Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

TUMOR MAKSILA

Pembimbing :
dr. Lopo Triyanto. Sp.B(K)Onk

Disusun oleh :
Ruth Tio Napitupulu 1820221185

SMF ILMU BEDAH


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi presentasi kasus dengan judul :

Pada tanggal, 25 September 2019

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


Program Profesi Dokter di Bagian Ilmu Bedah
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto

Disusun oleh :
Ruth Tio Napitupulu 1820221185

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Lopo Triyanto. Sp.B(K)Onk

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya, sehingga presentasi kasus dengan judul “TUMOR MAKSILA” ini
dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu
Bedah. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan
penulisan di masa yang akan datang.
Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Lopo Triyanto, Sp.B(K)Onk selaku dokter pembimbing
2. Dokter-dokter spesialis bedah di SMF Ilmu Bedah RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto
3. Orang tua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah
henti diberikan kepada penulis
4. Rekan-rekan ko-assisten Bagian Ilmu Bedah atas semangat dan dorongan
serta bantuannya.
Penulis menyadari presentasi kasus ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.
Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
kesempurnaannya. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga referat ini
bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam maupun di luar lingkungan RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Purwokerto, September 2019

2
I. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pagedangan RT 013/06 Bojongsari
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk : 18 September 2019
Bangsal / Kamar : Teratai/ 9
No. Catatan Medik : 02103653
Pembayaran / Kelas : Jamkesda

B. ANAMNESIS
Keluhan utama:
Pasien mengeluh memiliki benjolan di pipi kiri
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke Poli Klinik Bedah Onkologi RSMS pada tanggal 18 September
2019 kemudian pasien masuk bangsal rawat inap. Pasien mengeluhkan terdapat
benjolan di pipi kiri yang semakin membesar, namun benjolan tidak nyeri.
Lokasi benjolan berada di pipi kiri. Pasien menyadari terdapat benjolan sekitar 2
tahun yang lalu. Benjolan tidak terasa sakit namun membesar dan mengeluarkan
darah sejak 1 SMRS. Pasien merasa benjolan tidak terasa nyeri. Saat awal
muncul benjolan, pasien tidak memeriksakan benjolannya karena tidak memiliki
uang untuk berobat. Benjolan semakin lama semakin membesar, dan
mengeluarkan darah, anak pasien menyuruh Tn. S berobat ke poliklinik Bedah
Onkologi RSMS.

3
Riwayat penyakit dahulu:
 Riwayat benjolan sebelumnya (-)
 Riwayat operasi sebelumnya (-)
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes mellitus disangkal
 Riwayat alergi disangkal
Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat benjolan (-), riwayat kanker (-) saudara, riwayat hipertensi (-), riwayat
diabetes mellitus (-), riwayat alergi (-).
Riwayat sosial ekonomi:
Pasien merupakan seorang petani. Pasien tinggal di rumah bersama istri dan 1
anaknya, 1 menantu dan 1 cucu. Pasien memiliki kebiasaan makan 3 kali sehari
dengan lauk pauk dan sayuran. Pasien sering mengonsumsi gorengan setiap hari
dan apabila memasak pasien menggunakan vetcin.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Hari, tanggal : Selasa, 18 September 2019
Tempat : Bangsal Teratai

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : E4V5M6 / Composmentis
Tekanan darah : 120/80mmHg
Nadi : 78 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu badan : 36.0ºC
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 55 kg

4
Status generalis
Kepala
- Mata : Konjungtiva anemis(-/-) , sklera tidak ikterik pada
mata kanan dan kiri, blefaroptosis (-/-), reflek cahaya
(+/+), pupil isokor Ø 3 mm
- Telinga : Nyeri tekan (-), otorhea (-/-)
- Hidung : Tidak keluar sekret
- Mulut : Tidak tampak sianosis
- Pipi : Terdapat benjolan di pipi kiri, bulat ukuran 4 x 6 cm
Kemerahan, nyeri tekan (-)
- Leher : Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak
teraba pembesaran kelenjar getah bening leher
Status vegetatif
Buang air besar (+), buang air kecil (+), flatus (+)
Pemeriksaan thorax
Paru
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris (tidak ada
gerakan nafas yang tertinggal), tidak ada retraksi spatium
intercostalis.
- Palpasi : Gerakan dada simetris, vokal fremitus kanan sama dengan
kiri.
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
- Auskultasi :Suara dasar nafas vesikuler, tidak terdapatronkhi basahkasar di
parahiler dan ronkhi basah halus di basal pada kedua lapang
paru, dan tidak ditemukan wheezing.
Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis pada dinding dada sebelah
kiri atas.
- Palpasi : Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V
- Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II Linea Parasternal Dextra

5
Batas jantung kanan bawah SIC IV Linea Parasternal Dextra
Batas jantung kiri atas SIC II Linea Parasternal Sinistra
Batas jantung kiri bawah SIC V Linea Midklavikula Sinistra,
2 jari medial.
- Auskultasi : S1>S2 reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan
gallop.
Pemeriksaan abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : Bising usus positif normal
- Perkusi : timpani seluruh lapang perut
- Palpasi :Tidak ditemukan nyeri tekan pada seluruh abdomen.
Pemeriksaan ekstremitas
Tidak tampak sianosis, akral hangat, edema (+/+/+/+)
Pemeriksaan genitalia
Laki-laki
Status lokalis

Inspeksi tumor maxilla sinistra


 Inspeksi : Terdapat massa sebesar bola tenis yang terletak di pipi
kiri, berbatas tegas, warna kemerahan.

6
 Palpasi : Pada pipi kiri terdapat nodul berukuran 4 x 6 cm,
konsistensi kenyal padat, tidak teraba hangat, permukaan kasar, batas tegas,
nyeri tekan (-).

D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Biopsi

E. DIAGNOSIS SEMENTARA
Tumor Maxilla Sinistra

F. USULAN TATALAKSANA
1. Rujuk ke fasilitas kesehatan tingkat dua bila berada di fasilitas kesehatan
primer
2. KIE keluarga dan pasien: informed consent, definisi, faktor risiko,
pemeriksaan penunjang lain (biopsi), tata laksana pembedahan, dan
prognosis tumor maxilla

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG DI RSMS


Permeriksaan laboratorium 18 September 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 13.8 11,2 – 17,3 g/Dl
Leukosit 6570 3800 –10600 U/L
Hematokrit 42 40– 52 %
Eritrosit 4.5 4,4 – 5,9 ^6/uL
Trombosit 274.000 150.000– 440.000 /uL
MCV 82.1 80 – 100 fL
MCH 26.3 26 – 34 Pg/cell
MCHC 32.0 32 – 36 %
RDW 14.4 11,5 – 14,5 %
MPV 9.8 9,4 – 12,4 fL
Basofil 0.2 0–1%
Eosinofil 0.3 L 2–4%
Batang 0.6 L 3–5%
Segmen 85.8 50 – 70

7
Limfosit 9.8 L 25 – 40 %
Monosit 3.3 2-8

GDS 111 <=200


Na 143 134-146
K 3.8 3.4-4.5
Cl 104 96 – 108
Ca 8.3 8.5-10.1

H. TATALAKSANA DI RSMS
1. KIE keluarga dan pasien: informed consent, definisi, faktor risiko, tata
laksana pembedahan, dan prognosis tumor maxilla

I. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad functionam : bonam

8
II. PERMASALAHAN

Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat
pengaruh berbagai faktor penyebab dan menyebabkan jaringan setempat pada
tingkat gen dan adanya kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya.
Istilah neoplasma pada dasarnya memiliki makna sama dengan tumor.
Keganasan merujuk kepada segala penyakit yang ditandai hiperplasia sel
ganas, termasuk berbagai tumor ganas dan leukemia. Tumor dapat dibagi
menjadi tumor odontogenik dan non-odontogenik. Tumor odontogenik adalah
neoplasma yang melibatkan jaringan perkembangan gigi. Tumor odontogenik
dibagi lagi menjadi tumor yang berasal dari ektodermal, mesodermal, dan
campuran mesio-ektodermal. Sedangkan tumor non-odontogenik dibagi
menjadi tumor osteogenik tumor jaringan vaskuler, dan tumor jaringan syaraf.
Pertumbuhan tumor tersebut dapat terjadi dimana saja, salah satunya pada
daerah rahang, yang disebut dengan tumor rahang.
Rahang tersusun atas banyak jaringan, yaitu tulang, otot, kelenjar, dan
mukosa, oleh karena itu setiap jaringan tersebut rentan untuk terjadi
pertumbuhan yang abnormal. Terkadang terdapat kerancuan dalam
mendiagnosa tumor yang terjadi pada pasien. Untuk menghindari kesalahan
dalam mendiagnosis serta penatalaksanaan kasus tumor jinak dan ganas,
diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai perbedaan setiap tumor yang
ada pada daerah rahang.

9
III. PEMBAHASAN

1. Anatomi
Maksila dibentuk oleh tulang maksila dan palatum, yang merupakan
tulang terbesar setelah mandibula (rahang bawah). Masing-masing
maksila mempunya bagian:
1. Corpus : yang berbentuk pyramid dengan 4 permukaan dinding:
a. Facies orbitalis yang ikut membentuk dasar cavum orbi
b. Facies nasalis yang ikut membentuk dinding lateral cavum nasi
c. Facies infra temporalis yang menghadap postero-lateral
d. Facies anterior.
2. Processus : ada 4 proscessus yaitu
a. Proc. Frontalis yang bersendi dengan os. Frontale, nasal dan
lacrimale
b. Proc. Zygomaticus yang bersendi dengan os. Zygomaticus
c. Proc. Alveolaris yang ditempati akar gigi
d. Proc. Palatines yang memisahkan cavum nasi dengan cavum
oris.
Corpus maksila merupakan bangunan berongga, berdinding tipis,
terutama pada facies nasalis. Rongga tersebut dinamakan sinus
maksilaris, yang merupakan sibus terbesar dari keempat sinus
paranasalis yang ada. Di bawah mukosanya, pada dinding anterior dan
posterior, terdapat anyaman saraf yang dibentuk cabang n. maksilaris
yang masuk menuju sinus melalui canalis alveolaris dan canalis infra
orbitalis untuk mempersarafi gigi rahang atas. Akar gigi yang tumbuh
pada proc. Alveolaris maksila kadang-kadang dapat menembus sinus,
yaitu akar gigi dari M1. Terdapat juga otot-otot yang kecil dan tipis
yang melekat pada maksila yang mendapat persarafan motorik dari
nervus fasialis.

10
2. Etiologi
Penyebab dari tumor maxilla odontogenik paling banyak disebabkan oleh
tumbuhnya gigi bungsu (molar 3) yang tidak seharusnya (impaksi). Hal
tersebut mengakibatkan gigi di sekitarnya menjadi terdesak dan memicu
terjadinya pembengkakan dan pembengkakan tersebut akan memicu
terbentuknya tumor. Selain itu terdapat penyebab lain yang memicu
tumbuhnya tumor adalah:
1. Masalah pada mulut
Masalah pada mulut seperti gigi berlubang, karies, gigi yang patah, dan
gigi yang tumbuh di luar jalur dapat mengakibatkan pembengkakan pada
mulut yang akan menjadi penyebab terbentuknya tumor.
2. Trauma rahang
Trauma rahang seperti rahang patah, bruxism (menggertak) atau
pertumbuhan tulang rahang yang berada di luar batas yang terkadang
muncul pada usia lanjut.
3. Infeksi sinus
Infeksi ini dapat menyebabkan nyeri pada rahang akibat adanya tekanan di
rongga sinus sehingga dapat menjalar dan berdampak pada rahang.

11
4. Lain-lain
Adanya penyakit lain seperti migraine, tetanus, keracunan strychnine atau
penyakit Caffey. Atau dapat juga berupa penyebaran dari tempat lain
(metastasis), oral hygiene, bad habit (rokok dan alcohol), dan faktor
genetic.

3. Klasifikasi
Klasifikasi menurut AJCC 2002 :
Tumor Maksila, Tumor Primer (T)
 TX Tumor primer tidak dapat dinilai
 T0 Tidak terdapat tumor primer
 Tis Carcinoma in situ Sinus maksila
 T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus maksila, tidak terdapat erosi
atau destruksi tulang.
 T2 Tumor menyebabkan erosi atau destruksi tulang termasuk
perluasan ke palatum durum, dan/ atau meatus medius namun tidak
terdapat perluasan ke dinding posterior sinus maksila dan fossa
pterigoid.
 T3 Tumor telah mengenai tulang dinding posterior sinus maksila,
jaringan subkutan, dinding medial atau lantai orbita, fossa pterigoid,
sinus etmoid.
 T4a Tumor telah mengenai orbita anterior, kulit pipi, pterygoid plates,
fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoid atau sinus frontal.
 T4b Tumor telah mengenai apeks orbita, dura, otak, fossa kranial
media, saraf kranial selain N. Maksilaris (V2), nasofaring atau clivus.

Metastasis ke kelenjar getah bening regional (N)


 NX Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) regional tidak dapat
dinilai.
 N0 Tidak terdapat pembesaran KGB
 N1 Metastasis ke KGB singel ipsilateral dengan diameter terpanjang
≤3 cm.
 N2 Metastasis ke KGB singel ipsilateral lebih dari 3 cm tapi tidak
lebih dari 6 cm, atau multiple ipsilateral ≤6 cm atau bilateral atau
kontralateral ≤6 cm.

12
 N2a Metastasis ke KGB singel ipsilateral lebih dari 3 cm tapi tidak
lebih dari 6 cm.
 N2b Metastasis ke KGB multipel

Metastasis jauh(M)
 MX Metastasis jauh tidak dapat ditentukan.
 M0 Tidak terdapat metastasis jauh.
 M1 Terdapat metastasis jauh.

Stadium tumor
 Stadium 0 Tis N0 M0
 Stadium I T1 N0 M0
 Stadium II T2 N0 M0
 Stadium III T3 N0 M0

T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0

Klasifikasi tumor odontogenik regio rahang:


A. Tumor jinak. (Kramer, Pindborg, Shear-1992)
a. Tumor odontogenik epithelium : hanya melibatkan jaringan epitel
odontogenik tanpa partisipasi odontogenik ektomesenkimal.
1. Ameloblastoma
- Tumor jinak epitel yang bersifat infiltratif, tumbuh
lambat, diawali dengan asimptomatik, tidak berkapsul,
berdiferensiasi baik. Berasal dari lamina dentalis atau
unsur-unsurnya. Kasus tumor ini terjadi lebih banyak di
rahang bawah, khususnya di daerah posterior dan ramus,
dibandingkan dengan maksila dengan perbandingan 5:1
- Gambaran radiologi: unilocular atau multilocular
radioluscent dalam berbagai bentuk dan ukuran, yang
biasa disebut sebagai soap bubble atau honeycomb-like
appearance.

13
2. Tumor odontogenik epithelium berkalsifikasi (Pindborg
Tumour)
- Tumor ini tidak umum dan biasanya menyerang pasien
laki-laki maupun wanita berusia 30-50 tahun. Tumor ini
diperkirakan berasal dari sel-sel stratum intermedium dari
benih gigi atas dasar adanya kesamaan morfologi sel
tumor dengan sel dari stratum intermedium, dan aktivitas
yang tinggi dari alkalin fosfatase dan adenine trifosfat.
Tumor ini memiliki presentase sekitar 1% dari tumor
odontogenik secara keseluruhan. Biasanya berlokasi di
dalam tulang dan memproduksi zat mineralisasi seperti
zat amiloid. Tumor ini paling sering ditemukan pada
rahang bawah region molar/premolar dan sisanya pada
maksila. Tumor ini timbul dari epitel enamel yang
berkurang dari gigi yang tidak erupsi atau impaksi dalam
50% kasus.

14
- Gejala klinis pasien: diawali dengan asimptomatik
kemudian bengkak secara perlahan.
- Gambaran radiologi pada tumor: dapat berupa unilocular
(lebih sering pada maxilla) atau multilocular radioluscent.
Kalsifikasi biasa tersebar di dalam tumor (“driven snow
appearance”) dan paling sering berada di sekitar mahkota
dari gigi impaksi (pericoronal radioluscent).

3. Odontogenic myxoma
Tumor ini lebih sering pada wanita berusia 10-30 tahun. Tumor
ini biasa berhubungan dengan kelainan congenital atau gigi
yang tidak tererupsi. Pertumbuhan tumor ini lambat, dapat atau
tidak disertai dengan nyeri, pergeseran gigi, ulserasi,
parestesia. Tumor ini dipercaya berasal dari periodontal
ligament. Dapat menyerang daerah maxillary sebesar 25%
kasus. Predileksi: posterior mandibular. Gambaran: batas tidak
jelas, jellylike tumor (myxoid)

15
4. Squamous odontogenic tumour
- Tumor ini adalah sebuah proliferasi neoplasma dari epitel
odontogenik, kemungkinan berasal dari sisa-sisa
Malassez dalam PDL dari permukaan lateral gigi yang
terupsi.
- Lokasi yang paling sering yaitu di maxillary incisor-
canine dan mandibular molar. Biasa lesi asimptomatik
namun terkadang menyebabkan nyeri ringan, tidak
nyaman, atau gangguan mobilitas gigi.
- Gambaran radiologi: semicircular atau triangular
radiolucent dengan sklerotik atau berbatas tegas,

16
5. Tumor odontogenik adenomatoid
- Tumor ini paling sering menyerang pasien wanita berusia
dibawah 30 tahun. Tumor ini jinak dan tidak infasif.
Tumor tumbuh dari sisa odontogenik epithelium. Tumor
biasa terdapat pada maxilla yang melibatkan caninus dan
premolar. Pertumbuhan tumor lambat namun akan
berlanjut menginfiltrasi tulang untuk menggantikan gigi.
- Biasanya tanpa gejala dan seringkali ditemukan ketika
melakukan pemeriksaan radiografi rutin. Tumor tersebut
tampak berbatas, unilokular radiolucent (fine calcified
deposit).

b. Tumor odontogenik campuran: tersusun dari epitel odontogenik


dan ektomesenkimal dengan atau tanpa pembentukan jaringan
keras dental
1. Ameloblastic fibroma
- Tumor ini merupakan gabungan dari lesi odontogenik
yang mencakup ephitelial dan komponen mesenchymal

17
neoplasma. Tumor ini paling sering terjadi di usia muda
antara 20-30 tahunan.
- Tumor ini sering muncul di premolar bawah dan
berhubungan dengan gigi impaksi dan terlihat radiolusen
karena berkaitan dengan mahkota atau akar dari gigi yang
impaksi.
- Secara radiografis, tumor ini terlihat radiolusen dengan
batas tegas antara unilocular dan multilocular.

B. Tumor Ganas
a. Odontogenic carcinomas:
- Metastasizing ameloblastoma: ameloblasatoma yang
bermetastase terlepas dari gambaran histologi yang jinak. Tumor
ini tidak memiliki gejala khas. Predileksi metastasis
ameloblastoma adalah pada pulmo. Diagnosis tumor ini adalah
sama seperti ameloblastoma dengan tambahan gejala metastasis
ke tempat lain (paling sering: paru)
- Ameloblastic carcinoma – tipe primer: keganasan yang sangat
jarang yang menkombinasikan fitur histologi dari ameloblastoma

18
dengan sitologik yang atipikal. Predileksi di mandibular.
Karakteristik histologisnya ditandai dengan adanya sel-sel ganas
dengan kombinasi gambaran histologis dari ameloblastoma.

- Ameloblastic carcinoma – tipe sekunder (Ca ex intraosseous


ameloblastoma): karsinoma yang tumbuh dari lokasi yang
sebelumnya ameloblastoma jinak. Gejalanya adalah sama seperti
ameloblastoma yang ditandai dengan gejala lanjutan yang
mengarah ke keganasan. Predileksi di mandibular.

19
Proyeksi panoramik mengungkapkan radiolusen dalam
mandibular yang memanjang ke posterior dari apeks premolar
pertama rahang bawah
b. Odontogenic Sarcoma:
- Ameloblastic fibrosarcoma: tumor ini adalah tipe ganas dari
ameloblastik fibroma. Predileksi tumor ini adalah di mandibular.
Gejala tumor ini adalah adanya edema dan rasa sakit serta terjadi
paresthesia. Pola histologis menyerupai fibroma ameloblastik di
mana jaringan epitel jinak tetapi komponen jaringan ikat adalah
maligna.

Sedangkan tumor yang berasal dari non odontogenik terdiri atas:


A. Jinak
a. Osteogenic neoplasma : cemento-ossifying fibroma
Tumor yang karakteristiknya menggantikan tulang normal
dengan jaringan fibrosa dan material cementum-like.Tumor ini
tidak menimbulkan nyeri dan pertumbuhan lambat. Tumor ini
biasa pada orang berumur 30-40 tahunan dan lebih banyak pada
wanita. Tempat paling sering ditemui di mandibular dan region
premolar-molar

20
b. Non-neoplastic bone lesion
- Fibrous dysplasia
Tumor yang ditandai dengan perkembangan kondisi tumor-like
dan bercirikan tergantinya tulang normal dengan jaringan fibrosa
yang berlebihan bercampur dengan tulang trabecular yang tak
beraturan. Tumor ini bersifat unilateral, progresif lambat dalam
pembesarannya dan menjadikan fasial asimetris, sakit yang
sangat cepat berkembang, obstruksi nasal, dan exophthalmos.
Pada gambaran radiologi terlihat ground glass appearance pada
stage matur

21
c. Other cement-osseous dysplasia
- Cherubism
Tumor keturunan yang jarang dengan karakteristik tidak sakit,
bilateral, ekspansi simetris mandibular. Ekspansi tumor ini
dimulai umur 2-5 tahun. Tempat tersering adalah angulus
mandibular, ascending ramus, retromolar region, dan tuberositas
maxillary

- Central giant cell granuloma


Tumor ini sering pada anak-anak dan dewasa muda serta wanita
lebih dominan. Predileksi tumor ini terdapat pada mandibular
dibanding maxilla. Terdapat gejala seperti pembengkakan dan
sakit. Pada radiografi terlihat unilocular atau multilocular
radiolucent

22
B. Ganas :
a. Osteosarcoma
- Osteosarkoma adalah tumor ganas yang ditandai dengan
produksi osteoid secara langsung oleh stroma sarcoma. Tumor
ini adalah tumor primer sarcoma yang paling umum. Tumor
tersebut dapat terbentuk dari abnormalitas tulang yang
sebelumnya, seperti Paget’s disease. Osteosarkoma yang
melibatkan rahang hanya 5-7% kasus osteosarkoma dengan
predileksi laki-laki berusia 30 tahun. Tumor tersebut lebih sering
menyerang mandibula dibandingkan dengan maksila.
- Gejala yang muncul: bengkak, nyeri, gigi menjadi goyang, akan
tetapi tergantung dari lokasi tumor.
- Gambaran radiologi: tepi tidak tegas dan tidak beraturan, adanya
pelebaran simetris dari periodontal ligament dan pada tulang
extracortical membentuk “sunburst appearance”. Selain itu juga
dapat ditemukan destruksi dari kortikal.

23
b. Burkitt’s Lymphoma
- Burkitt’s lymphoma adalah suatu keganasan dari non-Hodgkin’s
B-cell limfoma yang dapat terjadi pada beberapa kasus tumor
rahang. Burkitt’s limfoma muncul karena adanya aktivasi dari
onkogen c-myc melalui resiprokal translokasi kromosom (8:14).
Lebih dari 95% kasus kasus tersebut berhubungan dengan
Epstein-Barr virus dan selain itu berhubungan dengan pasien
infeksi HIV. Pada kasus endemic (biasanya Africa), limfoma ini
menyerang anak-anak dimana puncak usia adalah 3-8 tahun.
Keikutsertaan rahang adalah masalah yang umum dan
berhubungan dengan usia dimana 90% dari pasien berusia
kurang dari 3 tahun dan 25% berusia lebih dari 15 tahun.
Limfoma ini lebih sering menyerang daerah maksila daripada
mandibula. Pada kasus sporadic (Amerika), biasanya menyerang
usia 10-12 tahun dan lebih sering melibatkan mandibula daripada
maksila.
- Lesi pada rahang oleh karena Burkitt’s limfoma berkembang
dengan cepat dan tampak sebagai pembengkakan wajah atau

24
massa eksofitik. Tumor ini dapat memengaruhi mobilitas dari
gigi, nyeri yang berlebihan, dan paresthesia.
- Gambaran radiografi: adanya proses osteolitik yang tidak
beraturan dan batas tidak jelas.
- Menurut fakta, tumor ini memiliki proliferasi yang sangat tinggi
dari semua neoplasma manusia.
- Apabila tidak diobati, akan menyebabkan kematian dalam waktu
4-6 bulan sejak terdiagnosa.

c. Ewing’s sarcoma
- Ewing’s sarcoma adalah tumor dari kelompok primitive
neuroektodermal. Tumor ini disebabkan oleh translokasi
kromosal yang terdeteksi dari 85% kasus.
- Biasanya tumor ini menyerang tulang ekstremitas bawah dan
pelvis, akan tetapi dapat menyerang daerah rahang dengan
presentase kurang dari 3%. Pada daerah rahang, lokasi yang
paling sering adalah posterior dari mandibula dimana maksila
sangat jarang.
- Gambaran radiografi: proses osteolitik yang irregular dengan
batas tidak tegas. Dapat dilihat adanya pergeseran gigi dan
resorpsi akar.
- Tumor ini bertumbuh dengan cepat dan destruksi tulang yang
hebat serta sangat berprospek untuk metastasis terutama di
tulang dan paru-paru (15% kasus).

25
4. Patofisiologi
Riwayat alami dari infeksi odontogenik biasanya dimulai dengan
terjadinya kematian pulpa, invasi bakteri dan perluasan proses infeksi ke arah
periapikal. Terjadinya keradangan yang terlokalisir (osteitis periapikal kronis)
atau abses periapikal akut, (penghancuran jaringan dengan pembentukan
eksudat purulent) tergantung dari virulensi kuman, dan efektivitas pertahanan
hospes. Kerusakan pada ligamentum periodontium bisa memberikan
kemungkinan masuknya bakteri dan akhirnya terjadi abses periodontal akut.
Apabila gigi tidak erupsi sempurna, mukosa yang menutupi sebagian gigi
tersebut mengakibatkan terperangkap dan terkumpulnya bakteri dan debris,
sehingga mengakibatkan abses perikoronal. Dengan pertahanan tubuh hospes
yang efektif atau terapi yang benar, suatu infeksi akut bisa dikurangi menjadi
subakut atau kronis, dapat bertahan seperti itu atau akhirnya sembuh. Durasi
yang lama dan sifat kronis hampir sinonim dan mengandung makna bahwa
keseimbangan hospes/pathogen mengalami gangguan. Indicator klinis utama
pada jaringan lunak sehubungan dengan kekronisan adalah terbentuknya

26
jaringan granulasi dan terjadinya fistulasi yang bisa mendrainase daerah yang
mengalami infeksi kronis.
Bila terdapat keganasan pada sinus maxillaris, maka lesi yang paling
sering adalah karsinoma, dan daerah yang terkena atau terlibat biasanya
adalah pada infrastruktur sinus. Perluasan lesi ini pada prosesus alveolaris
menyebabkan penyebaran dan timbulnya lesi pada gingiva (berupa ulserasi)
dan kegoyangan gigi. Keganasan yang timbul pada prosesus alveolaris
maksila juga dapat melibatkan antrum. Keganasan sinus maxillaris yang
mengenai orbita atau fossa infratemporalis merupakan keadaan yang sering
ditemukan.

5. Penyebaran dan gejala


Tumor maxilla akan menimbulkan berbagai tanda dan gejala yang
mirip seperti facial pain syndrome, termasuk Trigeminal Neuralgia. Pada
fase awal pasien akan mengeluhkan nyeri local pada daerah maxilla
kemudian gejala akan berlanjut pada mobilitas dari gigi. Ketika tumor
menyerang maxilla, akan menimbulkan adanya infiltrate pada sinus
maxillaris. Dalam keadaan tersebut, pasien akan merasakan adanya
sumbatan pada nasal oleh karena gejala obstruksi secara langsung
tersebut. Selain itu, tumor akan menginvasi saraf infraorbital (cabang dari
maxillaris dari nervus trigeminal) yang akan menyebabkan gangguan
sensoris pada daerah pipi. Apabila tumor ganas, maka akan menimbulkan
nyeri yang berlebih.
Ketika tumor menjalar ke daerah superior, daerah orbita, akan
menyebabkan restriksi dari mobilitas ocular, perubahan posisi bola mata,
dan selanjutnya akan menginfiltrasi periorbita dan otot extraocular.
Selanjutnya penyebaran akan berlanjut pada daerah ethmoid lalu menuju
basal tengkorak.
Penyebaran tumor maxilla adalah melalui local infiltrasi yaitu
menyebar secara sentrifugal dalam jaringan lunak tetapi akan berubah

27
ketika sudah mengenai tulang. Apabila sudah mengenai tulang,
penyebaran dapat melalui:
1. Lapisan Periosteal atau subperiosteal, terutama di alveolar lingual dari
mandibula.
2. Membran periodontal ketika gigi masih ada.
3. Difusi melalui ruang sumsum.
4. Penyebaran perineural terutama sepanjang saraf alveolar inferior,
paling sering dibagian proximal kea rah pterygoid fosa dan basal
tengkorak dan kemudia menuju ganglion trigeminal.
5. Melalui sistem pembuluh darah dan limfatik.

Apabila berdasarkan lokasinya, tumor maxilla dapat menyebar:


- Anterior : pipi, kulit
- Posterior : pterygopalatine fossa, infra temporal fossa, temporal bone
middle cranial fossa
- Medial : rongga hidung
- Lateral : pipi, kulit
- Superior : orbit, sinus etmoid
- Inferior : palate, buccal sulcus

6. Diagnosa
Hal yang terpenting dalam penanganan kelainan odontogenik adalah
anamnesa yang lengkap dan melalui pemeriksaan fisik. Perlu ditanyakan
mengenai sakitnya, gigi yang lepas, masalah gigi terakhir, keterlambatan
erupsi gigi, pembengkakan, dysthesia, atau adanya perdarahan intraoral (biasa
berhubungan dengan tumor atau kista odontogenik). Gejala-gejala seperti
paresthesia, trismus, dan maloklusi yang tampak dapat mengindikasikan suatu
proses keganasan. Onset serta lama dari perkembangan dari massa sangat
diperlukan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kepala dan
leher secara general yang harus mencakup inspeksi, palpasi, perkusi, dan

28
auskultasi pada bagian rahang dan gigi yang terlibat secara teliti.
Pemeriksaan radiologi (rontgen foto dan CT scan) sangat berperan penting
dan biasanya merupakan pilihan prosedur utama dalam mengevaluasi tumor
atau kista pada rahang. Setelah itu, untuk menyingkirkan diagnose banding,
diperlukan identifikasi histopatologi dari lesi tersebut yaitu dengan
menggunakan fine needle aspiration biopsy (FNAB).

7. Tatalaksana
A. Drainage/Debridement
Drainage adekuat (seperti nasoantral window) seharusnya dibuka pada
pasien dengan sinusitis sekunder dan pada pasien yang mendapat terapi
radiasi sebagai pengobatan primer.
B. Resection
Surgical resection selalu direkomendasikan dengan tujuan kuratif.
Palliative excision dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri yang parah,
untuk dekompresi cepat dari struktur-struktur vital, atau untuk debulking
lesi massif, atau untuk membebaskan penderita dari rasa malu.
Pembedahan merupakan penatalaksanaan tunggal untuk tumor maligna
traktus sinonasal dengan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 19%
hingga 86%.
Dengan kemajuan-kemajuan terbaru dalam preoperative imaging,
intraoperative image-guidance system, endoscopic instrumentation dan
material untuk hemostasis, teknik sinonasal untuk mengangkat tumor
nasal dan sinus paranasal mungkin merupakan alternatif yang dapat
dilakukan untuk traditional open technique. Pendekatan endoskopik dapat
dipakai untuk melihat tumor dalam rongga nasal, etmoid, sfenoid, medial
frontal dan sinus maksilaris medial. Frozen section harus digunakan untuk
melihat batas bebas tumor.
C. Pendekatan bedah lainnya
o Endoskopi

29
o Transoral / transpalatal
o Midfacial degloving  terdiri dari 3 langkah: bilateral maxillary
vestibular approach dan diseksi subperiosteal; insisi sirkular dari
nasal; buka bagian hidung, radix nasal, dan daerah ethmoid.
o Weber-Ferguson (lateral rhinotomy)
o Gabungan pendekatan kraniofasial
D. Rehabilitasi
Tujuan utama rehabilitasi post operasi adalah penyembuhan luka
primer, memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan pemulihan
oronasal yang terpisah kemudian memperlancar proses bicara dan
menelan. Rehabilitasi setelah reseksi pembedahan dapat dicapai dengan
dental prosthesis atau reconstructive flap seperti flap otot temporalis
dengan atau tanpa inklusi tulang kranial, pedicled atau microvascular free
myocutaneous dan cutaneous flap.
E. Terapi Radiasi
Radiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu
pembedahan atau sebagai terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat
mengontrol secara lokal tetapi tidak menyebabkan kelangsungan hidup
spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang sedikit dapat dibunuh, pinggir
tumor non radiasi dapat dibatasi sepanjang pembedahan dan
penyembuhan luka post operasi lebih dapat diperkirakan
F. Kemoterapi
Peran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya
paliatif, penggunaan efek cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan
penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi eksternal massif. Penggunaan
cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat digunakan secara bersamaan
dengan radiasi pada pasien dengan karsinoma sinus paranasal. Angka
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 53%. Pasien yang menunjukkan resiko
pembedahan yang buruk dan yang menolak untuk dilakukan operasi
dipertimbangkan untuk mendapatkan kombinasi radiasi dan kemoterapi

30
Cisplatin dan 5flurouracil dapat diberikan bersama dengan
radioterapi. Pengobatan ini sering dipakai dalam kasus-kasus lanjutan
keganasan yang melibatkan rahang atas sinus.
Jika tumor terbatas pada bagian inferior rahang atas yang kondisi
paling baik dikelola dengan maxillectomy parsial diikuti
oleh radiasi. Sedangkan tumor yang melibatkan seluruh rahang atas dapat
dikelola dengan total maxillectomy diikuti oleh radiasi. Keterlibatan
orbita dapat dikelola dengan menggabungkan exenteration orbital
bersama dengan total maxillectomy. Apabila tumor rahang memanjang
sampai fossa infratemporal dapat dikelola dengan diperpanjang
maxillectomy menggunakan teknik Barbosa dengan menambahkan
sayatan lateral dalam lipatan gingivobuccal mandibula dari gigi taring ke
daerah retromolar (Maxillectomy dikombinasikan dengan condylectomy
dan reseksi piring pterygoideus dan otot-otot yang melekat padanya).
Diseksi leher dapat terpaksa dilakukan apabila terdapat keterlibatan nodus
leher.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Neville, Brad W. et al. Oral and Maxillofacial Pathology (3rd Ed.). UK:
Elsevier. 2009
2. Odontogenic and Non-odontogenic Tumour. (2014, Apr 2). Retrieved from:
http://www.jaypeedigital.com/books/9788180616372/Chapter%20wise%20Pd
f/10155/Chapter-13_Odontogenic%20and%20Non-
odontogenic%20Tumors.pdf
3. Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery) /
Gordon W. Pedersen, alih bahasa, Purwanto, Basoeseno; editor. Lilian
Yuwono – Jakarta: EGC, 1996.
4. Pogrel, A. & Schmidt, B. Clinical Pathology: Odontogenic and
Nonodontogenic Tumors of the Jaws. Retrieved from:
https://www.us.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9780443100536/
9780443100536.pdf

32

Anda mungkin juga menyukai