Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Senior bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh:
Arnan Victor Wiryawan
22010120220077
Pembimbing:
dr. Bambang Joni Karjono, Sp.PD, K-Ger
NIM : 22010120220077
Pembimbing,
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. SN
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Semarang
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Masuk RS : 4 Oktober 2021
Ruang : Geriatri Lt. Dasar 2.5
No. CM : C890810
Status : Tanggungan Pribadi
3
II. DATA SUBJEKTIF
ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan anak pasien pada
tanggal 8 Oktober 2021 pukul 12.30 WIB di bangsal Geriatri Lt. Dasar 2.5 RSUP Dr.
Kariadi
Keluhan Utama : Muntah Darah dan BAB Hitam
Riwayat Penyakit Sekarang
- 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan adanya BAB berwarna
hitam. Pasien BAB sehari 1 kali. Kemudian hari berikutnya pasien mengeluhkan
gejala tambahan berupa muntah darah. Muntah darah sebanyak 1 kali dengan
jumlah sekitar setengah gelas belimbing. Muntah terjadi secara mendadak.
Kemudian pasien langsung dibawa ke rumah sakit oleh keleuarga untuk
mendapatkan penanganan. Saat ini pasien mengeluhkan lemas dan batuk
berdahak yang terjadi kadang-kadang. Batuk dirasakan mengganggu tidur.
Keluhan perut penuh, mual, kembung, demam disangkal. Pasien jarang
mengkonsumsi makanan pedas, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Pasien
memiliki riwayat rutin minum jamu tradisional.
- Kurang lebih 4 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami gejala yang
sama berupa muntah darah, BAB hitam, dan lemas. Pasien kemudian dibawa ke
rumah sakit di Purwodadi untuk mendapatkan penanganan. Pasien dirawat inap
selama 1 minggu dan diberi transfusi darah dikarenakan Hb pasien 3.
4
- Riwayat darah tinggi dalam keluarga (-)
- Riwayat kencing manis dalam keluarga (-)
- Riwayat alergi dalam keluarga (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat penyakit ginjal (-)
- Riwayat stroke (-)
Anak pasien :
Anak 1 : Perempuan, usia 40 tahun, bekerja sebagai guru, belum menikah.
Anak 2 : Perempuan, usia 33 tahun, tidak bekerja, sudah menikah.
Anak 3 : Laki-laki, usia 25 tahun, bekerja serabutan, belum menikah.
5
III. DATA OBJEKTIF
A. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada 8 Oktober 2021 pukul 13.15 WIB di Geriatri Lt.
Dasar 2.5 RSUP Dr. Kariadi.
Keadaan umum : Tampak lemah
Kesadaran : Komposmentis, GCS: E4V5M6 = 15
Tanda vital
Tekanan darah : 136/76 mmHg
Nadi : 66x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 22x/menit
t : 36,6oC
SpO2 : 99% room air
Status gizi
BB : 50 kg
TB : 147 cm
IMT : 23,1 kg/m2
Kesan : normoweight (BMI WHO)
Kepala : Mesosefal, distribusi rambut normal, rambut mudah rontok (-)
Kulit : Pucat (-), ikterik (-), turgor kulit cukup
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Discharge (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), napas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), gusi berdarah (-), oral thrush (+)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : JVP tidak meningkat, deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid(-),
pembesaran nnll coli (-/-), benjolan (-)
Thoraks : Bentuk normal, sela iga menyempit (-), retraksi (-), simetris saat statis
dan dinamis
Paru depan
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan normal, stem fremitus kiri normal
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)
6
Paru belakang
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan normal, stem fremitus kiri normal
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial linea mid clavicula sinistra,
kuat angkat (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), thrill (-)
Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : Linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC V 2 cm medial linea mid clavicula sinistra,
pinggang jantung cekung
Auskultasi : BJ I-II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area traube pekak
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien teraba schuffner 4
Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill time <2”/<2” <2”/<2”
Clubbing finger -/- -/-
Petekie -/- -/-
Hematoma -/- -/-
Refleks fisiologis ++/++ ++/++
Refleks patologis -/- -/-
7
DATA PSIKOLOGI DAN FUNGSI
8 Oktober 2021
• GCS E4M6V5 = 15 (Composmentis)
• Skala Depresi Geriatrik = 4 /15 (tidak depresi/keadaan baik)
• Skor Status Mental Mini = 2/10 kesalahan (normal)
• Clock Drawing Test = tidak dapat dinilai (pasien lemas)
• Skor Norton = 18 (skor kecil sekali/tidak terjadi dekubitus)
• Indeks Katz (AKS) = D, mandiri kecuali bathing, dressing, & 1 fungsi lain
• Status Gizi Normoweight
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (6 Oktober 2021)
8
Calculated Temp 36,0 C
FIO2 44,0 %
pH(T) 7,359 - 7,37 – 7,45 L
pCO2(T) 29,9 mmHg 35 - 45 L
pO2(T) 179,2 mmHg 83 - 108 H
HCO3- 16,6 mmol/L 22 - 29 L
TCO2 17,6 mmol/L 23 - 27 L
BEecf -9,1 mmol/L
BE (B) -8,3 mmol/L (-2) – (+3) L
SO2c 99,2 % 94% - 98% H
A-aDO2 99,2 mmHg
RI 0,6 -
Kimia Klinik
Ureum 111 mg/dL 15 - 39 H
Kreatinin 2,0 mg/dL 0.6 - 1.3 H
Glukosa sewaktu 466 mg/dL 80 - 160 H
SGOT 45 U/L 15 - 34 H
SGPT 19 U/L 15 - 60
Magnesium 1,1 mmol/L 0,74 – 0,99 H
Calcium 1,9 mmol/L 2,12 – 2,52 L
HbA1c 5,5 % Diabetes >= 6,5
Pre-Diabetes
5,7-6,4
Normal < 5,7
Elektrolit
Natrium 132 mmol/L 136 - 145 L
Kalium 5,8 mmol/L 3.5 - 5.0 H
Klorida 98 mmol/L 95 - 105
Imunoserologi
HBsAg 0,2 - Negatif < 1,00
Equivocal 1 – 50
Positif > 50
Anti HCV 0,15 - Negatif < 0,8
Equiv >=0,8-<1,0
Positif >= 1,0
Anti HCV NON REAKTIF -
Screening
Koagulasi
PPT Pasien 57,0 detik 11.0-14.5 H
PPT Kontrol 15,5 detik
9
APTT 71,8 detik 24.0-36.0 H
APTT Kontrol 29,3 detik
D-Dimer 1010 ug/L 0 - 500 H
Kuantitatif
Titer Fibrinogen / 58 mg/dL 200 – 400 L
Fibrinogen
Kuantitatif
10
USG Abdomen di RSUP Dr.Kariadi (6 Oktober 2021)
KESAN :
- Ukuran hepar normal dengan parenkim kasar, curiga proses kronis hepar
- Splenomegaly disertai pelebaran vena lienalis
11
- Sludge vesika felea
- Contracted ginjal kanan kiri disertai peningkatan ekogenisitas ginjal kanan kiri
(brenbridge) -> cenderung proses kronis kedua ginjal
- Fluid collection minimal pada morison pouch
12
29. Calsium 1,9 turun
30. Natrium 132 turun
31. Kalium 5,8 meningkat
32. PPT 57 meningkat
33. APTT 71,8 meningkat
34. D-Dimer 1010 meningkat
35. Titer Fibrinogen 58 Turun
36. USG = parenkim hepar kasar curiga proses kronis hepar, splenomegaly, proses
kronis kedua ginjal
13
3. PSCBA 08/10/21
4. Azotemia 08/10/21
5. Hiperkalemia 08/10/21
6. Oral Thrush 08/10/21
7. Hiperglikemia 08/10/21
8. Splenomegali 08/10/21
9. Pemanjangan Studi 08/10/21
Koagulasi
10. Batuk Berdahak 08/10/21
14
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa keluhan lemas
dapat disebabkan oleh kurangnya darah pasien
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga akan dilakukan transfusi darah
untuk mengganti darah yang kurang pada pasien dan menjelaskan efek
samping yang dapat timbul.
Problem 3. PSCBA
Assessment : Etiologi : ruptur varises esofagus
Initial Plan
Dx : EGD
Rx : Inj. Octreotide 50 mcg iv bolus→ lanjut drip 25 mcg/jam selama 8-24
jam hingga perdarahan berhenti
Syr. Laktulosa 3 x Cth 1
Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Sukralfat 3 x C2
Mx : Keadaan umum, tanda vital, produk NGT
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa keluhan
perdarahan dapat disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di
kerongkongan. Pecahnya pembuluh darah dapat disebabkan oleh karena
peredaran darah yang kurang lancar akibat proses infeksi kronis pada
hati dan terjadi perdarahan akibat tukak lambung
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga dilakukan endoskopi bila
keluhan tidak kunjung membaik
Problem 4. Azotemia
Assessment :-
Initial Plan
Dx :-
Rx : Bicnat caps 3x500 mg
Mx : Keadaan umum, tanda vital, urine output
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa tingginya
kreatinin disebabkan penyakit ginjal kronis
15
Problem 5. Hiperkalemia
Assessment :-
Initial Plan
Dx :-
Rx :-
Mx : Keadaan umum, tanda vital, kadar kalium
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa tingginya
kalium disebabkan penyakit ginjal kronis
Problem 6. Oral Thrush
Assessment :-
Initial Plan
Dx :-
Rx : Suspensi Nistatin 100000 unit 4x/hari selama 7 hari
Mx : Kebersihan gigi dan mulut
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa bercak putih
pada rongga mulut dapat disebabkan oleh jamur
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang pentingnya
kebersihan gigi dan mulut, perlunya sikat gigi dengan pasta gigi setelah
makan, dan kontrol ke dokter gigi tiap 6 bulan
Problem 7. Hiperglikemia
Assessment : Etiologi : Diabetes mellitus, hiperglikemi reaktif
Initial Plan
Dx : Gejala klasik DM, glukosa plasma puasa, glukosa plasma 2 jam pada
TTGO
Rx : IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
inj. Insulin rapid 5 U IV lanjut drip 5 unit/jam IV→ evaluasi GDS tiap
jam→ sesuaikan drip insulin rapid dengan GDS. Bila 6 jam berturut-
turut, GDS < 200→ pindah ke insulin subkutan
Mx : Keadaan umum, GDS pagi
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien mengalami
16
peningkatan gula darah yang dapat disebabkan karena adanya penyakit
kencing manis.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga akan dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk mencari penyebab peningkatan gula darah pasien dan
menjelaskan sebelum pemeriksaan pasien perlu berpuasa selama 8 jam.
Problem 8. Splenomegali
Assessment : Hipertensi porta e.c sirosis hepatis
Initial Plan
Dx : Fibroscan
Rx :-
Mx : Keadaan umum, tanda vital
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien mengalami
pembesaran limpa karena kurang lancarnya peredaran darah akibat
proses infeksi kronis pada hati
Problem 9. Pemanjangan Studi Koagulasi
Assessment :-
Initial Plan
Dx :-
Rx :-
Mx : tanda-tanda perdarahan, PT, aPTT, fibrinogen
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien mengalami
kegagalan fungsi hati yang menyebabkan produksi factor-faktor
pembekuan darah menurun sehingga ada risiko perdarahan sulit
berhenti.
Problem 10. Batuk Berdahak
Assessment :-
Initial Plan
Dx :-
Rx : N-asetilsistein 2 x 200 mg
Mx : produksi sputum, frekuensi batuk
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien mengalami batuk
17
yang dapat disebabkan karena adanya infeksi saluran pernapasan atas
CATATAN KEMAJUAN
11 Oktober 2021
S : diare berkurang BAB hitam sedikit, sudah bercampur feses, perut membesar pasien
bersedia tranfusi kembali
O : KU : Tampak lemah
Kesadaran : Composmentis
TD : 140/86
HR : 83x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 37.3 oC
SpO2 : 99% NK 3 lpm
A : anemia berat mikrositik hipokromik--perbaikan 8,4
shock hipovolemik perbaikan
PSCBA perbaikan
Azotemia (eGFR 26 ml/min/1,73 m2)
Hiperkalemia (5,8)
Oral trush (+)
Hiperglikemia dd/Reaktif, DM tipe II
anemia, leukositosis dan Splenomegali dd/myeloproliferativ disease, malignancy
Pemanjangan studi koagulasi
P : IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Obat pulang sudah siap
Obat harian lanjut lagi
Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Inj. Ampicillin Sulbactam 1,5 gr/12 jam H8
Sukralfat 3 x C2 AC 1 jam --naik 3x3 C
Diet cair dingin
Lactulax 3 x C2 AC
Transfusi PRC 2 kolf
18
BAB II
PEMBAHASAN
19
erosi mukosa, keganasan, sindroma Mallory-Weiss, dan esofagitis erosif. Pada negara-
negara Barat, 63% disebabkan oleh perdarahan non variseal. Sekitar 50-70% di
Amerika Serikat, penyebab tersering adalah ulkus peptikum.
20
pylori di Indonesia mencapai 36-46,1%, yang beresiko mengalami infeksi antara
lain lanjut usia. Beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan infeksi H.
pylori terjadi <75% pasien ulkus duodenum.
7. Hipertensi
Disfungsi endotel terjadi pada pasien yang hipertensi sehingga mudah terkena jejas.
Hipertensi juga dapat memperparah artherosklerosis karena plak mudah melekat
sehingga pada penderita hipertensi dianjurkan untuk mengonsumsi obat anti-
platelet.
8. Diabetes Mellitus (DM)
Penyakit komorbid yang sering ditemui dan menjadi faktor resiko terjadinya
perdarahan.
9. Chronic Kidney Disease
Efek uremia terhadap mukosa saluran cerna, disfungsi trombosit akibat uremia,
hypergastrinemia, penggunaan antiplatelet dan antikoagulan, serta heparinisasi saat
dialysis. Namun, patogenesisnya masih belum diketahui secara jelas.
10. Riwayat Gastritis
Gastritis memiliki dampak besar dalam terjadinya ulkus. Resiko terjadinya bukan
karena sekresi asam, tetapi adanya gangguan dalam mekanisme pertahanan mukosa
dan proses penyembuhan.
21
portal. Varises esofagus terjadi apabila tekanan porta melewati 12 mmHg. Semakin
tinggi tekanan porta semakin tinggi pula resiko perdarahan, sehingga teori eksplosif
menjelaskan bahwa perburukkan hipertensi porta meningkatkan tekanan hidrostatik
pada pembuluh darah dan terjadi varises. Meningkatnya ukuran varises dan
menurunnya ketebalan dinding pembuluh darah mengakibatkan daya regang
pembuluh darah menurun.
3. Non Hipertensi Porta
Lumen gaster memiliki pH asam yang membantu proses pencernaan tetapi juga
berpotensi merusak mukosa gaster. Musin yang disekresi sel-sel foveola gastrica
membentuk suatu lapisan tipis berguna untuk mencegah partikel makanan besar
agar tidak langsung menempel pada lapisan epitel. Lapisan mukosa mendasari
pembentukan lapisan musin agar stabil pada permukaan epitel yang melindungi
mukosa dari paparan asam lambung, selain itu memiliki pH netral sebagai hasil
sekresi ion bikarbonat sel-sel epitel permukaan. Suplai vaskular ke mukosa gaster
selain mengantarkan oksigen, bikarbonat, dan nutrisi juga berfungsi melunturkan
asam yang berdifusi ke lamina propia. Gastritis akut atau kronik dapat terjadi
dengan adanya dekstruksi mekanisme protektif tersebut.
Pada usia lanjut, pembentukan musin berkurang sehingga rentan terkena gastritis
dan mudah juga untuk terjadi perdarahan saluran cerna. NSAID dan obat anti-
platelet mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang umumnya dibentuk oleh
prostaglandin atau mengurangi sekresi bikarbonat, sehingga meningkatkan
perlukaan mukosa gaster. Infeksi bakteri Helicobacter pylori akan meningkatkan
sekresi asam lambung sehingga dapat terjadi ulkus duodenum. Inflamasi yang
terjadi akibat toksin dan enzim yang diproduksinya akan menstimulasi sekresi
gastrin yang merangsang produksi asam lambung
22
Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) beragam, seperti:
1. Anemia
Anemia defisiensi besi yang terjadi karena perdarahan yang tidak diketahui dan
berlangsung lama.
2. Hematemesis
Muntah darah mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang
berwarna coklat merah atau “coffee ground”. muntah darah berwarna hitam seperti
bubuk kopi
3. Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam
lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi
sumber lainnya. Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau
yang khas. Hal ini terjadi karena adanya darah yang berada dalam usus besar dalam
jangka waktu lama (>14 jam) sehingga bakteri dalam lumen usus akan mengurainya
menjadi senyawa kimia (hematin) yang berwarna hitam.
Pendekatan Diagnosis
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menilai status hemodinamik pasien dan
mencari sumber perdarahan aktif apabila ada. Penilaian awal Airway, Breathing,
Circulation perlu diperhatikan terutama pada pasien dengan perdarahan aktif dan
penurunan kesadaran. Pasien-pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami
aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia
tua dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Setelah keadaan pasien cukup
stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. 3
Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis, riwayat
dispepsia, riwayat mengkonsumsi NSAID, obat rematik, alkohol, jamu –jamuan, obat
untuk penyakit jantung, dan obat stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal,
riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-
muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya
sindroma Mallory Weiss. Pemeriksaan fisik untuk monitoring tanda vital dan
pemeriksaan darah rutin, ureum kreatinin, fungsi hati, dan elektrolit perlu dilakukan.
Pasien dengan perdarahan aktif memerlukan konsultasi emergensi untuk
23
esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pasien tanpa perdarahan aktif dapat dipantau,
diobservasi, dan mungkin dijadwalkan untuk EGD. 4
1.2 Anemia
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying
capacity). Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa
eritrosit adalah kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit.
Anemia merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease)
dan bukan suatu kesatuan penyakit tersendiri. Oleh karena itu diagnosis anemia tidak
cukup hanya anemia saja namun harus dapat ditetapkan penyakit dasarnya. Pada
dasarnya anemia disebabkan oleh karena:
1. Gangguan pembentukan eritrosit
2. Perdarahan
3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
Dalam melakukan evaluasi awal pada pasien anemia, perlu diperhatikan apakah
anemia yang dialami pasien berkaitan dengan adanya keganasan hematologi. Data yang
didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
digunakan untuk menegakkan jenis anemia dan penyebab yang mendasari.
24
retakan tulang. Sedangkan kehilangan plasma protein dapat diasosiasikan dengan
penyakit seperti pankreasitis, peritonitis, luka bakar dan anafilaksis.
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak
terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan
pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi.
Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air.
Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk
mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan
vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.
1.4 Azotemia
Azotemia menunjukkan adanya kemungkinan penurunan fungsi ginjal. Penilaian
keadaan azotemia pada pasien ini adalah berupa etiologi pre-post renal, dan kondisi AKI-
acute on CKD. Diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut berupa USG abdomen,
GFR, dan urin lengkap untuk mengetahui hal tersebut.
1.5 Hiperglikemia
25
pria, serta pruritus vulva pada wanita.
• Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;
• Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah
TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl
1.6 Hiperkalemia
Hiperkalemia adalah kondisi ketika kadar kalium dalam darah terlalu tinggi. Gejala yang
muncul akibat hiperkalemia bisa amat beragam, mulai dari lemah otot, kesemutan, sampai gangguan
irama jantung.
Jenis Hiperkalemia
Kadar kalium normal di dalam darah adalah 3,5ꟷ5,0 mEq/L. Seseorang baru dikatakan
menderita hiperkalemia apabila kadar kalium di dalam darah lebih dari 5,0 mEq/L.
26
Berdasarkan tingginya kadar kalium dalam darah, hiperkalemia terbagi menjadi beberapa jenis,
yaitu:
Hiperkalemia bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari gangguan kesehatan hingga efek
samping obat-obatan. Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan
kadar kalium dalam darah:
Segala penyakit atau kondisi yang bisa menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal dapat
mengakibatkan hiperkalemia. Pasalnya, salah satu fungsi ginjal adalah membuang kelebihan
kalium dari dalam tubuh. Maka ketika fungsi ginjal terganggu, kadar kalium di dalam tubuh
akan meningkat.
Beberapa penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal adalah:
Kelenjar adrenal adalah kelenjar kecil di atas ginjal yang berfungsi menghasilkan hormon
kortisol dan aldosteron. Hormon aldosteron membantu mengatur jumlah natrium dan cairan di
ginjal, serta mengeluarkan kalium melalui urine. Jika kadar hormon aldosteron berkurang,
maka jumlah kalium dalam darah akan meningkat.
Oleh sebab itu, penyakit kelenjar adrenal yang menyebabkan penurunan kadar hormon
aldosteron, seperti penyakit Addison, dapat menyebabkan kadar kalium dalam darah
meningkat.
27
3. Pelepasan kalium ke aliran darah
Normalnya, kalium lebih banyak berada di dalam sel-sel tubuh daripada di luar sel-sel tubuh.
Oleh karena itu, segala kondisi yang meningkatkan pelepasan kalium ke luar sel-sel tubuh
dapat menyebabkan hiperkalemia. Kondisi tersebut antara lain:
• Diabetes tipe 1
• Anemia hemolitik
• Ketoasidosis diabetik
• Rhabdomyolysis
• Sindrom tumor lisis
• Cedera
• Luka bakar
• Tindakan operasi
• Donor darah
4. Penggunaan obat-obatan
1.7 Splenomegali
Pada sirosis hati terjadi peningkatan tekanan di sistem portal. Hal ini menimbulkan
peningkatan blokade aliran darah dari limpa sehingga limpa dapat membesar secara progresif
dan terjadilah splenomegali.3 Jadi, hipertensi portal tidak hanya mengakibatkan terbentuknya
varises esofagus, tetapi juga pembesaran limpa (splenomegali)
28
1.8 Pemanjangan Studi Koagulasi
Pemeriksaan dasar koagulasi termasuk PT, INR (international normalizing ratio), dan
APTT. Panel PT dan INR keduanya berfungsi untuk mengukur skema jalur koagulasi
ekstrinsik. Sedangkan APTT berfungsi untuk mengukur skema jalur koagulasi intrinsik.
Beberapa kondisi yang menyebabkan peningkatan parameter pemeriksaan koagulasi adalah
perbedaan penyakit tiap pasien, dosis dan jenis terapi, serta kondisi fisiologis pasien. Semua
hal tersebut dapat mengarahkan dokter dalam menentukan diagnosis dan terapi suatu gejala
medis.
Kegunaan atau indikasi dari pemeriksaan PT adalah:
▪ Evaluasi kelainan perdarahan
▪ Nilai dasar faktor koagulasi sebelum memulai terapi antikoagulan
▪ Monitoring pemberian regiment vitamin K antagonists (VKA), seperti warfarin
▪ Diagnosis DIC (disseminated intravascular coagulation)
▪ Deteksi fungsi sintesis hati dan kalkulasi skoring MELD (model for end-stage liver
diseases) pada penyakit hati
Indikasi umum pemeriksaan APTT adalah:
▪ Skrining kelainan pembekuan darah pada pasien sebelum operasi
▪ Monitoring terapi heparin
▪ Skrining kelainan perdarahan, seperti hemofilia A, hemofilia B, defisiensi vitamin K,
penyakit Von Willebrand's, dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pemanjangan
Pemendekan
PT, INR APTT PT, INR dan APTT
Penyakit hati Peningkatan konsumsi suplemen
ringan-sedang Penyakit hati berat yang mengandung vitamin K
Hemofilia A (defisiensi F VIII)
Defisiensi faktor atau dikenal sebagai hemofilia Asupan makanan yang tinggi
koagulasi klasik. vitamin K
29
Puasa dapat mengurangi faktor
Hemofilia B (defisiensi F IX) koagulasi (F II, F VII, F X), dan
atau dikenal sebagai kelainan secara bertahap terjadi pemendekan
Terapi VKA perdarahan resesif terkait gen-X. PT
Penyakit Von
Willebrand tipe Penyakit Von Willebrand tipe
1 dan 2A 2B, 2N dan 3
Antibodi
antiphospholipid
Kelainan DIC (pemanjangan PT, APTT, BT, dan
penurunan platelet absolut)
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
2. Robinson M, Syam F, Abdullah M. Mortality risk factors in acute upper
gastrointestinal bleeding. Indones J Gastroenterol Hepatol Dig Endosc. 2012;13:1-37.
3. Barkun A, Bardou M, Kuipers E. International Consensus Recommendations on the
Management of Patients with Nonvariceal Upper Gastrointestinal Bleeding. Ann
Intern Med. 2010;152(13):101.
4. Firmin A, Nonga Ngo B, Noah D, Kowo M. Aetiology and risk factors of acute upper
gastrointestinal hemorrhage: analysis of 613 cases in Yaounde, Cameroon. Port
Harcourt Med J. 2013;7:175-182.
5. Cremers I, Ribeiro S. Management of Variceal and Nonvariceal Upper
Gastrointestinal Bleeding in Patients with Cirrhosis. Therap Adv Gastroenterol.
2014;7(6):206-216.
6. Jaskolka J, Binkhamis S. Accute Gastrointestinal Haemorrhage: radiologic diagnosis
and management. J Can Assoc Radiol. 2013;64(2):90-100.
7. Sukinem N, Skep G. Interpretasi Analisa Gas Darah. Ministry Of Health Department
Kariadi Hospital of Semarang Central Jawa, Indonesia 2013
8. Yamauchi, Hiroshi, and Hopper, James. Hypovolemic shock and hypotension as a
complication in the nephrotic syndrome. Annals of Internal Medicine. 1996;60:242-
254.
9. Levy JH, Szlam F, Wolberg AS, Winkler A. Clinical use of the activated partial
thromboplastin time and prothrombin time for screening: a review of the literature
and current guidelines for testing. Clin. Lab. Med. 2014 Sep;34(3):453-77. DOI:
10.1016/j.cll.2014.06.005
10. Nabili, S. Emedicinehealth (2021). Enlarged Spleen (Splenomegaly) Causes,
Treatment, dan Life Expectancy.
31