik. Oleh karena itu, pada paresis nervus fasialis UMN
(karena lesi di korteks atau kapsula interna) otot wajah bagian bawah saja
yang jelas paretik, sedangkan otot wajah atas tidak jelas lumpuh.
Sebaliknya, pada kelumpuhan nervus fasialis LMN (karena lesi
infranuklearis), baik otot wajah atas maupun bawah, kedua-duanya jelas
lumpuh.
Gambar 1. Perbedaan parese N. VII sentral dextra dan N. VII perifer dextra
III. PARESE NERVUS HIPOGLOSUS
a. Anatomi Nervus Hipoglosus
Nervus hipoglosus berinti di nukleus hipoglosus yang terletak di
samping bagian dorsal fasikulus longitudinalis medialis pada tingkat
kaudal medulla oblongata. Radiksnya melintasi substansia retikularis di
samping fasikulus longitudinalis medialis, lemniskus medialis dan bagian
medial piramis. Ia muncul pada permukaan ventral dan melalui kanalis
hipoglosus ia keluar dari tengkorak. Di leher ia turun ke bawah melalui
tulang hioid. Dari situ ia membelok ke medial dan menuju ke lidah. Dalam
perjalanan ke situ ia melewati arteria karotis interna dan eksterna, dan
terletak dibawah otot digastrikus dan stilohiodeus. Otot-otot lidah yang
menggerakkan lidah terdiri dari muskulus stiloglosus, hipoglosus,
genioglosus, longitudinalis inferior dan longitudinalis superior. Mereka
semua dipersarafi nervus hipoglosus. Kontraksi otot stiloglosus
mengerakkan lidah keatas dan ke belakang. Jika otot genioglosus
berkontraksi, lidah keluar dan menuju ke bawah. Kedua otot longitudinal
memendekkan dan mengangkat lidah bagian garis tengah. Dan otot
hipoglosus menarik lidah ke belakang dan ke bawah.
b. Manifestasi Klinis
Lesi pada satu nervus hipoglosus akan akan terlihat di sisi pipi
lateral:
1. Separuh lidah yang menjadi atrofis, dengan mukosa yang menjadi
longgar dan berkeriput. Mungkin pula akan tampak fibrilasi pada otot-
otot lidah yang atrofis.
2. Bila lidah itu dijulurkan keluar akan tampak bahwa ujung lidah itu
memperlihatkan deviasi ke sisi yang sakit. Deviasi ujung lidah ke sisi
yang sakit timbul karena kontraksi M. genioglussus di sisi kontralateral
(bila M. genioglossus kanan dan kiri berkontraksi dan kedua otot itu
sama kuatnya, maka lidah itu akan dijulurkan lurus ke depan, Bila satu
otot adalah lebih lemah dari yang lainnya, maka akan timbul deviasi
dari ujung lidah ke sisi otot yang lumpuh).
3. Di dalam mulut sendiri akan tampak bahwa ujung lidah itu mencong
ke sisi yang sehat. Keadaan ini timbul karena tonus otot-otot lidah di
sisi yang sehat adalah melebihi tonus otot-otot lidah di sisi yang sakit.
4. Motilitas lidah akan terganggu sehingga di sisi yang sakit misalnya
akan tampak ada sisa-sisa makanan di antara pipi dan gigi-geligi.
5. Karena lidah berperanan dalam mekanisme menelan dan artikulasi,
maka gejala-gejala kelumpuhan paralysis nervus hipoglosus berupa
sukar menelan dan bicara pelo.
3. Penyulit menahun.
a. makroangiopati yang melibatkan :
1) pembuluh darah jantung
2) pembuluh darah tepi
3) pembuluh darah otak
b. mikroangiopati
1) retinopati diabetik
2) nefropati diabetik
c. neuropati
DAFTAR PUSTAKA
Aliah A., Kuswara F.F, Limora R.A., Wuysang G. 1996. Gambaran umum
tentang gangguan peredaran darah otak. Dalam: Harsono (ed). Kapita
Selekta Neurologi.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, pp: 81, 86,
93.
Bustami M. 2007. Peduli faktor risiko. Dalam: Fauzan (ed). Parameter.Edisi Nov
Des 2007. Jakarta : Parameter Info Medika, p: 10.
Ginsberg L. 2008. Dalam: Wardhani, Indah Retno (terj). Lecture Notes Neurologi.
8th ed. Surabaya : Erlangga, pp: 89-91.
Guyton, A.C. and Hall,J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi-11.
Jakarta :EGC. Pp: 210, 282.
Hariyono T. 2006. Hipertensi dan Stroke. SMF Ilmu Penyakit Syaraf RSUD
Banyumas. http://www.tempointeraktif.com/medika/arsip/052002/pus-1.htm
Junaidi I. 2004. Stroke A-Z. Jakarta: Gramedia, pp: 1-47.
Mansjoer A, dkk. 2001. Nefrologi dan hipertensi. Dalam: Triyanti K, dkk (eds).
Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. 3rd ed. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI, p: 518.
Martono H. dan Kuswardhani R.A.T. 2006. Stroke dan penatalaksanaanya oleh
internis. Dalam: Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M.,
Setiati S. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. 4th ed. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departermen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, p: 1441.