Oleh :
Pembimbing
Prof. Dr. dr. Suroto, Sp.S (K)
STATUS PASIEN
I. Identitas Penderita
Nama : Ny. D
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pondokrejo, Karanganyar
No. RM : 01380xxx
Status : Menikah
Masuk Bangsal : 20 Juni 2017
Pemeriksaan : 22 Juni 2017
2
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Riwayat keluhan serupa : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
4. Riwayat sakit jantung : disangkal
5. Riwayat sakit ginjal : disangkal
6. Riwayat alergi : disangkal
7. Riwayat sesak napas : disangkal
8. Riwayat stroke : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat sakit serupa : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat sakit gula : disangkal
4. Riwayat sakit paru : disangkal
5. Riwayat sakit jantung : disangkal
6. Riwayat stroke : disangkal
E. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat makan : pasien makan 3x sehari dengan
nasi, lauk pauk, dan sayur.
2. Riwayat minum obat-obatan bebas : disangkal
3. Riwayat merokok : disangkal
4. Riwayat minum minuman keras : disangkal
5. Riwayat minum jamu : disangkal
6. Riwayat olah raga teratur : jarang
F. Riwayat sosial ekonomi
Penderita adalah seorang perempuan berusia 60 tahun. Pasien adalah
seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal dengan seorang suami, dan 1 orang anak
di rumah sendiri dan berobat dengan menggunakan fasilitas BPJS.
3
III.PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 21 Juni 2017.
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum sakit ringan, compos mentis GCS E4V5M6, kesan gizi
Tanda Vital cukup
TD : 160/100mmHg
Nadi : 76x/ menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36.3°C (per axiller)
VAS : 0
Status gizi BB : 65 kg
TB : 155 cm
BMI : 27.05 kg/m2
Kesan : status obesitas
4
dekstra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC V 2 cm lateral linea
mediaclavicularis sinistra
Batas jantung kesan melebar
A : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler,
bising (-) gallop (-).
Pulmo Pulmo :
I : normochest, simetris, pengembangan dada kanan sama
dengan dada kiri
P : fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri.
P : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada SIC VI
linea medioclavicularis dextra et sinistra
A : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan:
wheezing
(-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
Abdomen : I : Dinding perut sejajar dinding dada, ascites (-), striae (-),
ikterik (-)
A : Bising usus (+) 12x/menit, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
P : Timpani, ascites (-)
P : nyeri tekan (-), distended (-), , hepar dan lien tak teraba
_ _ - -
_ _ - -
5
STATUS NEUROLOGIS
6
TANDA RANGSANG MENINGEAL
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinski III : (-)
Brudzinski IV : (-)
Kernig : (-)
MOTORIK
Tonus : Normotonus │ Normotonus
Normotonus │ Normotonus
REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks Biceps : ++/++
Refleks Triceps : ++/++
Refleks Patella (KPR) : ++/++
Refleks Achilles (APR) : ++/+
REFLEKS PATOLOGIS
Babinski : +/-
Chaddock : -/-
Schaeffer : -/-
Openheim : -/-
Gordon : -/-
Stranski : +/-
Gonda : -/-
7
Hoffman-Trommer : +/-
SENSORIK
Eksteroseptif
Nyeri : kiri lebih dapat merasakan dibanding kanan
Suhu : kiri lebih dapat merasakan dibanding kanan
Taktil : kiri lebih dapat merasakan disbanding kanan
FUNGSI OTONOM
Miksi : tidak ada gangguan
Defekasi : tidak ada gangguan
SIRIRAJ SCORE
= (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x diastol) – (3 x
ateroma) – 12
= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) – (3 x 1) – 12
= -5
→ Stroke Non Hemoragik
8
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium darah
KIMIA KLINIK
GDS 211 mg/dl 60 – 140
SGOT 23 /L < 31
SGPT 31 /L < 34
Creatinine 0,7 mg/dl 0,6 - 1,1
Ureum 20 mg/dl < 50
ELEKTROLIT
Natrium darah 135 mmol/L 136 -145
Kalium darah 3,3 mmol/L 3,3 - 5,1
Calsium darah 1.20 mmol/L 1,17 – 1,29
SEROLOGI HEPATITIS
HbsAg Nonreactive Nonreactive
9
B. Radiologi
Foto Thorak PA
Foto Thorax AP
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Tak tampak infiltrat di kedua lapang paru
Sinus costrophrenicus kanan kiri tajam
Hemidiaphragma kanan kiri normal
Trakea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan :
Cor dan pulmo kesan tak ada kelainan
10
Tak tampak lesi hipo/iso/hiperdens di brain parencym
Tak tampak midline shifting
Sulci dan gyri normal
Sistem ventrikel dan sisterna normal
Pons, cerebellum, dan cerebellopontin angle normal
Orbita, sinus parasentralis dan mastoid kanan kiri normal
Craniocerebral space tak tampak melebar
Calvaria intak
Kesimpulan :
Tak terdeteksi infark, perdarahan maupun SOP
V. ASSESSMENT
Klinis : hemiparese dextra, hemihipestesi dextra
11
Topis : Capsula Interna sinistra
Etiologi : Stroke Infark trombotik
VI. PLAN
1. Head up 30 0
2. O2 3 lpm via nasal kanul
3. IFVD asering 20 tpm
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg /12 jam iv
5. Inj. Citicholin 250 mg/ 12 jam iv
6. Aspilet loading dose 320 mg lanjut 1x80 mg
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
12
BAB II
FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
20/06/17 S : Kelemahan anggota gerak kanan, bicara pelo
DPH 1 O:
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Denyut nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,2oC
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : kesan dalam batas normal
Cara bicara : disartria
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N.II, III : pupil isokor (3mm/3mm), refleks
cahaya (+/+)
N.III, IV, VI : gerakan bola mata dalam batas
normal
N VII , XII : kesan dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
N N +2/+2 +2/+2 - -
444 555
444 555 N N +2/+2 +2/+2 - -
13
Etiologi : Stroke infark trombotik
P:
1. Bed rest tidak total, head up 30o
2. O2 Nasal kanul 3 lpm
3. Inf asering 20 tpm
4. Inj mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Inj ranitidin 50 mg/ 12 jam
7. Inj citicolin 250 mg/12 jam
8. Aspilet 1 x 80 mg
Plan :
Cek laboratorium profil lipid dan asam urat
14
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
N N +2/+2 +2/+2 - -
444 555
444 555 N N +2/+2 +2/+2 - -
15
Fungsi luhur : kesan dalam batas normal
Cara bicara : disartria
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N.II, III : pupil isokor (3mm/3mm), refleks
cahaya (+/+)
N.III, IV, VI : gerakan bola mata dalam batas
normal
N VII , XII : kesan dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
N N +2/+2 +2/+2 - -
444 555
444 555 N N +2/+2 +2/+2 - -
16
23/06/17 S : Kelemahan anggota gerak kanan, bicara pelo
DPH 4 O:
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Denyut nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,2oC
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : kesan dalam batas normal
Cara bicara : disartria
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N.II, III : pupil isokor (3mm/3mm), refleks
cahaya (+/+)
N.III, IV, VI : gerakan bola mata dalam batas
normal
N VII , XII : kesan dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
N N +2/+2 +2/+2 - -
444 555
444 555 N N +2/+2 +2/+2 - -
17
1. Bed rest tidak total, head up 30o
2. O2 Nasal kanul 3 lpm
3. Inf asering 20 tpm
4. Inj mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Inj ranitidin 50 mg/ 12 jam
7. Inj citicolin 250 mg/12 jam
8. Aspilet 1 x 80 mg
Plan :
Cek laboratorium profil lipid dan asam urat
18
444 555 N N +2/+2 +2/+2 - -
A:
Klinis : Slight hemiparese dextra, hemihipestesi dextra
Topis : Capsula interna sinistra
Etiologi : Stroke infark trombotik
P:
1. Bed rest tidak total, head up 30o
2. O2 Nasal kanul 3 lpm
3. Inf asering 20 tpm
4. Inj mecobalamin 500 mcg/12 jam
6. Inj ranitidin 50 mg/ 12 jam
7. Inj citicolin 250 mg/12 jam
8. Aspilet 1 x 80 mg
Plan :
Cek laboratorium profil lipid dan asam urat
19
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
21
dewasa seberat 1400-1500 gram.. Otak di bungkus oleh meninges yang
terdiri dari 3 lapis. Di dalam otak terdapat rongga : systerna ventricularis
yang berisi liquorserebrospinalis yang lanjut ke rongga antar meninges,
cavum subarachnoidea. Fungsi utama liquorserebrospinalis yaitu
melindungi dan mendukung otak dari benturan.
Hemisphaerum cerebri jumlahnya sepasang, dipisah secara tidak
sempurna oleh fissura longitudinalis superior dan falx serebri, belahan kiri
dan kanan dihubungkan oleh corpus callosum. Hemisphaerum cerebri
dibentuk oleh cortex cerebri, substantia alba, ganglia basalis, dan serabut
saraf penghubung yang dibentuk oleh axon dan dendrit setiap sel saraf.
Cortex cerebri terdiri dari selapis tipis substantia grissea yang melapisis
permukaan hemisphaerum cerebri. Permukaannya memiliki banyak sulci
dan gyri, sehingga memperbanyak jumlah selnya.diperkirakan terdapat 10
milyar sel saraf yang ada pada kortek cerebri.
Hemispaerum cerebri memiliki 6 lobus; lobus frontalis, lobus
parietalis, lobus temporalis, lobus occipitalis, lobus insularis dan lobus
limbik. Lobus frontalis, mulai dari sulcus sentralis sampai kapolus
centralis, terdiri dari gyrus precentralis, girus frontalis superior, girus
frontalis media, girus frontalis inferior,girus recrus, dirus orbitalis, dan
lobulus paracentralis superior. Lobus parietalis, mulai dari sulcus centralis
menuju lobus occipitalis dan cranialis dari lobus temporalis, terdiri dari
girus post centralis, lobulus parietalis superior,dan lobulus parietalis
inferior-inferior-posterior. Lobus temporalis, terletak antara polus
temporalis dan polus occipitalis dibawah sulcus lateralis. Lobus occipitalis
terletak antara sulcus parieto occipital dengan sulcus preoccipitalis,
memiliki dua bangunan, cuneus dan girus lingualis. Lobus insularis,
tertanam dalam sulcus lateralis. Lobus limbik, berbentuk huruf C dab
terletak pada dataran medial hemisfer cerebri.
Lobus oksipitalis yang terletak di sebelah posterior (di belakang
kepala) bertanggungjawab untuk pengolahan awal masukan penglihatan.
Sensasi suara mula-mula diterima oleh lobus temporalis, yang terletak di
22
sebelah lateral (di sisi kepala).
Lobus parietalis terutama bertanggung jawab untuk menerima dan
mengolah masukan sensorik seperti sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan
nyeri dari permukaan tubuh. Sensasi-sensasi ini secara kolektif dikenal
sebagai sensasi somestetik (perasaan tubuh). Lobus parietal juga
merasakan kesadaran megenai posisi tubuh, suatu fenomena yang disebut
propriosepsi.
Kesadaran sederhana mengenai sentuhan, tekanan, atau suhu
dideteksi oleh thalamus, tingkat otak yang lebih rendah. Thalamus
membuat anda sadar bahwa sesuatu yang panas versus sesuatu yang dingin
sedang menyentuh badan anda, tetapi tidak memberitahu dimana atau
seberapa besar intentitasnya.
Lobus frontalis bertanggungjawab terhadap tiga fungsi utama: (1)
aktivitas motorik volunteer (2) kemampuan berbicara (3) elaborasi pikiran.
Daerah di lobus frontalis belakang tepat di depan sulkus sentralis akhir di
neuron-neuron motorik eferen yang mencetuskan kontraksi otot rangka.
Area Broca yang betanggung jawab untuk kemampuan berbicara,
terletak di lobus frontalis kiri dan berkaitan erat dengan daerah motorik
korteks yang mengontrol otot-otot penting untuk artikulasi.
Daerah Wernicke yang terletak di korteks kiri pada pertemuan
lobus-lobus parietalis, temporalis, dan oksipitalis berhubungan dengan
pemahaman bahasa. Daerah ini berperan penting dalam pemahaman
bahasa baik tertulis maupun lisan. Selain itu, daerah ini bertanggung jawab
untuk memformulasikan pola pembicaraan koheren yang disalurkan
melalui seberkas saraf ke daerah Broca, kemudian mengontrol artikulasi
pembicaraan.
Daerah motorik, sensorik, dan bahasa menyusun hanya sekitar
separuh dari luas korteks serebrum keseluruhan. Daerah sisanya, yang
disebut daerah asosiasi berperan dalam fungsi yang lebih tinggi (fungsi
luhur).
Korteks asosiasi prafrontalis adalah bagian depan dari lobus
23
frontalis tepat di anterior korteks motorik. Peran sebagai: (1) perencanaan
aktivitas volunteer (2) pertimbangan konsekuensi-konsekuensi tindakan
mendatang dan penentuan pilihan (3) sifat-sifat kepribadian.
Korteks asosiasi parietalis-temporalis-oksipitalis dijumpai pada
peetemuan ketiga lobus. Di lokasi ini dikumpulkan dan diintegrasikan
sensasi-sensasi somatic, auditorik, dan visual yang berasal dari ketiga
lobus untuk pengolahan persepsi yang kompleks.
Korteks asosiasi limbic di bawah dan dalam antara kedua lobus
temporal. Daerah ini berkaitan dengan motivasi dan emosi.
Pembentuk susunan saraf pusat adalah neuron yang jumlahnya
mencapai 100 milyar, didukung oleh sel glia yang jumlahnya 10 kali lipat
dari neuron. Setiap neuron memiliki tonjolan panjang , akson yang
berfungsi membawa informasi keluar dari neuron (serabut eferen). Selain
itu terdapat tonjolan pendek, dendrit yang berfungsi membawa informasi
menuju neuron (serabut aferen).
Sel glia, atau neoroglia (hanya berada pada susunan saraf pusat)
berfungsi untuk menyangga dan dukungan metabolik terhadap neuron.
Ada 2 macam sel glia; makroglia dan microglia. Mikroglia berfungsi
sebagai sel fagosit yang sangat besar jika terjadi infeksi atau kerusakan
pada susunan saraf, sedangkan makroglia berfungsi sebagai penyangga
dan fungsi nutritif. Mikroglia ada 4 macam, yaitu Oligodendroglia, sel
schwann, sel astrosit, dan sel ependyma. Bersama-sama mereka dipandang
sebagai suatu sistem yang dinamik bermakna fungsional dalam pertukaran
metabolik antara neuron sistem saraf pusat lingkungannya. Terdapat tiga
jenis sel glia, mikroglia, oligodendroglia, dan astrosit. Mikroglia secara
embriologis berasal dari lapisan mesodermal sehingga pada umumnya
tidak diklasifikasikan sebagi sel glia sejati. Mikroglia memasuki SSP
melalui sistem pembuluh darah dan berfungsi sebagai fagosit,
membersihkan debris dan melawan infeksi.
Astrosit merupakan neuroglia terbesar, berbentuk bintang , berinti
besar, bulat atau lonjong, sitoplasmanya mengandung banyak ribosom dan
24
nukleoli tidak jelas. Astrosit protoplasma terutama terdapat dalam
substantia grissea otak dan medulla spinalis, sedangkan astrosit fibrosa
terutama dalam substantia alba. Karena banyaknya prosesproses
sitoplasma yang luar, astrosit penting sebagai struktur penyokong dan
struktural dalam SSP. Fungsi astrosit masih diteliti;bukti-bukti
memperlihatkan bahwa sel-sel ini mungkin berperan dalam
menghantarkan impuls dan transmisi sinaptik dari neuron dan bertindak
sebagai saluran penghubung antara pembuluh darah dan neuron
Oligodendrosit disebut juga oligodendroglia, lebih kecil dari
astrosit dengan cabang-cabang yang lebih pendek dan jumlahnya lebih
sedikit. Intinya kecil, lonjong, sitoplasma lebih padat dengan ribosom
bebas dan terikat dalam jumlah besar. Oligodendrosit terutama terdapat
dalam 2 lokasi, di dalam substansia grissea dan di antara berkas-berkas
akson di dalam substantia alba. Lainnya terletak dalam posisi perivascular
sekitar pembuluh darah. Oligodendroglia dan astrosit merupakan
neuroglia sejati dan berasal dari lapisan embrional ektodermal (sama
seperti neuron). Oligodendroglia berperan dalam pembentukan myelin.
25
panjang yang meluas dari pusat otak ke jaringan penyambung perifer,
akibatnya procesus sel ependim berjalan di antara unsur saraf dan
merupakan matriks penyokong yang mirip dengan sel glia lainnya.
Sel schwann membungkus semua serat saraf dari susunan saraf
perifer, dan meluas sampai perlekatannya masuk atau keluar dari
perlekatannya di medulla spinalis dan batang otak sampai ke ujungnya. Sel
swhann memperlihatkan inti yang heterochromatik, biasanya gepeng, dan
terdapar di tengah sel dengan banyak mitokondria, mikrotubul dan
mikrofilamen.
Pembuluh darah yang mendarahi otak terdiri dari :
a. Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat
kita raba dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula,
sepasang pambuluh darah ini setelah masuk ke rongga tengkorak akan
bercabang menjadi tiga :
1. Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)
2. Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)
3. Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri interior)
Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut
arteri komunikan posterior.
b. Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak
dapat diraba oleh karena kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian
samping tulang leher, pembuluh darah ini mendarahi batang otak dan
kedua otak kecil, kedua pembuluh darah tersebut akan saling berhubungan
pada permukaan otak pembuluh darah yang disebut anastomosis.
26
penyusun substansia alba yakni akson bermielin; dan substansia grisea yakni
perikarion (soma, badan) sel saraf, dendrit, serta akson tak bermielin.
Otak
Secara keseluruhan otak terbagi atas:
1. Otak besar, atau cerebrum;
2. Otak kecil, atau cerebellum;
3. Batang otak, yang tersusun atas otak tengah (midbrain, mesencephalon),
pons, dan medula oblongata.
Struktur di atas akan dibahas secara lebih rinci.
Otak besar tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere) kiri dan kanan.
Di bagian tepi luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalu semakin ke dalam
dibatasi dengan substansia alba, dan di bagian paling dalam terdapat nukelus yang
merupakan substansia grisea. Lapisan yang menyusun otak besar berlekuk-lekuk,
membentuk struktur sulkus dan girus. Lapisan ini jika ditinjau secara mikroskopik
akan terlihat bahwa tersusun atas enam lapisan, yakni:
1. Lapisan molekular, merupakan lapisan terluar dan terletak tepat di bawah
lapisan pia. Terdapat sel horizontal (cajal) yang pipih dengan denrit dan
akson yang berkontak dengan sel-sel di lapisan bawahnya (sel piramid, sel
stelatte).
2. Lapisan granular luar, sebagian besar terdiri atas sel saraf kecil
segitiga(piramid) yang dendritnya mengarah ke lapisan molekular dan
aksonnya ke lapisan di bawahnya; sel granula (stelatte) dan sel-sel
neuroglia.
3. Lapisan piramid luar, terdapat sel piramid yang berukuran besar (semakin
besar dari luar ke dalam). Dendrit mengarah ke lapisan molekular; akson
mengarah ke substansia alba.
4. Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang banyak mengandung
sel-sel granul (stellate), piramidal, dan neuroglia. Lapisan ini merupakan
lapisan yang paling padat.
5. Lapisan piramidal dalam, suatu lapisan yang paling jarang, banyak
mengandung sel-sel piramid besar dan sedang, selain sel stelatte dan
27
Martinotti. Sel Martinotti adalah sel saraf multipolar yang kecil,
dendritnya mengarah ke lapisan atas dan aksonnya ke lateral.
6. Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan berbatasan dengan
substansia alba, dengan varian sel yang banyak (termasuk terdapat sel
Martinotti) dan sel fusiform.
Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi informasi, inisiasi gerakan
motorik, dan merupakan pusat integrasi informasi yang diterima.
28
stelata, dan dendrit sel Purkinje dari lapisan di bawahnya.
2. Lapisan Purkinje, disebut lapisan ganglioner, banyak sel-sel Purkinje yang
besar dan berbentuk seperti botol dan khas untuk serebelum. Dendritnya
bercabang dan memasuki lapisan molekular, sementara akson termielinasi
menembus substansia alba.
3. Lapisan granular, lapisan terdalam dan tersusun atas sel-sel kecil dengan 3-
6 dendrit naik ke lapisan molekular dan terbagi atas 2 cabang lateral.
29
multipolar yang berbentuk poligonal. Kornu posterior (dorsal) adalah bagian
sayap yang lebih kecil dan banyak ditemui sinaps dari saraf aferen, serta
interneuron.
Kanalis sentralis merupakan saluran yang berhubungan dengan ventrikel
keempat otak, yang dilapisi oleh sel-sel ependimal.
Meninges
Otak dilindungi oleh kulit dan tengkorak, serta dengan meninges, yakni
selaput pelindung otak dan terdiri atas tiga lapisan. Sementara itu, medula spinalis
juga dilindungi oleh meninges.
Duramater, lapisan terluar meninges, merupakan lapisan yang tebal dengan
kolagen yang tinggi. Tersusun lagi atas dua lapis, yakni periosteal duramater,
lapisan lebih luar, terususun atas sel-sel progenitor, fibroblas. Lapisan ini
menempel dengan permukaan dalam tengkorak. Pembuluh darah ditemui dengan
mudah di lapisan ini. Meningeal duramater, sedikit mengandung pembuluh darah
kecil dan dilapisi epitel selapis gepeng yang berasal dari mesoderm pada
permukaan dalamnya.
Kedua lapis duramater otak menyatu, namun memisah pada bagian-bagian
tertentu, membentuk sinus venosus.
Arachnoid adalah suatu lapisan tanpa pembuluh darah, tipis, serta halus.
Lapis ini mengandung fibroblas, kolagen, dan serat elastis.
30
Gambar 5. Meninges
Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)
Struktur yang membentuk lapisan “penyeleksi” zat-zat yang dapat berada di
dalam jaringan parenkim otak. Mekanisme ini sangat penting untuk menjaga
kinerja otak dengan optimal, mengingat perubahan sedikit saja pada lingkungan
sekitar otak dapat mengakibatkan gangguan, semisal konduksi saraf yang tidak
berjalan dengan baik.
Sawar darah otak tersusun atas tiga komponen, yakni dinding sel endotel, di
mana terdapat tight junction (taut sekap) antarsel sehingga menghalangi lewatnya
zat melalui celah ini. Basal lamina sel endotel dan Kaki-kaki perivaskular astrosit
juga mencegah masuknya zat-zat tak diinginkan. Astrosit dapat membuang
kelebihan ion K+ dan neurotransmiter dari lingkungan sekitar neuron. Fungsi ini
dapat mempertahankan keseimbangan komposisi zat dan ion di ruang interselular
SSP.
31
beraturan, tersusun mayoritas oleh kolagen dan sel-sel fibroblas. Epineurium
menyelimuti beberapa fasikulus yang bersatu membentuk saraf. Di epineurium
pula bisa ditemukan pembuluh darah. Ketebalan epineurium bervariasi, paling
tebal di daerah dura yang dekat dengan SSP, makin tipis hingga percabangan
saraf-saraf ke arah distal.
Perineurium adalah selaput pembungkus satu fasikulus yang tersusun atas
jaringan ikat padat kolagen yang tersusun secara kosentris, serta sel-sel fibroblas.
Di bagian dalam perineurium terdapat pula lapisan sel-sel epiteloid yang
direkatkan melalui zonula okludens; serta dikelilingi oleh lamina basal yang
menjadikan suatu barrier (sawar) materi bagi fasikulus.
Endoneurium adalah lapisan terdalam yang mengelilingi satu akson.
Lapisan ini tersusun ats jaringan ikat longgar (berupa serat retikuler yang
dihasilkan oleh sel Schwann yang bertanggung jawab untuk akson tersebut),
sedikit fibroblas, dan serat kolagen. Di daerah distal akson, endoneurium hampir
tidak ada lagi, hanya menyisakan sedikit serat retikuler yang menyertai basal
lamina sel Schwann.
32
Gambar 7. Menggambarkan Sel Schwann dan RF menggambarkan serat retikuler
Ganglia
Ganglion merupakan kumpulan soma neuron (badan sel saraf) yang terletak
di luar SSP. (Disebut nukelus/nuklei jika terletak di SSP), Dikarenakan soma
neuron motorik berada di dalam SSP, hanya dikenal 2 macam ganglion, yakni
ganglion otonom (kumpulan soma neuron eferen viseral), dan ganglion sensorik
(kumpulan soma neuron aferen).
Ganglion otonom merupakan “penghubung” antara saraf eferen
praganglion yang berasal dari SSP (dapat berasal dari kranial; ataupun spinal)
dengan saraf eferen pascaganglion yang akan menginervasi organ efektor viseral.
Perlu diingat bahwa saraf praganglion umumnya termielinasi, dan tidak untuk
saraf pascaganglion (namun tetap terlingkupi oleh envelope sel Schwann).
Dalam persarafan simpatis, saraf preganglion bersinaps dengan saraf
postganglion di: (1) ganglia yang berada di dekat medula spinalis, membentuk
seperti suatu ranting pohon, yang disebut dengan sympathetyic chain ganglia; atau
(2) ganglia kolateral, yang terletak di sepanjang aorta abdominal.
Persarafan parasimpatis memiliki ganglia yang terletak di dekat dengan
efektor, dikenal dengan sebutan ganglia terminal.
Ganglia (ganglion, tunggal) sensorik adalah kumpulan soma neuron aferen.
Neuron aferen ini terdiri atas saraf kranial V, VII, IX, X; serta setiap saraf spinal
yang berasal dari medula spinalis. Ganglia sensorik saraf spinal diberi nama
dorsal root ganglia; sementara ganglia sensorik kranial diberi nama sesuai dengan
33
lokasi dan efektor. Ganglia sensorik mengandung sel saraf unipolar (atau sering
disebut pseudounipolar). Sel saraf demikian mengandung cabang sentral yang
masuk menuju SSP; dan cabang perifer yang pergi menuju organ yang diinervasi.
Sel kapsul berbentuk kubus melingkupi soma, dan sel-sel kapsul ini dikelilingi
jaringan penghubung yang tersusun atas sel-sel satelit dan serat kolagen.
Duramater, sedikit mengandung pembuluh darah kecil dan dilapisi epitel
selapis gepeng yang berasal dari mesoderm pada permukaan dalamnya.
Kedua lapis duramater otak menyatu, namun memisah pada bagian-bagian
tertentu, membentuk sinus venosus.
Arachnoid adalah suatu lapisan tanpa pembuluh darah, tipis, serta halus.
Lapis ini mengandung fibroblas, kolagen, dan serat elastis.
Gambar 8. Meninges
Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)
Struktur yang membentuk lapisan “penyeleksi” zat-zat yang dapat berada di
dalam jaringan parenkim otak. Mekanisme ini sangat penting untuk menjaga
kinerja otak dengan optimal, mengingat perubahan sedikit saja pada lingkungan
sekitar otak dapat mengakibatkan gangguan, semisal konduksi saraf yang tidak
berjalan dengan baik.
Sawar darah otak tersusun atas tiga komponen, yakni dinding sel endotel, di
mana terdapat tight junction (taut sekap) antarsel sehingga menghalangi lewatnya
34
zat melalui celah ini. Basal lamina sel endotel dan Kaki-kaki perivaskular astrosit
juga mencegah masuknya zat-zat tak diinginkan. Astrosit dapat membuang
kelebihan ion K+ dan neurotransmiter dari lingkungan sekitar neuron. Fungsi ini
dapat mempertahankan keseimbangan komposisi zat dan ion di ruang interselular
SSP.
C. STROKE
35
a. Stroke Non Hemoragik Embolik
Pada stroke non hemoragik tipe ini embolik tidak terjadi pada
pembuluh darah otak, melainkan di tempat lain seperti di jantung dan
sistim vaskuler sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada
penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut
atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis, Fibralisi
atrium, Infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena pulmonalis.
Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang biasanya
muncul disaat penderita tengah beraktivias fisik seperti berolahraga.
b. Stroke Non Hemoragik Trombus
Stroke trombolitik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh
darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan 70 persen kasus
stroke non hemoragik trombus dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil
terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi
dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.
Tanda dan Gejala Stroke Non Hemoragik
Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat
ringanya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang
umum dijumpai pada penderita stroke non hemoragik, yaitu:
a. Gangguan Motorik
- Tonus abnormal atau hipotonus maupun hipertonus
- Penurunan kekuatan otot
- Gangguan gerak volunter
- Gangguan keseimbangan
- Gangguan koordinasi
- Gangguan ketahanan
b. Gangguan Sensorik
36
- Gangguan propioseptik
- Gangguan kinestetik
- Gangguan diskriminatif
c. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi
Pada gangguan kognitif akan muncul berbagai gangguan yaitu atensi, memori,
inisiatif, daya perencanaan dan cara menyelesaikan suatu masalah.
d. Gangguan Kemampuan Fungsional
Gangguan yang timbul yaitu berupa gangguan dalam beraktifitas sehari-hari
seperti mandi, makan, ketoilet dan berpakaian.
Patofisiologi Stroke
Penyumbatan pembuluh darah merupakan 80% kasus dari kasus stroke.
Penyumbatan sistem arteri umumnya disebabkan oleh terbentuknya trombus pada
ateromatous plaque pada bifurkasi dari arteri karotis. Erat hubungannya dengan
aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan arteriolosclerosis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak :
● Pembuluh darah atau arteri, dapat menyempit oleh proses aterosklerosis
atau tersumbat thrombus / embolus. Pembuluh darah dapat pula tertekan
oleh gerakan dan perkapuran di tulang (vertebrae) leher.
● Kelainan jantung, di mana jika pompa jantung tidak teratur dan tidak
efisien (fibrilasi atau blok jantung) maka curahnya akan menurun dan
mengakibatkan aliran darah di otak berkurang. Jantung yang sakit dapat
pula melepaskan embolus yang kemudian dapat tersangkut di pembuluh
darah otak dan mengakibatkan iskemia
● Kelainan darah, dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen.
Darah yang bertambah kental, peningkatan viskositas darah, peningkatan
hematokrit dapat melambatkan aliran darah. Pada anemia berat, suplai
oksigen dapat pula menurun.
● Stroke akibat trombosis serebri
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak
jaringan kolagen dibawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi
37
antara trombosit dan dinding pembuluh darah, akibat adanya kerusakan endotel
pembuluh darah.
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang
diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K
ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang
CES sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan
permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membrane depolarisasi. Saat
awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi
perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini
38
terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan,
yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 0,10 ml/100 gr.menit.
● Emboli serebri
Stroke emboli dapat diakibatkan dari embolisasi dari arteri di sirkulasi pusat
dari berbagai sumber. Selain gumpalan darah, agregasi trombosit, fibrin, dan
potongan-potongan plak atheromatous, bahan-bahan emboli yang diketahui masuk
ke sirkulasi pusat termasuk lemak, udara, tumor atau metastasis, bakteri, dan
benda asing. Tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria
sereberi media, terutama bagian atas .
Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah
sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak
tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan
pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan
meyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya
pembuluh darah yang adekuat.
Hasil neurologis dari stroke emboli tidak hanya bergantung pada wilayah
vaskular tetapi juga pada kemampuan embolus menyebabkan vasospasm dengan
bertindak sebagai iritan vaskular. Vasospasm cenderung terjadi pada pasien yang
lebih muda, mungkin karena pembuluh lebih lentur dan kurang aterosklerotik.
39
Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi
hemiparese, monoparese, atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak
ada nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif mapun negatif. Meskipun
gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara
bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset
stroke seperti:
a. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
b. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
c. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
d. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis,
dan hiponatremia
Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non
hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah
pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke
akut jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan
biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada
>50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial
akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi terapi trombolitik.
Teknik-teknik neuroimaging berikut ini juga sering digunakan:
40
a. CT angiography dan CT scanning perfusi
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
c. Scanning karotis duplex
d. Digital pengurangan angiography
Pungsi lumbal diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau perdarahan
subarachnoid ketika CT scan negatif tapi kecurigaan klinis tetap menjadi acuan.
Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X sakit
kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) – (3 X ateroma) – 12 .Apabila skor yang
didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan dan apabila didapatkan
skor ≥ 1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.
Faktor-Faktor Risiko Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik memiliki berbagai macam faktor risiko, yaitu:
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa usia semakin tua
semakin besar pula risiko terkena stroke. Efek kumulatif dari penuaan
pada sistem kardiovaskular dan sifat progresif faktor risiko stroke selama
jangka waktu lama secara substansial meningkatkan risiko stroke. Risiko
stroke menjadi 2 kali lipat setiap dekade setelah melalui usia 55 tahun.
b. Jenis kelamin
Secara umum pada usia 35 hingga 40 tahun laki-laki lebih berisiko
stroke dibandingan dengan wanita namun pada usia diatas 85 tahun
kejadian stroke justru sedikit lebih tinggi pada wanita. Secara keseluruhan,
1 dari 6 wanita akan meninggal karena stroke, dibandingkan dengan 1 dari
25 orang yang akan meninggal akibat kanker payudara, penggunaan
kontrasepsi oral dan kehamilan berkontribusi terhadap risiko stroke pada
wanita.
c. Ras atau etnis
Kulit hitam dan hispanik Amerika memiliki risiko terkena stroke
lebih besar dibandingkan dengan kulit putih. Studi yang dilakukan oleh
Atherosclerosis Risk In Communities (ARIC) menyatakan bahwa kulit
41
hitam memiliki risiko 38% lebih besar terkena stroke dibandingkan kulit
putih.
d. Riwayat keluarga
Jika ayah dan ibu memiliki riwayat stroke dapat berhubungan
dengan faktor risiko stroke. Peningkatan risiko ini bisa dimediasi melalui
berbagai mekanisme, termasuk heritabilitas genetik faktor risiko stroke,
warisan dari kerentanan terhadap efek dari faktor risiko seperti, familial
berbagi faktor budaya/lingkungan dan gaya hidup. Risiko stroke lebih
tinggi hampir 5 kali lipat dalam prevalensi stroke pada monozigot
dibandingkan dengan dizigot kembar.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Hipertensi
Seseorang dengan tekanan darah tinggi mempunyai peluang besar
untuk mengalami stroke. Batas atas tekanan darah sistemik yang dapat
ditanggulangi oleh autoregulasi yaitu tekanan sistolik 200 mmHg dan
tekanan diastolik antara 110mmHG- 120 mmHg. Tekanan darah yang
tinggi menyebabkan pembuluh darah sereberal berkonstriksi jika hal ini
terjadi berbulan-bulan atau bertahun-tahun akan terjadi hialinisasi otot
pembuluh sehingga diameter pembuluh akan tetap kecil. Hal ini dapat
berbahaya karena pembuluh tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi
ketika tekanan darah naik maupun turun. Bila terjadi penurunan tekanan
darah sistemik maka akan terjadi stroke non hemoragik akibat tekanan
perfusi kejaringan otak tidak adekuat.
b. Penyakit jantung
Seperti yang kita ketahui bahwa pusat dari aliran darah di tubuh
terletak di jantung. Jika pusat pengaturan darah mengalami kerusakan,
maka aliran darah tubuh mengalami gangguan, termasuk aliran darah
menuju otak. Secara keseluruhan, diperkirakan 20% dari stroke iskemik
disebabkan oleh emboli kardiogenik. Potensi sumber emboli jantung
berhubungan dengan sampai 40% dari stroke yang tidak diketahui
penyebabnya di beberapa seri yang melibatkan populasi muda. Munculnya
42
penyakit serebrovaskular erat kaitanya dengan penyakit jantung
asimptomatis maupun simptomatis.
c. Diabetus melitus
Penelitian mengenai penyakit ini sudah cukup membuktikan bahwa
kasus diabetes melitus memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke. Diabetes
erat hubunganya dengan penyakit makrovaskular yang didasari
atherosklerosis seperti stroke. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan
biokimiawi karena insufisiensi insulin, penimbunan sorbitol dalam intima
vaskular, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah. Pada
akhirnya, makroangiopati diabetika ini akan menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah.
d. Obesitas
Obesitas (didefinisikan sebagai indeks massa tubuh [BMI] ≥ 30
kg/m2 ) merupakan predisposisi penyakit kardiovaskular secara umum dan
stroke pada khususnya. Namun, kenaikan prevalensi obesitas dengan
bertambahnya umur dan obesitas berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah, gula darah, dan lipid darah. Atas dasar asosiasi ini saja,
tidaklah mengherankan bahwa obesitas akan berhubungan dengan
peningkatan risiko stroke. Namun, beberapa penelitian besar menunjukkan
obesitas sentral, dibandingkan dengan BMI atau obesitas umum, lebih erat
kaitanya dengan risiko stroke.
e. Dislipidemia
Kolesterol LDL berfungsi membawa kolesterol dari hati ke dalam
sel. Jika kadar kolesterol ini tinggi dapat mengakibatkan terjadinya
penimbunan kolesterol didalam sel yang dapat memicu terjadinya
pengerasan dinding pembuluh darah arteri yang disebut sebagai proses
atherosklerosis. Sedangkan kolesterol HDL memiliki kerja yang
berlawanan dengan kolesterol LDL, yaitu membawa kolesterol dari sel ke
hati. Kadar HDL yang rendah justru memiliki efek buruk, memicu
timbulnya pembentukan plak di dinding pembuluh darah arteri.
f. Terapi Pengganti Hormon
43
Dampak dari terapi penggantian hormon pada wanita post
menopause pada risiko stroke tampaknya netral, tetapi karena kurangnya
studi kontrol, kesimpulan yang pasti tidak bisa ditemukan. Sejak tahun
1980, telah ada setidaknya 18 penelitian yang diterbitkan pada subject ini
dengan pengecualian dari Framingham Heart Study, tidak terdeteksi
peningkatan besar dalam risiko stroke dan beberapa melaporkan sedikit
penurunan (tetapi sering tidak signifikan) dalam risiko stroke.
g. Anemia sel sabit
Penyakit sel sabit adalah kelainan genetik dengan warisan dominan
autosomal di mana produk gen abnormal adalah β - rantai diubah dalam
struktur hemoglobin. Meskipun manifestasi klinis sangat bervariasi,
biasanya timbul manifestasi awal kehidupan sebagai anemia hemolitik
berat diselingi oleh serangan episode menyakitkan yang melibatkan
ekstremitas dan tulang, infeksi bakteri, dan infark organ, termasuk stroke.
h. Nutrisi
Data mengenai hubungan status gizi/nutrisi berkaitan dengan
stroke terbatas. Belum ada bukti bahwa penggunaan diet vitamin E atau
suplemen C atau penggunaan karotenoid tertentu secara substansial
mengurangi risiko stroke. Namun analisis data dari Nurse’s Health Study
mengatakan bahwa jika seseorang meningkatka konsumsi buahnya 1 porsi
perhari akan menurunkan risiko strokenya sebesar 6%. Namun, tidak dapat
di pastikan apakah efeknya hanya karena diet atau refleksi dari gaya hidup
umum yang lebih sehat pada individu-individu tersebut.
i. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik secara teratur memiliki manfaat yang baik untuk
mengurangi risiko kematian dini dan penyakit kardiovaskular . Efek
menguntungkan dari aktivitas fisik juga telah terbukti untuk stroke. CDC
(Center for Disease Control and Prevention) menghimbau masyarakat
Amerika untuk setidak-tidaknya berolah raga 30 menit sehari meskipun
hanya aktifitas ringan seperti berjalan. Nurses ' Health Study dan
Copenhagen City Heart Study menunjukkan hubungan terbalik antara
44
tingkat aktivitas fisik dengan insidensi stroke.
j. Merokok
Pada tahun 2001 di Amerika telah dilakukan peneltian mengenai
rokok dan stroke, ternyata merokok merupakan penyebab tunggal kejadian
stroke non hemoragik. Risiko seseorang terkena stroke akan berlipat ganda
ketika orang tersebut merokok 40 batang sehari dibandingkan dengan yang
merokok 10 batang sehari. Begitu juga dengan wanita risikonya justru
lebih besar dibandingkan dengan pria yaitu Merokok dapat menyebabkan
meningkatnya viskositas darah, hematokrit, konsentrasi fibrinogen darah
dan juga meningkatnya tekanan darah. Hal-hal diatas berikut yang
menyebabkan agregasi butir-butir darah meningkat sehingga aterosklerosis
akan muncul lebih cepat dan diikuti dengan munculnya plak pada arteria
karotis.
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka
evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat.
Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas
penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa
berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan
kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan
suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat
jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada
gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen,
kulit dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem
motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi
kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National
45
Institutes of Health Stroke Scale).
Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
o Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72
jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
o Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95%.
o Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan napas.
o Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia.
o Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen
o Stabilisasi Hemodinamik
● Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari
pernberian cairan hipotonik seperti glukosa).
● Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter),
dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai
sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan CVC 5
-12 mmHg.
o Optimalisasi tekanan darah
o Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti
dopamin dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan
target tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg.
o Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24
jam pertama setelah serangan stroke iskernik.
o Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
(konsultasi Kardiologi).
46
o Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia
jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus
dikoreksi.
Pemeriksaan Awal Fisik Umum
a. Tekanan darah
b. Pemeriksaan jantung
c. Pemeriksaan neurologi umum awal:
● Derajat kesadaran
● Pemeriksaan pupil dan okulomotor
● Keparahan hemiparesis
Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada
hari-hari pertama setelah serangan stroke. Monitor TIK harus dipasang pada
pasien dengan GCS <9 dan penderita yang mengalami penurunan kesadaran
karena kenaikan TIK. Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP
>70 mmHg.
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi :
i. Tinggikan posisi kepala 200 - 300
ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
iv. Hindari hipertermia
v. Jaga normovolernia
vi. Osmoterapi atas indikasi:
a. Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 -
6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi. Kalau
perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat
mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan intratorakal
47
dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator. Agen nondepolarized
seperti vencuronium atau pancuronium yang sedikit berefek pada histamine dan
blok pada ganglion lebih baik digunakan. Pasien dengan kenaikan krtitis TIK
sebaiknya diberikan relaksan otot sebelum suctioning atau lidokain sebagai
alternative.
Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan tekanan
tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau diyakini tidak
ada kontraindikasi. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik
sereberal yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.
Penanganan Transformasi Hemoragik
Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimptomatik.
Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan,
antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan
darah arterial secara hati-hati.
Pengendalian Kejang
● Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
● Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
● Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan.
● Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak
ada kejang selama pengobatan.
48
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter
ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi
meningitis.
Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic.
Pemeriksaan Penunjang
● EKG
● Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis,
kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit)
● Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punksi
lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal
● Pemeriksaan radiologi
o Foto rontgen dada
o CT Scan
49
2. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila
terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-
30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
● Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
● Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
● Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
50
eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam.
51
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak
dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga neurologis. Pada
sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam
pertama setelah awitan serangan stroke.
a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah
sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD) >120 mmHg.
Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA),
tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg.
Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD
<105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang
digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem
intravena.
b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >200 mmHg
atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontiniu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi
serebral ≥60 mmHg.
d. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten
dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS
hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100 mmHg.
52
f. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke perdarahan intraserebral.
g. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan
esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan
dalam upaya diatas.
h. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.
i. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau
dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah
resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk
mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke
perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160
mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS
dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual,
tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan
komorbiditas kardiovaskular.
j. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan
penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien
apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan
bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.
k. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat
dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal tetapi
target rentang tekanan darah belum jelas.
l. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut
dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam
pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
53
neurologis, terutama bila TDS <100 mmHg atau TDD <70 mmHg. Oleh karena
itu, hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya, terutama
diseksi aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output karena
iskemia miokardial atau aritmia.
Penggunaan obat vasopresor dapat diberikan dalam bentuk infuse dan disesuaikan
dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardia. Obat-obat
vasopressor yang dapat digunakan antara lain, fenilephrin, dopamine, dan
norepinefrin. Pemberian obat-obat tersebut diawali dengan dosis kecil dan
dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu TDS berkisar 140 mmHg pada
kondisi akut stroke.
54
3. Kontrol gula darah selama fase akut stroke
a. Insulin reguler subkutan menurut skala luncur
Gula darah (mg/dl) Dosis insulin subkutan (unit)
150-200 2
201-250 4
251-300 6
301-350 8
≥ 351 10
Sangat bervariasi dan harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap penderita (tak
disebutkan berapa jam sekali). Pada hiperglikemia refrakter dibutuhkan IV
insulin.
55
DAFTAR PUSTAKA
Gartner LP, Hiatt JL. Color textbook of histology: 3rd edition. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007
Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1999 : 201 – 207
Junqueira LC, Carneiro J. Basic histology text and atlas: 11th edition. New York:
McGraw-Hill Medical; 2005
56
Jusuf AA. Catatan kuliah: aspek histologis dalam neurosains. Jakarta: Departemen
Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010
Longo, D.L., kasper, D.L., Jameson, J.L., Fauci, A.S., Hauser, S.L. & Loscalzo, J.
(2011) Harrison’s principle of internal medicine. 18th ed. New york :
McGraw-Hill.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., Setiowulan, W. (2007)
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI
Mardjono, Mahar. Neurologi klinis dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat; 2008. hal.
390 – 402.
57