Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG PEREMPUAN 61 TAHUN DENGAN ANEMIA BERAT MIKROSITIK


HIPOKROMIK PERBAIKAN, SHOCK HIPOVOLEMIK PERBAIKAN, PSCBA,
AZOTEMIA, HIPERKALEMIA, ORAL THRUSH, HIPERGLIKEMIA,
SPLENOMEGALI, PEMANJANGAN STUDI KOAGULASI

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Senior bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
Arnan Victor Wiryawan
22010120220077

Pembimbing:
dr. Bambang Joni Karjono, Sp.PD, K-Ger

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Arnan Victor Wiryawan

NIM : 22010120220077

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSDK/FK Undip

Judul kasus : Seorang perempuan 61 tahun dengan anemia berat mikrositik

hipokromik perbaikan, shock hipovolemik perbaikan, PSCBA,

azotemia, hiperkalemia, oral trush, hiperglikemia, splenomegali,

pemanjangan studi koagulasi

Pembimbing : dr. Bambang Joni Karjono, Sp.PD, K-Ger

Semarang, 26 Oktober 2021

Pembimbing,

dr. Bambang Joni Karjono, Sp.PD, K-Ger

2
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. SN
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Semarang
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Masuk RS : 4 Oktober 2021
Ruang : Geriatri Lt. Dasar 2.5
No. CM : C890810
Status : Tanggungan Pribadi

3
II. DATA SUBJEKTIF
ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan anak pasien pada
tanggal 8 Oktober 2021 pukul 12.30 WIB di bangsal Geriatri Lt. Dasar 2.5 RSUP Dr.
Kariadi
Keluhan Utama : Muntah Darah dan BAB Hitam
Riwayat Penyakit Sekarang
- 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan adanya BAB berwarna
hitam. Pasien BAB sehari 1 kali. Kemudian hari berikutnya pasien mengeluhkan
gejala tambahan berupa muntah darah. Muntah darah sebanyak 1 kali dengan
jumlah sekitar setengah gelas belimbing. Muntah terjadi secara mendadak.
Kemudian pasien langsung dibawa ke rumah sakit oleh keleuarga untuk
mendapatkan penanganan. Saat ini pasien mengeluhkan lemas dan batuk
berdahak yang terjadi kadang-kadang. Batuk dirasakan mengganggu tidur.
Keluhan perut penuh, mual, kembung, demam disangkal. Pasien jarang
mengkonsumsi makanan pedas, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Pasien
memiliki riwayat rutin minum jamu tradisional.
- Kurang lebih 4 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami gejala yang
sama berupa muntah darah, BAB hitam, dan lemas. Pasien kemudian dibawa ke
rumah sakit di Purwodadi untuk mendapatkan penanganan. Pasien dirawat inap
selama 1 minggu dan diberi transfusi darah dikarenakan Hb pasien 3.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat darah tinggi (-)
- Riwayat kencing manis (-)
- Riwayat alergi obat (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat batuk lama sebelumnya (-)
- Riwayat stroke (-)
- Riwayat asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit serupa (-)
- Riwayat anggota keluarga dengan keganasan (-)

4
- Riwayat darah tinggi dalam keluarga (-)
- Riwayat kencing manis dalam keluarga (-)
- Riwayat alergi dalam keluarga (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat penyakit ginjal (-)
- Riwayat stroke (-)

Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Pasien sudah tidak bekerja, dahulu pasien bekerja di sawah bersama suami namun
setelah suami meninggal pasien tidak lagi pergi ke sawah. Dahulu pasien berangkat ke
sawah dengan berjalan kaki. Kebiasaan pasien saat ini hanya duduk-duduk di rumah,
kadang pasien berjalan-jalan keluar jika merasa bosan. Pasien memiliki 3 orang anak.
Pasien tinggal bersama anak ke 1. Anak ke 2 sudah mandiri dan tinggal di luar kota. Anak
ke 3 sudah mandiri dan tinggal di rumah bersebelahan dengan pasien.
Rumah pasien memiliki 1 lantai, berukuran sekitar 150 meter persegi dengan
dinding bata dan lantai plesteran. Jarak rumah ke rumah sakit terdekat sekitar 30 menit.
Jarak rumah ke jalan besar sekitar 1 kilometer. Sirkulasi udara dan sinar matahari di
dalam rumah cukup, terdapat jendela di kamar pasien yang dibuka setiap pagi sampai
sore. Ukuran kamar pasien 4x4 meter persegi. Rumah terdiri dari 1 ruang keluarga, 3
kamar tidur, 1 kamar mandi. Tidak terdapat pegangan di tembok rumah. Tempat tidur
pasien menggunakan kasur kapuk. Jarak dari kamar pasien ke kamar mandi lebih dari 10
meter. Pada kamar mandi terdapat kloset jongkok. Sumber air rumah menggunakan air
PDAM. Penerangan saat malam hari di rumah cukup menggunakan lampu listrik.
Sehari-hari pasien masih mampu beraktivitas secara mandiri tanpa dibantu anak-
anak. Pasien makan teratur 3 kali sehari yang nasi dan lauknya biasa disiapkan oleh anak-
anak. Pasien masih mampu mengenali seluruh anggota keluarganya. Hubungan pasien
dengan anak-anak baik. Biaya hidup pasien ditanggung oleh anak-anak.

Anak pasien :
Anak 1 : Perempuan, usia 40 tahun, bekerja sebagai guru, belum menikah.
Anak 2 : Perempuan, usia 33 tahun, tidak bekerja, sudah menikah.
Anak 3 : Laki-laki, usia 25 tahun, bekerja serabutan, belum menikah.

Kesan: Sosial ekonomi kurang, daya dukung keluarga baik.

5
III. DATA OBJEKTIF
A. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada 8 Oktober 2021 pukul 13.15 WIB di Geriatri Lt.
Dasar 2.5 RSUP Dr. Kariadi.
Keadaan umum : Tampak lemah
Kesadaran : Komposmentis, GCS: E4V5M6 = 15
Tanda vital
Tekanan darah : 136/76 mmHg
Nadi : 66x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 22x/menit
t : 36,6oC
SpO2 : 99% room air
Status gizi
BB : 50 kg
TB : 147 cm
IMT : 23,1 kg/m2
Kesan : normoweight (BMI WHO)
Kepala : Mesosefal, distribusi rambut normal, rambut mudah rontok (-)
Kulit : Pucat (-), ikterik (-), turgor kulit cukup
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Discharge (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), napas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), gusi berdarah (-), oral thrush (+)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : JVP tidak meningkat, deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid(-),
pembesaran nnll coli (-/-), benjolan (-)
Thoraks : Bentuk normal, sela iga menyempit (-), retraksi (-), simetris saat statis
dan dinamis
Paru depan
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan normal, stem fremitus kiri normal
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)

6
Paru belakang
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan normal, stem fremitus kiri normal
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial linea mid clavicula sinistra,
kuat angkat (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), thrill (-)
Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : Linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC V 2 cm medial linea mid clavicula sinistra,
pinggang jantung cekung
Auskultasi : BJ I-II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area traube pekak
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien teraba schuffner 4

Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill time <2”/<2” <2”/<2”
Clubbing finger -/- -/-
Petekie -/- -/-
Hematoma -/- -/-
Refleks fisiologis ++/++ ++/++
Refleks patologis -/- -/-

7
DATA PSIKOLOGI DAN FUNGSI
8 Oktober 2021
• GCS E4M6V5 = 15 (Composmentis)
• Skala Depresi Geriatrik = 4 /15 (tidak depresi/keadaan baik)
• Skor Status Mental Mini = 2/10 kesalahan (normal)
• Clock Drawing Test = tidak dapat dinilai (pasien lemas)
• Skor Norton = 18 (skor kecil sekali/tidak terjadi dekubitus)
• Indeks Katz (AKS) = D, mandiri kecuali bathing, dressing, & 1 fungsi lain
• Status Gizi Normoweight

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (6 Oktober 2021)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Ket


Hematologi
Hemoglobin 8,2 g/dL 11,7 – 15,5 L
Leukosit 34,9 10^3 uL 3.6 – 11 H
Trombosit 186 10^3 uL 150 – 400
Hematokrit 25,4 % 32.0 – 62.0 L
Eritrosit 3,11 10^6 uL 4.4 – 5.9 L
MCV 81,7 fL 76.0 – 96.0
MCH 26,4 Pg 27. 0 – 32.0 L
MCHC 32,3 g/dL 29.0 – 36.0
RDW 21,1 % 11.6 – 14.8 H
MPV 9,8 fL 4.00 – 11.00
Retikulosit 1,73 % 0,5 – 1,5 H
Kimia Klinik
(06/10/21)
Total Protein 5 g/dL 6,4 – 8,2 L
Albumin 3,1 g/dL 3,4 – 5,0 L
BGA Kimia
pH 7,344 - 7,37 – 7,45 L
pCO2 31,2 mmHg
pO2 184,5 mmHg 83 - 108 H

8
Calculated Temp 36,0 C
FIO2 44,0 %
pH(T) 7,359 - 7,37 – 7,45 L
pCO2(T) 29,9 mmHg 35 - 45 L
pO2(T) 179,2 mmHg 83 - 108 H
HCO3- 16,6 mmol/L 22 - 29 L
TCO2 17,6 mmol/L 23 - 27 L
BEecf -9,1 mmol/L
BE (B) -8,3 mmol/L (-2) – (+3) L
SO2c 99,2 % 94% - 98% H
A-aDO2 99,2 mmHg
RI 0,6 -
Kimia Klinik
Ureum 111 mg/dL 15 - 39 H
Kreatinin 2,0 mg/dL 0.6 - 1.3 H
Glukosa sewaktu 466 mg/dL 80 - 160 H
SGOT 45 U/L 15 - 34 H
SGPT 19 U/L 15 - 60
Magnesium 1,1 mmol/L 0,74 – 0,99 H
Calcium 1,9 mmol/L 2,12 – 2,52 L
HbA1c 5,5 % Diabetes >= 6,5
Pre-Diabetes
5,7-6,4
Normal < 5,7
Elektrolit
Natrium 132 mmol/L 136 - 145 L
Kalium 5,8 mmol/L 3.5 - 5.0 H
Klorida 98 mmol/L 95 - 105
Imunoserologi
HBsAg 0,2 - Negatif < 1,00
Equivocal 1 – 50
Positif > 50
Anti HCV 0,15 - Negatif < 0,8
Equiv >=0,8-<1,0
Positif >= 1,0
Anti HCV NON REAKTIF -
Screening
Koagulasi
PPT Pasien 57,0 detik 11.0-14.5 H
PPT Kontrol 15,5 detik

9
APTT 71,8 detik 24.0-36.0 H
APTT Kontrol 29,3 detik
D-Dimer 1010 ug/L 0 - 500 H
Kuantitatif
Titer Fibrinogen / 58 mg/dL 200 – 400 L
Fibrinogen
Kuantitatif

10
USG Abdomen di RSUP Dr.Kariadi (6 Oktober 2021)

KESAN :
- Ukuran hepar normal dengan parenkim kasar, curiga proses kronis hepar
- Splenomegaly disertai pelebaran vena lienalis

11
- Sludge vesika felea
- Contracted ginjal kanan kiri disertai peningkatan ekogenisitas ginjal kanan kiri
(brenbridge) -> cenderung proses kronis kedua ginjal
- Fluid collection minimal pada morison pouch

IV. DAFTAR ABNORMALITAS


1. Muntah darah
2. BAB hitam
3. Lemas
4. Batuk berdahak
5. Konjungtiva palpebra pucat (+)
6. Oral thrush (+)
7. Konsumsi Jamu
8. Perkusi area traube pekak
9. Palpasi lien schuffner 4
10. Hb 8,2 turun
11. Leukosit 34,9 meningkat
12. Hematokrit 25,4 turun
13. Eritrosit 3,11 turun
14. MCH 26,4 turun
15. RDW 21,1 meningkat
16. Retikulosit 1,73 meningkat
17. Total protein 5 turun
18. Albumin 3,1 turun
19. pH 7,344 turun
20. pO2 184,5 meningkat
21. pCO2 31,2 turun
22. HCO3- 16,6 turun
23. TCO2 17,6 turun
24. Ureum 111 meningkat
25. Kreatinin 2 meningkat
26. GDS 466 meningkat
27. SGOT 45 meningkat
28. Magnesium 1,1 meningkat

12
29. Calsium 1,9 turun
30. Natrium 132 turun
31. Kalium 5,8 meningkat
32. PPT 57 meningkat
33. APTT 71,8 meningkat
34. D-Dimer 1010 meningkat
35. Titer Fibrinogen 58 Turun
36. USG = parenkim hepar kasar curiga proses kronis hepar, splenomegaly, proses
kronis kedua ginjal

V. ANALISIS DAN SINTESIS


No. Daftar Abnormalitas Daftar Masalah
1. 1,2,3,5,10,12-16 Anemia berat mikrositik hipokromik
perbaikan
2. 1,2,3,5,10,12-16,28-30 Syok hipovolemik perbaikan
3. 1,2,7,10,12-18,27,36 PSCBA
4. 19-25,36 Azotemia
5. 31,36 Hiperkalemia
6. 6 Oral Thrush
7. 26 Hiperglikemia
8. 8,9,36 Splenomegali
9. 32-35,36 Pemanjangan Studi Koagulasi
10. 4, 11 Batuk Berdahak

VI. DAFTAR MASALAH


No. Masalah Aktif Tanggal No. Masalah Pasif Tanggal
1. Anemia berat 08/10/21
mikrositik
hipokromik
perbaikan

2. Syok hipovolemik 08/10/21


perbaikan

13
3. PSCBA 08/10/21
4. Azotemia 08/10/21
5. Hiperkalemia 08/10/21
6. Oral Thrush 08/10/21
7. Hiperglikemia 08/10/21
8. Splenomegali 08/10/21
9. Pemanjangan Studi 08/10/21
Koagulasi
10. Batuk Berdahak 08/10/21

VII. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Problem 1. Anemia Berat Mikrositik Hipokromik Perbaikan
Assessment : Etiologi : perdarahan, penyakit kronis
Initial plan
Dx : Apusan darah tepi
Rx : IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Transfusi PRC 2 kolf
Mx : Keadaan umum, Tanda Vital, perbaikan klinis (lemas, pucat)
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa keluhan lemas
dapat disebabkan oleh kurangnya darah pasien atau kurangnya produksi
sel darah merah akibat penyakit ginjal kronis
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga akan dilakukan transfusi darah
untuk mengganti darah yang kurang pada pasien dan menjelaskan efek
samping yang dapat timbul.

Problem 2. Syok hipovolemik perbaikan


Assessment :-
Initial Plan
Dx :-
Rx : IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
Mx : Keadaan umum, tanda vital, Mean Arterial Pressure
Ex :

14
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa keluhan lemas
dapat disebabkan oleh kurangnya darah pasien
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga akan dilakukan transfusi darah
untuk mengganti darah yang kurang pada pasien dan menjelaskan efek
samping yang dapat timbul.

Problem 3. PSCBA
Assessment : Etiologi : ruptur varises esofagus
Initial Plan
Dx : EGD
Rx : Inj. Octreotide 50 mcg iv bolus→ lanjut drip 25 mcg/jam selama 8-24
jam hingga perdarahan berhenti
Syr. Laktulosa 3 x Cth 1
Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Sukralfat 3 x C2
Mx : Keadaan umum, tanda vital, produk NGT
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa keluhan
perdarahan dapat disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di
kerongkongan. Pecahnya pembuluh darah dapat disebabkan oleh karena
peredaran darah yang kurang lancar akibat proses infeksi kronis pada
hati dan terjadi perdarahan akibat tukak lambung
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga dilakukan endoskopi bila
keluhan tidak kunjung membaik

Problem 4. Azotemia
Assessment :-
Initial Plan
Dx :-
Rx : Bicnat caps 3x500 mg
Mx : Keadaan umum, tanda vital, urine output
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa tingginya
kreatinin disebabkan penyakit ginjal kronis

15
Problem 5. Hiperkalemia
Assessment :-
Initial Plan
Dx :-
Rx :-
Mx : Keadaan umum, tanda vital, kadar kalium
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa tingginya
kalium disebabkan penyakit ginjal kronis
Problem 6. Oral Thrush
Assessment :-
Initial Plan
Dx :-
Rx : Suspensi Nistatin 100000 unit 4x/hari selama 7 hari
Mx : Kebersihan gigi dan mulut
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa bercak putih
pada rongga mulut dapat disebabkan oleh jamur
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang pentingnya
kebersihan gigi dan mulut, perlunya sikat gigi dengan pasta gigi setelah
makan, dan kontrol ke dokter gigi tiap 6 bulan
Problem 7. Hiperglikemia
Assessment : Etiologi : Diabetes mellitus, hiperglikemi reaktif
Initial Plan
Dx : Gejala klasik DM, glukosa plasma puasa, glukosa plasma 2 jam pada
TTGO
Rx : IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
inj. Insulin rapid 5 U IV lanjut drip 5 unit/jam IV→ evaluasi GDS tiap
jam→ sesuaikan drip insulin rapid dengan GDS. Bila 6 jam berturut-
turut, GDS < 200→ pindah ke insulin subkutan
Mx : Keadaan umum, GDS pagi
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien mengalami

16
peningkatan gula darah yang dapat disebabkan karena adanya penyakit
kencing manis.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga akan dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk mencari penyebab peningkatan gula darah pasien dan
menjelaskan sebelum pemeriksaan pasien perlu berpuasa selama 8 jam.
Problem 8. Splenomegali
Assessment : Hipertensi porta e.c sirosis hepatis
Initial Plan
Dx : Fibroscan
Rx :-
Mx : Keadaan umum, tanda vital
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien mengalami
pembesaran limpa karena kurang lancarnya peredaran darah akibat
proses infeksi kronis pada hati
Problem 9. Pemanjangan Studi Koagulasi
Assessment :-
Initial Plan
Dx :-
Rx :-
Mx : tanda-tanda perdarahan, PT, aPTT, fibrinogen
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien mengalami
kegagalan fungsi hati yang menyebabkan produksi factor-faktor
pembekuan darah menurun sehingga ada risiko perdarahan sulit
berhenti.
Problem 10. Batuk Berdahak
Assessment :-
Initial Plan
Dx :-
Rx : N-asetilsistein 2 x 200 mg
Mx : produksi sputum, frekuensi batuk
Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien mengalami batuk

17
yang dapat disebabkan karena adanya infeksi saluran pernapasan atas

CATATAN KEMAJUAN
11 Oktober 2021

S : diare berkurang BAB hitam sedikit, sudah bercampur feses, perut membesar pasien
bersedia tranfusi kembali
O : KU : Tampak lemah
Kesadaran : Composmentis
TD : 140/86
HR : 83x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 37.3 oC
SpO2 : 99% NK 3 lpm
A : anemia berat mikrositik hipokromik--perbaikan 8,4
shock hipovolemik perbaikan
PSCBA perbaikan
Azotemia (eGFR 26 ml/min/1,73 m2)
Hiperkalemia (5,8)
Oral trush (+)
Hiperglikemia dd/Reaktif, DM tipe II
anemia, leukositosis dan Splenomegali dd/myeloproliferativ disease, malignancy
Pemanjangan studi koagulasi
P : IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Obat pulang sudah siap
Obat harian lanjut lagi
Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
Inj. Ampicillin Sulbactam 1,5 gr/12 jam H8
Sukralfat 3 x C2 AC 1 jam --naik 3x3 C
Diet cair dingin
Lactulax 3 x C2 AC
Transfusi PRC 2 kolf

18
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSCBA)


Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) didefinisikan sebagai
kehilangan darah dari sistem gastrointestinal atau lumen saluran cerna yang terjadi di
atas ligamentum treitz, dimulai dari esofagus, gaster, duodenum sampai bagian atas dari
jejenum.

Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dikelompokkan menjadi dua,


dengan tujuan untuk menentukan tatalaksana dan prognosisnya :
1. Perdarahan Variseal
Perdarahan variseal merupakan penyebab tersering pada PSCBA akibat
pecahnya varises esofagus, terutama pada pasien dengan sirosis dengan hipertensi
portal. Hampir 60% pasien dengan sirosis hepatic berhubungan dengan terjadinya
perdarahan saluran cerna bagian atas. Gejala yang sering terlihat pada perdarahan
variseal adalah melena, hematemesis, atau hematochezia. Di Indonesia, penyebab
perdarahan yang cukup sering terjadi disebabkan oleh perdarahan variseal, yaitu sekitar
50-60% dari seluruh kasus perdarahan SCBA.
2. Perdarahan Non Variseal
Penyebab perdarahannya bukan disebabkan oleh pecahnya varises esofagus,
gaster, maupun hypertensive portal gastropathy. Penyebabnya yaitu, ulkus peptikum,

19
erosi mukosa, keganasan, sindroma Mallory-Weiss, dan esofagitis erosif. Pada negara-
negara Barat, 63% disebabkan oleh perdarahan non variseal. Sekitar 50-70% di
Amerika Serikat, penyebab tersering adalah ulkus peptikum.

Terdapat beberapa faktor resiko yang berperan dalam patogenesis perdarahan


SCBA, yaitu :
1. Usia
Resiko terjadinya perdarahan SCBA umumnya terjadi pada usia dewasa, terutama
>60 tahun. Usia tua dianggap sebagai faktor resiko karena dapat meningkatkan
frekuensi pemakaian OAINS dan penyakit komorbid yang dimilikinya sehingga
menyebabkan berbagai macam komplikasi.
2. Penggunaan Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (OAINS)
OAINS adalah obat yang dapat mengurangi inflamasi dan meredakan nyeri dengan
menekan pembentukan prostaglandin dengan menghambat enzim siklooksigenase
(COX-1). Menjadi salah satu faktor resiko perdarahan SCBA karena merupakan
salah satu faktor agresif eksogen yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa
lambung baik secara lokal maupun sistemik. Jenis-jenis OAINS yang sering
dikonsumsi adalah ibuprofen, natrium diclofenac, asam mefenamat.
3. Penggunaan Obat Anti-Platelet
Terapi dengan menggunakan antiplatelet seperti klopidogrel dapat memperlambat
proses angiogenesis dan penyembuhan luka erosi atau ulseratif, sehingga berefek
buruk bila bersamaan dengan infeksi Helicobater pylori, penggunaan OAINS, dan
asam lambung yang tinggi.
4. Alkohol
Konsumsi alkohol dapat meruksan pertahanan mukosa lambung dan menyebabkan
lesi akut mukosa gaster yang ditandai dengan perdarahan pada mukosa.
5. Merokok
Prevalensi perokok di Indonesia sangat tinggi, terutama pada laki-laki. Kandungan
di dalam rokok (nikotin) dapat menghalangi terjadinya rasa lapar, karena ittu
seseorang yang merokok menjadi tidak lapar dan akan meningkatkan sekresi asam
lambung, sehingga menimbulkan terjadinya iritasi mukosa lambung.
6. Infeksi bakteri Helicobacter pylori
Bakteri gram negatif berbentuk S atau melengkung yang hidup di bagian dalam
lapisan mukosa untuk melapisi dinding lambung. Prevalensi terjadinya infeksi H.

20
pylori di Indonesia mencapai 36-46,1%, yang beresiko mengalami infeksi antara
lain lanjut usia. Beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan infeksi H.
pylori terjadi <75% pasien ulkus duodenum.
7. Hipertensi
Disfungsi endotel terjadi pada pasien yang hipertensi sehingga mudah terkena jejas.
Hipertensi juga dapat memperparah artherosklerosis karena plak mudah melekat
sehingga pada penderita hipertensi dianjurkan untuk mengonsumsi obat anti-
platelet.
8. Diabetes Mellitus (DM)
Penyakit komorbid yang sering ditemui dan menjadi faktor resiko terjadinya
perdarahan.
9. Chronic Kidney Disease
Efek uremia terhadap mukosa saluran cerna, disfungsi trombosit akibat uremia,
hypergastrinemia, penggunaan antiplatelet dan antikoagulan, serta heparinisasi saat
dialysis. Namun, patogenesisnya masih belum diketahui secara jelas.
10. Riwayat Gastritis
Gastritis memiliki dampak besar dalam terjadinya ulkus. Resiko terjadinya bukan
karena sekresi asam, tetapi adanya gangguan dalam mekanisme pertahanan mukosa
dan proses penyembuhan.

Patofisiologi Perdarahan Salurcan Cerna Bagian Atas


1. Hipertensi Porta
Disebut hipertensi porta bila tekanan vena porta >10 mmHg dan menetap. Tekanan
porta dihitung dengan menghitung selisih antara hepatic wedged pressure dan vena
cava inferior. Penyebab terbanyak hipertensi porta adalah sirosis hepatis.
2. Pecahnya Varises Esofagus
Perdarahan akibat pecahnya variseal merupakan suatu tanda kegawatan dan
komplikasi dari sirosis hepatis akibat penurunan fungsi hati, sehingga sering
dijumpai berbagai masalah seperti asites, perdarahan, dan koma hepatikum.
Perdarahannya bervariasi mulai dari yang ringan seperti perdarahan gusi sampai
perdarahan berat seperti hematemesis melena. Berat atau ringannya tergantung
pada berbagai hal, antara lain besar dan tekanan varises esofagus, jenis dan beratnya
trauma, serta beratnya gangguan hemostasis. Perdarahan akibat pecahnya varises
gastroesofagus merupakan komplikasi yang paling mudah terjadi pada hipertensi

21
portal. Varises esofagus terjadi apabila tekanan porta melewati 12 mmHg. Semakin
tinggi tekanan porta semakin tinggi pula resiko perdarahan, sehingga teori eksplosif
menjelaskan bahwa perburukkan hipertensi porta meningkatkan tekanan hidrostatik
pada pembuluh darah dan terjadi varises. Meningkatnya ukuran varises dan
menurunnya ketebalan dinding pembuluh darah mengakibatkan daya regang
pembuluh darah menurun.
3. Non Hipertensi Porta
Lumen gaster memiliki pH asam yang membantu proses pencernaan tetapi juga
berpotensi merusak mukosa gaster. Musin yang disekresi sel-sel foveola gastrica
membentuk suatu lapisan tipis berguna untuk mencegah partikel makanan besar
agar tidak langsung menempel pada lapisan epitel. Lapisan mukosa mendasari
pembentukan lapisan musin agar stabil pada permukaan epitel yang melindungi
mukosa dari paparan asam lambung, selain itu memiliki pH netral sebagai hasil
sekresi ion bikarbonat sel-sel epitel permukaan. Suplai vaskular ke mukosa gaster
selain mengantarkan oksigen, bikarbonat, dan nutrisi juga berfungsi melunturkan
asam yang berdifusi ke lamina propia. Gastritis akut atau kronik dapat terjadi
dengan adanya dekstruksi mekanisme protektif tersebut.

Pada usia lanjut, pembentukan musin berkurang sehingga rentan terkena gastritis
dan mudah juga untuk terjadi perdarahan saluran cerna. NSAID dan obat anti-
platelet mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang umumnya dibentuk oleh
prostaglandin atau mengurangi sekresi bikarbonat, sehingga meningkatkan
perlukaan mukosa gaster. Infeksi bakteri Helicobacter pylori akan meningkatkan
sekresi asam lambung sehingga dapat terjadi ulkus duodenum. Inflamasi yang
terjadi akibat toksin dan enzim yang diproduksinya akan menstimulasi sekresi
gastrin yang merangsang produksi asam lambung

Alkohol dapat merangsang sekresi asam sehingga menyebabkan perlukaan mukosa


saluran cerna. Selain itu, penyakit komorbid juga menjadi salah satu faktor
terjadinya perdarahan SCBA, salah satunya adalah diabetes mellitus. Pada pasien
DM terjadi perubahan mikrovaskuler, salah satunya adalah penurunan protasiklin
yang berfungsi mempertahankan mukosa lambung sehingga mudah terjadi
perdarahan.

22
Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) beragam, seperti:
1. Anemia
Anemia defisiensi besi yang terjadi karena perdarahan yang tidak diketahui dan
berlangsung lama.
2. Hematemesis
Muntah darah mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang
berwarna coklat merah atau “coffee ground”. muntah darah berwarna hitam seperti
bubuk kopi
3. Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam
lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi
sumber lainnya. Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau
yang khas. Hal ini terjadi karena adanya darah yang berada dalam usus besar dalam
jangka waktu lama (>14 jam) sehingga bakteri dalam lumen usus akan mengurainya
menjadi senyawa kimia (hematin) yang berwarna hitam.

Pendekatan Diagnosis

Hal pertama yang harus dilakukan adalah menilai status hemodinamik pasien dan
mencari sumber perdarahan aktif apabila ada. Penilaian awal Airway, Breathing,
Circulation perlu diperhatikan terutama pada pasien dengan perdarahan aktif dan
penurunan kesadaran. Pasien-pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami
aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia
tua dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Setelah keadaan pasien cukup
stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. 3

Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis, riwayat
dispepsia, riwayat mengkonsumsi NSAID, obat rematik, alkohol, jamu –jamuan, obat
untuk penyakit jantung, dan obat stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal,
riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-
muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya
sindroma Mallory Weiss. Pemeriksaan fisik untuk monitoring tanda vital dan
pemeriksaan darah rutin, ureum kreatinin, fungsi hati, dan elektrolit perlu dilakukan.
Pasien dengan perdarahan aktif memerlukan konsultasi emergensi untuk

23
esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pasien tanpa perdarahan aktif dapat dipantau,
diobservasi, dan mungkin dijadwalkan untuk EGD. 4

Mekanisme kehilangan darah dapat berupa perdarahan ringan sampai dengan


perdarahan masif yang disertai shock. Perdarahan yang tersamar (occult bleeding)
hanya dapat dideteksi dengan ditemukannya darah pada feses atau adanya anemia
defisiensi besi, sehingga sering tidak tampak secara jelas. Berat ringannya perdarahan
dapat dinilai dari manifestasi klinik yang ada, derajat turunnya kadar haemoglobin, dan
ada tidaknya gangguan hemodinamik.

1.2 Anemia
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying
capacity). Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa
eritrosit adalah kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit.
Anemia merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease)
dan bukan suatu kesatuan penyakit tersendiri. Oleh karena itu diagnosis anemia tidak
cukup hanya anemia saja namun harus dapat ditetapkan penyakit dasarnya. Pada
dasarnya anemia disebabkan oleh karena:
1. Gangguan pembentukan eritrosit
2. Perdarahan
3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
Dalam melakukan evaluasi awal pada pasien anemia, perlu diperhatikan apakah
anemia yang dialami pasien berkaitan dengan adanya keganasan hematologi. Data yang
didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
digunakan untuk menegakkan jenis anemia dan penyebab yang mendasari.

1.3 Syok Hipovolemik


Hypovolemic shock atau syok hipovolemik dapat didefinisikan sebagai
berkurangnya volume sirkulasi darah dibandingkan dengan kapasitas pembuluh darah
total. Hypovolemic shock merupakan syok yang disebabkan oleh kehilangan cairan
intravascular yang umumnya berupa darah atau plasma. Kehilangan darah oleh luka yang
terbuka merupakan salah satu penyebab yang umum, namun kehilangan darah yang tidak
terlihat dapat ditemukan di abdominal, jaringan retroperitoneal, atau jaringan di sekitar

24
retakan tulang. Sedangkan kehilangan plasma protein dapat diasosiasikan dengan
penyakit seperti pankreasitis, peritonitis, luka bakar dan anafilaksis.
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak
terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan
pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi.
Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air.
Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk
mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan
vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.

1.4 Azotemia
Azotemia menunjukkan adanya kemungkinan penurunan fungsi ginjal. Penilaian
keadaan azotemia pada pasien ini adalah berupa etiologi pre-post renal, dan kondisi AKI-
acute on CKD. Diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut berupa USG abdomen,
GFR, dan urin lengkap untuk mengetahui hal tersebut.

1.5 Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa


dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas
penyakit diabetes mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa
keadaan yang lain. Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada

25
pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu
(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

• Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;

• Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah
TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl

• Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT

• Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c


yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

1.6 Hiperkalemia
Hiperkalemia adalah kondisi ketika kadar kalium dalam darah terlalu tinggi. Gejala yang
muncul akibat hiperkalemia bisa amat beragam, mulai dari lemah otot, kesemutan, sampai gangguan
irama jantung.
Jenis Hiperkalemia

Kadar kalium normal di dalam darah adalah 3,5ꟷ5,0 mEq/L. Seseorang baru dikatakan
menderita hiperkalemia apabila kadar kalium di dalam darah lebih dari 5,0 mEq/L.

26
Berdasarkan tingginya kadar kalium dalam darah, hiperkalemia terbagi menjadi beberapa jenis,
yaitu:

• Hiperkalemia ringan, yaitu kadar kalium dalam darah 5,1-6,0 mEq/L


• Hiperkalemia sedang, yaitu kadar kalium dalam darah 6,1-7,0 mEq/L
• Hiperkalemia berat, yaitu kadar kalium dalam darah di atas 7,0 mEq/L

Penyebab dan Faktor Risiko Hiperkalemia

Hiperkalemia bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari gangguan kesehatan hingga efek
samping obat-obatan. Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan
kadar kalium dalam darah:

1. Gangguan fungsi ginjal

Segala penyakit atau kondisi yang bisa menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal dapat
mengakibatkan hiperkalemia. Pasalnya, salah satu fungsi ginjal adalah membuang kelebihan
kalium dari dalam tubuh. Maka ketika fungsi ginjal terganggu, kadar kalium di dalam tubuh
akan meningkat.

Beberapa penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal adalah:

• Gagal ginjal akut


• Gagal ginjal kronis
• Lupus nefritis
• Penyakit saluran kemih, seperti batu saluran kemih (urolithiasis)
• Reaksi penolakan dari transplantasi organ

2. Penyakit kelenjar adrenal

Kelenjar adrenal adalah kelenjar kecil di atas ginjal yang berfungsi menghasilkan hormon
kortisol dan aldosteron. Hormon aldosteron membantu mengatur jumlah natrium dan cairan di
ginjal, serta mengeluarkan kalium melalui urine. Jika kadar hormon aldosteron berkurang,
maka jumlah kalium dalam darah akan meningkat.

Oleh sebab itu, penyakit kelenjar adrenal yang menyebabkan penurunan kadar hormon
aldosteron, seperti penyakit Addison, dapat menyebabkan kadar kalium dalam darah
meningkat.

27
3. Pelepasan kalium ke aliran darah

Normalnya, kalium lebih banyak berada di dalam sel-sel tubuh daripada di luar sel-sel tubuh.
Oleh karena itu, segala kondisi yang meningkatkan pelepasan kalium ke luar sel-sel tubuh
dapat menyebabkan hiperkalemia. Kondisi tersebut antara lain:

• Diabetes tipe 1
• Anemia hemolitik
• Ketoasidosis diabetik
• Rhabdomyolysis
• Sindrom tumor lisis
• Cedera
• Luka bakar
• Tindakan operasi
• Donor darah

4. Penggunaan obat-obatan

Sejumlah obat-obatan dapat menurunkan kemampuan tubuh dalam mengeluarkan kalium


melalui urine. Akibatnya, kadar kalium dalam darah menjadi meningkat. Obat-obatan tersebut
antara lain:

• Diuretik hemat kalium, seperti spironolactone


• Obat antiflamasi nonsteroid (OAINS), seperti ibuprofen dan aspirin
• ACE inhibitors, seperti captopril
• Obat penghambat reseptor angiotensin (ARBs), seperti candesartan
• Beta blocker, seperti propanolol
• Heparin
• Suplemen kalium

1.7 Splenomegali
Pada sirosis hati terjadi peningkatan tekanan di sistem portal. Hal ini menimbulkan
peningkatan blokade aliran darah dari limpa sehingga limpa dapat membesar secara progresif
dan terjadilah splenomegali.3 Jadi, hipertensi portal tidak hanya mengakibatkan terbentuknya
varises esofagus, tetapi juga pembesaran limpa (splenomegali)

28
1.8 Pemanjangan Studi Koagulasi
Pemeriksaan dasar koagulasi termasuk PT, INR (international normalizing ratio), dan
APTT. Panel PT dan INR keduanya berfungsi untuk mengukur skema jalur koagulasi
ekstrinsik. Sedangkan APTT berfungsi untuk mengukur skema jalur koagulasi intrinsik.
Beberapa kondisi yang menyebabkan peningkatan parameter pemeriksaan koagulasi adalah
perbedaan penyakit tiap pasien, dosis dan jenis terapi, serta kondisi fisiologis pasien. Semua
hal tersebut dapat mengarahkan dokter dalam menentukan diagnosis dan terapi suatu gejala
medis.
Kegunaan atau indikasi dari pemeriksaan PT adalah:
▪ Evaluasi kelainan perdarahan
▪ Nilai dasar faktor koagulasi sebelum memulai terapi antikoagulan
▪ Monitoring pemberian regiment vitamin K antagonists (VKA), seperti warfarin
▪ Diagnosis DIC (disseminated intravascular coagulation)
▪ Deteksi fungsi sintesis hati dan kalkulasi skoring MELD (model for end-stage liver
diseases) pada penyakit hati
Indikasi umum pemeriksaan APTT adalah:
▪ Skrining kelainan pembekuan darah pada pasien sebelum operasi
▪ Monitoring terapi heparin
▪ Skrining kelainan perdarahan, seperti hemofilia A, hemofilia B, defisiensi vitamin K,
penyakit Von Willebrand's, dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

Penyebab Kelainan Hasil PT dan APTT


Kelainan hasil pemeriksaan PT, INR, dan APTT dapat berupa pemanjangan maupun
pemendekan waktu. Beberapa penyakit dapat menyebabkan kelainan pemeriksaan faktor
koagulasi tersebut, di antaranya dijelaskan pada tabel 1 di bawah.

Tabel 1. Penyebab Kelainan PT dan APTT

Pemanjangan
Pemendekan
PT, INR APTT PT, INR dan APTT
Penyakit hati Peningkatan konsumsi suplemen
ringan-sedang Penyakit hati berat yang mengandung vitamin K
Hemofilia A (defisiensi F VIII)
Defisiensi faktor atau dikenal sebagai hemofilia Asupan makanan yang tinggi
koagulasi klasik. vitamin K

29
Puasa dapat mengurangi faktor
Hemofilia B (defisiensi F IX) koagulasi (F II, F VII, F X), dan
atau dikenal sebagai kelainan secara bertahap terjadi pemendekan
Terapi VKA perdarahan resesif terkait gen-X. PT
Penyakit Von
Willebrand tipe Penyakit Von Willebrand tipe
1 dan 2A 2B, 2N dan 3
Antibodi
antiphospholipid
Kelainan DIC (pemanjangan PT, APTT, BT, dan
penurunan platelet absolut)

Defisiensi vitamin K (pemanjangan PT dan APTT)

Merupakan vitamin terlarut lemak, sehingga


defisiensi menyebabkan penurunan pembentukan
faktor koagulasi II, VII, IX, X, protein C dan S.

BT – Bleeding Time; DIC – disseminated intravascular coagulation; PT – prothrombin time;


APTT – activated partial thromboplastin time

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
2. Robinson M, Syam F, Abdullah M. Mortality risk factors in acute upper
gastrointestinal bleeding. Indones J Gastroenterol Hepatol Dig Endosc. 2012;13:1-37.
3. Barkun A, Bardou M, Kuipers E. International Consensus Recommendations on the
Management of Patients with Nonvariceal Upper Gastrointestinal Bleeding. Ann
Intern Med. 2010;152(13):101.
4. Firmin A, Nonga Ngo B, Noah D, Kowo M. Aetiology and risk factors of acute upper
gastrointestinal hemorrhage: analysis of 613 cases in Yaounde, Cameroon. Port
Harcourt Med J. 2013;7:175-182.
5. Cremers I, Ribeiro S. Management of Variceal and Nonvariceal Upper
Gastrointestinal Bleeding in Patients with Cirrhosis. Therap Adv Gastroenterol.
2014;7(6):206-216.
6. Jaskolka J, Binkhamis S. Accute Gastrointestinal Haemorrhage: radiologic diagnosis
and management. J Can Assoc Radiol. 2013;64(2):90-100.
7. Sukinem N, Skep G. Interpretasi Analisa Gas Darah. Ministry Of Health Department
Kariadi Hospital of Semarang Central Jawa, Indonesia 2013
8. Yamauchi, Hiroshi, and Hopper, James. Hypovolemic shock and hypotension as a
complication in the nephrotic syndrome. Annals of Internal Medicine. 1996;60:242-
254.
9. Levy JH, Szlam F, Wolberg AS, Winkler A. Clinical use of the activated partial
thromboplastin time and prothrombin time for screening: a review of the literature
and current guidelines for testing. Clin. Lab. Med. 2014 Sep;34(3):453-77. DOI:
10.1016/j.cll.2014.06.005
10. Nabili, S. Emedicinehealth (2021). Enlarged Spleen (Splenomegaly) Causes,
Treatment, dan Life Expectancy.

31

Anda mungkin juga menyukai