Anda di halaman 1dari 30

CASE REPORT SESSION (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A218025

**Pembimbing/ dr. Apriyanto, Sp.BS, M.Kes

MENINGOENCEPHALOCELE

Rahayu Afpriliza,S.Ked*

dr. Apriyanto, Sp.BS, M.Kes **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU BEDAH RSUD RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)

MENINGOENCEPHALOCELE

Oleh

Rahayu Afpriliza, S.Ked

G1A218025

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas

Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher Jambi

Program Studi Profesi Dokter Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan

Jambi, September 2019

Pembimbing

dr. Apriyanto, Sp.BS, M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session (CRS) ini dengan judul “Meningoencephalocele”. Laporan ini
merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah
RSUD Raden Mattaher Jambi.

Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan


dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada dr. Apriyanto, Sp.BS, M.Kes selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan sehingga laporan Case Report Session ini dapat terselesaikan
dengan baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
Case Report Session ini.

Sebagai penutup semoga kiranya Case Report Session ini dapat


bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, September 2019

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Meningoensefalokel adalah kelainan kongenital akibat defek tuba


neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida
dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium
bifidum. Hal ini dimulai pada masa embrio pada minggu ke III sampai dengan
minggu ke IV. tidak menutupnya tuba neuralis pada ujung kranial dapat
menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat. Meningoensefalokel dapat terjadi di
seluruh bagian tengkorak, tetapi yang paling sering terjadi di regio occipital,
kecuali pada orang Asia, yang lebih sering terjadi pada regio frontal.1
Meningokel dan ensefalokel paling sering ditemukan di Negara Asia
Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Birma, Thailand, serta di Afrika dan Rusia.
Angka kejadian diperkirakan 1 setiap 5000 bayi lahir hidup, sedangkan di seluruh
dunia frekuensinya bervariasi sebesar 1/2500 sampai 1/10.000 bayi lahir hidup. Di
Indonesia, yang terbanyak adalah jenis sinsipital (frontoethmoidal), dan
didapatkan lebih banyak pada anak laki-laki. Kelainan ini jarang didapat di daerah
atap kranium dan dasar cranium. Di Negara Barat, jenis sinsipital jarang
ditemukan, yang terbanyak adalah jenis lumbosakral.1
Ketika kelainan ini berkembang, peningkatan langkah-langkah
pengawasan peripartum (misalnya, USG) memungkinkan deteksi dini dan (di
sebagian besar tempat) penghentian awal kehamilan.Meskipun tidak ada faktor
penyebab langsung yang dikaitkan dengan prevalensi tinggi yang luar biasa dari
encephaloceles di South Carolina pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an, dokter
di sana menunjukkan bahwa kampanye agresif di seluruh negara bagian yang
mempromosikan suplementasi asam folat dan meningkatkan akses ke pengawasan
dini, seperti skrining α-fetoprotein (AFP) ibu, ultrasonografi, dan amniosentesis,
secara efektif mengurangi insidensi ensefalokel.2

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. L
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 26 hari
MRS : 28 Juli 2019
Alamat : Pemenang RT 08
Agama : Islam

2.2 IDENTITAS KELUARGA


AYAH
Nama : Tn. M
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Alamat : Pemenang RT 08
Pekerjaan : Petani

IBU
Nama : Ny. D
Umur : 22 tahun
Agama : Islam
Alamat : Pemenang RT 08
Pekerjaan : IRT

2.3 ANAMNESIS
(Alloanamnesis : Ayah dan Ibu pasien)
Keluhan Utama :
Adanya benjolan di kepala belakang bagian atas sejak lahir

5
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien merupakan rujukan RS. Abunjani Bangko dengan diagnosa
ensefalokel. Pasien masuk igd dan setelahnya dipindahkan ke ruang NICU
RSUD Raden Mataher pada 28 juli 2019 pukul 22.48 wib. Pasien
mengeluhkan bejolan di kepala belakang bagian atas yang didapatkan sejak
lahir. Awalnya benjolan tersebut berukuran kecil semakin lama benjolan
semakin besar dan mengeluarkan cairan kuning. Terutama ketika pasien
menangis dan teraba keras. Pasien sering demam dan muntah. Kelainan saat
BAB dan BAK tidak ada keluhan. Orang tua pasien mengatakan pasien tidak
pernah kejang ataupun sesak sejak lahir. Pasien lahir spontan di rumah
ditolong oleh bidan.
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat trauma kepala (-)
- Riwayat kejang (-)
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat keluhan serupa (-),
Riwayat pemakaian obat
Tidak ada
Riwayat kehamilan dan persalinan
Ibu pasien dalam keadaan sehat selama hamil dan melahirkan di
rumah, persalinan ditolong oleh Bidan. Pasien lahir normal dengan
kehamilan cukup bulan, segera menangis dan bernafas spontan. Berat
Badan lahir 3400 gram. Panjang badan lahir ibu pasien lupa.
Riwayat pemberian makanan
Usia 0 - bulan : ASI
Riwayat perkembangan dan pertumbuhan
Pertumbuhan gigi pertama : belum tumbuh
Psikomotor
Belum bisa membalikkan badan.
Riwayat imunisasi
Belum imunisasi

6
2.4 PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital:
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 139x/mnt
Pernafasan : 32x/mnt
Suhu : 370C

Data Antropometrik :
Panjang Badan : 48 Cm
Lingkar Kepala : 35 cm
Berat Badan : 3000 gram
BBL : 3400 gram
PBL : ibu lupa
STATUS GENERALISATA
 Kepala
o Bentuk : normocephal, benjolan di kepala bagian
belakang atas, konsistensi lunak.
o Mata : pupil isokor, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-)
o Hidung : simetris, nafas cuping hidung (-), sekret(-),
epistaksis (-)
o Mulut : anemis (-), sianosis(-), bibir kering (-)
o Telinga : serumen (-)
 Leher : pembesaran KGB (-)
 Thorax
o Paru
 Inspkesi : simetris, retraksi (-), jejas (-)
 Palpasi : Fremitus taktil paru kanan = paru kiri
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : vesikuler(N/N), Rhonki (-/-), Wheezing(-/-)
o Jantung

7
 Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V 1 jari di linea mid
clavicula sinistra
 Perkusi : Batas atas jantung ICS II sinistra
Batas kanan jantung linea parasternal dextra
Batas kiri 1 jari medial linea mid clavicula
sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II, reguler, murmur/gallop
(-)
 Abdomen
 Inspeksi : simetris.
 Palpasi
Dinding abdomen : soepel, distensi(-), nyeri tekan(-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
 Perkusi : timpani, Shiffting dullness (-), undulasi (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Genitalia : perempuan, kelainan (-)
 ANUS : (+)
 EKSTREMITAS
 Look : edem (-), deformitas (-)
 Feel : akral hangat, CRT <2 detik
 Move : aktif

8
STATUS LOKALISATA

Benjolan di kepala bagian belakang atas


Inspeksi : - Ukuran : sebesar telur ayam kampung
- Bentuk : bulat
- Warna : sama dengan kulit sekitar
- Jumlah : 1
- Lokasi : Regio Occipital
- Kulit sekitar : baik, tidak ditemukan
lesi, sikatrik ataupun benjolan lain
Palpasi : - Ukuran : Ø 4 cm
- Permukaan : licin
- Konsistensi : lunak
- Suhu : Normal
- Mobile : immobile
- Batas : tegas
Posterior

9
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab tanggal 28-7-2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah rutin
WBC 9,32 4-10 109/L
RBC 6,44 3,5-5,5 1012/L
HGB 18,7 11-16 g/dl
HCT 63,9 35-50 %
PLT 335 100-300 x 109/L
GDS 70 mg/dl
Elektrolit
Natrium 131,92 135-148 mmol/L
Kalium 6,4 3,5-5,3 mmol/L
Chlorida 102,7 98-110 mmol/L
Calcium 1,3 1,19-1,23 mmol/L
Pemeriksaan
imunlogi
CRP +

 Foto Thorak PA tgl 29/07/ 2019


Kesan : cor dan pulmo dalam batas normal
 CT Scan Kepala tgl 29/07/2019
Kesan : edema cerebri dengan meningoensefalokel di midline
posterior parietal dengan agenesis corpus callosum

10
2.6 DIAGNOSIS KERJA
Meningoencephalocele ( Occipital Encephalocele )
2.7 TATALAKSANA
- Inj cefotaxim 2x170 mg
- Inj gentamicin 1x15 mg
- Diet Adlib
- Konsul Sp. A
- Konsul Sp. BS
- Rawat NICU

11
2.8 FOLLOW UP

Tang S O A P
gal
20/08/1 Nyeri luka GCS: 15 Post craniotomy  Dektrose 10% + Ca
9 bekas N: 130x/menit reseksi Glukonas = 19 cc/jam
operasi o
T: 36,5 C meningoencephal  Meropenem 3x120 mg
RR: 31 x/menit ocele atas
indikasi
meningoencephal
ocele occipital
21/08/1 Nyeri luka GCS: 15 Post craniotomy  Dektrose 10% + Ca
9 bekas N: 132x/menit reseksi Glukonas = 19 cc/jam
operasi T: 36,5oC meningoencephal  Meropenem 3x120 mg
RR: 30x/menit ocele atas
indikasi
meningoencephal
ocele occipital
22/08/1 Nyeri luka GCS 15 Post craniotomy  Dektrose 10% + Ca
9 bekas N: 129x/menit reseksi Glukonas = 19 cc/jam
operasi T: 36,7oC meningoencephal  Meropenem 3x120 mg
RR: 30x/menit ocele atas
indikasi
meningoencephal
ocele occipital

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Kepala


Berdasarkan ATLS (2004), anatomi kepala antara lain:3
1. Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :
a. Skin atau kulit.
b. Connective Tissue atau jaringan penyambung.
c. Aponeurosis atau galeaaponeurotika atau jaringan ikat berhubungan langsung
dengan tengkorak
d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar.
e. Perikranium.
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari
perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal).
Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi
perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan
darah, terutama pada bayi dan anak-anak.

Lapisan Kranium

13
2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria
khususnya di bagian temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporal. Basis kranii berbentuk tidak rata sehinga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas 3 fosa yaitu: fosa anterior, fosa media, dan fosa posterior. Fosa anterior
adalah tempat lobus frontalis, fosa media adalah tempat lobus temporalis, dan fosa
posterior adalah ruang bagian bawah batang otak dan serebelum.

14
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan
araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut
Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.
Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam
dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan
tembus pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang
melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi
dalam ruang subaraknoid.

15
4. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum
terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu
lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri
kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara
sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara.
Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus
temporal mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam
proses penglihatan.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula
oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang

16
berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat
pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis
dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan
defisit neurologis yang berat.
Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan,
terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak,
dan juga kedua hemisfer serebri.

5. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii
menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke
dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula
spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid.
Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal
melebihi jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan

17
serebrospinal yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan
tekanan dari venous sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah
transventricular absorption, dural absorption, nerve root sleeves absorption dan
unrepaired meningocoeles. Pelebaran ventrikel pertama biasanya terjadi pada
frontal dan temporal horns, seringkali asimetris, keadaan ini menyebabkan elevasi
dari corpus callosum, penegangan atau perforasi dari septum pellucidum,
penipisan dari cerebral mantle dan pelebaran ventrikel III ke arah bawah hingga
fossa pituitary (menyebabkan pituitary disfunction).
6. Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra
tentorial (terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang
infratentorial (berisi fosa kranii posterior).Mesensefalon (midbrain)
menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak (pons dan medulla oblongata)
berjalan melalui celah tentorium serebeli disebut insisura tentorial.

3.2 Definisi
Encephalocel adalah suatu kantung yang berisi komponen ruang
intrakranial (cairan otak dan / atau jaringan otak) akibat herniasi melalui suatu
defek tulang kranium karena kelainan kongenital.4

3.3 Embriologi
Kesalahan Embriologi yang pasti dalam pengembangan yang mengarah
pada terjadinya ensefalokel oksipital dan sinsipital tidak sepenuhnya diketahui.
Karena ensefalokel tertutupi pada kulit, cacat pada neurulasi saja tidak dapat
sepenuhnya menjelaskan etiologinya, karena masalah dengan neurulasi tidak akan
memerlukan adanya cakupan kulit. McClone dan rekannya menunjukkan bahwa
membran tulang tengkorak dan tiga lapisan meningeal berasal dari sebuah "Multi-
potensial mesenchyme primer" (mesoderm) yang biasanya ditempatkan di antara
closed neural tube dan superficial ectoderm skuamosa. Adhesi postneurulasi
antara neuroectoderm dan ektoderm kulit antara minggu 3 dan 4 kehamilan dapat
mencegah interposisi mesoderm paraxial ini untuk membentuk cranium. Kelainan
perkembangan foramen cecum telah diusulkan sebagai sumber ensefalokel nasal..

18
embriogenesis normal, divertikula dura biasanya memproyeksikan anterior
melalui fontanel kecil antara tulang hidung dan tulang depan yang sedang
berkembang (fonticulus nasofrontalis). Divertikula ini biasanya mengalami regresi
dan tulang menutup; kadang-kadang, bagaimanapun, divertikula malah melekat
pada kulit. Tulang tidak menutup, dan celah berkembang di mana jaringan otak
dapat mengalami herniasi. Hingga 19 pusat osifikasi diyakini terlibat dalam
pengerasan tulang sphenoid, yang terjadi selama tahun pertama kehidupan.
Penghinaan perkembangan di sini dapat menyebabkan sphenoid ala membran
yang tidak dimiliki yang memungkinkan penonjolan lobus temporal.
Perkembangan tulang sphenoid medial yang tidak lengkap dapat menyebabkan
perkembangan persisten dari kanal craniopharyngeal lateral, yang dikenal sebagai
kanal Sternberg, yang dapat bertindak sebagai pintu gerbang bagi ensefalokel
untuk masuk ke dalam sinus sphenoid lateral. Selain itu, area kecil penipisan di
sekitar tegmen timpani dan perforasi di sepanjang lantai fossa kranial tengah juga
dapat terjadi — menciptakan saringan di mana jaringan serebral yang meradang
atau terinfeksi dapat menonjol dari waktu ke waktu. Seperti ensefalokel oksipital,
urutan spesifik pengembangan ensefalokel atretik masih menjadi kontroversi.
Beberapa orang berpendapat bahwa ensefalokel atretik menandakan resolusi
spontan hampir lengkap dari ensefalokel yang lebih besar, sedangkan yang lain
percaya lesi ini merupakan sisa-sisa dari neural crest.2

3.4 Epidemiologi
Meningokel dan ensefalokel paling sering ditemukan di Negara Asia
Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Birma, Thailand, serta di Afrika dan Rusia.
Angka kejadian diperkirakan 1 setiap 5000 bayi lahir hidup, sedangkan di seluruh
dunia frekuensinya bervariasi sebesar 1/2500 sampai 1/10.000 bayi lahir hidup. Di
Indonesia, yang terbanyak adalah jenis sinsipital (frontoethmoidal), dan
didapatkan lebih banyak pada anak laki-laki. Kelainan ini jarang didapat di daerah
atap kranium dan dasar cranium. Di Negara Barat, jenis sinsipital jarang
ditemukan, yang terbanyak adalah jenis lumbosakral.1

19
3.5 Klasifikasi
Berikut klasifikasi meningoensefalokel menurut Saanin (2008) :5
a. Ensefalomeningokel oksipital
b. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak
1) Interfrontal
2) Fontanel anterior
3) Interparietal
4) Fontanel posterior
5) Temporal
c. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal
1) Nasofrontal
2) Naso-ethmoidal
3) Naso-orbital
d. Ensefalomeningokel basal
1) Transethmoidal
2) Sfeno-ethmoidal
3) Transsfenoidal
4) Frontosfenoidal atau sfeno-orbital
e. Kranioskhisis
1) Kranial, fasial atas bercelah
2) Basal, fasial bawah bercelah
3) Oksipitoservikal bercelah
4) Akrania dan anensefali
Meningoensefalokel oksipital merupakan 70% sefalokel (pada geografis)
dibagi ke dalam sub kelompok sesuai hubungannya dengan protuberansia
oksipital eksterna (EOP) yaitu sefalokel oksipitalis superior (terletak
di atas EOP) dan sefalokel oksipitalis inferior (terletak dibawah EOP).
Penonjolan lobus oksipital tampak di sefalokel superior dimana
serebelum menonjol dalam sefalokel inferior. Jika defek tulang meluas turun
ke foramen magnum, keadaan ini disebut sefalokel oksipitalis magna.
Hubungan sefalokel ini dengan spina bifida servikalis disebut

20
sefalokel oksipitoservikalis. Sambungan tulang frontal dan kartilago nasal
adalah tempat terseringdari sefalokel; hubungan ini menjadi titik lemah
karena pertumbuhan yang berbeda tulang frontal dan kartilago nasal.
a. Nasofrontal menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang nasal.
b. Nasoethmoid menonjol pada tulang nasal atau kartilago nasal.
c. Naso-orbital menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari bagian
anterior orbit.
Meningoensefalokel basal dapat dibagi kedalam lima kelompok :
a. Meningoensefalokel transethmoidal (intranasal) yaitu herniasi ke dalam
kavum nasal melalui lamina kribrosa.
b. Meningoensefalokel sfeno-ethmoid (intranasal posterior) yaitu herniasi ke
bagian posterior kavum nasal melalui tulang sfenoid.
c. Meningoensefalokel transsfenoid (sfenofaringeal) yaitu herniasi
ke nasofaring melalui tulang sfenoid.
d. Meningoensefalokel sfeno-orbital yaitu herniasi keruang orbit melalui
fissura orbital superior.
e. Meningoensefalokel sfenomaksillari yaitu herniasi kerongga orbit melalui
fissura pterigoid, kemudian kefossa pterigoid melalui fissura intra orbital.

21
22
3.6 Etiologi

Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf


selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini
disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus
seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada
saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan
radiologi), obat – obatan yang mengandung bahan yang terotegenik.
Meningoensefalokel juga disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya
terjadi di bagian occipitalis, kadang – kadang juga di bagian nasal, frontal,
atau parietal. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi.
Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita
bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat.6

3.7 Patofisiologi

Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf (neural


tube) yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan
otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang
tengkorak. Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung
saraf selama perkembangan janin. Mielomeningokel kranium terdiri dari
kantong meninges yang terisi hanya cairan serebrospinal dan
meningoensefalokel mengandung kantung dan korteks serebri, serebelum,
atau bagian batang otak. Defek kranium paling lazim pada daerah oksipital
pada atau di bawah sambungan, dan sebagian terjadi frontal atau nasofrontal.
Kelainan ini adalah adalah sepersepuluh dari defek penutupan tuba neuralis
yang melibatkan spina. Etiologi ini dianggap sama dengan etiologi anensefali
dan mielomeningokel.
Bayi dengan meningoensefalokel kranium beresiko untuk terjadinya
hirdosefalus karena stenosis akuaduktus, malformasi Chiari, atau sindrom
Dandy-Walker. Pemeriksaan dapat menunjukkan kantung kecil dengan
batang bertangkai atau struktur seperti kista besar yang dapat melebihi ukuran
kranium. Lesi ini dapat tertutup total dengan kulit, namun daerah yang tidak

23
berkulit (denuded skin) dapat terjadi dan memerlukan manajemen bedah
segera. Transiluminasi kantung dapat menampakkan adanya jaringan saraf.7

3.8 Gambaran Klinis


Meningokel dan ensefalokel merupakan benjolan yang sejak lahir makin
besar dan umumnya terletak di garis tengah. Besar garis tengah bervariasi dari 1-
10 cm. Kulit penutup biasanya tipis, licin, dan tegang, tetapi dapat juga normal
atau tebal dan tidak rata. Konsistensi bergantung pada isinya, bila lebih banyak
cairan akan teraba padat dan berdungkul, sedangkan pada defek yang besar sering
terlihat pulsasi. Oleh karena berhubungan dengan rongga intracranial, bila ditekan
dapat kempis, tapi bila menangis atau mengejan benjolan akan teraba tegang.
Benjolan kistik yang berdinding tipis memberi tanda transiluminasi positif.
Meningokel atau ensefalokel sinsipital di daerah naso(fronto)ethmoidal
akan mempengaruhi pertumbuhan tengkorak sedemikian rupa sehingga jarak
antara orbita melebar, yang disebut dengan hipertelorisme. Kelainan bawaan lain
yang sering menyertai meningokel dan ensefalokel ialah hidrosefalus.
Kemungkinan hidrosefalus harus selalu dipikirkan karena akan menentukan terapi
dan prognosis.
Jaringan otak yang terdapat di dalam kantong ensefalokel, biasanya sudah
mengalami gliosis sehingga tidak berfungsi lagi. Pada defek yang besar dan pada
jenis oksipital, sebagian jaringan hernia otak tersebut mungkin masih berfungsi,
tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi. Ensefalokel frontoethmoidal muncul
dengan massa di wajah sedangkan Ensefalokel basal tidak tampak dari luar.
Ensefalokel nasofrontal muncul di pangkal hidung di atas tulang hidung.
Ensefalokel nasoethmoidal terletak di bawah tulang hidung dan naso-orbital
ensefalokel menyebabkan, hipertelorisme, proptosis, dan mendesak bola mata.1

3.9 Penegakan diagnosa4


Anamnesis
Benjolan yang ada di kepala sejak lahir dan cenderung membesar. Bila
menangis, mengejan semakin membesar, dan keras.

24
Pemeriksaan fisik
1. Tampak kantung ensefalokel berbungkus kulit normal, membranous
ataupun kulit yang mengalami maserasi.
2. Pada umumnya terletak pada garis tengah
3. Konsistensi tergantung pada isi kantung, pada umumnya kistous dan
kenyal. Bila isi kantung telah mengalami gliosis, maka konsistensinya
akan lebih padat
4. Isi kantung berhubungan dengan ruang intrakranial, sehingga dapat
mengempis dan menegang, tergantung tekanan intrakranial. Kadang-
kadang dapat terlihat pulsasi intrakranial
5. Pada ensefalokel frontoethmoidal, dapat disertai deformitas tulang
kraniofasial, penekanan bulbus okuli dengan keratitis exposure, penekanan
duktus nasolakrimalis, obstruksi jalan nafas.
Pemeriksaan penunjang
1. CT Scan
a. CT Scan kepala bone widow untuk menunjukan gambaran defek
tulang
b. CT Scan 3D rekontruksi memberikan gambaran defek tulang 3
dimensi yang bagus untuk menetukan rencana tindakan
c. CT Scan juga berguna untuk identifikasi adanya jaringan otak yang
herniasi dan deteksi hidrosefalus
2. MRI
MRI terutama digunakan untk membedakan struktur herniasi dengan
jaringan sekitarnya

3.10 Diagnosis kerja4


Pembagian encephalocele
 Frontal encephalocele
 Nasofrontal encephalocele
 Occipital encephalocele
 Encephalocele of other sites

25
 Encephalocele unspecified
3.11 Diagnosis Banding4
 Kista dermoid
 Mucocele sinus paranasalis
 Hemangioma
 fibroma

3.12 Tatalaksana4
 operasi rekonstruksi ensefalokel disertai penutupan defek tulang kranium
 hidrocephalus yang muncul harus ditangani dengan pemasangan vp shunt
yang dilakukan dalam satu atau dua tahapan prosedur operasi.
 Operasi dikerjakan sesegera mungkin dengan memperhatikan rule of ten
 Bila terjadi kebocoran LCS, sudah lebih dari 24 jam, rawat luka, tutup
kassa steril, dan pemberian antibiotik standar untuk infeksi intrakranial.

3.13 Komplikasi pasca operasi4


 Hidrosefalus
 Pseudotumor cerebri
 Leakage LCS

3.14 Prognosis4
Encephalocele anterior mempunyai prognosis lebih baik daripada
encephalocele posterior.

26
BAB IV

ANALISA KASUS

Dari kasus di atas, An. L usia 26 hari, datang dengan keluhan Adanya
benjolan di kepala belakang bagian atas sejak lahir. Pasien merupakan rujukan
RS. Abunjani Bangko dengan diagnosa ensefalokel. Pasien masuk igd dan
setelahnya dipindahkan ke ruang NICU RSUD Raden Mataher pada 28 juli 2019
pukul 22.48 wib. Pasien mengeluhkan bejolan di kepala belakang bagian atas
yang didapatkan sejak lahir. Awalnya benjolan tersebut berukuran kecil semakin
lama benjolan semakin besar dan mengeluarkan cairan kuning. Terutama ketika
pasien menangis dan teraba keras. Pasien sering demam dan muntah. Kelainan
saat BAB dan BAK tidak ada keluhan. Orang tua pasien mengatakan pasien tidak
pernah kejang ataupun sesak sejak lahir. Pasien lahir spontan di rumah ditolong
oleh bidan.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa ada benjolan pada kepala
bagian belakang atas, konsistensi lunak. Ukuran lingkar kepala 35 cm. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang
untuk diagnosisnya. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini
adalah CT-Scan kepala dengan hasil didapatkan Kesan edema cerebri dengan
meningoensefalokel di midline posterior parietal dengan agenesis corpus
callosum.
Disesuaikan dengan teori dari anamnesis, Benjolan yang ada di kepala sejak
lahir dan cenderung membesar. Bila menangis, mengejan semakin membesar, dan
keras.pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai dengan teori bahwa
Tampak kantung ensefalokel berbungkus kulit normal, membranous ataupun kulit
yang mengalami maserasi. Pada umumnya terletak pada garis tengah. Konsistensi
tergantung pada isi kantung, pada umumnya kistous dan kenyal. Bila isi kantung
telah mengalami gliosis, maka konsistensinya akan lebih padat. Isi kantung
berhubungan dengan ruang intrakranial, sehingga dapat mengempis dan
menegang, tergantung tekanan intrakranial. Kadang-kadang dapat terlihat pulsasi
intrakranial. Pada ensefalokel frontoethmoidal, dapat disertai deformitas tulang

27
kraniofasial, penekanan bulbus okuli dengan keratitis exposure, penekanan duktus
nasolakrimalis, obstruksi jalan nafas. Pemeriksaan penunjang, CT Scan dan MRI
Sehingga pasien ini sesuai dengan diagnosa encephalocele occipital.
Talaksana pada pasien ini adalah pembedahan.

28
BAB V

KESIMPULAN

Encephalocel adalah suatu kantung yang berisi komponen ruang


intrakranial (cairan otak dan / atau jaringan otak) akibat herniasi melalui suatu
defek tulang kranium karena kelainan kongenital.
Diagnosis di tegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dimana dari anamnesis kita dapatkan keluhan Benjolan
yang ada di kepala sejak lahir dan cenderung membesar. Bila menangis, mengejan
semakin membesar, dan keras. Dan dari pemeriksaan fisik Tampak kantung
ensefalokel berbungkus kulit normal, membranous ataupun kulit yang mengalami
maserasi. Pada umumnya terletak pada garis tengah.Konsistensi tergantung pada
isi kantung, pada umumnya kistous dan kenyal. Bila isi kantung telah mengalami
gliosis, maka konsistensinya akan lebih padat. Isi kantung berhubungan dengan
ruang intrakranial, sehingga dapat mengempis dan menegang, tergantung tekanan
intrakranial. Kadang-kadang dapat terlihat pulsasi intrakranial. Pada ensefalokel
frontoethmoidal, dapat disertai deformitas tulang kraniofasial, penekanan bulbus
okuli dengan keratitis exposure, penekanan duktus nasolakrimalis, obstruksi jalan
nafas. Serta Pemeriksaan penunjang CT Scan dan MRI. Tatalaksana yang paling
tepat adalah pembedahan.

29
DAFTAR PUSTAKA
1 Sjamsuhidajat, R., Wim, D.J. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
EGC.
2 Richard Winn, youman and winn. Neurological Surgery Vol 3.
Elsevier. Ed 7th. 2017. Newyork.Hal 1506-1517
3 Snell Richard. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.
2002.
4 Lahdimawan A. Buku ajar Ilmu bedah saraf.2019. banjar baru:Zukzez
Express
5 Saanin, S. (2008). Disrafisme Kranial Anomali Susunan Saraf Pusat;
Ilmu Bedah Saraf; Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-
UNAND Padang. (Online). Diakses di
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Disrafisme.html pada 8
september 2019.
6 Christopher, G. (2007). Neural Tube Defect.In Textbook of Clinical
Neurology, 3rd ed. Philadelphia: Sauders Company.
7 Nelson, B., Arvin, K. (2000). Buku Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15.
Jakarta: EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai