Anda di halaman 1dari 35

Presentasi Kasus

SEORANG PEREMPUAN 47 TAHUN DENGAN HEMIPARESE


FLASID SINISTRA TIPIKA, PARESE N. VII UMN DAN
PARESE N. XII ET CAUSA STROKE HAEMORRHAGIK

Oleh:
Abdurrahman Afa Haridhi G99162057
Hani Natalie G99162060
Maulidina Kurniawati G99171025
Neoniza Eralusi Asrini G99172127
Patricia Arindita Eka Pradipta G99172133

Pembimbing:
dr. Desy Kurniawati Tandiyo, SpKFR

KEPANITERAAN KLINIK / PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2018
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. SS
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Duta Harapan Indah, Kapuk, Jakarta Utara
Status Perkawinan : Janda
Tanggal Masuk : 17 Mei 2018
Tanggal Periksa : 19 Mei 2018
No RM : 01419457
B. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah kiri
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RS Atma Jaya Jakarta datang dengan keluhan
kelemahan anggota gerak sebelah kiri sejak 3 hari SMRS. Keluhan
dirasakan mendadak sore hari saat beraktivitas, nyeri kepala disangkal,
mual muntah disangkal, kejang disangkal, pingsan disangkal. Keluhan
disertai bicara pelo, tetapi masih bisa diajak komunikasi. Setelah kejadian,
pasien tidak mengeluhkan tersedak saat makan dan minum. Riwayat
trauma disangkal. Belum pernah mengalami kelemahan anggota gerak
sebelumnya.
Pasien dirawat di RS Atma Jaya selama 2 hari lalu dirujuk ke
RSDM dengan alasan keluarga di Solo. Sudah dilakukan CT Scan tanggal
14/5/18 dengan hasil ICH di Corona Radiata, ganglia basalis kanan dengan

1
perifocal edema. Dan sudah diterapi dengan Nicardipine drip, Captopril,
amlodipine, manitol, dan paracetamol.
Saat ini pasien merasakan keluhan sudah sedikit membaik, bicara
sudah lebih jelas, tidak ada keluhan makan dan minum, namun anggota
gerak kiri belum dapat digerakkan. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Trauma : disangkal
Riwayat Hipertensi : (+) sudah lama tidak terkontrol
Riwayat DM : (+) pernah cek GDS 145 mg/dl
tidak terkontrol
Riwayat Dislipidemia : tidak tahu
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi obat/ makanan : disangkal
Riwayat Penyakit serupa : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : (+) suami meninggal karena
pembengkakan jantung.
Riwayat Alergi obat/ makanan : disangkal
Riwayat Stroke : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Penderita biasanya makan tiga kali sehari dengan sepiring nasi dan
lauk pauk berupa daging, tahu, tempe, telur, dan sayur.
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat mengonsumsi alkohol : disangkal
Riwayat olahraga : tidak pernah olahraga

2
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang Ibu dari dua orang anak. Dirawat di RSDM
dengan BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, E4V5M6, gizi kesan berlebih
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 102x/ menit, isi cukup, irama teratur, simetris
Respirasi : 18x/menit, irama teratur
Suhu : 37.0 0C
Berat badan : 58 kg
Tinggi badan : 153 cm
IMT : 24.77 kg/m2 kesan normoweight

C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-)
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam
beruban, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut

3
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah miring ke kanan saat
didalam mulut dan miring ke kiri saat dijulurkan, lidah tremor (-),
stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-)

I. Leher
Simetris, trakea di tengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-)
J. Thoraks
a. Retraksi (-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis terletak di SIC V LMCS
Perkusi : konfigurasi jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
c. Paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, gerakan
paradoksal (-)
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar ( vesikuler / vesikuler ), suara
tambahan (-/-)
K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (sde)
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

4
M. Ekstremitas
Oedem Akral dingin

- - - -
- - - -
N. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
1. Penampilan : wanita, tampak sesuai umur, berpakaian rapi, ,
perawatan diri baik
2. Kesadaran : Kuantitatif : compos mentis
Kualitatif : tidak berubah
3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : normoaktif
4. Pembicaraan : koheren, menjawab pertanyaan dengan cepat,
volume intonasi cukup, artikulasi sedikit tidak jelas.
5. Sikap Terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup
Afek dan Mood
- Afek : Appropiate
- Mood : normal
Gangguan Persepsi
- Halusinasi (-)
- Ilusi (-)
Proses Pikir
- Bentuk : realistik
- Isi : waham (-)
- Arus : koheren
Sensorium dan Kognitif
- Daya Konsentrasi : baik
- Orientasi : Orang : baik
Waktu : baik
Tempat : baik
- Daya Ingat : Jangka pendek : baik
Jangka panjang : baik

5
Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik
Insight : Baik
Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

O. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik
- Rasa Ekseteroseptik Lengan Tungkai
Suhu ( + / menurun) ( + / menurun )
Lengan Tungkai
Nyeri ( + / menurun) ( + / menurun)
Rabaan ( + / menurun) ( + / menurun)
- Rasa Propioseptik Lengan Tungkai
Rasa Getar sde sde
Rasa Posisi sde sde
- Rasa Kortikal
Stereognosis : sulit dievaluasi
Barognosis : sulit dievaluasi
Meningeal Sign : Sulit dievaluasi
Fungsi Motorik dan Reflek :
Atas Tengah Bawah
Ka/ki ka/ki ka/ki
a. Lengan
- Pertumbuhan n/n n/n n/n
- Tonus n/ n/ n/
Asworth score: 0
b. Tungkai
- Pertumbuhan n/n n/n n/n
- Tonus n/ n/ n/

6
Asworth score: 0
- Klonus
Lutut -/-
Kaki -/-

- Reflek Fisiologis
Dextra Sinistra
Biceps +2 +1
Triceps +2 +1
Patella +2 +1
Achilles +2 +1

- Reflek Patologis
Dextra Sinistra
Hoffmann-Tromner - -
Babinsky - +
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Stransky - -
Rosolimo - -
Mendel-Beckhterew - -

Nervus Cranialis
Parese N. VII sinistra central
Parese N XII sinistra

P. Range of Motion (ROM)

7
NECK
ROM Pasif ROM Aktif
Fleksi 0° - 70° 0° - 70°
Ekstensi 0° - 40° 0° - 40°
Lateral bending kanan 0° - 60° 0° - 60°
Lateral bending kiri 0° - 60° 0° - 60°
Rotasi kanan 0° - 90° 0° - 90°
Rotasi kiri 0° - 90° 0° - 90°

Ekstremitas Superior ROM Pasif ROM Aktif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Shoulder Fleksi 0° - 90° 0° - 90° 0° - 90° 0°
Ekstensi 0° - 30° 0° - 30° 0° - 30° 0°
Abduksi 0° - 180° 0° - 180° 0° - 180° 0°
Adduksi 0° - 45° 0° - 45° 0° - 45° 0°
External Rotasi 0° - 45° 0° - 45° 0° - 45° 0°
Internal Rotasi 0° - 55° 0° - 55° 0° - 55° 0°
Elbow Fleksi 0° - 80° 0° - 80° 0° - 80° 0°
Ekstensi 0° 0° 0° 0°
Pronasi 0° - 90° 0° - 90° 0° - 90° 0°
Supinasi 0° - 90° 0° - 90° 0° - 90° 0°
Wrist Fleksi 0° - 90° 0° - 90° 0° - 90° 0°
Ekstensi 0° - 70° 0° - 70° 0° - 70° 0°
Ulnar deviasi 0° - 30° 0° - 30° 0° - 30° 0°
Radius deviasi 0° - 20° 0° - 20° 0° - 20° 0°
Finger MCP I fleksi 0° - 50° 0° - 50° 0° - 50° 0°
MCP II-IV fleksi 0° - 90° 0° - 90° 0° - 90° 0°
DIP II-V fleksi 0° - 90° 0° - 90° 0° - 90° 0°
PIP II-V fleksi 0° - 100° 0° - 100° 0° - 100° 0°
MCP I ekstensi 0° - 0° 0° - 0° 0° - 0° 0°

TRUNK ROM Pasif ROM Aktif


Fleksi sde sde
Ekstensi sde sde
Rotasi sde sde

Ekstremitas Inferior ROM Pasif ROM Aktif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Hip Fleksi 0° - 120° 0° - 120° 0° - 120° 0

Ekstensi 0° - 30° 0° - 30° 0° - 30° 0


Abduksi 0° - 45° 0° - 45° 0° - 45° 0

8
Adduksi 0° - 30° 0° - 30° 0° - 30° 0
Eksorotasi 0° - 45° 0° - 45° 0° - 45° 0
Endorotasi 0° - 35° 0° - 35° 0° - 35° 0
Knee Fleksi 0° - 135° 0° - 135° 0° - 135° 0
Ekstensi 0° 0° 0° 0
Ankle Dorsofleksi 0° - 20° 0° - 20° 0° - 20° 0
Plantarfleksi 0° - 50° 0° - 50° 0° - 50° 0
Eversi 0° - 5° 0° - 5° 0° - 5° 0
Inversi 0° - 5° 0° - 5° 0° - 5° 0
Q. Manual Muscle Testing (MMT)
NECK
Fleksor M. Sternocleidomastoideus 5
Ekstensor 5

TRUNK
Fleksor M. Rectus Abdominis 3
Ekstensor Thoracic group sde
Lumbal group sde
Rotator M. Obliquus Externus 5
Abdominis
Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris 5

Ekstremitas Superior Dextra Sinistra


Shoulder Fleksor M Deltoideus anterior 5 1
M Biseps 5 1
Ekstensor M Deltoideus anterior 5 1
M Teres mayor 5 1
Abduktor M Deltoideus 5 1
M Biceps 5 1
Adduktor M Lattissimus dorsi 5 1
M Pectoralis mayor 5 1
Internal M Lattissimus dorsi 5 1
Rotasi M Pectoralis mayor 5 1
Eksternal M Teres mayor 5 1
Rotasi M Infra supinatus 5 1
Elbow Fleksor M Biceps 5 1
M Brachialis 5 1
Ekstensor M Triceps 5 1
Supinator M Supinator 5 1
Pronator M Pronator teres 5 1
Wrist Fleksor M Fleksor carpi radialis 5 1

9
Ekstensor M Ekstensor digitorum 5 1
Abduktor M Ekstensor carpi radialis 5 1
Adduktor M ekstensor carpi ulnaris 5 1
Finger Fleksor M Fleksor digitorum 5 1
Ekstensor M Ekstensor digitorum 5 1

Ekstremitas inferior Dextra Sinistra


Hip Fleksor M Psoas mayor 5 1
Ekstensor M Gluteus maksimus 5 1
Abduktor M Gluteus medius 5 1
Adduktor M Adduktor longus 5 1
Knee Fleksor Harmstring muscle 5 1
Ekstensor Quadriceps femoris 5 1
Ankle Fleksor M Tibialis 5 1
Ekstensor M Soleus 5 1

R. Status Ambulasi
Dependent

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium Darah (17 Mei 2018) di RSUD DR. Moewardi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hb 11.8 g/dl 12,0 – 15,6
Hct 38 % 33 – 45
AL 8.9 103/µL 4,5 - 11,0
AT 321 103 /µL 150 – 450
AE 4.34 106/µL 4,10 - 5,10
INDEKS ERITROSIT
MCV 87.8 /um 80.0-96.0
MCH 27.2 pg 28.0-33.0
MCHC 31.0 g/dL 33.0-36.0
RDW 14.3 % 11.6-14.6

10
MPV 8.2 fl 7.2-11.1
PDW 16 % 25-65
HITUNG JENIS
Eosinofil 2.70 % 0.00-4.00
Basofil 0.20 % 0.00-2.00
Neutrofil 79.80 % 55.0-80.0
Limfosit 11.60 % 22.0-44.0
Monosit 5.70 % 0.00-7.00
HEMOSTASIS
PT 13.6 Detik 10,0 – 15,0
APTT 23.8 Detik 20,0 - 40,0
INR 1.060

KIMIA KLINIK
GDS 134 mg/dl 60 – 140
SGOT 15 µ/L < 31
SGPT 23 µ/L < 34
Albumin 3.6 g/dl 3.5-5.2
Creatinine 0.8 mg/dl 0,6 - 1,1
Ureum 47 mg/dl < 50
ELEKTROLIT
Natrium darah 139 mmol/L 136 -145
Kalium darah 3.5 mmol/L 3,3 - 5,1
Klorida darah 106 mmol/L 98 – 106
Calsium Ion 1.25 mmol/L 1.17 – 1.29
SEROLOGI
HBsAg Rapid Nonreactive

11
B. Foto MSCT Scan kepala tanpa kontras (14 Mei 2018) di RS Atma
Jaya Jakarta

Kesimpulan:

12
- Perdarahan intraparenkim di corona radiata – ganglia basalis kanan,
estimasi volume 17.49 ml dengan perifocal edema dan midline shift
minimal ke kiri, sejauh ± 0,17 cm
- Infark lacunar kronik di nucleus kaudatus kanan, ganglia basalis kiri
- Suspek sinusitis ringan ethmoid anterior bilateral

C. Skala Indeks Barthel untuk menentukan nilai Activities Daily Living


(ADL)
No. Item yang dinilai Skor Nilai
1. Makan 0 = Tidak mampu
(Feeding) 1 = Butuh bantuan memotong, mengoles
1
mentega dll.
2 = Mandiri
2. Mandi (Bathing) 0 = Tergantung orang lain
0
1 = Mandiri
3. Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
(Grooming) 1 = Mandiri dalam perawatan muka, 0
rambut, gigi, dan bercukur
4. Berpakaian 0 = Tergantung orang lain
(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (misal mengancing
0
baju)
2 = Mandiri
5. Buang air kecil 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan
(Bladder) tidak terkontrol
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24
0
jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7
hari)
6. Buang air besar 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu
(Bowel) enema)
2
1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7. Penggunaan 0 = Tergantung bantuan orang lain
toilet 1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat
0
melakukan beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8. Transfer 0 = Tidak mampu 0

13
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9. Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang 0
3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu seperti, tongkat)
10. Naik turun 0 = Tidak mampu
tangga 1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu) 0
2 = Mandiri
Interpretasi hasil:
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
Jumlah skor Barthel 3 (Ketergantungan Total)

IV. ASSESSMENT
- Hemiparese sinistra et causa intracerebral hemorrhage
- Parese Nervus VII sinistra sentral

V. DAFTAR MASALAH
A. Masalah Medis
Hemiparese sinistra flaccid karena intracerebral hemorrhage,
hemihipoestesi sinistra, parese N. VII sinistra sentral, obesitas grade II,
hipertensi tak terkontrol.
B. Problem Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : Kelemahan tubuh dan anggota gerak sebelah kiri
(hemiparese)
2. Speech terapi :-
3. Okupasi terapi : Keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-

14
hari yang menggunakan anggota gerak kiri
4. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
5. Ortesa-protesa : Keterbatasan ambulasi
6. Psikologi : Beban pikiran keluarga dalam menghadapi
penyakit pasien dan keinginan pasien untuk segera
keluar dari rumah sakit

VI. PENATALAKSANAAN
A. Plan dan Terapi
1. Head up 30°
2. O2 3 lpm dengan nasal kanul
3. Diet lunak 1700 kkal rendah lemak
4. IVF Asering 20 tpm
5. Injeksi Citicolin 250 mg/12 jam
6. Injeksi Mecobalamin 500 mcg/12 jam
7. Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam
8. Injeksi Manitol 100 cc / 8 jam (tapering off)
B. Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi :
a. Tujuan Jangka pendek
1) Meningkatkan endurance.
2) Meningkatkan kekuatan anggota gerak atas.
3) Mempertahankan ROM anggota gerak atas dan bawah.
4) Mencegah terjadinya decubitus lebih lanjut.
5) Mencegah terjadinya kontraktur.
b. Jangka Panjang
1) Pasien dapat melakukan aktifitas fungsional secara mandiri.
2) Mampu dan terampil mobilisasi dan transfer.
3) Mencegah komplikasi lebih lanjut.
c. Intervensi Fisioterapi

15
1) Latihan positioning
– Prosedur : Pasien tidur terlentang dan diminta untuk
melakukan miring kanan dan miring kiri masing-masing
selama 2 jam. Jika pasien dalam kondisi fit dan pada saat
makan, pasien diposisikan duduk di bed kurang lebih
selama 30 menit. Akan tetapi pada pasien ini duduk belum
disarankan untuk dilakukan karena masih dalam fase akut
ICH.
– Tujuan : 1. Mencegah decubitus
2. Mencegah terjadinya kontraktur
2) Latihan pasif
– Prosedur : Posisi pasien tidur terlentang lalu anggota gerak
sebelah kiri digerakkan secara pasif
– Tujuan : 1. Memelihara ROM
2. Mencegah kontraktur dan kekakuan sendi
(stiffnes)
3. Pumping action untuk meningkatkan sirkulasi
R : 20 kali pengulangan
3) Latihan aktif assisted
– Prosedur : Posisi pasien tidur terlentang lalu pasien
menggerakkan anggota gerak kanan dengan dibantu hingga
full ROM. Termasuk pula di dalamnya pasien melakukan
ankle pumping
– Tujuan : 1. Memelihara ROM
2. Meningkatkan kekuatan otot
3. Mencegah kontraktur dan kekakuan sendi
(stiffnes)
4. Pumping action untuk meningkatkan sirkulasi
2. Terapi Wicara : -
3. Okupasi terapi :

16
Latihan meningkatkan kemampuan motorik halus (meraih,
menggenggam) dan koordinasi tangan dengan aktivitas agar dapat
menjalankan ADL sesuai fungsi awalnya.
4. Sosiomedik :
Edukasi terhadap keluarga pasien mengenai bagaimana perawatan
pasien dan pentingnya peran keluarga dalam pengawasan dan
membantu pasien untuk melakukan latihan rehabilitasi di rumah
5. Orthesa dan prothesa :
Untuk membantu mobilitas pasien setelah keadaan membaik, bisa
menggunakan walker atau tongkat tripod jika diperlukan.
6. Psikologi :
Psikoterapi suportif untuk mengurangi kecemasan pasien dan
keluarganya

VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, HANDICAP


Impairment : Hemiparese sinistra flaccid karena intracerebral
hemorrhage, hemihipoestesi sinistra, parese N. VII sinistra
sentral.
Disabilitas : skor status ambulasi dengan Barthel Index 3
(ketergantungan total)
Handicap : keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
terutama karena pasien tinggal seorang diri.

VIII. PLANNING
1. Planning Diagnostik : Rontgen Thoraks
2. Planning Terapi : fisioterapi
3. Planning Edukasi :
 Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi
 Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi
4. Planning Monitoring : evaluasi hasil fisioterapi ROM dan MMT

17
IX. GOAL
A. Jangka pendek
1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat lama perawatan
2. Mencegah keparahan lebih lanjut dari stroke
3. Minimalisasi impairment dan disabilitas pada pasien
4. Mencegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring lama seperti
ulkus dekubitus, pneumonia, atrofi otot, hipotensi ortostatik dan lain
sebagainya
B. Jangka panjang
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik
2. Meminimalisasi gejala sisa dari stroke dan mencegah terjadi stroke
berulang
3. Memperbaiki kemampuan penderita sehingga mampu mandiri dan
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari
4. Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot anggota gerak yang
masih tersisa
5. Meningkatkan dan memelihara ROM anggota gerak yang masih
tersisa
6. Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit yang
diderita pasien

X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

18
TINJAUAN PUSTAKA

I. SISTEM SARAF PUSAT


Anatomi Sistem Saraf Pusat
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater
disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis
terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri
membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore
& Argur, 2007).

Gambar 1. Bagian-bagian Otak (FitzGerald MJT, 2002)


Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Serebrum (Otak Besar)
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua
hemisfer. Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian
tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol
bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri
dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus
dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus.
Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus frontal,
lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal (Irani, 2009).

19
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian
tengah serebrum. Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh
sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik
dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus
lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima
impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan
dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis
rangsangan somatik.
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian
paling depan dari serebrum. Lobus ini mencakup semua
korteks anterior sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini
terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot,
gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area
prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas
intelektual.
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari
lobus oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke
bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus temporal
berperan penting dalam kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus
temporal. Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual
yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi
terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Gilman,
2003).
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi
menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing,
seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

20
Gambar 2. Area Otak
2. Serebelum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua
otak. Serebelum terletak di bagian bawah belakang kepala,
berada di belakang batang otak dan di bawah lobus oksipital,
dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah pusat
tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga
mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur
sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi
otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis
yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai medulla spinalis.
Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan darah, denyut
jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila
terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul
berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua

21
sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika
bangun.
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain)
adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan
serebrum dan serebelum. Saraf kranial III dan IV
diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi
dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang
berada diantara midbrain dan medulla oblongata. Pons
terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V
diasosiasikan dengan pons.
b. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari
batang otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis.
Medulla oblongata terletak juga di fossa kranial posterior. CN
IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN
VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla
(Moore & Argur, 2007).

II. STROKE
A. Pengertian Stroke
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (WHO,
1978).
Secara garis besar stroke dibagi menjadi 2 golongan yaitu stroke yang
paling banyak dijumpai yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik,

22
sedangkan stroke hemoragik terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak (National Collaborating Centre for
Chronic Conditions, 2008).

B. Patofisiologi Stroke
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan
peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau
pecahnya pembuluh darah otak. Pasokan oksigen dan zat makanan ke otak
menjadi terganggu. Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi
merupakan kumpulan dari beberapa penyakit diantaranya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam darah atau
dislipidemia.
Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim
otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan
dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intracranial. Ekstravasi darah
terjadi di daerah otak dan subaraknoid, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak,
sehingga dapat mengakibatkan penekanan pada arteri disekitar perdarahan.
Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil karena
terjadi penekanan maka daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis karena kerja enzim-enzim maka
bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat secara cepat dan
konstan, berlangsung beberapa menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis
yang sering muncul antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher
bagian belakang kaku, muntah penurunan kesadaran dan kejang.

C. Klasifikasi Stroke

23
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan
stroke hemorrhagik. Stroke hemoragik diakibatkan oleh pecahnya pembuluh
darah di otak, sedangkan stroke non hemoragik/iskemik disebabkan oleh
oklusi pembuluh darah otak yang kemudian menyebabkan terhentinya
pasokan oksigen dan glukosa ke otak (Martono H. Kuswardhani, 2009).
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan
pasokan darah yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh
darah otak. penyumbatnya adalah plak atau timbunan lemak yang
mengandung kolesterol yang ada dalam darah. Penyumbatan bisa terjadi
pada pembuluh darah besar (arteri karotis), atau pembuluh darah sedang
(arteri serebri) atau pembuluh darah kecil. Sekitar 85 % kasus stroke
disebabkan oleh stroke iskemik atau infark, stroke infark pada dasarnya
terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah
yang semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran
atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah
menggenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya
darah yang mengenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak
akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan
kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak
sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorrhage) atau
dapat juga genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak
(subarachnoid hemorrhage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan
fatal bahkan sampai pada kematian. Stroke hemoragik pada umumnya
terjadi pada lanjut usia, karena penyumbatan terjadi pada dinding
pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang
sudah rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi
bisa juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang
sering terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh

24
darah akibat tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi
apabila disertai dengan gejala tekanan darah tinggi. Beberapa jenis
stroke hemoragik, yaitu:
a. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah
neuro yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini biasanya
diikuti dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau
arteri meningens lainnya. Pasien harus diatasi beberapa jam setelah
mengalami cedera untuk dapat mempertahankan hidup.
b. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma
subdural yang robek adalah bagian vena sehingga pembentukan
hematomanya lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.
c. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang
subaraknoid) dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau hipertensi
tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma
d. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di
substansi dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan
hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif
karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah
(National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008).

D. Penegakan Diagnosis Stroke Hemoragik


Anamnesis
Yang perlu ditanyakan pada pasien dengan kecurigaan stroke hemoragik
adalah tanda-tanda gejala prodormal dan gejala parenkim otak. Gejala
prodormal yaitu gejala peningkatan tekanan intrakranial dapat berupa:
1. Sakit kepala
2. Muntah-muntah
3. Kesadaran menurun
Gejala penekanan parenkim otak (perdarahan intraserebral), memberikan
gejala tergantung daerah otak yang tertekan/terdorong oleh bekuan darah
Pemeriksaan Fisik

25
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasanya dapat ditemukan
pemeriksaan fisik yang signifikan yaitu
1. GCS
2. Kelumpuhan saraf kranial
3. Kelemahan motorik
4. Defisit sensorik
5. Gangguan otonom
6. Gangguan neurobehavior
Pemeriksaan fisik yang baik sesharusnya akan memberikan gambaran klinis
perkiraan diagnosis topis lesi.

Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan/ MRI Brain
Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke infark dan stroke
hemoragik. Pemeriksaan CT scan kepala merupakan gold standar untuk
menegakan diagnosis stroke. Stroke harus dipertimbangkan pada setiap
pasien yang mengalami defisit neurologis akut (baik fokal maupun
global) atau penurunan tingkat kesadaran.
2. CT/MR Angiografi Brain
3. EKG
4. Doppler Carotis
5. Transcranial Doppler
6. Lab : Hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum,
kreatinin), Activated Partial Thrombin Time (APTT), waktu
prothrombin (PT), INR, gula darah puasa dan 2 jam PP, HbA1C, profil
lipid, C-reactive protein (CPR), laju endap darah, dan pemeriksaan atas
indikasi seperti : enzim jantung (troponin / CKMB), serum elektrolit,
analisis hepatik dan pemeriksaan elektrolit.
7. Thorax foto
8. Urinalisa
9. Echocardiografi (TTE/TEE)

26
10. Pemeriksaan Neurobehavior (Fungsi Luhur)
11. DSA Serebral
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem scoring
yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien
masuk rumah sakit. Sistem scoring yang sering digunakan adalah “Siriraj
Hospital Score”
Siriraj Hospital Score
Versi original:
= (0,80 x kesadaran) + (0,66 x muntah) + (0,33 x sakit kepala) + (0,33 x
tekanan darah sistolik) – (0,9 x atheroma) – 3,71

Versi disederhanakan:
= (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) + (0,1 x tekanan
darah sistolik) – (3 x atheroma) – 12

Kesadaran:
Sadar = 0; Mengantuk, stupor = 1; Semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)

Pembacaan:
Skor > 1 : perdarahan otak; < -1 : infark otak
Sensitivitas : untuk perdarahan 89,3%; untuk infark 93,2%

E. Tatalaksana Stroke Hemoragik


Tatalaksana Umum Stroke Hemoragik:
1. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
2. Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)

27
3. Pengendalian tekanan intrakranial (manitol, furosemide, jika dipelukan)
4. Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
5. Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan
6. Gastroprotektor, jika diperlukan
7. Manajemen nutrisi
8. Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH
Tatalaksana Spesifik Stroke Hemoragik
1. Koreksi koagulopati (PCC/Prothrombine Complex Concentrate, jika
perdarahan karena antikoagulan)
2. Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor, Calcium
Antagonist, Beta blocker, Diuretik)
3. Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral)
4. Pencegahan stroke hemoragik (manajemen factor risiko)
5. Neuroprotektor
6. Perawatan di Unit Stroke
7. Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
Tindakan Operatif
1. Kraniotomi evakuasi hematom, sesuai indikasi
2. Kraniotomi dekompresi, sesuai indikasi
3. VP Shunt / external drainage, sesuai indikasi (PERDOSSI, 2016)

III. PROGRAM REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA STROKE


Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke.
Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh
kembali apa yang mungkin dapat dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi
tubuh pada penderita stroke.
Rehabilitasi penderita stroke paling baik dikerjakan di rumah sakit pada
fase akut dan pusat rehabilitasi pada fase lanjut. Pada saat ini belum ada pusat
rehabilitasi stroke diluar rumah sakit. Pada fase akut penderita stroke dirawat di
bangsal atau unit stroke, sedangkan pada fase lanjut dilatih di Instalasi
Rehabilitasi Medik.

28
Prinsip-prinsip rehabilitasi menurut Harsono (1996) yaitu:
1. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin
2. Tidak ada seorang penderitapun yang boleh berbaring satu hari
lebih lama dari waktu yang diperlukan, karena akan mengakibatkan
komplikasi
3. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seseorang
penderita dan rehabilitasi merupakan terapi terhadap seorang
penderita seutuhnya
4. Faktor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah kontinuitas
perawatan
5. Perhatian untuk rehabilitasi lebih dikaitkan dengan sisa
kemampuan fungsi neuromuskuler yang masih ada, atau dengan
sisa kemampuan yang masih dapat diperbaiki dengan latihan
6. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan
serangan berulang
Rehabilitasi harus segera dimulai setelah penderita mengalami serangan
stroke. Menurut National Stroke Foundation rehabilitasi adalah proaktif dan
dimulai pada hari pertama setelah serangan stroke. Rehabilitasi dibagi menjadi
dua fase yaitu fase awal dan fase lanjut.
A. Fase awal
Selama fase awal, mungkin dalam keadaan koma atau shock,
pengobatan ditujukan untuk mempertahankan kehidupan dan untuk
mencegah komplikasi. Harus dipastikan tidak ada gangguan jalan nafas
dan masalah jantung. Penempatan posisi yang benar penting untuk
mencegah kontraktur dan ulkus dekubitus. Luka karena tekanan dan
hipostatik pneumonia dapat dicegah dengan menggunakan matras air
atau udara dan perubahan posisi setiap 2 jam pada waktu siang dan 4
jam pada waktu malam. Prinsip-prinsip penempatan posisi penderita
stroke adalah sebagai berikut:

29
Gambar 2.4 Posisi tidur penderita stroke
Pada waktu tidur terlentang, bantal kecil diletakkan di dekat
trokanter mayor sisi parese, lengan abduksi 60-90 derajat dan tangan
dielevasikan lebih tinggi dari lutut. Kaki dicegah plantar fleksi dengan
foot board.
B. Fase lanjut
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam
mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai
pada waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya penderita
dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai
pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita dengan perdarahan
subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke.
Pasien dengan stroke harus dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini
mungkin, bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi
pasif pada klien yang belum boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap
dua jam untuk mencegah dekubitus. Pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien tidur
adalah:
a. Berbaring terlentang
Posisi kepala, leher, dan punggung harus lurus. Letakkan bantal di
bawah lengan yang lumpuh secara hati- hati, sehigga bahu terangkat
ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan memutar ke arah luar,
siku dan pergelangan tangan agak ditinggikan.Letakkan pula bantal di
bawah paha yang lumpuh dengan posisi agak memutar ke arah dalam,
lutut agak ditengkuk.
b. Miring ke sisi yang sehat

30
Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan, pastikan bahwa bahu
penderita tidak memutar secara berlebihan. Kaki yang lumpuh
diletakkan di depan, di bawah paha dan tungkai diganjal dengan
bantal, lutut ditekuk
c. Miring ke sisi yang sakit
Lengan yang lumpuh menghadap ke depan, pastikan bahwa bahu
penderita tidak memutar secara berlebihan. Tungkai agak ditengkuk,
tungkai yang sehat menyilang di atas tungkai yang lumpuh dengan
diganjal bantal
Latihan gerak sendi aktif adalah pasien menggunakan ototnya untuk
melakukan gerakan dan tidak ada ketidaknyamanan sedangkan untuk latihan
gerakan pasif adalah ketika dokter atau perawat menggerakan anggota gerak dan
memerintahkan keikutsertaan pasien agar terjadi gerakan penuh. Latihan gerak
sendi pada anggota gerak atas menurut Hoeman (1996) adalah :
a. Fleksi/ekstensi
Dukung lengan dengan pergelangan tangan dan siku, angkat lengan
lurus melewati kepala klien, istirahatkan lengan terlentang diatas
kepala di tempat tidur
b. Abduksi/adduksi
Dukung lengan di pergelangan dengan telapak tangan dan siku dari
tubuhnya klien, geser lengan menjauh menyamping dari badan,
biarkan lengan berputar dan berbalik sehingga mencapai sudut 90o
dari bahu.
c. Siku fleksi/ekstensi
Dukung siku dan pergelangan tangan, tekuk lengan klien sehingga
lengan menyentuh ke bahu, luruskan lengan ke depan
d. Pergelangan tangan
Dukung pergelangan tangan dan tangan klien dan jari-jari dengan jari
yang lain; tekuk pergelangan tangan ke depan dan menggenggam,
tekuk pergelangan tangan ke belakang dan tegakkan jari-jari, gerakkan
pergelangan tangan ke lateral.

31
(e). Jari fleksi/ekstensi
Dukung tangan klien dengan memegang telapak tangan, tekuk semua
jari sekali, luruskan semua jari sekali
Latihan duduk dimulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap
untuk kemudian dicapai posisi setengah duduk dan pada akhirinya posisi duduk.
Latihan duduk secara aktif sering kali memerlukan alat bantu misalnya trapeze
untuk pegangan penderita. Bangun duduk dilakukan dengan bantuan perawat yang
memegang kuat siku sisi yang lumpuh pada tempat tidur, dengan tangan yang lain
berjabatan tangan dengan tangan penderita yang sehat. Siku penderita yang sakit
harus berada langsung di bawah bahu, bukan di belakang bahu. Latihan ini
dilakukan berulang sampai penderita merasakan gerakannya. Penyanggaan berat
di siku yang menyebar di atas sendi bahu sisi yang mampu merupakan bagian
yang penting dalam rehabilitas penderita stroke menuju penyembuhan total.
Selain latihan mobilisasi, rehabilitasi juga dengan menggunakan teknik
fisioterapi:
e. Terapi panas seperi sinar infrared atau hot packs untuk mengurangi
nyeri, relaksasi spasme otot superfisial dan meningkatkan aliran darah
superfisial. Micro Wave Diatherymy (MWD), Short Wave Diathermy
(SWD), Ultra Sound Diathermy (USD).
f. Terapi listrik atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
untuk menghilangkan nyeri dan spasme otot.
g. Teknik masase merupakan terapi fisik tertua dan termurah. Pada
indikasi dan teknik yang tepat, hasil trapeutik sangat nyata. Digunakan
untuk menghilangkan nyeri otot dan tendon, spasme otot, adhesi
jaringan kutan dan subkutan serta relaksasi.
h. Hidroterapi adalah terapi fisik dengan menggunakan sifat- sifat fisik air.
Manfaat air di dalam terapi latihan terlihat dari efek buoyancy air yang
akan mengurangi efek gravitasi pada bagian manapun dari tubuh
sehingga terdapat penurunan aktifitas tubuh dan latihan tidak disertai
rasa nyeri.

32
Terapi okupasi bertujuan untuk mengembangkan kecakapan/ keterampilan
penderita untuk mencapai kehidupan yang produktif serta untuk mengatasi
masalahmasalah yang ada dalam hidup serta lingkuungan mereka masing- masing.
Terapi okupasi pada penderita stroke mencakup latihan:
a. Aktivitas kegiatan sehari-hari
b. Latihan prevokasional
c. Proper bed positioning
d. Latihan dengan aktivitas
e. Terapi ortotik prostetik dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan
mencegah atau mengoreksi kecacatan pasien. Digunakan alat bantu
seperti tripod, quadripod, dan walker.
Terapi wicara adalah suatu tindakan atau usaha penyembuhan mengenai
kelainan bahasa, suara, dan bicara.
Psikolog melakukan evaluasi dan mengobati gangguan mental akibat
penyakit, untuk meningkatkan motivasi serta berusaha mengatasi penyakitnya.
Petugas sosial medik memberikan bantuan kepada penderitda demi
menghadapi masalah sosial yang mempengaruhi penderita dalam hubungan
dengan penyakit dan penderita.

33
FitzGerald MJT, Folan-Curran J. Clinical Neuroanatomy and Related
Neuroscience. 4th ed. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 2002.
1. Gilman S, Newman SW, eds. Cerebrospinal fluid. Manter and Gantz's
Essentials of Clinical Neuroanatomy and Neurophysiology. 10th ed.
Philadelphia, Pa: FA Davis; 2003. 227-33.
2. Irani DN, ed. Cerebrospinal Fluid in Clinical Practice. Philadelphia, Pa:
Saunders; 2009.
3. Moore K.R., Argur K.M. R. 2007. Anatomi klinis dasar. Jakarta:
Hipocrates.h. 114- 116.
4. World Health Organization. 1978. Cerebrovascular disorders: a clinical
and research classification. Geneva: World Health Organization.
5. National Collaborating Centre for Chronic Conditions. 2008. Stroke:
national clinical guideline for diagnosis and initial management of acute
stroke and transient ischaemic attack (TIA). London: Royal College of
Physicians.
6. Martono H. Kuswardhani RA. 2009. Stroke dan Penatalaksanaannya oleh
Internis. Interna Publishing. Jakarta.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2016. Acuan
Panduan Praktis Klinik Neurologi. Jakarta: PERDOSSI.
8. Maas, MB. Safdieh, JE. 2009. Ischemic Stroke: Pathophysiology and
Principles of Localization. Neurology Board Review Manual Neurology.
9. Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
ed.6. Jakarta: EGC.
10. Hoeman, P. 1996. Rehabilitation Nursing: Process and Application.
Second Edition. USA: Mosby Year Book, Inc.

34

Anda mungkin juga menyukai