Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS

APPENDICITIS AKUT

Oleh:
SHERIN ADHA HADIA
102120034

Pembimbing:
Dr. Indra Jaya, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DABO SINGKEP KABUPATEN LINGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

Apendisitis akut adalah peradangan apendiks oleh bakteri akibat tersumbatnya


lumen karena fekalit, hiperplasia jaringan limfoid dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama apendisitis.1 Penyakit ini selalu memerlukan
pembedahan dan merupakan salah satu indikasi gawat darurat bedah pada anak.2
Kasus apendisitis akut di Amerika Serikat terjadi hingga 70.000 kasus per tahun
pada anak usia 0-19 tahun, dengan kasus terbanyak pada usia dekade kedua (usia
10-19 tahun).3

Prevalensi apendisitis akut pada anak usia 0-21 tahun di Rumah Sakit Immanuel
Bandung tahun 2011 sebanyak 101 kasus, apendisitis akut paling banyak ditemukan
pada usia 13-21 tahun, yaitu sebanyak 70 anak (69,31%), anak perempuan lebih
banyak menderita apendisitis akut dibandingkan anak laki-laki, yaitu sebanyak 65
orang (64,36%), keluhan utama tersering adalah nyeri abdomen kuadran kanan
bawah yang didapatkan pada 61 anak (60,40%).4 Data kasus apendisitis akut anak
di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau (2011-2012) ditemukan 75 kasus pada usia
0-18 tahun, dengan penderita terbanyak pada usia 13-18 tahun.5 Diagnosis
apendisitis pada anak dengan nyeri abdomen akut mencapai 1-8%. Angka kejadian
kasus ini meningkat pada anak dari 1 menjadi 2 kasus tiap 10.000 anak yang berusia
4 tahun per tahun dan 25 kasus tiap 10.000 anak per tahun dengan usia 10-17 tahun.6

Pada apendisitis, nyeri perut yang klasik adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati,
kemudian setelah 4-6 jam akan dirasakan berpindah ke daerah perut kanan bawah
(sesuai lokasi apendiks).7 Saat inflamasi berlanjut dalam 6-36 jam maka akan
terjadi perangsangan peritoneum terutama pada daerah letak apendiks sejajar
dengan titik McBurney yang menimbulkan nyeri somatik.1,8 Pada kurang dari 24
jam pertama sejak sakit jarang ditemukan terjadinya perforasi, tetapi setelah lebih
dari 24 jam keluhan semakin meningkat.1,9 Jika telah didapatkan diagnosis yang
jelas sebagai apendisitis, penundaan apendektomi dengan tetap memberikan terapi
antibiotik dapat mengakibatkan terjadinya perforasi dalam waktu <24 jam setelah

3
mulainya appendicitis.1 Pada apendisitis perforasi umumnya terdapat gejala yang
progresif dalam 36 jam, demam tinggi diatas 39oC, distensi abdomen, dehidrasi dan
asidosis, diare, peristaltik menurun, nyeri yang meluas ke abdomen bawah atau
seluruh abdomen, dan leukositosis.7 Beberapa penelitian menyebutkan perforasi
pada apendisitis terjadi dalam 24 hingga 48 jam pasca inflamasi akut.1

B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis
dan mengelola pasien dengan tepat berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta kepustakaan yang ada pada
pasien Appendicitis akut serta mengetahui prognosis.

C. MANFAAT

Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar agar
dapat mendiagnosis dan mengelola pasien dengan tepat dan komprehensif, serta
mengetahui prognosis Appendicitis akut.

4
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama Penderita : An. RS

Umur / tgl. Lahir : 13 tahun 7 bulan 7 hari / 12 Januari 2007

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Resang, Dabo Singkep.

Orang tua

Nama Ayah : Tn. R

Umur : 43 tahun

Pendidikan : Lulus SD

Agama : Islam

Pekerjaan : Nelayan

Nama Ibu : Ny. B

Umur : 41 tahun

Pendidikan : Lulus SD

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

M.R.S : 19 Agustus 2020 pukul 13.25 WIB No.RM : 95.44.01

Di Rujuk : 20 Agustus 2020

Tindakan Operasi : 25 Agustus 2020

5
B. DATA DASAR

1. ANAMNESIS

Anamnesis dengan penderita dan catatan medis tanggal 19 Agustus 2020 jam 13.25
WIB dan data dari catatan medik no. 95.44.01.

a. Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah

b. Riwayat Penyakit Sekarang : An. RS, 13 tahun datang ke UGD RSUD Dabo
Singkep dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 5 hari yang lalu. Nyeri perut
yang dirasakan hilang timbul dan memberat ketika berjalan. Anak belum
menstruasi. Demam (-), menggigil (-), mual (-), muntah (-), BAB (-), BAK (+).
Anak dirawat inap di bangsal anak Benan III. Saat ini anak sudah menjalani
perawatan di Rumah Sakit hari ke-1 anak sakit. Anak mendapat infus RL 18 tpm,
inj Ceftriaxone 1gr/24 jam, paracetamol 500mg 3x1 hari, dan metronidazole
250mg/8 jam.

c. Riwayat Pengobatan : Anak sudah berobat ke dokter umum dan diberikan


Amoxicillin 500mg 3x1 hari, dan paracetamol 600mg 2x1 hari, namun nyeri belum
berkurang.

d. Riwayat Penyakit Dahulu : Anak pernah dirujuk ke RSUD Tanjung Pinang


dengan keluhan yang sama disertai BAB hitam selama 1 bulan.

e. Riwayat keluarga : Keluarga tidak ada yang mengeluhkan hal serupa seperti
yang di keluhkan oleh anak.

f. Riwayat pekerjaan : An. RS adalah siswi SMP Pesantren Darrul Iman Jl. Batu
Kacang Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga

g. Kondisi ekonomi, lingkungan social dan fisik: Anak tinggal bersama ayah
yang bekerja sebagai nelayan dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Biaya pengobatan
anak ditanggung oleh BPJS.

Kesan : Sosial ekonomi kurang.

6
h. Riwayat makan dan minum anak

Anak senang mengkonsumsi makanan instant dan jarang memakan sayuran dan
buah - buahan dalam menu makanan sehari-harinya.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal : 19 Agustus 2020, Pukul 13.25 WIB di ruang anak Benan III .

Kesan umum : Kesadaran Composmentis, GCS 15 ( E4 V5 M6 ).

Umur : 13 tahun 7 bulan 7 hari

Jenis kelamin : Perempuan

Tanda- tanda vital

- Frekuensi nadi : 88x/ menit


- Frekuensi nafas : 22x/ menit
- Suhu : 36,7 ºC
- SpO2 : 99%
- Tekanan Darah : 126/76 mmHg
- Berat badan : 39 kg
- Tinggi badan : 148 cm

STATUS GENERALIS

Anemi : (-)

Sianotik : (-)

Ikterik : (-)

Turgor : Kembali lambat

Tonus : Normotonus

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Kulit : Kemerahan (+)

7
Edema : (-)

Serebral : Kejang (-)

Dispneu : (-)

KEPALA

Lingkar kepala : 55 cm (Normosefal)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, reflek pupil (+/+), sclera

ikterik (-/-), diplopia (-), kabur (-), oedem palpebra (-/-), mata

cowong (-/-)

Telinga : Nyeri tekan tragus (-/-), discharge (-/-), gangguan pendengaran (-)

Hidung : Napas cuping (-), discharge (-), epistaksis (-),sekret (-/-)

Bibir : bibir kering (-), mukosa kering (-), sianosis (-)

Mukosa : Sianotik (-), kering (-)

Mulut : Sianotik (-), gusi berdarah (-) Gigi : Karies (-)

Leher : Simetris, Pembesaran Nodhe Lymphoidei (-), kaku kuduk (-)

KELENJAR GETAH BENING

Pembesaran NL (-)

Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-)

THORAX

Paru-paru

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

8
Auskultasi : suara dasar : vesikuler +/+ suara tambahan Hantaran : -/-

Ronkhi : -/- Wheezing : -/-

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea medioclavicularis

sinistra, kuat angkat (-), melebar (-), sternal lift (-), pulsasi

parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), thrill (-)

Perkusi :

• Batas kiri : ICS V 2 cm medial linea medioclavicularis sinistra


• Batas atas : ICS II Linea Parasternal Sinistra
• Batas kanan : ICS II Linea Parasternal Dekstra Aktivitas :
Normal, irama reguler

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), bising (-)

Suara mitral 1 > suara mitral 2

Suara aortal 1 < suara aortal 2

Suara pulmonal 1 < suara pulmonal 2

ABDOMEN

Inspeksi : datar, supel, turgor kembali lambat, venektasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) menurun

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) kanan bawah, defans muskular (-), rovsing

sign (+), mc burney sign (+), psoas sign (+), obturator sign (+),

hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani, pekak sisi (+) N , pekak alih (-), area traube timpani, nyeri

9
ketok kostovertebra (-)

EKSTREMITAS

Superior inferior
Oedema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill < 2"/< 2" < 2"/< 2"
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus Normotonus normotonus
Refleks fisiologis +N/+N +N/+N
Refleks patologis -/- -/-
Sensibilitas +N/+N +N/+N
Status Neurologis

R. Fisiologis : (+)

R. Patologis : Kaku Kuduk (-)

 Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

10
Alvarado Score

Skor
Tabel Skor Alvarado

Gejala Klinis
Nyeri abdominal pindah ke fossa iliaka kanan 1 ()
Nafsu makan menurun 1
Mual dan atau muntah 1

Tanda Klinis
Nyeri lepas 1 ()
Nyeri tekan fossa iliaka kanan 2 ()
Demam (suhu > 37,2⁰ C) 1

Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis (leukosit > 10.000/ml) Shift to the left 2 ()
(neutrofil > 75%) 1

TOTAL 10

Pada an. RS di dapatkan total Alvarado score 6 yang berarti curiga


appendicitis akut.
Interpretasi:
Skor 7-10 = Apendisitis akut
Skor 5-6 = Curiga apendisitis akut
Skor 1-4 = Bukan apendisitis akut14

11
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 19/08/2020

DARAH RUTIN

No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Darah Rutin (WB EDTA)

1. Leukosit 11.17 10x3/uL 4.00 – 12.00


2. Eritrosit 4.90 10x6/uL 3.50-5.20
3. Hemoglobin L 10.6 g/dL 12.0 – 16.0
4. Hematokrit L 33.7% % 35 – 49
5. MCV L 68.8 fL 80 – 100
6. MCH L 21.6 Pg 27.0 – 34
7. MCHC 31.5 g/dL 31.0 – 37.0
8. Trombosit 334 10x3/uL 100 – 300
9. RDW H 17.2 % 11.0 - 16.0
10. Eosinofil Absolute 0.03 10x3/uL 0.02 - 0.80
11. Basofil Absolute 0.01 10x3/uL 0.00 – 0.10
12. Netrofil Absolute 7.34 10x3/uL 2.00 – 8.00
13. Limfosit Absolute 3.39 10x3/uL 0.80 - 7.00
14. Monosite Absolute 0.40 10x3/uL 0.12 – 1.20
15. Eosinofil L 0.3 % 0.5 – 5.0
16. Basofil 0.1 % 0.0 – 1.0
17. Neutrofil 65.7 % 50.0 – 70.0
18 Limfosit 30.3 % 20.0 – 60.0
19. Monosit 3.6 % 3.0 – 12.0
Kimia Klinik Serum
Glukosa sewaktu 126 mg/dL 100-140

12
Daftar Masalah

MASALAH AKTIF TANGGAL MASALAH TANGGAL


INAKTIF
1. Nyeri perut kanan bawah
sejak 5 hari yang lalu.

19 Agustus 2020
2. Anemia ringan
3. Trombosit 334 ribu
4. Hemoglobin 10,6 g/dL
5. Hematokrit 33,7%
6. MCV 68,8 fL
7. MCH 21,6 Pg
8. RDW 17.2 %
9. Eosinofil 0.3 %

C. Resume

An. RS, perempuan usia 13 tahun 7 bulan 7 hari BB: 39 kg datang dengan
keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 5 hari yang lalu. Dari hasil pemeriksaan
fisik didapatkan suhu : 36,8oC, nadi : 88x/menit, pernapasan : 22x/menit, obturatur
sign (+), psoas sign (+), nyeri tekan . Dari hasil lab di dapatkan leukositosis
11.1710x3/uL, trombosit 334x103 /µl, hemoglobin 10,6 g/dL, hematokrit 33,7%,
MCV 68,8 fL, MCH 21,6 Pg, RDW 17.2%, dan eosinofil 0.3%, berdasarkan hasil
lab an. RS menderita anemia ringan.

D. Assessment

❑ Colic abdomen ec. Susp App akut

❑ Anemia ringan

E. Diagnosa

❑ Diagnosa Klinis : Colic Abdomen ec. Susp App akut

13
❑ Diagnosa Gizi : Gizi Baik

❑ Diagnosa Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap

❑ Diagnosa Tumbang : Perkembangan sesuai usia

F. Initial plans

1. Apendisitis akut

IPDx : Pemeriksaan darah lengkap

IPTx :

- infus RL 18 tpm,
- inj Ceftriaxone 1gr/24 jam
- paracetamol 500mg 3x1 hari.
- Metronidazole 250mg/8 jam

IPMx :

- Evaluasi keadaan umum


- Evaluasi tanda vital

IPEx :

- Menjelaskan kepada orang tua dan anak mengenai penyakit anak yaitu
appendicitis akut
- Menjelaskan tentang pemeriksaan fisik kepada anak dan orang tua.
- Mengedukasi orang tua dan anak untuk menjaga asupan nutrisi yang bergizi
baik dan seimbang
- Menjelaskan kepada orang tua anak, untuk anak dirujuk
- Mengedukasi kepada orang tua dan anak kemungkinan dilakukan operasi

14
Follow Up

Tanggal 19 Agustus 2020 02 September 2020


Subyektif Lemah, nyeri perut kanan Lemah, nyeri pada luka post OP
bawah
Obyektif - KU: tampak lemah, compos - KU: tampak lemah, compos
mentis mentis
- TD : 126/76 - T : 110/70
- Rr : 22 x/menit - Rr : 20 x/menit
- N : 88 x/menit - N : 85 x/menit
- Suhu : 36,7°C - Suhu : 36,8°C
- SaO2 : 99% - SaO2 : 99%
- Mata: CP (-/-), mata cowong - Mata: CP (-/-), mata cowong
(-/-) (-/-)
-Leher: KGB tidak membesar. -Leher: KGB tidak membesar.
- Cor: IC tdk tampak, IC tdk - Cor: IC tdk tampak, IC tdk
kuat angkat, Batas kuat angkat, Batas
jantung kesan tidak jantung kesan tidak
melebar, BJ I-II murni, melebar, BJ I-II murni,
intensitas normal, intensitas normal,
reguler, bising (-) reguler, bising (-)
- Pulmo: retraksi intercostal (- - Pulmo: retraksi intercostal (-
/-), retraksi /-), retraksi
suprasternal (-/-), suprasternal (-/-),
Pengembangan dada Pengembangan dada
kanan=kiri, fremitus kanan=kiri, fremitus
raba kanan=kiri, raba kanan=kiri,
sonor/sonor, sonor/sonor,
SDV(+/+), ST(-/-) SDV(+/+), ST(-/-)
- Abdomen: DP//DD, bising - Abdomen: DP//DD, bising
usus (+) usus (+)
menurun, menurun,
tympani, supel, tympani, supel,
nyeri tekan (+) nyeri tekan (+)
kanan bawah, kanan bawah,
hepar lien tidak hepar lien tidak
teraba, area teraba, area
Troube timpani Troube timpani
- Akral hangat (+) - Akral hangat (+)
Assesment Collic Abdomen ec. Susp App Post appendiktomi ec Apendisitis
Acute akut
Planning - Inf RL 18 tpm
- Inj Ceftriaxone 1gr/ 24 jam
- Paracetamol tab 500mg 3x1
- Metronidazole 250mg/8 jam

15
Gambar 1. Hasil USG abdomen

Hasil USG abdomen :

Hepar : Ukuran dan echostruktur normal, permukaan licin, vaskuler dan

bilier intrahepatal tak prominent, tak tampak lesi.

VF : Ukuran normal, lumen anechoic, dinding tak menebal, tak tampak

lesi.

16
Lien : Ukuran dan echostruktur normal, tidak tampak lesi.

Pancreas : Ukuran dan echostruktur normal, tidak tampak lesi.

Ren bilateral : Ukuran dan echostuktur dalam batas normal, batas cortex et medula

tampak tegas, SPC tak melebar, tak tampak lesi.

VU : Terisi cairan, lumen anechoic, dinding tak menebal, tak tampak lesi

Uterus : Ukuran dan echostruktur normal, tidak tampak lesi.

Scan abdomen : Tampak bayangan tubular buntu dengan dinding yang edema

(Perut kanan gambaran target sign berdiameter 0,36 𝑐𝑚, tak tampak koleksi
Bawah)
cairan bebas diantara usus-usus, tak tampak distensi usus-usus

disertai penebalan di sebagian dindingnya.

Gambar 2. Satu potong jaringan ukuran 7x1x1cm, kecoklatan (2c)

Berdasarkan pemeriksaan Mikroskopis:

Sediaan jaringan menunjukkan kelenjar appendiks dengan sebukan sel radang


limfosit, neutrophil, massa nekrotik dan area perdarahan pada lapisan tunika
adventitia.

17
G. Hasil kunjungan rumah

Kunjungan rumah tanggal 13 September 2020 pukul 14.00 WIB.

Keadaan Rumah

Status : Rumah milik sendiri

Ukuran : 7 m x 5 m

Halaman rumah : ada

Teras rumah : ada

Dinding rumah : papan

Lantai rumah : papan

Ruangan : 1 ruang tamu ukuran 3 x 3,5 m2

2 ruang tidur ukuran 1,5 x 1,5 m2

1 ruang tidur ukuran 2 x 2 m2

1 dapur ukuran 2 x 3,5 m2

1 kamar mandi dan WC ukuran 2 x 1,5 m2

Penghuni : 4 orang

Ventilasi : Memadai , terdapat jendela di ruang tamu dan kamar utama dengan
model kayu yang dapat buka-tutup.

Pencahayaan : Pencahayan kurang

Kebersihan : Baik, rumah disapu setiap hari dan ketika berantakan, rumah setiap
hari juga di pel, teras disapu setiap hari, teras dan pekarangan rumah selalu
dibersihkan.

Sumber air minum: Air sumur digunakan untuk memasak, mencuci, dan mandi,
jumlah air cukup, kualitas cukup. Air minum menggunakan air minum isi ulang
Tempat sampah : Tidak memadai , hanya ada satu tempat sampah di luar rumah.

18
Tempat penampungan air : Tempat penampungan air di luar sumur, 1 drum untuk
penampungan air untuk memasak di dapur.

Kamar mandi : Ada, di dalam rumah, terdapat bak penampungan air, terbuka,
dibersihkan 1-2x/minggu..

WC : Ada, aliran lancar

Dapur : Ada, kebersihan baik

Kebiasaan sehari-hari Asuh :

• Perawatan sehari-hari oleh ibu, ayah, dan abang. Ayah dan ibu bekerja dari pagi
sampai sore hari hubungan anak tetap terjaga dengan baik dan dekat.

• Sehari-hari ibu memasak makanan sendiri untuk konsumsi keluarga, anak diawasi
dalam membeli jajanan.

• Jika anak sakit ibu membawa ke puskesmas dekat rumah.

• Keinginan anak selalu dipenuhi.

Asih : Kasih sayang diberikan oleh ibu, ayah, abang.

Asah :

• Stimulasi mental diperoleh terutama dari ibu yang berpendidikan tamat SD dan
ayah yang berpendidikan tamat SD. Ayah dan ibu bekerja dan menanggung 2 orang
anak yang belum mandiri. Ayah bekerja sebagai nelayan dari pagi sampai sore hari,
ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga. Anak bersekolah di SMP Pesantren Darrul
Iman Jl. Batu Kacang Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga, ketika sekolah
sedang libur anak pulang ke desa Resang untuk bertemu dengan ayah ibu. Makanan
dan minuman yang diperoleh dari pesantren meliputi sarapan pagi, makan siang,
dan makan malam. Sumber air minum dari air isi ulang yang cukup bersih. Alat
makan dicuci dengan air PAM dan sabun cuci piring. Mandi dua kali sehari
menggunakan air PAM dan sabun. Pakaian kotor dicuci setiap hari. Piring kotor
ditumpuk dan dicuci tiap hari.Tempat cuci piring dan cuci baju kotor menjadi satu
tempat di kamar mandi yang terletak di dalam rumah. Rumah disapu setiap hari,

19
sampah dibuang di tempat sampah terbuka di sebelah rumah. Jika ada keluarga yang
sakit dibawa ke Puskesmas, bila tidak sembuh baru berobat ke dokter umum praktek
swasta kemudian ke rumah sakit.

Lingkungan

Rumah penderita terletak di desa Resang, 2 jam dari kota Dabo menuju desa
Resang. Rumah dengan ukuran cukup luas. Rumah yang satu dengan yang lain
berjarak cukup luas. Di samping dan depan rumah penderita ada halaman cukup
luas dan ada selokan yang tidak tertutup tapi jernih dan mengalir lancar. Rumah
penderita berdinding papan dan bagian atas terbuat dari seng, lantai terbuat dari
papan dan dilapisi tikar, terdapat jendela, ventilasi, dan pencahayaan yang kurang.
Dapur, kamar mandi, dan WC berada di dalam rumah. Penghuni rumah ada 4 orang
: penderita, ibu, ayah dan abang.

Denah Rumah

Dapur K. Mandi
2x2m

Kamar
Ruang
Makan 2x2m

Kamar
1,5x1,5m
Ruang
Kamar Tamu

1,5x1,5m

Teras

20
Pemeriksaan fisik saat kunjungan rumah

Tanggal 13 September 2020

❖ Tanda- tanda vital

• Frekuensi nadi : 84x/ menit


• Frekuensi nafas : 20x/ menit
• Suhu : 36,1 ºC
• SpO2 : 99%
• Tekanan Darah : 120/70 mmHg
• Berat badan : 39 kg (tidak mengalami penurunan berat badan)
• Tinggi badan : 148 cm

❖ Status internus

KEPALA

Lingkar kepala : 55 cm (Normosefal)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, reflek pupil (+/+), sclera

ikterik (-/-), diplopia (-), kabur (-), oedem palpebra (-/-), mata

cowong (-/-)

Telinga : Nyeri tekan tragus (-/-), discharge (-/-), gangguan pendengaran (-)

Hidung : Napas cuping (-), discharge (-), epistaksis (-),sekret (-/-)

Bibir : bibir kering (-), mukosa kering (-), sianosis (-)

Mukosa : Sianotik (-), kering (-)

Mulut : Sianotik (-), gusi berdarah (-) Gigi : Karies (-)

Leher : Simetris, Pembesaran Nodhe Lymphoidei (-), kaku kuduk (-)

KELENJAR GETAH BENING

Pembesaran NL (-)

21
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-)

THORAX

Paru-paru

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar : vesikuler +/+ suara tambahan Hantaran : -/-

Ronkhi : -/- Wheezing : -/-

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea medioclavicularis

sinistra, kuat angkat (-), melebar (-), sternal lift (-), pulsasi

parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), thrill (-)

Perkusi :

• Batas kiri : ICS V 2 cm medial linea medioclavicularis sinistra


• Batas atas : ICS II Linea Parasternal Sinistra
• Batas kanan : ICS II Linea Parasternal Dekstra Aktivitas :
Normal, irama reguler

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), bising (-)

Suara mitral 1 > suara mitral 2

Suara aortal 1 < suara aortal 2

Suara pulmonal 1 < suara pulmonal 2

22
ABDOMEN

Inspeksi : datar, supel, turgor kembali lambat, venektasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) menurun

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) kanan bawah, defans muskular (-), rovsing

sign (+), mc burney sign (+), psoas sign (+), obturator sign (+),

hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani, pekak sisi (+) N , pekak alih (-), area traube timpani, nyeri

ketok kostovertebra (-)

EKSTREMITAS

Superior Inferior
Oedema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill < 2"/< 2" < 2"/< 2"
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus Normotonus normotonus
Refleks fisiologis +N/+N +N/+N
Refleks patologis -/- -/-
Sensibilitas +N/+N +N/+N

Status Neurologis

R. Fisiologis : (+)

R. Patologis : Kaku Kuduk (-)

 Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

23
BAB III

PEMBAHASAN

A. Definisi
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix
vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering
pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah
emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja Gejala
appendicitis akut pada anak tidak spesifik . Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan
anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi,
appendicitis sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90%
appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Riwayat perjalanan
penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting
dalam mendiagnosis appendicitis.
B. Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10cm (kisaran 3- 15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di
bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Pada bayi appendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit diujungnya.
Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Apendiks terletak
dikuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan
pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia
omentum). Dari topografianatomi, letak pangkal appendiks berada pada
titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan
yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden appendicitis pada usia itu.
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum)
yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum
terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica).

24
Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya
merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan
terkadang juga memiliki limfonodi kecil. Pada 65% kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya13 . Pada
kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens.
Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks13 . Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di
sekitar umbilicus14. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren14 .

Gambar 3. Variasi lokasi Appendiks

25
Gambar 4. Jenis posisi dan letak appendiks

1. 12 o clock: Retrocolic or retrocecal (dibelakang cecum atau colon)


2. 2 o clock: Splenic (ke atas kiri – Preileal and Postileal)
3. 3 o clock: Promonteric (secara horizontal menuju ke kiri ke arah sacral
promontory)
4. 4 o clock: Pelvic (turun ke dalam pelvis)
5. 6 o clock: Subcecal (di bawah caecum dan menuju ke inguinal canal)
6. 11 o clcok: Paracolic (menuju keatas kanan)10,11,13
Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasaldari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteriappendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada
appendisitis bermula di sekitar umbilikus.
Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari
a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren. Secara
histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama seperti usus
besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular submucosa oleh
mucosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang
utama. Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas
vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabungmenjadi satu di

26
mesoappendiks. Jika apendik terletak retroperitoneal, maka appendik tidak
terbungkus oleh tunika serosa.10,11,13

Histologis : Tunika
mucosa : memiliki kriptus tapi tidak memiliki villus.
Tunika submucosa : banyak folikel lymphoid.
Tunika muscularis : stratum sirculare sebelah dalam dan stratum
longitudinale( gabungan tiga tinea coli) sebelah
luar.
Tunika serosa : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari
peritoneumviscerale.13
C. Etiologi
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix
sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi
infeksi. Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab
obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada
sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi
appendiks meliputi: Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor
lainnya. Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang parasite, 1 Penyebab lain
yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix
oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi
pada pasien appendicitis yaitu1 : Bakteri aerob fakultatif, Bakteri anaerob
Escherichia coli, Viridans streptococci, Pseudomonas aeruginosa,
Enterococcus, Bacteroides fragilis, Peptostreptococcus micros, Bilophila
species, Lactobacillus species.
Pada penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal yang
mengakibatkan sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan
pertumbuhan kuman flora normalkolon biasa, keadaan ini
mempermudahkan timbulnya apendisitis akut.1

27
D. Patofisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis
appendisitis.
Apendisitis akut terjadi karena berlaku obstruksi atau sumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi
lumen yang tertutup disebab kan oleh hambatan pada bagian proksimalnya
dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang
dapat menyebabkan terjadinya distensi pada kantung apendiks .Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya
sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan
intalumen sekitar 60 cmH20.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks
mengalami hipoksia dan menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa
dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks
bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis
pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Kemudian terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi
mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-
36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena

28
ditentukan banyak faktor. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi Bila semua proses diatas berjalan lambat,
omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga
timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan
apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.10,11,12
Infiltrat apendikularis
Merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massaperiapendikular. Di dalamnya dapat
terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapatmengalami perforasi. Jika
tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massaperiapendikular
akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri
secaralambat.Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks
lebih panjang, dindingapendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya
perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah
ada gangguan pembuluh darah. Kecepatan rentetan peristiwa tersebut
tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada
dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga
organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan
melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai
dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses
melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan
atau tegangan dalamcavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus
benar-benar istirahat (bedrest). Apendiks yang pernah meradang tidak akan
sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang
menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu

29
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakanmengalami
eksaserbasi akut.10,11,12
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri abdominal, Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-
mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral
didaerah epigastrium atau sekitar umbilikus. Setelah beberapa jam nyeri
berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri
akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupanyeri somatik
setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita akan
mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi
biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C. Gejala
appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering
hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa menunjukkan rasa
nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis apendisitis
diketahui setelah terjadi perforasi. Pada orang berusia lanjut gejalanya juga
sering samar-samar saja, tidak jarangterlambat diagnosis. Akibatnya lebih
dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.
6. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama
sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan
apendiks terdorong ke kranio lateral sehingga keluhan tidak dirasakan di
perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.11,12
Gejala klinis berdasarkan letak anatomis apendiks
Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut:
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas

30
dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut
kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,
bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
- Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan
timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga
peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih
cepat dan berulang-ulang (diare).
- Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih,
dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya
dindingnya.11,12
F. Pemeriksaan Fisik
1. Demam ringan :37,5 – 38 oC, bila berlaku perforasi akan menjadi demam
lebih tinggi.
2. Pada inspeksi perut tidak ada gambaran spesifik, kembung selalu terliat
pada perforasi apendisitis, penonjolan perut kanan bawah bias dilihat pada
massa atau abses periapendikular.
3. Palpasi dan tanda – tanda appendicitis yang dapat dilakukan adalah :
- Nyeri tekan Mc Burney : nyeri tekan di titik Mc Burney.
- Rovsing sign : nyeri tekan pada kiri perut bawah
- Blumberg sign : nyeri tekan lepas (tekan di LLQ kemudian lepas dan
nyeri di RLQ)
- Psoas sign : nyeri pada saat paha pasien diekstensikan
- Obturator sign : Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha
pasien difleksikan (dilakukan dengan posisi pasien terlentang,
kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial.
Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius
di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-masing tanda ini
untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang
atau perforasi. Dasar anatomis terjadinya Obturator sign)

31
- Skor Alvarado : Semua penderita dengan suspek Appendicitis acut
dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok
yaitu: skor 6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan
radang akut. Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan
diagnosis Manifestasi Skor Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1 Mual/muntah 1 Tanda Nyeri RLQ 2 Nyeri lepas 1
Febris 1 Laboratorium Leukositosis 2 Shift to the left 1 Total poin
10 Keterangan: 0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan
diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar Appendicitis 9-10
: hampir pasti menderita Appendicitis Bila skor 5-6 dianjurkan untuk
diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah
sebaiknya dilakukan14.
4. Pada auskultasi sering normal peristaltiknya kecuali sudah berlaku
perforasi dan berlaku peritonitis dan menyebabkan berlakunya ileus
paralitik.11,13
Skor Alvarado
Skor Alvarado adalah suatu sistem pen-skor-an yang digunakan untuk
menetapkan ada atau tidaknya diagnosis appendisitis akut (penyakit usus
buntu). Skor Alvarado merupakan delapan komponen skor yang terdiri dari
enam komponen klinik dan dua komponen laboratorium dengan total skor
maksimal 10. Dibawah adalah tabel skor Alvarado:
Tabel Skor Alvarado Skor

Gejala Klinis
Nyeri abdominal pindah ke fossa iliaka kanan 1
Nafsu makan menurun 1
Mual dan atau muntah 1

32
Tanda Klinis
Nyeri lepas 1
Nyeri tekan fossa iliaka kanan 2
Demam (suhu > 37,2⁰ C) 1

Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis (leukosit > 10.000/ml) Shift to 2
the left (neutrofil > 75%) 1

TOTAL 10

Interpretasi:
Skor 7-10 = Apendisitis akut
Skor 5-6 = Curiga apendisitis akut
Skor 1-4 = Bukan apendisitis akut14
G. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari
90% anak dengan appendicitis akut. Jumlah leukosit pada penderita
appendicitis berkisar antara 12.000- 18.000/mm3. Peningkatan persentase
jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang
diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang
ditemukan pada pasien dengan appendicitis1. Pemeriksaan urinalisis
membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu
ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika
inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter1.
Ultrasonografi
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85%
dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria
diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter
anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya

33
cairan atau massa periappendix1. False positif dapat muncul dikarenakan
infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory
bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang
retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi
appendix1.
CT-Scan
CT-scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas. Sensitifitas
dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas,
presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat
digunakan sebagai pilihan test diagnostik1. Diagnosis appendicitis dengan
CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada
diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil
sehingga memberi gambaran “halo”.
Uji Laboratorium
1. Hitung darah lengkap (complete bloodcount,CBC)–leukositosis,
neutrofilia, tanpa eosinophil.
2. Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendiks al serta
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sekum.
3. Urinalisis—untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih dan di saluran
kemih,ginjal dan ureter. 11,12
H. Diagnosa Banding
Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari
usia dan jenis kelamin. Pada anak-anak balita àntara lain intususepsi,
divertikulitis, dan gastroenteritis akut. Intususepsi paling sering didapatkan
pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika
dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir sama dengan

34
Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal.
Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah
abdomen tengah. Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah
gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan
appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses.
Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan
appendicitis, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi,
merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak
ditemukan adanya demam. Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-
anak dan gejalagejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark
omentum, dapat teraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah.
Pada pria dewasa muda Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa
muda adalah Crohn’s disease, klitis ulserativa, dan epididimitis.
Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis
epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya.
Pada wanita usia muda Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia
muda lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik,
seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi
saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen
bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun
torsi. Pada usia lanjut Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk
didiagnosis. Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini
adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi,
divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat
pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis.
Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan
appendicitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi
ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah.
Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan
dengan pemeriksaan laboratorium.

35
I. Penatalaksanaan
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis : Puasakan dan Berikan
analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala.
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan
menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik. Pertimbangkan DD/ KET
terutama pada wanita usia reproduksi. Berikan antibiotika IV pada pasien
dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy Perawatan
appendicitis tanpa operasi. Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika
intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit
mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi
mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi Rujuk ke dokter
spesialis bedah.
Antibiotika preoperative
Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya
infeksi post opersi. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk
gram negative dan anaerob n Antibiotika preoperative diberikan dengan
order dari ahli bedah. n Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum
operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti
Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole.
Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus
viridans, Klebsiella, dan Bacteroides. Teknik operasi Appendectomy.1
A. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique
3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:
a. Pararectal/ Paramedian Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus
abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat
penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2 supaya
jangan tertinggal pada waktu penjahitan karena bila terjahit hanya satu
lapis bisa terjadi hernia cicatricalis. 2 lapis M.rectus abd. sayatan.2

36
b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah
sesuai serabut otot. Pada apendektomi terbuka, insisi McBurney paling
banyak dipilih, operasi ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.
Jika apendiks mengalami perforasi maka abses disedot dan diguyur
dengan NaCl dan disedot hingga bersih.2
B. Laparoscopic Appendectomy
Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai
sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen
dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah.
Membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat
mudah dengan menggunakan laparoskopi.

Gambar 5. Apendektomi menggunakan teknik laparoskopi


J. Komplikasi
1. Appendicular infiltrat: Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro
atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian
ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.

37
2. Appendicular abscess: Abses yang terbentuk akibat mikro atau
makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian
ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.
3. Perforasi
4. Peritonitis
5. Syok septik
6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus

K. Prognosis
Baik, jika diagnosis yang akurat dan awal serta pembedahan akan
menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas.3

38
BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan seorang anak perempuan usia 13 tahun 7 bulan 7 hari dengan
appendicitis akut. Keluhan utama sakit perut kanan bawah sejak 5 hari yang lalu.
Demam (-), mual (-), muntah (-). Sebelum datang ke UGD an. RS Anak sudah
berobat ke dokter umum dan diberikan Amoxicillin 500mg 3x1 hari, dan
paracetamol 600mg 2x1 hari, namun nyeri belum berkurang. Dari hasil
laboratorium di dapatkan peningkatan trombosit 334x103 /µl, penurunan
hemoglobin 10,6 g/dL, penurunan hematokrit 33,7%, penurunan MCV 68,8 fL,
penurunan MCH 21,6 Pg, peningkatan RDW 17.2%, dan penurunan eosinofil 0.3%.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium mendukung diagnosis


Appendicitis akut. Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa nyeri perut kanan
bawah sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan di ulu hati disertai
konstipasi. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa gejala klasik
appendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus atau periumbilikus.

Nyeri ini dirasakan di sekitar umbilikus atau periumbilikus karena persarafan


appendix berasal dari thorakal 10 yang lokasinya di sekitar umbilikus atau
periumbilikus. Maka nyeri pada umbilikus atau periumbilikus merupakan suatu
reffered pain. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, ke titik Mc Burney. Dititik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Nyeri bertambah jika pasien
mengalami batuk. Hal ini menunjukkan telah terjadi inflamasi pada peritoneun
parietal. Pasien appendisitis dapat mengeluhkan konstipasi atau diare.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berupa nyeri tekan dan nyeri lepas pada titik Mc
Burney, psoas sign (+), obturator sign (+). Nyeri tekan dan lepas pada titik Mc
Burney merupakan salah satu kunci diagnosis apendisitis akut.

Pasien pada kasus ini berbaring dengan posisi kaki kanan fleksi pada sendi lutut,
hal ini sesuai dengan teori yang mana tanda yang dapat ditemukan pada

39
pemeriksaan fisik adalah sikap penderita yang datang dengan posisi membungkuk
dan bila berbaring kaki kanan sedikit ditekuk.
Pemeriksaan psoas dan obturator dilakukan untuk mengetahui letak appendix
yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas dengan cara
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian
paha kanan ditahan. Bila appendix yang meradang menempel di m. Psoas mayor
maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan uji obturator
dilakukan dengan cara gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang. Bila appendix yang meradang kontak dengan m. Obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.
Penatalaksanaan pada pasien adalah dilakukan apendektomi. Hal ini sesuai dengan
teori yang mana bila diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling
tepat adalah rujuk dan segera dilakukan appendektomi.

40
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamami AH, dkk. Usus halus appendiks, kolon, dan anorektum. dalam
Sjamsuhidajat R, De jong W. Buku Ajar Ilmu bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,
hal 639-645.
2. Johns Hopkins Medicine Health Library [homepage on the internet]. Pediatric
appendectomy [cited 2020 September 2]. Available from :
http://www.hopkinsmedicine. org/healthlibrary/test_proced
ures/gastroenterology/pediatri c_appendectomy_135,16/
3. Minkes RK. Pediatric Appendicitis [homepage on the internet]. E medicine
2011[updated 2013 April 25; cited 2020 September 2]. Available from :
http://emedicine.medscape.co m/article/926795- overview#aw2aab6b2b2aa
4. Adelia. Prevalensi Apendisitis Akut pada Anak di Rumah Sakit Immanuel
Bandung periode Januari ± Desember 2011. Bandung: Fakultas Kedokteran
Universitas Maranatha;2012.
5. Pratiwi S. Gambaran hitung leukosit pre operatif berdasarkan tingkat keparahan
apendisitis akut anak (menurut klasifikasi Cloud) di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau periode Januari 2011- Desember 2012. Pekanbaru: Fakultas
Kedokteran Universitas Riau;2013.
6. Rothrock SG, Pagane J. Acute appendicitis in children : emergency department
diagnosis and management. Ann Emerg Med. J. Available from :
http://www.sygdoms.com/pdf /appendicitis/5.pdf.
7. Cloud DT. Appendicitis. In: Ashcraft KW, Murphy JP, Sharp RJ, Sigalet DL,
Snyder CL editors. Pediatric Surgery. 2"d ed. New York : WB Saunders
Company; 1994. p. 470-3.
8. Malik A, Wam NA. Continuing Diagnostic Challenge Of Acut Appendicitis:
Evaluation Through Modified Alvarado Score. Aust N Z J Surg. July
1998;68(7):504-5.
9. Odih, T RW. Pemeriksaan jumlah Leukosit dalam mendukung akurasi
diagnosis pada tiap-tiap derajat Appendisitis anak berdasarkan klasifikasi Cloud di
RS Dr. Sardjito Yogyakarta [tesis].Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM;2006.
10. Riwanto. Apendiks. Dalam : De Jong W., Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi 3, di terbitkan EGC, Jakarta, 2007 ; hal 755-62
11. Townsend C M, Beauchamp R D,Evers B M, Mattox K L. Sabiston Textbook
Of Surgery, 18th Edition, Elsevier, 2008; pg 1333-47

41
12. Anand N, Kent T S, First Aid For the Surgery. McGraw-Hill, 2003; pg 251-
57

13. Medchrome : Medical And Health Articles, Anatomy Of Appendix And


Appendicitis, September 16, 2020
http://medchrome.com/basicscience/anatomy/anatomy-appendix-appendicitis/

14. Emergency Diagnostic Radiology, Alvarado Score for Acute Appendicitis,


2009 http://emergencyradiology.wordpress.com/2009/02/05/alvarado-scorefor-
acute-appendicitis/

15. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan
Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-
645.

42
LAMPIRAN

43
44
45

Anda mungkin juga menyukai