Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 27 TAHUN DENGAN

FEBRIS H+7 ET CAUSA DHF GRADE I

Oleh :
Frisca Erika G991903020

Pembimbing Residen

dr. Amiroh Kurniati, M.Kes., Sp.PK dr. Indah Meyliza

BAGIAN PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS
RUMAT SAKIT UMUM DAERAH DR MOEWARDI
SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Patologi Klinik dengan judul :

SEORANG LAKI-LAKI 27 TAHUN DENGAN


FEBRIS H+7 ET CAUSA DHF GRADE I

Disusun Oleh :
Frisca Erika G991903020

Telah dipresentasikan pada

Hari, tanggal: Kamis, 31 Desember 2020

Pembimbing

dr. Amiroh Kurniati, M.Kes., Sp.PK

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas penderita
1. Nama Pasien : Tn. W
2. Usia : 27 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Status : Menikah
5. Alamat : Klego, Boyolali
6. Tanggal Masuk : 23 Mei 2020
7. Tanggal Periksa : 28 Mei2020
8. No RM : 061xxx

B. Data Dasar
1. Keluhan utama
Demam
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan demam yang dirasakan sejak 2 hari SMRS.
Demam dirasakan timbul mendadak dan masih dirasakan selama beberapa hari ini,
namun tidak sampai membuat pasien menggigil. Pasien mengaku belum berobat ke
dokter dan belum mengkonsumsi obat penurun panas. Pasien mengaku nafsu
makannya menurun, badan terasa lemas, dan kepala terasa nyeri. Pasien juga
mengeluhkan mual, namun tidak sampai muntah.

Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah pegal di sekitar pergelangan kaki,
tangan dan punggung. Keluhan lain seperti mimisan dan gusi berdarah disangkal.
BAK dan BAB pasien dalam batas normal. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat
berpergian jauh selama beberapa minggu terakhir.

Pasien kemudian memeriksakan diri ke IGD RS UNS karena merasa


keluhannya tidak membaik. Saat di IGD, pasien mengaku dilakukan pemeriksaan dan
didapatkan adanya bintik kemerahan pada lengan sebelah kiri.

2
3. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat Keluhan serupa : disangkal
Riwayat Mondok : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit liver : disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat Penyakit Serupa : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Liver : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal

5. Riwayat kebiasaan :
Riwayat Nutrisi : Pasien makan 2-3 kali sehari dengan nasi, lauk
pauk, sayur serta buah.

Riwayat Merokok : Disangkal


Riwayat Minum Alkohol : Disangkal
Riwayat Olahraga : Jarang berolahraga

6. Riwayat gizi :
Pasien sehari-hari makan sebanyak 3 kali sehari. Porsi untuk sekali makan
± 10-12 sendok makan dengan nasi, lauk-pauk, sayur dan buah-buahan.

7. Riwayat sosial ekonomi


Pasien mengaku ada tetangga yang mengalami keluhan serupa. Pasien
berobat menggunakan fasilitas BPJS.

3
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis

GCS E4V5M6, kesan gizi baik.

2. Tanda vital

a. Tensi : 110/70 mmHg

b. Nadi : 80 kali/menit, irama reguler, isi nadi cukup, kelenturan


dinding arteri elastis, nadi kanan dan kiri sama, frekuensi nada dan frekuensi
jantung sama.

c. Frekuensi nafas : 20 kali/menit

d. Suhu : 36,80

e. SpO2 : 98%

3. Status gizi
a. Berat badan : 63 kg
b. Tinggi badan : 170 cm
c. IMT : 21,8 kg/m2
d. Kesan : normoweight

4. Kulit : Warna sawo matang, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),


kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-)
5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-),

luka (-)
6. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter

(3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-),

Strabismus (-/-), mata merah (-/-), sekret (-/-)


7. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)

4
8. Hidung : Tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau air berlebihan (-),

gatal (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),

deviasi septum nasi (-), krepitasi (-)


9. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-),

luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-), lidah kotor (-),

tonsil T1-T1, uvula di tengah


10. Leher : JVP 5+2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran

kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-),

distensi vena-vena leher (-)


11. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dinding dada

kanan = kiri, retraksi intercostal (-), pernafasan

abdominothorakal, sela iga melebar(-), pembesaran


kelenjar getah bening axilla (-/-)

12. Jantung
a. Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
b. Palpasi : Ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V linea
medioclavicularis sinistra 1 cm ke medial
c. Perkusi :
• Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
• Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dekstra
• Batas jantung kiri atas: 2 cm SIC II linea sternalis sinistra
• Batas jantung kiri bawah: SIC V linea medioclavicularis sinistra
• Kesimpulan: Batas jantung kiri kesan tidak melebar
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler,
murmur (-).
13. Pulmo
a. Depan
• Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar,
iga tidak mendatar

5
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela
iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)
• Palpasi
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
• Perkusi
- Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada
SIC V linea medioclavicularis dextra, pekak pada
batas absolut paru hepar
- Kiri : Sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC V linea
medioclavicularis sinistra.

• Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
basah halus (-), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan: wheezing
(-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-
), krepitasi (-)
b. Belakang
• Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar,
iga tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan=kiri, sela
iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)
• Palpasi
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
• Perkusi
- Kanan : Sonor
- Kiri : Sonor

6
• Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
basah halus (-), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan: wheezing
(-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-
), krepitasi (-).

14. Abdomen
• Inspeksi : Dinding abdomen sejajar dengan dinding thorak, venektasi
(-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-), papul (-)
• Auskultasi : Bising usus (+) 10 x/menit, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
• Perkusi : Timpani, pekak alih (-), undulasi (-), hepar tidak
membesar
• Palpasi : Supel, turgor menurun (-), nyeri tekan (-), distended (-),
nyeri lepas (-), defans muskuler (-), hepar dan lien tidak
teraba

15. Ekstremitas
Akral dingin _ _ Oedem _ _
_ _ _ _

Superior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral


dingin (-/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat
(-/-), spoon nail (-/-), clubing finger (-/-), flat
nail (-/-), nyeri tekan dan nyeri gerak (-/-),
deformitas (-/-)

7
III. Diagnosis Banding
a. Dengue Hemorrhagic Fever
b. Demam Tifoid
c. Chikungunya
d. Hepatitis akut

8
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah (23 Mei 2020) di IGD RS UNS

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal


HEMATOLOGI
Darah lengkap
Hemoglobin 15.1 g/dL 12.1-17.6
Leukosit 3.82 10^3/uL 4.5-11
Trombosit 132 10^3/uL 150-450
Eritrosit 5.11 10^6/uL 3.9-5.3
Hematokrit 43.0 % 34-40
MCV 84.1 fL 79.0-99.0
MCH 29.5 pg 27.0-31.0
MCHC 35.1 % 33.0-37.0
RDW-CV 11.4 % 11.5-14.5
PDW 11.1 fL 9-13.0
MPV 10.2 fL 7.2-11.1
Hitung Jenis
Limfosit 14.7 % 20-40
Monosit 19.1 % 0-7
Neutrofil 65.9 % 55-80
Eosinofil 0.0 % 0-4
Basofil 0.3 % 0-2
Neutrofil Lymphocyte Ratio 4.74 <3.13
Absolute Lymphocyte Count 530 /uL >1500
HFLC 0.8 %

B. Imunoserologi (26 Mei 2020) di RS UNS

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal


Anti Dengue IgG dan IgM Negatif
Dengue IgG Positif Negatif
Dengue IgM Positif Negatif

9
C. Laboratorium Darah (27 Mei 2020) di RS UNS

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal


HEMATOLOGI
Darah lengkap
Hemoglobin 16.7 g/dL 11.7-16.2
Leukosit 9.93 10^3/uL 4.5-11
Trombosit 34 10^3/uL 150-450
Eritrosit 5.71 10^6/uL 3.9-5.3
Hematokrit 48.4 % 34-40
MCV 84.8 fL 79.0-99.0
MCH 29.2 pg 27.0-31.0
MCHC 34.5 % 33.0-37.0
RDW-CV 11.6 % 11.5-14.5
PDW 15.6 fL 9-13.0
MPV 11.1 fL 7.2-11.1
Hitung Jenis
Limfosit 51.3 % 20-40
Monosit 8.7 % 0-7
Neutrofil 38.8 % 55-80
Eosinofil 0.1 % 0-4
Basofil 1.1 % 0-2
Neutrofil Lymphocyte Ratio 1.26 <3.13
Absolute Lymphocyte Count 3060 /uL >1500
HFLC 20.4 %

10
V. RESUME

1. Keluhan utama
Demam sejak 2 hari SMRS
2. Anamnesis
• Demam mendadak sejak 2 hari SMRS
• Nafsu makan menurun
• Badan terasa lemas
• Nyeri kepala
• Mual
• Terasa pegal di sekitar pergelangan kaki, tangan dan punggung
• Tetangga ada yang mengalami keluhan serupa
3. Pemeriksaan fisik:
• Keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis, GCS E4/V5/M6.
Kesan gizi baik. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, frekuensi

nafas 20 kali /menit, suhu 36,8oC.

• Ditemukan ptechie pada lengan sebelah kiri (saat di IGD)

4. Pemeriksaan penunjang:

a. Laboratorium darah (23 Mei 2020) :

• Peningkatan hematokrit dan monositosis relatif.


• Penurunan leukosit, trombosit dan limfosit.

b. Imunoserologi (26 Mei 2020) : IgM dan IgG dengue positif

c. Laboratorium darah (27 Mei 2020) :


• Peningkatan hematokrit, limfosit, monositosis relatif
• Penurunan trombosit dan neutrofil

VI. Diagnosis
DHF grade I

11
VII. Tatalaksana
1. Diet lunak
2. Infus Ringer Laktat 20 tpm
3. Injeksi Paracetamol 1 gr/8 jam (k/p)
4. Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam
5. Injeksi Fortison 100 mg/12 jam
6. NAC 3x1

VIII. Prognosis

1. Ad vitam : dubia ad bonam


2. Ad sanam : dubia ad bonam
3. Ad fungsionam : dubia ad bonam

IX. Usulan Pemeriksaan Laboratorium


1. Evaluasi darah lengkap

12
BAB II
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini, seorang pria datang dengan keluhan demam sejak 2 hari
SMRS. Demam dirasakan timbul mendadak dan masih terus dirasakan oleh pasien,
namun demam tersebut tidak membuat pasien menggigil. Pasien juga mengeluhkan
nafsu makannya menurun dan badan terasa lemas. Pasien juga mengeluhkan nyeri
kepala serta pegal di sekitar pergelangan tangan, kaki dan punggung. Pasien merasa
mual namun tidak sampai muntah. Pasien belum mengkonsumsi obat untuk
meredakan keluhannya. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien mengaku
bahwa tetangga ada yang mengalami keluhan serupa dengannya. Pasien kemudian
memeriksakan diri ke IGD RS UNS karena keluhannya tidak kunjung membaik.
Saat di IGD pada tanggal 23 Mei 2020, pasien dilakukan pemeriksaan uji tourniquet
dan didapatkan bintik kemerahan pada lengan kiri.
Demam adalah salah satu tanda medis tersering dan didapatkan pada >75%
kasus dewasa yang berobat ke dokter serta hanya merupakan gejala dari penyakit.
Demam (dalam Bahasa Latin adalah febris dan dalam Bahasa Yunani adalah
pyrexia) merupakan kondisi suhu tubuh diatas rentang normal akibat meningkatnya

set point suhu (>37,20C pada pagi hari atau >37,70C pada malam hari dengan

variasi 0,5-1,50C bila melalui pengukuran secara oral).


Kondisi demam terjadi akibat adanya peningkatan set point di hipotalamus.
Saat set point naik, maka tubuh akan memproduksi panas yang baru untuk
menyamai set point di hipotalamus, oleh sebab itu manifestasi yang timbul berupa
menggigil dan tidak berkeringat karena terjadi vasokonstriksi untuk mengurangi
pengeluaran panas agar dapat menyesuaikan dengan set point di hipotalamus.
Bila timbul demam pada pasien, maka harus dipikirkan penyebabnya yaitu
disebabkan oleh proses infeksi atau non-infeksi, serta dilihat pola demamnya.
Proses infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, maupun parasit.
Bila disebabkan oleh proses infeksi biasanya demam bersifat akut (1-7 hari). Proses
non-infeksi bisa disebabkan oleh proses keganasan, autoimun, tirotoksikosis, dll.
Bila disebabkan oleh proses non-infeksi biasanya demam bersifat kronis.

13
Selain itu, dari pola demam dapat dibedakan menjadi demam kontinyu yaitu

demam terjadi sepanjang hari walaupun telah diberi obat hanya turun <10C
misalnya pada demam tifoid, demam intermitten yaitu suhu naik pada periode
tertentu kemudian turun pada suhu normal lalu naik lagi misalnya pada malaria
tertiana, demam remitten yaitu demam terjadi sepanjang hari dan dapat mengalami

penurunan >10C misalnya pada endokarditis, demam relapsing yaitu demam yang
terjadi berulang-ulang misalnya pada demam Pel Ebstein, demam bifasik yaitu
menunjukkan satu penyakit dengan dua episode demam yang berbeda misalnya
pada dengue hemorrhagic fever.
Jika dilihat dari gejala-gejala pasien yaitu didapatkan demam akut disertai nyeri
kepala, terasa pegal di sekitar pergelangan tangan, kaki dan punggung, tetangga
pasien juga mengalami keluhan serupa serta dari pemeriksaan fisik di IGD
didapatkan ptechie di lengan kiri, maka dapat dicurigai diagnosis sementara adalah
observasi febris et causa proses infeksi. Pada pasien kemudian dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 23 Mei 2020 didapatkan adanya
peningkatan hematokrit serta monositosis relatif. Peningkatan hematokrit atau
hemokonsentrasi menunjukkan adanya peningkatan eritrosit atau penurunan
volume plasma darah. Monositosis relatif yaitu adanya peningkatan monosit namun
tidak disertai peningkatan leukosit yang menunjukkan adanya infeksi virus.
Selain itu juga didapatkan adanya penurunan leukosit, trombosit, limfosit,
Penurunan leukosit atau leukopenia dapat menunjukkan adanya infeksi virus.
Penurunan trombosit dapat disebabkan adaya supresi sumsum tulang atau
peningkatan destruksi trombosit di perifer.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium diatas, kecurigaan demam yang
dialami pasien adalah disebabkan oleh adanya infeksi virus. Apabila dilihat dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, infeksi virus tersebut dicurigai disebabkan oleh
virus dengue. Maka untuk memastikan kembali, dilakukan pemeriksaan antibodi
dengue yang dilakukan pada tanggal 26 Mei 2020 yaitu H+6 pasien mengalami
febris dan didapatkan hasil IgM dan IgG dengue positif. Pemeriksaan antibodi
dengue dilakukan pada hari ke-6 pasien mengalami febris karena antibodi terhadap
virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5 dan
meningkat pada minggu pertama sampai ketiga lalu menghilang setelah 60-90 hari.

14
Setelah itu, dilakukan pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 27 Mei
2020 didapatkan adanya peningkatan hematokrit, limfositosis relatif serta
monositosis relatif. Limfositosis relatif yaitu adanya peningkatan limfosit namun
tidak disertai peningkatan leukosit yang menunjukkan adanya infeksi virus. Selain
itu juga didapatkan adanya penurunan trombosit dan neutrofil.
Diagnosis banding dari kondisi yang dialami pasien adalah DBD dd demam
tifoid dd chikungunya dd hepatitis akut. Upaya untuk menyingkirkan diagnosis
banding tersebut hingga didapatkan diagnosis utama dapat dilihat dari anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
Berbeda dengan DBD, pada kasus demam tifoid, gejala yang ditemukan adalah
demam yang turun-naik terutama sore dan malam hari atau dapat bersifat kontinu
(terus-menerus), lidah yang beselaput (kotor di tengah dengan tepi merah),

bradikardia relatif (peningkatan suhu 10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi
8x/menit), serta predominan gejala gastrointestinal seperti mual-muntah, nyeri
abdomen. Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukopenia/leukositosis/normal,
pemeriksaan widal positif bila titer aglutinin (terutama aglutinin O) mengalami
kenaikan titer 4x lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari atau
pemeriksaan IgM dan IgG Salmonella didapatkan hasil positif.
Pada chikungunya, gejala yang ditimbulkan sebagian besar mirip dengan DBD,
namun perbedaannya ialah pada chikungunya nyeri sendi (artralgia) lebih berat
dibandingkan DBD dan dapat persisten selama beberapa bulan sampai tahun
walaupun pasien telah sembuh sempurna, jarang ditemukan kondisi perdarahan
abnormal dan pasien tidak akan jatuh ke dalam kondisi syok. Pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan peningkatan hematokrit, penurunan trombosit lebih
ringan, serta pemeriksaan IgM dan IgG Chikungunya didapatkan hasil positif.
Hepatitis akut disebabkan oleh virus hepatitis A yang memiliki gejala ikterik
(khas), mual-muntah, nyeri abdomen kanan atas, urin berwarna coklat gelap seperti
teh dan kadang disertai BAB dempul. Pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan SGOT, SGPT, bilirubin indirek, bilirubin direk, bilirubin total serta
pemeriksaan IgM anti HAV didapatkan hasil positif.
Sehingga berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, diagnosis pada pasien ini lebih mengarah pada DBD.

15
Faktor risiko terkena demam berdarah dengue adalah sanitasi lingkungan yang
kurang baik, adanya jentik nyamuk Aedes aegypti di genangan air tempat tinggal
pasien sehari-hari atau adanya penderita demam berdarah dengue di sekitar pasien.
Pada pasien ini, didapatkan bahwa tetangganya juga mengalami keluhan serupa
Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropis dan
subtropis bahkan cenderung terus meningkat. Penularan virus dengue terjadi
melalui gigitan nyamuk yang termasuk subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes
aegypti dan Ae. albopictus sebagai vektor. Penyakit demam berdarah dengue masih
menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Tingkat insiden
penyakit DBD Indonesia merupakan yang tertinggi diantara negara-negara Asia
Tenggara.
Dasar penatalaksanaan penderita DBD adalah penggantian cairan yang hilang
sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peningkatan
permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Terapi dibagi menjadi
dua yaitu non-medikamentosa dan medikamentosa. Terapi non-medikamentosa
meliputi istirahat, minum 1,5 – 2 liter/hari serta diet lunak. Terkadang pemasukan
nutrisi dan cairan kurang akibat mual dan muntah, sehingga perlu ditunjang oleh
nutrisi parenteral.
Pengobatan simtomastis yang biasa diperlukan:
- Pemberian antipiretik jika pasien masih mengalami demam
- Pemberian antiemetik jika pasien mengalami muntah
- Pemberian cairan melalui infus jika terdapat tanda-tanda dehidrasi

Untuk evaluasi terapi, dapat dilakukan evaluasi laboratorium pemeriksaan


darah lengkap untuk mengetahui kondisi pasien sebelum pasien diperbolehkan
pulang.

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEMAM BERDARAH DENGUE

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak


ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia
Tenggara, Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah
manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae
dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4
yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya
nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia.1

B. EPIDEMIOLOGI
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama
di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil serta
bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. 1 Asia Tenggara
menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.
Peningkatan proporsi kasus DBD dengan tingkat keparahannya terjadi terutama
di Thailand, Indonesia, dan Myanmar. 2

Setiap 10 tahun, rata-rata jumlah kasus Demam Dengue/Demam Berdarah


Dengue per tahun dilaporkan ke WHO dan kasusnya terus bertambah secara
eksponensial. Dari tahun 2000 hingga 2008, jumlah rata-rata kasus tahunan adalah
1 656.870, atau hampir tiga setengah kali lipat dari angka tahun 1990–1999, yaitu
479.848 kasus.4

Sepanjang tahun 2013, Kementerian Kesehatan Indonesia mencatat


terdapat 103.649 penderita dengan angka kematian mencapai 754 orang.
Keterlibatan dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama sangat
dibutuhkan untuk menekan tingkat kejadian maupun mortalitas DBD.

17
C. ETIOPATOGENESIS

Demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti yang


menjadi vektor utama serta Ae. albopictus yang menjadi vektor pendamping.
Nyamuk tersebut mendapat virus dengue sewaktu mengisap darah orang yang
sakit. Kedua spesies nyamuk tersebut ditemukan di seluruh wilayah Indonesia,
hidup optimal pada ketinggian di atas 1000 di atas permukaan laut, namun dari
beberapa laporan dapat ditemukan pada daerah dengan ketinggian sampai dengan
1.500 meter. 1,5
Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ
sasaran yaitu sel kupffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum
tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan
makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan
masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk
komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur
dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas
protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap
serotipe virus lainnya. 5
Respon imun yang berperan dalam patogenesis DBD adalah : 5
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut
dengan antibodi dependent enchancement (ADE) ;
b. Limfosit T yaitu T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL6, dan IL-10;
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus
dan sekresi sitokin oleh makrofag;
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan
C5a

18
D. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase
kritis dan fase pemulihan : 6,7

Gambar 1. Tiga fase yang terjadi pada demam berdarah dengue

1. Fase febris = demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai wajah kemerahan,


eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada
beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi konjungtiva, anoreksia, mual
dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie,
perdarahan mukosa (hidung maupun gusi), walaupun jarang dapat pula terjadi
perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal. Pada fase ini dapat
terjadi pembesaran hepar. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dapat
ditemukan penurunan jumlah leukosit.
2. Fase kritis = terjadi pada hari ke-3 sampai 7 yang ditandai dengan penurunan suhu
tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma
yang biasanya berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering
didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit.
Peningkatan hematokrit diatas baseline juga dapat terjadi dan menjadi salah satu
tanda tingkat kebocoran plasma. Pada fase ini dapat terjadi syok.

19
3. Fase pemulihan = bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik
stabil dan diuresis membaik. Pemeriksaan laboratorium hematokrit mulai
kembali normal, jumlah leukosit dan trombosit mulai meningkat.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis demam berdarah dengue dapat dilihat dari kriteria klinis dan
kriteria laboratoris. Dua kriteria klinis ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan nilai hematokrit cukup untuk menegakkan
diagnosa DBD : 3,7,8
1. Kriteria klinis
➢ Demam : demam tinggi, onset akut dan berlangsung terus menerus, lamanya
demam kebanyakan dua hingga tujuh hari.
➢ Terdapat satu dari manifestasi perdarahan berikut : uji torniquet positif (paling
sering), petekie, purpura (pada area pengambilan sampel darah vena),
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau melena.
➢ Sakit kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital.
➢ Adanya kasus demam berdarah dengue baik di lingkungan sekolah, rumah atau
di sekitar rumah.
➢ Hepatomegali dapat dijumpai pada 90-98% anak-anak.
➢ Syok, dengan manifestasi takikardia, perfusi jaringan yang buruk dengan pols
yang lemah serta tekanan nadi yang sempit ( < 20 mmHg ) atau hipotensi yang
disertai dengan akral dingin dan lembab dan atau gelisah.
2. Kriteria Laboratorium
➢ Trombositopenia ( < 100.000 / mm3 )
➢ Hemokonsentrasi yaitu hematokrit meningkat > 20% dari baseline pasien
tersebut atau populasi dengan usia sama.

Demam berdarah dengue dapat dibedakan menjadi empat derajat. Munculnya


trombositopenia bersamaan dengan hemokonsentrasi merupakan petanda yang
membedakan DBD derajat I dan II dengan demam dengue.

20
Gambar 2. Derajat infeksi dengue berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris.

Manifestasi perdarahan yang muncul, misalnya uji torniquet positif serta leukopenia
(< 5000 sel/mm3 ) dapat diduga suatu kasus dengue. Pemeriksaan standar trombosit dan
hematokrit sangat penting untuk mendiagnosa infeksi dengue. Oleh karena itu,
pemeriksaan hematologi harus dilakukan secara ketat pada infeksi dengue.
Trombositopenia ( < 100.000 sel/mm3 ) dapat terlihat sesekali pada demam dengue,
namun pada DBD hal ini hampir selalu terjadi di hari ketiga hingga kedelapan sejak onset,
seringnya terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan pada hematokrit.
Hemokonsentrasi dengan kenaikan hematokrit > 20% merupakan dasar untuk
mempertimbangkan diagnosa definitf adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah
dan kebocoran plasma. 8
Respon antibodi terhadap infeksi terdiri dari kemunculan berbagai jenis
imunoglobulin. IgM dan IgG merupakan imunoglobulin yang memiliki nilai diagnostik
pada dengue. Antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari 3-5 setelah mulai sakit, naik cepat
sekitar dua minggu dan selanjutnya menurun hingga tingkat yang tidak terdeteksi setelah
2-3 bulan. Antibodi IgG dapat dijumpai pada kadar yang rendah hingga akhir minggu
pertama, kemudian meningkat secara tetap bertahap dan dapat bertahan untuk jangka yang
panjang (selama bertahun-tahun). Karena munculnya antibodi IgM ini cukup lambat, yaitu
setelah lima hari sejak timbulnya demam, uji serologis ini biasanya memberikan hasil
negatif selama lima hari pertama sejak pasien mulai sakit. 8

21
Pada infeksi dengue sekunder (ketika host sebelumnya telah terinfeksi virus DBD),
titer antibodi meningkat pesat. Antibodi IgG dapat terdeteksi dengan kadar yang tinggi,
bahkan di fase awal, dan bertahan beberapa bulan sampai seumur hidup. Tingkat antibodi
IgM secara signifikan lebih rendah dalam kasus-kasus infeksi sekunder. Oleh karena itu,
rasio IgM / IgG biasanya digunakan untuk membedakan antara infeksi dengue primer dan
sekunder. 8

Gambar 3. Respon IgM dan IgG terhadap infeksi primer dan sekunder virus dengue

Viremia akibat dengue biasanya berlangsung singkat sekitar 2-3 hari sebelum
timbulnya demam kemudian masa penyakit berlangsung selama empat sampai tujuh hari.
Selama periode ini, antigen virus dapat dideteksi. Adapun pemeriksaan untuk mendeteksi
antigen virus yaitu NS-1 merupakan glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus
dan penting untuk replikasi virus. Antigen NS-1 muncul di hari pertama gejala penyakit
selama 5-6 hari. Oleh karena itu, tes NS-1 bisa dijadikan sarana untuk diagnostik yang
lebih cepat.7,8

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan demam berdarah dengue dibagi menjadi dua yaitu non-


medikamentosa dan medikamentosa. 9
1. Non-medikamentosa :
➢ Istirahat, makan makanan lunak, tingkatkan asupan cairan oral.

22
➢ Pantau tanda-tanda syok, terutama pada transisi fase febris (hari 4-6) yaitu
memantau tanda klinis meliputi tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah serta
memantau hasil laboratorium berupa hemoglobin, hematokrit, trombosit dan
leukosit.
2. Medikamentosa :
➢ Simtomatis yaitu pemberian antipiretik bila demam.
➢ Pemberian cairan intravena Ringer Laktat selama 4-6 jam/fl. Evaluasi jumlah
cairan, kondisi klinis, perbaikan/perburukan hemokonsentrasi. Koloid/plasma
ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan. Pemberian transfusi
trombosit dan komponen darah sesuai indikasi serta pertimbangan heparinisasi
pada DBD stadium III dan IV dengan koagulasi intravaskular diseminata
(KID).

G. PENCEGAHAN
Pencegahan demam berdarah dengue dapat dilakukan dengan metode
“3M” yaitu :

1. Menguras = Menguras wadah air, seperti bak mandi , tempayan, ember,


vas bunga, tempat minum burung dan penampung air kulkas untuk
menghindari perkembangan telur dan jentik nyamuk Aedes aegypti.

2. Menutup = Menutup rapat semua wadah air agar nyamuk Aedes aegypti
tidak dapat masuk dan bertelur.

3. Mengubur = Mengubur atau memusnahkan semua barang bekas yang dapat


menampung air hujan agar tidak menjadi sarang dan tempat bertelur
nyamuk Aedes aegypt.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Candra A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor


Risiko Penularan. Aspirator: 2010 Vol.2 No.2, hal. 110-119.

2. Aini ZM, Arimaswati, M Farchan RWR: Hubungan Rerata Hasil Pemeriksaan


Laboratorium terhadap Derajat Klinis Infeksi Virus Dengue pada Pasien Anak
di Rumah Sakit Santa Anna Tahun 2016. Prosiding Seminar Nasional: 2019Hal.
517-522.

3. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Primer Edisi 1. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia; 2017.

4. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for Prevention and


Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. India: World Health
Organization; 2011.

5. Hanim D. Program Pengendalian Penyakit Menular: Demam Berdarah Dengue.


Surakarta: Tim Field Lab FK UNS; 2013.

6. World Health Organization. Handbook for Clinical Management of Dengue.


Switzerland: World Health Organization; 2012.

7. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI. Demam


Berdarah Dengue. Jakarta: Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian
Kesehatan RI; 2010.

8. Ginting F, Josia G, Tambar K, Armon R, Endang S, Restuti S, Gubtur MJG.


Pedoman Diagnostik dan Tatalaksana Infeksi Dengue dan Demam Berdarah
Dengue Menurut Pedoman WHO 2011. Medan: 2017.

9. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan Praktik


Klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2019.

24
25

Anda mungkin juga menyukai