MENINGOENCEPHALOCELE
Rahayu Afpriliza,S.Ked*
UNIVERSITAS JAMBI
2019
1
HALAMAN PENGESAHAN
MENINGOENCEPHALOCELE
Oleh
G1A218025
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session (CRS) ini dengan judul “Meningoencephalocele”. Laporan ini
merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah
RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
LAPORAN KASUS
IBU
Nama : Ny. D
Umur : 22 tahun
Agama : Islam
Alamat : Pemenang RT 08
Pekerjaan : IRT
2.3 ANAMNESIS
(Alloanamnesis : Ayah dan Ibu pasien)
Keluhan Utama :
Adanya benjolan di kepala belakang bagian atas sejak lahir
5
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien merupakan rujukan RS. Abunjani Bangko dengan diagnosa
ensefalokel. Pasien masuk igd dan setelahnya dipindahkan ke ruang NICU
RSUD Raden Mataher pada 28 juli 2019 pukul 22.48 wib. Pasien
mengeluhkan bejolan di kepala belakang bagian atas yang didapatkan sejak
lahir. Awalnya benjolan tersebut berukuran kecil semakin lama benjolan
semakin besar dan mengeluarkan cairan kuning. Terutama ketika pasien
menangis dan teraba keras. Pasien sering demam dan muntah. Kelainan saat
BAB dan BAK tidak ada keluhan. Orang tua pasien mengatakan pasien tidak
pernah kejang ataupun sesak sejak lahir. Pasien lahir spontan di rumah
ditolong oleh bidan.
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat trauma kepala (-)
- Riwayat kejang (-)
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat keluhan serupa (-),
Riwayat pemakaian obat
Tidak ada
Riwayat kehamilan dan persalinan
Ibu pasien dalam keadaan sehat selama hamil dan melahirkan di
rumah, persalinan ditolong oleh Bidan. Pasien lahir normal dengan
kehamilan cukup bulan, segera menangis dan bernafas spontan. Berat
Badan lahir 3400 gram. Panjang badan lahir ibu pasien lupa.
Riwayat pemberian makanan
Usia 0 - bulan : ASI
Riwayat perkembangan dan pertumbuhan
Pertumbuhan gigi pertama : belum tumbuh
Psikomotor
Belum bisa membalikkan badan.
Riwayat imunisasi
Belum imunisasi
6
2.4 PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital:
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 139x/mnt
Pernafasan : 32x/mnt
Suhu : 370C
Data Antropometrik :
Panjang Badan : 48 Cm
Lingkar Kepala : 35 cm
Berat Badan : 3000 gram
BBL : 3400 gram
PBL : ibu lupa
STATUS GENERALISATA
Kepala
o Bentuk : normocephal, benjolan di kepala bagian
belakang atas, konsistensi lunak.
o Mata : pupil isokor, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-)
o Hidung : simetris, nafas cuping hidung (-), sekret(-),
epistaksis (-)
o Mulut : anemis (-), sianosis(-), bibir kering (-)
o Telinga : serumen (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax
o Paru
Inspkesi : simetris, retraksi (-), jejas (-)
Palpasi : Fremitus taktil paru kanan = paru kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler(N/N), Rhonki (-/-), Wheezing(-/-)
o Jantung
7
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V 1 jari di linea mid
clavicula sinistra
Perkusi : Batas atas jantung ICS II sinistra
Batas kanan jantung linea parasternal dextra
Batas kiri 1 jari medial linea mid clavicula
sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II, reguler, murmur/gallop
(-)
Abdomen
Inspeksi : simetris.
Palpasi
Dinding abdomen : soepel, distensi(-), nyeri tekan(-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Perkusi : timpani, Shiffting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : perempuan, kelainan (-)
ANUS : (+)
EKSTREMITAS
Look : edem (-), deformitas (-)
Feel : akral hangat, CRT <2 detik
Move : aktif
8
STATUS LOKALISATA
9
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab tanggal 28-7-2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah rutin
WBC 9,32 4-10 109/L
RBC 6,44 3,5-5,5 1012/L
HGB 18,7 11-16 g/dl
HCT 63,9 35-50 %
PLT 335 100-300 x 109/L
GDS 70 mg/dl
Elektrolit
Natrium 131,92 135-148 mmol/L
Kalium 6,4 3,5-5,3 mmol/L
Chlorida 102,7 98-110 mmol/L
Calcium 1,3 1,19-1,23 mmol/L
Pemeriksaan
imunlogi
CRP +
10
2.6 DIAGNOSIS KERJA
Meningoencephalocele ( Occipital Encephalocele )
2.7 TATALAKSANA
- Inj cefotaxim 2x170 mg
- Inj gentamicin 1x15 mg
- Diet Adlib
- Konsul Sp. A
- Konsul Sp. BS
- Rawat NICU
11
2.8 FOLLOW UP
Tang S O A P
gal
20/08/1 Nyeri luka GCS: 15 Post craniotomy Dektrose 10% + Ca
9 bekas N: 130x/menit reseksi Glukonas = 19 cc/jam
operasi o
T: 36,5 C meningoencephal Meropenem 3x120 mg
RR: 31 x/menit ocele atas
indikasi
meningoencephal
ocele occipital
21/08/1 Nyeri luka GCS: 15 Post craniotomy Dektrose 10% + Ca
9 bekas N: 132x/menit reseksi Glukonas = 19 cc/jam
operasi T: 36,5oC meningoencephal Meropenem 3x120 mg
RR: 30x/menit ocele atas
indikasi
meningoencephal
ocele occipital
22/08/1 Nyeri luka GCS 15 Post craniotomy Dektrose 10% + Ca
9 bekas N: 129x/menit reseksi Glukonas = 19 cc/jam
operasi T: 36,7oC meningoencephal Meropenem 3x120 mg
RR: 30x/menit ocele atas
indikasi
meningoencephal
ocele occipital
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Lapisan Kranium
13
2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria
khususnya di bagian temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporal. Basis kranii berbentuk tidak rata sehinga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas 3 fosa yaitu: fosa anterior, fosa media, dan fosa posterior. Fosa anterior
adalah tempat lobus frontalis, fosa media adalah tempat lobus temporalis, dan fosa
posterior adalah ruang bagian bawah batang otak dan serebelum.
14
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan
araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut
Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.
Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam
dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan
tembus pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang
melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi
dalam ruang subaraknoid.
15
4. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum
terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu
lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri
kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara
sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara.
Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus
temporal mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam
proses penglihatan.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula
oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang
16
berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat
pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis
dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan
defisit neurologis yang berat.
Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan,
terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak,
dan juga kedua hemisfer serebri.
5. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii
menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke
dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula
spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid.
Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal
melebihi jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan
17
serebrospinal yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan
tekanan dari venous sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah
transventricular absorption, dural absorption, nerve root sleeves absorption dan
unrepaired meningocoeles. Pelebaran ventrikel pertama biasanya terjadi pada
frontal dan temporal horns, seringkali asimetris, keadaan ini menyebabkan elevasi
dari corpus callosum, penegangan atau perforasi dari septum pellucidum,
penipisan dari cerebral mantle dan pelebaran ventrikel III ke arah bawah hingga
fossa pituitary (menyebabkan pituitary disfunction).
6. Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra
tentorial (terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang
infratentorial (berisi fosa kranii posterior).Mesensefalon (midbrain)
menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak (pons dan medulla oblongata)
berjalan melalui celah tentorium serebeli disebut insisura tentorial.
3.2 Definisi
Encephalocel adalah suatu kantung yang berisi komponen ruang
intrakranial (cairan otak dan / atau jaringan otak) akibat herniasi melalui suatu
defek tulang kranium karena kelainan kongenital.4
3.3 Embriologi
Kesalahan Embriologi yang pasti dalam pengembangan yang mengarah
pada terjadinya ensefalokel oksipital dan sinsipital tidak sepenuhnya diketahui.
Karena ensefalokel tertutupi pada kulit, cacat pada neurulasi saja tidak dapat
sepenuhnya menjelaskan etiologinya, karena masalah dengan neurulasi tidak akan
memerlukan adanya cakupan kulit. McClone dan rekannya menunjukkan bahwa
membran tulang tengkorak dan tiga lapisan meningeal berasal dari sebuah "Multi-
potensial mesenchyme primer" (mesoderm) yang biasanya ditempatkan di antara
closed neural tube dan superficial ectoderm skuamosa. Adhesi postneurulasi
antara neuroectoderm dan ektoderm kulit antara minggu 3 dan 4 kehamilan dapat
mencegah interposisi mesoderm paraxial ini untuk membentuk cranium. Kelainan
perkembangan foramen cecum telah diusulkan sebagai sumber ensefalokel nasal..
18
embriogenesis normal, divertikula dura biasanya memproyeksikan anterior
melalui fontanel kecil antara tulang hidung dan tulang depan yang sedang
berkembang (fonticulus nasofrontalis). Divertikula ini biasanya mengalami regresi
dan tulang menutup; kadang-kadang, bagaimanapun, divertikula malah melekat
pada kulit. Tulang tidak menutup, dan celah berkembang di mana jaringan otak
dapat mengalami herniasi. Hingga 19 pusat osifikasi diyakini terlibat dalam
pengerasan tulang sphenoid, yang terjadi selama tahun pertama kehidupan.
Penghinaan perkembangan di sini dapat menyebabkan sphenoid ala membran
yang tidak dimiliki yang memungkinkan penonjolan lobus temporal.
Perkembangan tulang sphenoid medial yang tidak lengkap dapat menyebabkan
perkembangan persisten dari kanal craniopharyngeal lateral, yang dikenal sebagai
kanal Sternberg, yang dapat bertindak sebagai pintu gerbang bagi ensefalokel
untuk masuk ke dalam sinus sphenoid lateral. Selain itu, area kecil penipisan di
sekitar tegmen timpani dan perforasi di sepanjang lantai fossa kranial tengah juga
dapat terjadi — menciptakan saringan di mana jaringan serebral yang meradang
atau terinfeksi dapat menonjol dari waktu ke waktu. Seperti ensefalokel oksipital,
urutan spesifik pengembangan ensefalokel atretik masih menjadi kontroversi.
Beberapa orang berpendapat bahwa ensefalokel atretik menandakan resolusi
spontan hampir lengkap dari ensefalokel yang lebih besar, sedangkan yang lain
percaya lesi ini merupakan sisa-sisa dari neural crest.2
3.4 Epidemiologi
Meningokel dan ensefalokel paling sering ditemukan di Negara Asia
Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Birma, Thailand, serta di Afrika dan Rusia.
Angka kejadian diperkirakan 1 setiap 5000 bayi lahir hidup, sedangkan di seluruh
dunia frekuensinya bervariasi sebesar 1/2500 sampai 1/10.000 bayi lahir hidup. Di
Indonesia, yang terbanyak adalah jenis sinsipital (frontoethmoidal), dan
didapatkan lebih banyak pada anak laki-laki. Kelainan ini jarang didapat di daerah
atap kranium dan dasar cranium. Di Negara Barat, jenis sinsipital jarang
ditemukan, yang terbanyak adalah jenis lumbosakral.1
19
3.5 Klasifikasi
Berikut klasifikasi meningoensefalokel menurut Saanin (2008) :5
a. Ensefalomeningokel oksipital
b. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak
1) Interfrontal
2) Fontanel anterior
3) Interparietal
4) Fontanel posterior
5) Temporal
c. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal
1) Nasofrontal
2) Naso-ethmoidal
3) Naso-orbital
d. Ensefalomeningokel basal
1) Transethmoidal
2) Sfeno-ethmoidal
3) Transsfenoidal
4) Frontosfenoidal atau sfeno-orbital
e. Kranioskhisis
1) Kranial, fasial atas bercelah
2) Basal, fasial bawah bercelah
3) Oksipitoservikal bercelah
4) Akrania dan anensefali
Meningoensefalokel oksipital merupakan 70% sefalokel (pada geografis)
dibagi ke dalam sub kelompok sesuai hubungannya dengan protuberansia
oksipital eksterna (EOP) yaitu sefalokel oksipitalis superior (terletak
di atas EOP) dan sefalokel oksipitalis inferior (terletak dibawah EOP).
Penonjolan lobus oksipital tampak di sefalokel superior dimana
serebelum menonjol dalam sefalokel inferior. Jika defek tulang meluas turun
ke foramen magnum, keadaan ini disebut sefalokel oksipitalis magna.
Hubungan sefalokel ini dengan spina bifida servikalis disebut
20
sefalokel oksipitoservikalis. Sambungan tulang frontal dan kartilago nasal
adalah tempat terseringdari sefalokel; hubungan ini menjadi titik lemah
karena pertumbuhan yang berbeda tulang frontal dan kartilago nasal.
a. Nasofrontal menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang nasal.
b. Nasoethmoid menonjol pada tulang nasal atau kartilago nasal.
c. Naso-orbital menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari bagian
anterior orbit.
Meningoensefalokel basal dapat dibagi kedalam lima kelompok :
a. Meningoensefalokel transethmoidal (intranasal) yaitu herniasi ke dalam
kavum nasal melalui lamina kribrosa.
b. Meningoensefalokel sfeno-ethmoid (intranasal posterior) yaitu herniasi ke
bagian posterior kavum nasal melalui tulang sfenoid.
c. Meningoensefalokel transsfenoid (sfenofaringeal) yaitu herniasi
ke nasofaring melalui tulang sfenoid.
d. Meningoensefalokel sfeno-orbital yaitu herniasi keruang orbit melalui
fissura orbital superior.
e. Meningoensefalokel sfenomaksillari yaitu herniasi kerongga orbit melalui
fissura pterigoid, kemudian kefossa pterigoid melalui fissura intra orbital.
21
22
3.6 Etiologi
3.7 Patofisiologi
23
berkulit (denuded skin) dapat terjadi dan memerlukan manajemen bedah
segera. Transiluminasi kantung dapat menampakkan adanya jaringan saraf.7
24
Pemeriksaan fisik
1. Tampak kantung ensefalokel berbungkus kulit normal, membranous
ataupun kulit yang mengalami maserasi.
2. Pada umumnya terletak pada garis tengah
3. Konsistensi tergantung pada isi kantung, pada umumnya kistous dan
kenyal. Bila isi kantung telah mengalami gliosis, maka konsistensinya
akan lebih padat
4. Isi kantung berhubungan dengan ruang intrakranial, sehingga dapat
mengempis dan menegang, tergantung tekanan intrakranial. Kadang-
kadang dapat terlihat pulsasi intrakranial
5. Pada ensefalokel frontoethmoidal, dapat disertai deformitas tulang
kraniofasial, penekanan bulbus okuli dengan keratitis exposure, penekanan
duktus nasolakrimalis, obstruksi jalan nafas.
Pemeriksaan penunjang
1. CT Scan
a. CT Scan kepala bone widow untuk menunjukan gambaran defek
tulang
b. CT Scan 3D rekontruksi memberikan gambaran defek tulang 3
dimensi yang bagus untuk menetukan rencana tindakan
c. CT Scan juga berguna untuk identifikasi adanya jaringan otak yang
herniasi dan deteksi hidrosefalus
2. MRI
MRI terutama digunakan untk membedakan struktur herniasi dengan
jaringan sekitarnya
25
Encephalocele unspecified
3.11 Diagnosis Banding4
Kista dermoid
Mucocele sinus paranasalis
Hemangioma
fibroma
3.12 Tatalaksana4
operasi rekonstruksi ensefalokel disertai penutupan defek tulang kranium
hidrocephalus yang muncul harus ditangani dengan pemasangan vp shunt
yang dilakukan dalam satu atau dua tahapan prosedur operasi.
Operasi dikerjakan sesegera mungkin dengan memperhatikan rule of ten
Bila terjadi kebocoran LCS, sudah lebih dari 24 jam, rawat luka, tutup
kassa steril, dan pemberian antibiotik standar untuk infeksi intrakranial.
3.14 Prognosis4
Encephalocele anterior mempunyai prognosis lebih baik daripada
encephalocele posterior.
26
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari kasus di atas, An. L usia 26 hari, datang dengan keluhan Adanya
benjolan di kepala belakang bagian atas sejak lahir. Pasien merupakan rujukan
RS. Abunjani Bangko dengan diagnosa ensefalokel. Pasien masuk igd dan
setelahnya dipindahkan ke ruang NICU RSUD Raden Mataher pada 28 juli 2019
pukul 22.48 wib. Pasien mengeluhkan bejolan di kepala belakang bagian atas
yang didapatkan sejak lahir. Awalnya benjolan tersebut berukuran kecil semakin
lama benjolan semakin besar dan mengeluarkan cairan kuning. Terutama ketika
pasien menangis dan teraba keras. Pasien sering demam dan muntah. Kelainan
saat BAB dan BAK tidak ada keluhan. Orang tua pasien mengatakan pasien tidak
pernah kejang ataupun sesak sejak lahir. Pasien lahir spontan di rumah ditolong
oleh bidan.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa ada benjolan pada kepala
bagian belakang atas, konsistensi lunak. Ukuran lingkar kepala 35 cm. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang
untuk diagnosisnya. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini
adalah CT-Scan kepala dengan hasil didapatkan Kesan edema cerebri dengan
meningoensefalokel di midline posterior parietal dengan agenesis corpus
callosum.
Disesuaikan dengan teori dari anamnesis, Benjolan yang ada di kepala sejak
lahir dan cenderung membesar. Bila menangis, mengejan semakin membesar, dan
keras.pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai dengan teori bahwa
Tampak kantung ensefalokel berbungkus kulit normal, membranous ataupun kulit
yang mengalami maserasi. Pada umumnya terletak pada garis tengah. Konsistensi
tergantung pada isi kantung, pada umumnya kistous dan kenyal. Bila isi kantung
telah mengalami gliosis, maka konsistensinya akan lebih padat. Isi kantung
berhubungan dengan ruang intrakranial, sehingga dapat mengempis dan
menegang, tergantung tekanan intrakranial. Kadang-kadang dapat terlihat pulsasi
intrakranial. Pada ensefalokel frontoethmoidal, dapat disertai deformitas tulang
27
kraniofasial, penekanan bulbus okuli dengan keratitis exposure, penekanan duktus
nasolakrimalis, obstruksi jalan nafas. Pemeriksaan penunjang, CT Scan dan MRI
Sehingga pasien ini sesuai dengan diagnosa encephalocele occipital.
Talaksana pada pasien ini adalah pembedahan.
28
BAB V
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
1 Sjamsuhidajat, R., Wim, D.J. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
EGC.
2 Richard Winn, youman and winn. Neurological Surgery Vol 3.
Elsevier. Ed 7th. 2017. Newyork.Hal 1506-1517
3 Snell Richard. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.
2002.
4 Lahdimawan A. Buku ajar Ilmu bedah saraf.2019. banjar baru:Zukzez
Express
5 Saanin, S. (2008). Disrafisme Kranial Anomali Susunan Saraf Pusat;
Ilmu Bedah Saraf; Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-
UNAND Padang. (Online). Diakses di
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Disrafisme.html pada 8
september 2019.
6 Christopher, G. (2007). Neural Tube Defect.In Textbook of Clinical
Neurology, 3rd ed. Philadelphia: Sauders Company.
7 Nelson, B., Arvin, K. (2000). Buku Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15.
Jakarta: EGC.
30