Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 2 TAHUN 1 BULAN DENGAN DIARE AKUT


DENGAN DEHIDRASI RINGAN SEDANG EC EIEC DD AMOEBIASIS, ANEMIA
MIKROSITIK HIPOKROMIK EC DEFISIENSI BESI DD INFEKSI KRONIS

Oleh :
Ghina Harisa Amalia G991902024

Pembimbing Residen

dr. M.I. Diah Pramudianti, M.Sc, Sp.PK-K dr. Yohana Fillamina


Setiawan

BAGIAN PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS
RUMAT SAKIT UMUM DAERAH DR MOEWARDI
SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Patologi Klinik dengan judul :

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 2 TAHUN 1 BULAN DENGAN DIARE AKUT


DENGAN DEHIDRASI RINGAN SEDANG EC EIEC DD AMOEBIASIS, ANEMIA
MIKROSITIK HIPOKROMIK EC DEFISIENSI BESI DD INFEKSI KRONIS

Disusun Oleh :
Ghina Harisa Amalia G991902024

Telah dipresentasikan pada Hari,


tanggal: 31 Desember 2020

Pembimbing

dr. M.I. Diah Pramudianti, M.Sc, Sp.PK-K

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas penderita
1. Nama Pasien : An. MF
2. Usia : 2 Tahun 1 bulan
3. Jenis Kelamin : laki-laki
4. Alamat : Wonogiri
5. Tanggal Masuk : 20 November 2020
6. BB : 12,9 kg
7. TB : 89 cm
8. No RM : 028xxx

B. Data Dasar
1. Keluhan utama
Mual muntah
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RS UNS diantar oleh orang tuanya dengan keluhan muntah
sejak 12 jam SMRS. Muntah didahului mual dirasakan sebanyak 5x, berisi
makanan, darah (-), dengan volume sekitar ½ gelas belimbing. Keluhan disertai
demam mendadak tinggi dan belum diberi obat. Keluhan lain seperti batuk, pilek,
kejang disangkal. Riwayat berpergian (-). Pasien masih mau makan dan minum.
Saat tiba di bangsal pasien mengalami BAB cair sebanyak 3x, warna kecokelatan,
lembek, ampas (+), lendir (+), darah (-) dengan volume tiap BAB ¼- ½ gelas
belimbing

2
3. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat Mondok : (+) 2x dengan pneumonia

Riwayat Alergi makanan dan obat : disangkal

4. Riwayat penyakit keluarga


Riwayat sakit serupa : Disangkal
Riwayat alergi makanan dan obat : Disangkal

5. Riwayat Kehamilan
Selama kehamilan, ibu pasien tidak pernah sakit dan juga kontrol rutin kehamilan
sampai trimester ketiga. Kesan kehamilan normal

6. Riwayat Persalinan
Pasien dilahirkan melalui persalinan spontan, cukup bulan, BBL 3000 gram, kesan
persalinan normal.

7. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berobat dengan jaminan BPJS kelas III. Ayah pasien bekerja sebagai
pegawai swasta, ibu sebagai pedagang pasar. Kesan : sosial ekonomi pasien cukup

8. Riwayat Imunisasi
0 bulan : Hepatitis B-0
1 bulan : BCG, Polio 1
2 bulan : DPT-HB-HiB-1, Polio 2
4 bulan : DPT-HB-HiB-2, Polio 3
6 bulan : DPT-HB-HiB-3, Polio 4
9 bulan : Campak
Kesan imunisasi lengkap, berdasarkan jadwal Kemenkes 2017
9. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan : BB = 12.9 kg, PB = 89 cm, BMI = 16,2
Perkembangan : Sesuai dengan usia
Kesan pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

3
10. Riwayat Nutrisi
Pasien makan besar sebanyak 3 kali sehari, pasien makan nasi dengan lauk pauk
(tahu, tempe, telur) dan buah. Pasien jarang mengkonsumsi sayur. Saat sakit
pasien mengeluhkan penurunan nafsu makan, makan 1-2x sehari. Kesan kualitas
kurang, kuantitas baik.
11. Pohon Keluarga

4
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis
GCS E4V5M6, kesan gizi baik
2. Tanda vital
a. Saturasi : 95 %
b. Nadi : 160 kali /menit irama reguler, isi nadi cukup, kelenturan
dinding arteri elastis, nadi kanan dan kiri sama, frekuensi
nadi dan frekuensi jantung sama
c. Frekuensi nafas : 26 kali /menit

d. Suhu : 39.20 C perkasiler

5
3. Status gizi
a. Berat badan : 50 kg
b. Tinggi badan : 160 cm
c. Kesan : normoweight
4. Kulit : Warna normal, hiperpigmentasi (-),kering (-), teleangiektasis (-),
petechie (-)

5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-),

luka (-)
6. Mata : Mata cekung (+/+), konjungtiva anemis (+/+-), air mata (↓/ ↓)
sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-
),Strabismus (-/-), mata merah (-/-), sekret (-/-)
7. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
8. Hidung : Tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau air berlebihan (-),

gatal (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),

deviasi septum nasi (-), krepitasi (-)


9. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-),

luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-), lidah kotor (-),

tonsil T1-T1, uvula di tengah


10. Leher : JVP 5+2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran

kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-),

distensi vena-vena leher (-)


11. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada

kanan = kiri, retraksi intercostal (-), pernafasan

abdominothorakal, sela iga melebar(-), pembesaran

kelenjar getah bening axilla (-/-)

6
12. Jantung
a. Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
b. Palpasi : Ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V linea
medioclavicularis sinistra 1 cm ke medial
c. Perkusi :
 Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
 Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dekstra
 Batas jantung kiri atas: 2 cm SIC II linea sternalis sinistra
 Batas jantung kiri bawah: SIC V linea medioclavicularis sinistra
 Kesimpulan: Batas jantung kiri kesan tidak melebar
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler, gallop
(-), murmur (-).
13. Pulmo
a. Depan
 Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar,
iga tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela
iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)
 Palpasi
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
 Perkusi
- Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada
SIC V linea medioclavicularis dextra, pekak
pada batas absolut paru hepar
- Kiri : Sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC V
linea medioclavicularis sinistra

7
 Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
basah halus (-), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
basah halus (-), krepitasi (-)
b. Belakang
 Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar,
iga tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan=kiri, sela
iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)
 Palpasi
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
 Perkusi
- Kanan : Sonor
- Kiri : Sonor
- Peranjakan diafragma 5 cm
 Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
basah halus (-), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
basah halus (-), krepitasi (-)

8
14. Abdomen
 Inspeksi : Dinding perut lebih tinggi dari dinding thorak, venektasi
 Auskultasi : Bising usus (+) meningkat 16 x/menit
 Perkusi : Timpani, pekak alih (-), undulasi (-)
 Palpasi : Supel, turgor menurun (+), nyeri tekan (-)

15. Ekstremitas
Akral dingin _ _ Oedem _ _
_ _ _ _

Superior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral


dingin (-/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat
(-/-), spoon nail (-/-), clubing finger (-/-), flat
nail (-/-), nyeri tekan dan nyeri gerak (-/-),
deformitas (-/-),

III. Diagnosis Banding


a. Diare akut dehidrasi ringan sedang ec EIEC dd Amoebiasis
b. Anemia mikrositik hipokromik ec defisiensi besi dd infeksi kronis

9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah (20 November 2020 jam 21.35 WIB) di RS UNS
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hb 10,9 (L) g/dl 11.5-13.5
Hct 32.1 % 31-41
AL 10.35 Rb/ul 5.0-19.5
AT 213 Rb/ul 150-450
AE 4.12 Rb/ul 3.60-5.20
MCV 75.5 (L) /um 80.0-96.0
MCH 25.6 (L) Pg 28.0-33.0
MCHC 34 g/dl 33.0-36.0
RDW 15 (H) % 11.6-14.6
MPV 8.7 Fl 7.2-11.1
PDW 8.2 (L) % 25-65
Netrofil 75.3 (H) % 18.00-74.00
Eosinofil 0 % 0.00-4.00

Limfosit 17.4 (L) % 60.00-66.00


Monosit 7.1 (H) % 0.00-6.00

NLR 4.39 (H)

ALC 1760 /uL >1500

HFLV 0.4 % 0-14

Anti SAR-COV19 (IgG) Non Reaktif

Anti SAR-COV19 (IgM) Non Reaktif

10
B. Laboratorium Urin Lengkap (21 November 2020) di RS UNS
Pemeriksaan Hasil Rujukan

Makroskopis

Warna Kuning muda Jernih


Konsistensi Cair Cair

pH 7.0 4.8-7.8
Berat Jenis 1036 1005-10000

Glukosa Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Keton Urin Negatif Negatif

Urobilinogen Negatif Negatif

Darah Negatif Negatif

Leukosit Negatif Negatif

Mikroskopis

Epitel Squamos Negatif Negatif/Sedikit

Epitel Transisional Negatif Negatif

Epitel Bulat Negatif Negatif

Eritrosit 0-1 0-1

Lekosit Negatif 0-12

Silinder Hyalin Negatif 0-3

Silinder Granuler Negatif Negatif

Silinder Leukosit Negatif Negatif

Silimder Eritrosit Negatif Negatif

Kristal Negatif Negatif

Bakteri Negatif Negatif

11
C. Pemeriksaan Feses Lengkap (21 November 2020) di RS UNS
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Makroskopis
Warna Coklat Kuning Kecoklatan
Konsistensi Lembek Lunak
Darah Negatif Negatif
Lendir Positif Negatif
Lemak Negatif Negatif
Pus Negatif Negatif
Makanan tidak tercerna Positif Negatif/sedikit
Parasit Negatif Negatif
Mikroskopis
Epitel 0-1 Negatif/Sedikit
Leukosit 3-5 Negatif/Sedikit
Eritrosit 0-1 Negatif
Makanan tidak tercerna Positif Negatif/sedikit
Kista Negatif 0-12
Telur Cacing Negatif 0-3
Bakteri Positif Negatif

12
IV. RESUME
1. Keluhan utama
Mual muntah sejak 12 jam SMRS
2. Anamnesis
 Demam tiba-tiba tinggi
 Muntah ±5x berisi makanan, darah (-), dengan volume sekitar ½ gelas belimbing
 BAB konsistensi lembek, lendir (+), ampas (+), darah (-), volume ¼ - ½ gelas
belimbing, berwarna coklat, 3x
3. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis, GCS E4/V5/M6. Kesan gizi baik. T =
39.2oC periaksiler Mata: konjungtiva anemis (+/+), mata cekung (+/+), air mata(↓/
↓), Turgor kulit menurun

4. Pemeriksaan penunjang:

a. Laboratorium darah (20 November 2020):


 Anemia mikrositik hipokromik
 Netrofilia relatif, limfositopenia, monositosis, peningkatan NLR
b. Feses lengkap (21 November 2020): terdapat lendir, leukosit sedikit, eritrosit
sedikit

V. Diagnosis
 Diare akut dehidrasi ringan-sedang ec EIEC
 Anemia mikrositik hipokromik ec defisiensi besi

13
VI. Tatalaksana

IGD:
• Rawat bangsal RS
• IVFD asering loading 300 cc
• Injeksi PCT 150 mg
• Injeksi Ondansentron 2 mg/12 jam
• Infus KAEN 3B 60 cc/jam
• Lacto B 2x1
• Zinc 20mg/24 jam
Bangsal :
• Diet nasi lauk 1000 kkal/hari
• IVFD KAEN 3B 60 ml/jam 48 ml/jam
• Inj. Ceftriaxone 350 mg/12 jam
• Inj. Metronidazole 250 mg/12 jam
• Inj. Ondansentron 2 mg (k/p)
• Inj. Paracetamol 150 mg (k/p)
• Zinc drop 2x1 ml
• Lacto B 2x1

VII. Prognosis
1. Ad vitam : dubia
2. Ad sanam : dubia
3. Ad fungsionam : dubia

VIII. Usulan Pemeriksaan Laboratorium


Evaluasi darah rutin, cek elektrolit, GDT, Tes panel besi

14
IX. Follow Up
21 November 2020
S O A P
Ibu pasien Tensi : 110/59 mmHg Feses 1. Diare akut ec. • Diet nasi lauk 1000
mengatakan Respirasi : 25 Makros EIEC dd kkal/hari
demam sudah kali/menit Warna : coklat Amoebiosis • IVFD KAEN 3B 48 ml/jam
turun, namun Nadi : 145 kali/menit Lendir : (+) 2. Dehidrasi sedang • Inj. Ceftriaxon 350 mg/12
pagi ini anak Suhu : 37.2° C Makanan 3. Anemia mikrositik jam
mengalami Kepala: Mesocephal tidak tercerna hipokromik ec • Inj. Metronidazole 250 mg/8
diare 5x cair Mata: konjungtiva anemis (+) defisiensi Fe dd jam
ampas dan (+/+), mata cekung (+/+), Mikros infeksi kronis • Inj. Ondansentron 2 mg
lendir (+), air mata (↓/ ↓) Epitel : 0-1 (k/p)
perut Hidung: Napas cuping Leukosit : 3-5 • Inj. Paracetamol 150 mg
kembung (+) hidung (-), sekret (-) Eritrosit : 0-1 (k/p)
Mulut: Mukosa basah (+), Makanan • Inj. Antrain 150 mg (k/p)
bibir sianosis (-), faring tidak tercerna • Zinc drop 2x1 ml
hiperemis (-) : (+) • Lacto B 2x1
Leher: pembesaran KGB Kista : (-) Plan
(-) Telur cacing : Monitoring KUVS
Toraks: simetris, retraksi (-)
(-/-) Bakteri : (+)
Abdomen: supel, nyeri Urine : dalam
tekan (-/-), turgor kembali batas normal
cepat, BU (+), meningkat
Ekstremitas: Akral hangat
(+)
ADP teraba kuat, CRT <
2 detik

22 November 2020
S O A P
Ibu pasien Tensi : 115/66 mmHg 1. Diare akut ec. EIEC • Diet nasi lauk 1000
mengatakan Respirasi : 22 kali/menit dd Amoebiosis kkal/hari
demam Nadi : 110 kali/menit 2. Dehidrasi sedang • IVFD KAEN 3B 48
disangkal, BAB Suhu : 37.0° C (perbaikan) ml/jam
cair 1x ampas Kepala: Mesocephal 3. Anemia mikrositik • Inj. Ceftriaxon 350
lendir(+) darah Mata: konjungtiva anemis (+/+), mata hipokromik ec mg/12 jam
(-), mual dan cekung (-/-), air mata (+/+) defisiensi Fe dd • Inj. Metronidazole 250
muntah Hidung: Napas cuping hidung (-), sekret infeksi kronis mg/8 jam
disangkal,perut (-) • Inj. Ondansentron 2 mg
kembung (-), Mulut: Mukosa basah (+), bibir sianosis (k/p)
BAK tidak ada (-), faring hiperemis (-) • Inj. Paracetamol 150 mg
keluhan Leher: pembesaran KGB (-) (k/p)
Toraks: simetris, retraksi (-/-) • Inj. Antrain 150 mg (k/p)
Abdomen: supel, nyeri tekan (-/-), • Zinc drop 2x1 ml
turgor kembali cepat, BU (+), • Lacto B 2x1
meningkat Plan
Ekstremitas: Akral hangat (+) Monitoring KUVS
ADP teraba kuat, CRT < 2 detik

15
23 November 2020
S O A P
Ibu pasien Tensi : 117/62 mmHg 1. Diare akut ec. • Diet nasi lauk
mengatakan Respirasi : 24 kali/menit EIEC dd 1000 kkal/hari
demam (-), diare Nadi : 113 kali/menit Amoebiosis • IVFD KAEN 3B
(-) , mual dan Suhu : 36.2° C 2. Dehidrasi sedang 48 ml/jam
muntah (-), Kepala: Mesocephal (terhidrasi) • Inj. Ceftriaxon
perut kembung Mata: konjungtiva anemis (-/-), mata 3. Anemia 350 mg/12 jam
(-), BAK tidak cekung (-/-), air mata (+/+) mikrositik • Inj. Metronidazole
ada keluhan Hidung: Napas cuping hidung (-), hipokromik ec 250 mg/8 jam
sekret (-) defisiensi Fe dd • Inj. Ondansentron
Mulut: Mukosa basah (+), bibir infeksi kronis 2 mg (k/p)
sianosis (-), faring hiperemis (-) • Inj. Paracetamol
Leher: pembesaran KGB (-) 150 mg (k/p)
Toraks: simetris, retraksi (-/-) • Inj. Antrain 150
Abdomen: supel, nyeri tekan (-/-), mg (k/p)
turgor kembali cepat, BU (+), normal • Zinc drop 2x1 ml
Ekstremitas: Akral hangat (+) • Lacto B 2x1
ADP teraba kuat, CRT < 2 detik Plan
BLPL
- Metronidazole syr
- Zinc drop 2x1 ml
- Lacto B 2x1

16
BAB II
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini, seorang anak usia 2 tahun 1 bulan datang diantar oleh orang tuanya
dengan keluhan muntah sejak 12 jam SMRS. Muntah didahului mual dirasakan sebanyak
5x, berisi makanan, tidak terdapat adanya darah , dengan volume sekitar ½ gelas
belimbing. Keluhan disertai demam mendadak tinggi dan belum diberi obat oleh
orangtuanya. Keluhan lain seperti batuk, pilek, kejang disangkal. Riwayat berpergian (-).
Pasien masih mau makan dan minum. Namun saat tiba di bangsal pasien mengalami BAB
cair sebanyak 5x, warna kecokelatan, lembek, ampas (+), lendir (+), darah (-) dengan
volume tiap BAB ¼- ½ gelas belimbing. Dari pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan
HR 160 x/menit, dan suhu tubuh sebesar 39,2 oC, konjungtiva anemis, kedua mata cekung,
produksi air mata (↓/ ↓), turgor kulit pasien melambat serta terdapat adanya peningkatan
bising usus.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, pasien mengalami diare
akut dengan dehidrasi ringan sedang. Pasien mengalami BAB cair sebanyak 5 kali dalam 1
hari dengan terdapat ampas dan lendir. Hal ini sesuai dengan definisi diare akut menurut
Kemenkes 2011 yaitu buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat
berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu
hari. Pasien juga masih merasakan haus dan dari hasil pemeriksaan didapatkan kedua mata
cekung, produksi air mata menurun, dan turgor kulit pasien melambat. Hal ini
mengindikasi pasien mengalami dehidrasi ringan sedang dengan kategorinya berupa 2
tanda utama yaitu rasa haus dan turgor kulit menurun serta terdapat tanda tambahan berupa
produksi air mata yang menurun. Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium (darah
rutin dan anti SARS-COVID 19), urinalisis dan feses rutin untuk menegakkan diagnosis.
Dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan pasien mengalami Anemia mikrositik
hipokromik. Diagnosis banding untuk anemia mikrositik hipokromik adalah anemia
defisiensi besi, anemia penyakit kronis, anemia sideroblastik, dan thalassemia. Pada pasien
ini kemungkinan mengalami anemia mikrositik hipokromik ec anemia defisiensi besi dd
infeksi kronis. Jika ditinjau dari anamnesis pasien memiliki riwayat nutrisi dengan kualitas
yang kurang serta dari hasil pemeriksaan fisik terdapat adanya konjungtiva anemis namun
tidak didapatkan kelainan lainya seperti ikterik ataupun organomegali. Selain itu pasien
juga memiliki riwayat mondok 2 kali dengan pneumonia. Hasil lab pasien juga ditemukan
adanya neutrofilia relative, limfositopenia, dan monositosis yang dapat diindikasikan
17
infeksi bakteri akut. Terdapat adanya peningkatan dari NLR (Neutrofil Lymphocyte Ratio)
yang merupakan suatu penanda kondisi inflamasi.
Dari hasil pemeriksaan feses rutin didapatkan makroskopis berwarna cokelat
dengan lendir (+) dan hasil mikroskopis yaitu leukosit 3-5 dan eritrosit 0-1. Dari hasil
tersebut feses pasien didapatkan adanya darah yang hanya terlihat secara mikroskopis
beserta adanya lendir. Jika ditinjau dari hasil anamnesis dan pemeriksaan pasien
mengalami muntah sebanyak 5x disertai demam yang mendadak tinggi dengan suhu 39,2
o
C, diare cair sebanyak 5x dan perut pasien sering kembung. Pasien mengalami demam
yang cukup tinggi yang biasanya ini terjadi akibat dari infeksi bakteri. Pasien juga
mengalami tenesmus yang ditandai dengan perut kembung. Namun dari hasil mikroskopis
feses pasien hanya didapatkan leukosit dengan jumlah yang sedikit. Pada infeksi parasite
didapatkan leukosit yang berjumlah lebih sedikit dibanding dengan infeksi bakteri dengan
peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi. Sehingga dari penjelasan tersebut bisa
kita arahkan pasien dengan infeksi bakteri berupa EIEC dengan diagnosis bandingnya yaitu
Amoebiasis.
Untuk penatalaksanaan diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang pada anak dapat
diterapkan 5 Lintas diare yang terdiri dari : 1. Rehidrasi sesuai tingkat dehidrasi pasien.
Pada kasus ini pasien mengalami dehidrasi ringan-sedang sehingga dilakukan rehidrasi
dengan oralit 75 cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan pemberian kehilangan cairan
yang sedang berlangsung sesuai umur seperti di atas setiap kali buang air besar. Bila susah
untuk minum, diberikan secara parenteral: BB < 10 kg = 200 cc/kgBB/24jam, BB 10 – 15
kg = 175 cc/kgBB/24jam, BB > 15 kg = 135 cc/kgBB/24jam; 2. Zinc yang dapat diberikan
10-14 hari dengan dosis 10 mg untuk usia <6 bulan dan 20 mg untuk usia >6 bulan; 3.
pemberian nutrisi; 4 Antibiotik sesuai indikasi; 5. Edukasi kepada orang tua agar kembali
ke dokter jika anak masish mengalami demam, diare belum membaik dalam 3 hari, dan
sangat haus.

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare
1. Pengertian
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air
saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari
(Depkes RI 2011). Diare adalah buang air besar pada balita lebih dari 3 kali sehari disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu (Juffrie dan Soenarto, 2012).

2. Klasifikasi
Menurut Simadibrata (2009), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
Berdasarkan lama atau durasi waktu diare, penyakit diare dapat dibedakan menjadi
(1) Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh
sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang
spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009). (2) Diare kronik adalah diare
yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
Berdasarkan mekanisme patofisiologik yang mendasari terjadinya diare, diare
dapat diklasifikasikan menjadi diare oleh karena :
Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik, diare tipe ini
desebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus serta
menurunnya absorbsi.
Sekresi cairan dan elektrolit meninggi atau diare osmotik, diare tipe ini disebabkan
oleh meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan
obat-obat atau zat kimia yang hiperosmotik, malabsorbsi umum, dan defek dalam
absorbsi mukosa 3 usus, misal pada defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa
atau galaktosa.

19
Motilitas dan waktu transport usus abnormal, diare tipe ini disebabkan adanya
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi yang
abnormal. Penyebabnya antara lain pasca vagotomi dan hipertiroid.
Gangguan permeabilitas usus, diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang
abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus
halus.
c. Penyakit infektif atau non-infektif
Diare infektif adalah diare yang disebabkan oleh infeksi. Agen infeksi dalam hal ini
bisa diakibatkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur, maupun infeksi oleh organ lain
seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan. Diare non-infektif adalah
diare yang tidak ditemukan agen infeksi sebagai penyebabnya. Dalam hal ini diare
tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor malabsorbsi, faktor makanan,
maupun faktor psikologis.
d. Penyakit organik atau fungsional
Berdasarkan penyakit organik dan fungsional, diare dapat diklasifikasikan menjadi
(1) Diare organik, adalah diare yang ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik,
hormonal ataupun toksikologi. (2) Diare fungsional, adalah diare yang tidak dapat
ditemukan penyebab organik.

3. Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor infeksi, malabsorpsi
(gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis. (Bodhidatta L, 2010)
a. Faktor Infeksi
Infeksi enternal yaitu infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama
diare pada anak. Jenis-jenis infeksi enternal bisa disebakan oleh bakteri, virus,
parasit, serta jamur. Infeksi oleh bakteri dapat disebabkan oleh Escherichia coli,
Salmonella thyposa, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang
jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas. Infeksi virus yakni
Rotavirus yang merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare pada
anak dan balita. Infeksi Rotavirus biasanya terdapat pada anak-anak umur 6 bulan-
2 tahun. Infeksi Rotavirus menyebabkan sebagian besar perawatan rumah sakit
karena diare berat pada anak-anak kecil dan merupakan infeksi nosokomial yang
signifikan oleh mikroorganisme patogen. Selain Rotavirus, telah ditemukan juga
virus baru yaitu Norwalk virus. Virus ini lebih banyak terjadi kasusnya pada orang
20
dewasa dibandingkan anak-anak. (Suharyono, 2008)
Infeksi parasit oleh mikroorganisnme dan cacing. Mikroorganisme Giardia lambia
dan Cryptosporidium sp. merupakan parasit yang paling sering menimbulkan diare
infeksius akut. Untuk cacing biasanya adalah cacing Ascaris lumbricoides.
Kebanyakan mikroorganisme penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal-oral
melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau ditularkan antar manusia
dengan kontak yang erat. (Wong, 2009). Selain itu infeksi jamur seperti Candida
albicans juga dapat menyebabkan terjadinya diare. 6 Infeksi parenteral, yaitu
infeksi akibat organ lain di luar alat pencernaan seperti otitis media akut (OMA),
radang tonsil, bronchitis, radang tenggorokan, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan
ini terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak.
Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi yang sensitif terhadap lactoglobulis (protein
susu sapi) dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Sedangkan malabsorpsi
lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida.
Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles
yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus,
diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
c. Faktor Makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun,
terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang
terkontaminasi, jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak dan balita.
d. Faktor Psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare
kronis. Tetapi jarang terjadi pada balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih
besar.
4. Gejala Khas

21
5. Patofisiologi
Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak yang sebelumnya sehat dan
berlangsung kurang dari dua minggu. Mekanisme yang menyebabkan timbulnya diare
adalah gangguan osmotik, gangguan sekresi, dan gangguan motilitas usus (Suraatmaja,
2007)
Patogenesis diare akut oleh infeksi, dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran pencernaan 4
b. Berkembangbiaknya mikroorganisme tersebut setelah berhasil melewati asam lambung
c. Dibentuknya toksin (endotoksin) oleh mikroorganisme
d. Adanya rangsangan pada mukosa usus yang menyebabkan terjadinya hiperperistaltik
dan sekresi cairan usus mengakibatkan terjadinya diare.

22
6. Diagnosis dehidrasi
Pada diare cair akut dapat ditemukan gejala dan tanda-tanda sebagai berikut:
 BAB lebih cair/encer dari biasanya, frekuensi lebih dari 3 kali sehari
 Apabila disertai darah disebut disentri (diare akut invasif)
 Dapat disertai dengan muntah, nyeri perut dan panas
 Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama, yaitu kesadaran, rasa haus, turgor
kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan, yaitu ubun-ubun besar cekung atau
tidak, mata cekung atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, kering atau tidaknya
mukosa mulut, bibir dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan.

Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria sebagai berikut:


1. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
a. Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
b. Keadaan umum baik, sadar
c. Tanda vital dalam batas normal
d. Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa
mulut dan bibir basah
e. Turgor abdomen baik, bising usus normal
f. Akral hangat
g. Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain
(tidak mau minum, muntah terus-menerus, diare frekuen) (Ardhani, 2008).
2. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
a. Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan
b. Keadaan umum gelisah atau cengeng
c. Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mukosa
mulut dan bibir sedikit kering
d. Turgor kurang
e. Akral hangat
f. Pasien harus rawat inap(Ardhani, 2008).
3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)

23
a. Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dengan dua atau lebih tanda
tambahan
b. Keadaan umum lemah, letargi atau koma
c. Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mucosa mulut
dan bibir sangat kering
d. Anak malas minum atau tidak bisa minum
e. Turgor kulit buruk
f. Akral dingin
g. Pasien harus rawat inap (Ardhani, 2008).

7. Tatalaksana
Apabila derajat dehidrasi yang terjadi akibat diare sudah di tentukan, baru kemudian
menentukan tatalaksana yang akan diterapkan secara konsisten.
1. Diare cair akut tanpa dehidrasi
Penanganan lini pertama pada diare cair akut tanpa dehidrasi antara lain sebagai berikut:
a. Memberikan kepada anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah
dehidrasi. Dapat kita gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit,
makanan cair (seperti sup dan air tajin) dan bila tidak ada air matang, kita dapat
menggunakan larutan oralit untuk anak. Pemberian larutan diberikan terus semau
naak hingga diare berhenti. Volume cairan untuk usia kurang dari 1tahun : 50-
100cc, untuk usia 1-5 tahun mendapat 100-200cc, untuk usia lebih dari 5 tahun
dapat diberikan semaunya.
b. Pemberian tablet Zinc
Pemberian tablet zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak
telah sembuh dari diare. Dosis zinc untuk anak bervariasi, untuk anak usia dibawah
6 bulan sebesar 10mg (1/2 tablet) perhari, sedangkan untuk usia diatas 6 bulan
sebesar 20 mg perhari. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun
anak telah sembuh dari diare.
c. Memberikan anak makanan untuk mencegah kekurangan gizi
d. Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari
atau menderita sebagai berikut buang air besar cair lebih sering, muntah terus
menerus, rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, dan tinja
berdarah.

24
e. Anak harus diberi oralit di rumah Formula oralit baru yang berasal dari WHO
dengan ketentuan pemberian:
Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 200 ml air matang, berikan larutan
oralit pada anak setiap kali buang air besar dengan ketentuan untuk anak usia
kurang dari 1 tahun berikan 50-100 ml setiap kali buang air besar, sedangkan untuk
anak berumur lebih dari 1 tahun berikan 100-200 ml tiap kali buang air besar.
2. Diare cair akut dengan dehidrasi ringan-sedang
Rehidrasi dapat menggunakan oralit 75cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan
pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur seperti diatas setiap
kali buang air besar. Bila susah untuk minum, diberikan secara parenteral: BB < 10 kg =
200 cc/kgBB/24jam, BB 10 – 15 kg = 175 cc/kgBB/24jam, BB > 15 kg = 135
cc/kgBB/24jam
3. Diare Cair akut dengan Dehidrasi Berat
Anak-anak dengan tanda-tanda dehidrasi berat dapat meninggal dengan cepat karena
syok hipovolemik, sehingga mereka harus mendapatkan penanganan dengan cepat.
Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi. Ada beberapa hal yang penting diperhatikan
agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
a. Menentukan cara pemberian cairan
Penggantian cairan melalui intravena merupakan pengobatan pilihan untuk
dehidrasi berat, karena cara tersebut merupakan jalan tercepat untuk memulihkan
volume darah yang turun. Rehidrasi IV penting terutama apabila ada tanda-tanda
syok hipovolemik (nadi sangat cepat dan lemah atau tidak teraba, kaki tangan
dingin dan basah, keadaan sangat lemas atau tidak sadar). Cara lain pemberian
cairan pengganti hanya boleh bila rehidrasi IV tidak memungkinkan atau tidak
dapat ditemukan disekitarnya dalam waktu 30 menit.
b. Jenis cairan yang hendak digunakan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan
dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberikan NaCl isotonik
(0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Natrium Bikarbonat 7,5%
50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang
ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala
akibatnya.
c. Jumlah cairan yang hendak diberikan.
25
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jika memungkinkan, penderita
sebaiknya ditimbang sehingga kebutuhan cairannya dapat diukur dengan tepat.
Kehilangan cairan pada dehidrasi berat setara dengan 10% berat badan (100
ml/kg).
Bayi harus diberi cairan 30 ml/kg BB pada 1 jam pertama, diikuti 70ml/kg BB 5
jam berikutnya, jadi seluruhnya 100 ml/kgBB selama 6 jam. Anak yang lebih
besar dan dewasa harus diberi 30 ml/kgBB pada 30 menit pertama, diikuti 70
ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya sehingga seluruhnya 100 ml/kgBB selama 3
jam. Sangat berguna memberi tanda pada botol, untuk menunjukan jumlah cairan
yang harus diberikan setiap jam bagi setiap penderita.
Sesudah 30 ml/kg cairan pertama diberikan, nadi radialis yang kuat dapat teraba.
Bila masih lemah dan cepat, infus 30 ml/kg harus diberikan lagi dalam waktu
yang sama. Meskipun begitu hal ini jarang dibutuhkan. Larutan oralit dalam
jumlah kecil harus juga diberikan melalui mulut (sekitar 5ml/kg BB per jam)
segera setelah penderita dapat minum, untuk memberi tambahan kalium dan basa.
Hal ini biasa dilakukan setelah 3-4 jam untuk bayi dan 1-2 jam untuk penderita
yang lebih besar.
d. Jalan masuk atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan meliputi oral dan intravena. Larutan oralit dengan
komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 g
KCl setiap liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama
dan juga setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.

B. Anemia Defisiensi besi


1. Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi yang
diperlukan untuk sintesis hemoglobin dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling
banyak pada anak dan menyebabkan masalah kesehatan yang paling besar diseluruh
dunia terutama di Negara berkembang termasuk Indonesia.

2. Etiologi
 Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis Pertumbuhan, menstruasi.
 Kurangnya besi yang diserap masukan besi dari makanan yang tidak adekuat,
26
malabsorpsi besi
 Perdarahan
 Transfusi feto-maternal
 Hemoglobinuria
 Iagtrogenic blood loss
 Idiopathic pulmonary hemosiderosis
 Latihan yang berlebihan

3. Gejala klinis
 Gejala Umum Anemia
Lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang & telinga berdenging.
 Gejala Defisiensi Besi
Koilonikia (kuku sendok), atrofi papil lidah, disfagia,dll
 Gejala Penyakit Dasar (Penyebab)
Cacing tambang : dispepsia, parotitis, tangan kuning.
Kanker kolon : perubahan kebiasan BAB.

4. Pemeriksaan penunjang
• Darah Lengkap : Hb rendah, MCV MCH MCH rendah. RDW yang lebar dan
MCV rendah merupakan salah satu skrining defisiensi besi
o RDW >14.5
o Ratio MCV/RBC (Mentzer index) > 13 dan bila RDW index (MCV/RDW x
RDW) 220 merupakan tanda anemia defisiensi besi
• GDT: mikrositik, hipokromik, anisositosis, poikilositosis
• Kadar besi serum rendah, TIBC, serum feritin <12 dipertimbangkan diagnostik
defisiensi besi
• Terapi besi (Therapeutic trial)
Respons pemberian preparat besi 3mg/kgBB/hari, ditandai dengan kenaikan
retikulosit antara 5-10 hari diikuti kenaikan Hb 1 gr/dl atau hematokrit 3% setelah
1 bulan menyokong anemia defisiensi besi. Setelah 6 bulan Hb dan Hct dievaluasi
untuk menilai keberhasilan terapi.

5. Kriteria Diagnosis

27
• Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
• Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31% (N: 32-35%)
• Kadar Fe serum <50 µg/dl (N: 80-180 µg/dl)
• Saturasi transferin <15% (N:20-50%)
Kriteria ini harus dipenuhi paling sedikit kriteria nomor 1, 3, dan 4. Tes yang paling
efisien untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu ferritin serum. Bila Sarana
terbatas, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
- Anemia tanpa perdarahan
- Tanpa organomegali
- GDT: Mikrositik, hipokromik, anisositosis, sel target
- Respons terhadap pemberian terapi besi

6. Diagnosis Banding

28
7. Klasifikasi Anemia

8. Tatalaksana
• Mengetahui faktor penyebab : Riwayat nutrisi dan kelahiran, adanya perdarahan
yang abnormal, pasca perdarahan
• Preparat Besi
o Ferous sulfat, ferous glukonat, ferous fumarat, ferous suksinat.
o Dosis besi elemental 4-6 mg/kgBB/hari. Respons terapi dengan menilai
kenaikan Hb/Ht setelah 1 bulan, kenaikan HB 2 g/dl atau lebih. Bila
responlanjutkan sampai 2-3 bulan.
• Transfusi darah
Jarang, hanya pada keadaan anemia yang sangat berat dengan kadar Hb <4g/dl.
Komponen darah yang diberi PRC.

29
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito W. 2007. Faktor Resiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia. Systemic
Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI.2011.Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI.2007. Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas. Direktorat
Jendral Bina Kefarmasian. Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI.2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare pada Balita.
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Simadibrata MK. 2006. Pendekatan Diagnostik Diare Kronik. Di dalam : Sudoyo Aru w
et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Suraatmaja, S., 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta.
Suharyono.2008.Diare akut Klinik dan Laboratorik. Rhineka Cipta. Jakarta.
Ulshen, Martin. 2000. Manifestasi Klinis Penyakit Saluran Pencernaan. In: Behrman,
Kliegman & Arvin, Nelson, ed. Ilmu Kesehatan Anak vol. 2 Edisi 15. EGC.
Jakarta.
WHO.2006.Oral Rehidration Salts: Production of the New ORS. WHO document
production service. Geneva.
WHO Policy Perspectives on Medicines .2002. Promoting Rational Use of Medicines:
Core Component. Geneva.
WHO. 2005. The Treatment of Diarrhea a Physicians and Other Senior Health Worker.
WHO Press. Geneva:
Wong, L.D., Eaton, H.M., Wilson, D., Winkelstein, L.M., dan Schwart, P., 2009. Buku
Ajar Keperawatan Pediatrik. EGC.Jakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai