Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

EFUSI PLEURA ET CAUSA CA MAMMAE DEXTRA

Pembimbing :
dr. Lopo Triyanto, SpB Onk (K)

Disusun oleh :
Lailatul Masruroh G4A018011

SMF ILMU BEDAH


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :


EFUSI PLEURA ET CAUSA CA MAMMAE DEXTRA

Pada tanggal, Agustus 2019

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


Program Profesi Dokter di Bagian Ilmu Bedah
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto

Disusun oleh :
Lailatul Masruroh G4A018011

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Lopo Triyanto, SpB Onk (K)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, hidayah, dan inayah-Nya,
sehingga presentasi kasus dengan judul “EFUSI PLEURA ET CAUSA CA MAMMAE
DEXTRA” ini dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu
Bedah. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penulisan di masa
yang akan datang.
Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Lopo Triyanto, SpB Onk (K) selaku dokter pembimbing
2. Dokter-dokter spesialis bedah di SMF Ilmu Bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto
3. Orang tua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah henti diberikan
kepada penulis
4. Rekan-rekan ko-assisten Bagian Ilmu Bedah atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Penulis menyadari presentasi kasus ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaannya. Demikian
yang dapat penulis sampaikan, semoga referat ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam
maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Purwokerto, Agustus 2019


I. STATUS PASIEN

A. Identitas Penderita

Nama : Ny. S

Umur : 59 tahun

No RM : 00230729

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Gentansari RT 02/RW01 Pagedongan, Banjarnegara

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk RSMS : 12 Agustus 2019

Tanggal periksa : 13 Agustus 2019

B. Anamnesis
Keluhan utama :
Sesak Nafas
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu dan memberat sejak 2 hari.
Keluhan dirasakan terus menerus, mengganggu aktivitas sehari-hari. Keluhan bertambah
berat jika tidur terlentang dan pasien lebih nyaman jika posisi duduk. Awalnya payudara
kanan pasien terasa ada benjolan sekitar januari 2016. Benjolan pertama kali dirasakan
seukuran telur ayam lalu semakin membesar. Kemudian pasien memeriksakan diri ke
RS.Banjarnegara dan dilakukan operasi mastektomi. Setelah operasi, pasien disarankan
untuk melakukan kemoterapi namun saat itu menolak karena alasan biaya. Tahun 2019,
pasien merasakan nyeri yang hilang timbul dengan kualitas yang bertambah berat dan sesak.
Kemudian pasien dirujuk ke RS Margono Soekarjo dan datang ke poli dr. Lopo Triyanto,
SpB Onk pada 12 Agustus 2019 dan dirawat inap untuk perbaikan kondisi serta dilakukan
foto rontgen thorax. Hasil foto menunjukkan adanya penumpukan cairan pada paru kanan
dan dilakukan pemasangan wsd pada tanggal 13 agustus 2019.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat keluhan yang sama (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat Kemoterapi (-)
Riwayat sinar/radioterapi (-)
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat keluhan yang sama (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat sosial ekonomi :
Pasien tinggal bersama anaknya. Pasien merupakan ibu rumah tangga. Pasien memiliki
kebiasaan makan mie instan 1x sehari dan gemar mengkonsumsi gorengan. Pasien jarang
berolahraga.

C. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan di Bangsal Bougenville C RSMS, 13 Agustus 2019


1) Status Generalis
1. Keadaan umum : Tampak sesak
2. Kesadaran :Compos Mentis, GCS: 15 (E4M6V5)
3. Vital sign
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Respiration Rate : 28 x/menit
Suhu : 36,4 0C
4. Berat badan : 47 kg
5. Tinggi badan : 156 cm
6. Status generalis
a. Kepala
Bentuk : mesochepal, simetris
Rambut : warna hitam dengan beberapa helai warna putih, tidak mudah
dicabut, distribusi merata

b. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)


c. Telinga : otore (-/-)
d. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-), discharge (-/-)
e. Mulut : bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)
f. Leher
Trakhea : deviasi trakhea (-/-)
Kelenjar lymphoid : pembesaran (-), nyeri (-)
Kelenjar thyroid : tidak membesar
g. Dada (terdapat bekas operasi, lihat status lokalis)
1) Paru
a) Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (+/-),
retraksi(+) sub costae, terdapat selang WSD di dada kanan produktif kuning
jernih
b) Palpasi : vocal fremitus kanan menurun > kiri
c) Perkusi : redup pada lapang paru kanan
d) Auskultasi : Suara dasar vesikuler di lapang paru sebelah kanan menurun,
wheezing(-), ronkhi (-)
2) Jantung
a) Inspeksi : ictus cordis sulit dinilai
b) Palpasi : ictus cordis sulit dinilai
c) Perkusi : Batas jantung kanan atas : sulit dinilai
Batas jantung kiri atas : sulit dinilai
Batas jantung kanan bawah : sulit dinilai
Batas jantung kiri bawah : sulit dinilai
d) Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
h. Abdomen
1) Inspeksi : datar
2) Auskultasi : bising usus (+) normal
3) Perkusi : timpani di semua lapang abdomen
4) Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-)
5) Hepar : tidak teraba
6) Lien : tidak teraba

7) Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas
superior Inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Edema + - + +

Sianosis - - - -

Akral dingin - - - -

2) Pemeriksaan lokalis
Mammae dextra

 Inspeksi :

Bentuk : Mammae dextra (-), bekas benang jahitan post operasi yang mengering (+)

Permukaan : datar

Kulit : kemerahan - kerut +

Areola mammae : Tidak tampak

Papillae mammae : Tidak tampak

 Palpasi :

Permukaan : Mammae (-), tidak teraba benjolan disekitar area bekas operasi

Konsistensi : keras

Suhu Raba : hangat, sama dengan jaringan sekitar

Pergerakan : tidak dilakukan

Massa Tumor : Tidak tampak benjolan disekitar area yang sudah dioperasi
Mammae sinistra

 Inspeksi :

Bentuk : Bergelambir

Permukaan : tidak terdapat benjolan

Kulit : warna kecoklatan sesuai area sekitar dengan area papilla mammae yang
berwarna lebih gelap

Areola mammae : pus -, sekret -

Papillae mammae : retraksi (-) , pus (-)

 Palpasi :

Permukaan : Kering

Suhu Raba : hangat, sama dengan jaringan sekitar

D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 12 Agustus 2019
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin : 13.2 g/dl
Leukosit : 10260 U/L
Hematokrit : 36%
Eritrosit : 4.9 x106/ul
Trombosit : 278.000/ul
MCV : 85.9 fL
MCH : 28.8 pg/cell
MCHC : 33.6 %
RDW : 12.6 %
MPV : 9.5 fL
Hitung Jenis
Basofil : 0,2%
Eosinofil : 0,1%
Batang : 0.8 %
Segmen : 82.2%
Limfosit : 7.2%
Monosit : 9.5%
Kimia Klinik
PT : 12.3 H
APTT : 42.8 H
Ureum darah : 28.26 mg/dL
Kreatinin darah : 0.65 mg/dL
GDS : 96 mg/dL
Na : 113 mEq/L (L)
K : 4.8 mEq/L (H)
Cl : 98 mEq/L
Foto rontgen thorax 12 Agustus 2019
E. Assesement

Efusi pleura et causa Carcinoma mammae dextra post WSD dextra

F. Planning

Inf Nacl 0,9% 20 tpm

Inj Ceftriaxone 1x1 gr

Inj Ketorolac 2x30 mg


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Payudara

A. Definisi
Kanker payudara adalah neoplasma ganas, suatu pertumbuhan jaringan payudara
abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltratif dan destruktif, serta
dapat bermetastase. Tumor ini tumbuh progresif, dan relatif cepat membesar. Pada stadium awal
tidak terdapat keluhan sama sekali, hanya berupa fibroadenoma atau fibrokistik yang kecil saja,
bentuk tidak teratur, batas tidak tegas, permukaan tidak rata, dan konsistensi padat dan keras.

B. Epidemiologi

Kanker payudara adalah salah satu kanker paling umum di Amerika Serikat lebih dari
160,000 wanita mengalami kanker ini setiap tahun, dan 40.000 perempuan meninggal setiap
tahun karena keganasan ini. Kira-kira 1 dari 9 wanita di Amerika Serikat akan menderita kanker
payudara, walaupun 1% kasus terjadi pada pria. Risiko meningkat dengan usia, dan meningkat
pesat saat menopouse. risiko besar. Terjadi pada wanita usia 60 tahun ke atas, dan memiliki
kesempatan 3-4% menderita kanker payudara selama 1 dekade kehidupan mereka. Lokasi yang
sering terkena kanker payudara adalah sebagai berikut.
C. Faktor Risiko
1. Menstruasi dini <12 tahun, menopause yang terlambat > 50 tahun
2. Belum pernah melahirkan
3. Kehamilan pertama > 30 tahun
4. Umur >50 tahun
5. Riwayat kanker payudara di satu sisi dan riwayat kanker endometrium

6. Genetik (mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53)


7. Obesitas

D. Kriteria Diagnostik
1. Anamnesis
Keluhan Utama
 Benjolan di payudara

 Kecepatan tumbuh dengan/tanpa rasa sakit

 Nipple discharge, retraksi puting susu, dan krusta

 Kelainan kulit, dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi

 Benjolan ketiak dan edema lengan
Keluhan Tambahan
 Nyeri tulang (vertebra, femur)

 Sesak dan lain sebagainya

2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis (Karnofsky Performance Score)
b. Status lokalis :

1)Payudara kanan atau kiri atau bilateral

2)Massa tumor :

 Lokasi

 Ukuran

 Konsistensi


Bentuk dan batas tumor

 Terfiksasi atau tidak ke kulit, m.pectoral atau dinding dada

Perubahan kulit
 Kemerahan, dimpling, edema/nodul satelit

 Peau de orange, ulserasi

Perubahan puting susu/nipple

 Tertarik

 Erosi

 Krusta

 Discharge

Status kelenjar getah bening

 Kgb aksila: Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir terhadap sesama atau jaringan
sekitar

 Kgb infraklavikula

 Kgb supraklavikula

Pemeriksaan pada daerah metastasis

 Lokasi : tulang, hati, paru, otak



 Bentuk
 Laboratorium
 Pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan
metastasis
 Tumor marker: apabila hasil tinggi, perlu diulang untuk follow up
4. Pemeriksaan Radiologik/Imaging
 Pemeriksaan wajib untuk mengetahui metastasis :
 Ultrasonografi (USG) payudara kontra lateral dan mammografi
 Foto toraks
 USG Abdomen


5. Pemeriksaan Patologi

 Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus/Fine Needle Aspiration


Biopsy (FNAB)
 Histopatologi (Gold Standard )
2.2 Efusi Pleura
A. Definisi
Efusi pleura adalah akumulasi abnormal cairan dalam rongga pleura yang
dihasilkan dari produksi cairan yang berlebihan atau penurunan penyerapan Efusi
pleura dengan adanya sel-sel kanker pada ruang pleura menunjukkan bahwa efusi
pleura berasal dari metastatik sel-sel ganas dari tempat sekitar (seperti pada keganasan
paru, payudara, dan dinding dada), invasi dari vaskularisasi paru dengan embolisasi
dari sel-sel tumor ke pleura viseralis, atau metastasis jauh hematogen dari tumor ke
pleura parietalis. Begitu didapatkan pada ruangan pleura, deposit tumor menyebar di
sepanjang membran pleura parietalis dan menyumbat stomata limfatik yang akan
mengalirkan cairan intrapleural
B. Etiologi dan Patogenesis
Rongga pleura normal berisi cairan dalam jumlah yang relatif sedikit yakni 0,1
– 0,2 mL/kgbb pada tiap sisinya. Fungsinya adalah untuk memfasilitasi pergerakan
kembang kempis paru selama proses pernafasan. Cairan pleura diproduksi dan
dieliminasi dalam jumlah yang seimbang. Jumlah cairan pleura yang diproduksi
normalnya adalah 17 mL/hari dengan kapasitas absorbsi maksimal drainase sistem
limfatik sebesar 0,2-0,3 mL/kgbb/jam. Cairan ini memiliki konsentrasi protein lebih
rendah dibanding pembuluh limfe paru dan perifer.
Cairan dalam rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan
hidrostatik, tekanan onkotik pada pembuluh darah parietal dan viseral serta
kemampuan drainaselimfatik
Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura dan
umumnya menyebabkan efusi pleura. keluhan yang paling banyak ditemukan adalah
nyeri dada dan sesak. Gejala lainnya yaitu akumulasi cairannya kembali dengan cepat
walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali.
Efusi bersifat eksudat, tapi sebagian kecil bisa transudat. Warna efusi bisa
sero-santokrom ataupun hemoragik (terdapt lebih dari 10.000 sel eritrosit per cc). Di
dalam cairan ditemukan sel-sel limfosit (yang dominan) dan banyak sel mesotelial.
Jenis-jenis neoplasma dapat didiagnosis dengan pemeriksaan sitologi terhadapp cairan
efusi atau biopsi pleura parietalis. Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi
pleura pada neoplasma yakni:
 Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura terhadap
air dan protein.
 Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah
vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan
cairan dan protein.
 Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul
hipoproteinemia.
 Tumor pleura juga akan menstimulasi pelepasan kemokin yang akan
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan membrane pleura, sehingga akan
memicu efusi pleura.
Efusi pleura terhadap neoplasma biasanya unilateral, tetapi bisa juga bilateral
karena obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat mengakibatkan
pengaliran cairan dari rongga pleura via diafragma
C. Kriteria Diagnostik
 Anamnesis
Gejala yang biasanya muncul pada efusi pleura yang jumlahnya cukup besar
yakni :
1. Nafas terasa pendek hingga sesak nafas yang nyata dan progresif
2. Nyeri khas pleuritik pada area yang terlibat, khususnya jika penyebabnya
adalah keganasan. Nyeri dada meningkatkan kemungkinan suatu efusi
eksudat misalnya infeksi, mesotelioma atau infark pulmoner.
3. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya jika cairan
terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba.
4. Riwayat penyakit pasien juga perlu ditanyakan misalnya apakah pada
pasien terdapat hepatitis kronis, sirosis hepatis, pankreatitis, riwayat
pembedahan tulang belakang, riwayat keganasan, dll.
 Pemeriksaan Fisik
1. Biasanya ada gejala dari penyakit dasarnya.
2. Bila sesak napasnya yang menonjol, kemungkinan besar karena proses
keganasan.
3. Pada perkusi, suara ketok terdengar redup sesuai dengan luasnya efusi pada
auskultasi suara napas berkurang atau menghilang.
4. Resonansi vocal berkurang  Egofoni
5. Jika jumlah cairan pleura < 300 mL, cairan ini belum menimbulkan gejala
pada pemeriksaan fisik
6. Jika jumlah cairan pleura telah mencapai 500 mL, baru dapat ditemukan
gejala berupa gerak dada yang melambat atau terbatas saat inspirasi pada sisi
yang mengandung akumulasi cairan. Fremitus taktil juga berkurang pada
dasar paru posterior. Suara perkusi menjadi pekak dan suara napas pada
auskultasi terdengar melemah walaupun sifatnya masih vesikuler
7. Jika akumulasi cairan melebihi 1000 mL, sering terjadi atelektasis pada paru
bagian bawah. Ekspansi dada saat inspirasi pada bagian yang mengandung
timbunan cairan menjadi terbatas sedangkan sela iga melebar dan
menggembung. Pada auskultasi di atas batas cairan, sering didapatkan suara
bronkovesikuler yang dalam, sebab suara ini ditransmisiskan oleh jaringan
paru yang menagalami atelektasis. Pada daerah ini juga dapat ditemukan
fremitus vokal dan egofoni yang bertambah jelas
8. Jika akumulasi cairan melebihi 2000 mL, cairan ini dapat menyebabkan
seluruh paru menjadi kolaps kecuali bagian apeks. Sela iga semakin melebar,
gerak dada pada inspirasi sangat terbatas, suara napas, fremitus taktil maupun
fremitus vocal sulit didengar karena sangat lemah. Selain itu terjadi
pergeseran mediastinum ke arah kontralateral dan penurunan letak diafragma
 Pemeriksaan Penunjang
Efusi pleura memiliki gambaran radiologi yang bervariasi antara lain:
a. Hampir semua efusi awalnya terkumpul dibawah paru antara pleura
parietal yang melapisi diafgrama dengan pleura viseralis lobus inferior.
b. Gambaran diafgrama bukan merupakan gambaran diafgrama yang
sebenarnya, melainkan cairan pleura yang terkumpul diatas diafgrama.
c. Menggeser titik tertinggi diafgrama ( bukan diafgrama sebenarnya) ke
arah lateral.
d. Pada efusi pleura subpulmonal kiri terdapat peningkatan jarak antara
udara lambung dengan udara di paru
e. Pada foto lateral biasanya terdapat penumpulan sulkus kostofrenikus
posterior
Pemeriksaan radiologis dengan foto dada standar dapat mendeteksi efusi
pleura dengan volume minimal 50 cc pada pandangan lateral, tetapi
pemeriksaan ini hanya bersifat sugestif untuk diagnosis EPM. Efusi pleura yang
massif meningkatkan kemungkinan terbentuknya meniscus sign dengan cairan
yang terlihat memanjat pada dinding dada lateral, pergeseran mediastinum ke
sisi kontralateral, dan inverse dari diafragma. Tanda radiografi dari suatu EPM
termasuk penebalan pleura terlobulasi yang sirkumferensial, penuhnya iga
(crowded ribs), dan peninggian hemidiafragma atau pergeseran mediastinu
ipsilateral konsisten dengan atelektasis karena obstruksi tumor.
 Water Seal Drainage
a. Definisi
Water Seal Drainage (WSD) merupakan tindakan invasive yang
dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura,
rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
Pipa toraks (chest tube) didefinisikan sebagai instrumen panjang
berongga silindris transparan yang digunakan untuk mengeluarkan udara
dan atau cairan dari rongga pleur. Penggunaan pipa toraks ini pertama
dikenalkan oleh Buelau pada tahun 1875, dan dipopulerkan oleh Kenyon
pada tahun 1911 dan juga Monaldi. Pipa toraks ini dianjurkan transparan ,
tidak tidak kaku dan sebaiknya dengan lapisan silikon. Pipa toraks yang
tersedia berukuran 20F, 22F, 24F, 26F, 28F, 30F, 32F.
Fungsi pemasangan WSD yaitu untuk mempertahankan tekanan
negatif intrapleura / Cavum pleura (Dewasa: 12 – 15 cmH2O , Anak : 8 –
10), drainase cairan rongga pleura, dan diagnostic.
b. Macam-macam WSD
 Single Bottle Water Seal System
Ujung akhir pipa drainase dari dada pasien dihubungkan ke
dalam satu botol yang memungkinkan udara dan cairan mengalir dari
rongga pleura tetapi tidak mengijinkan udara maupun cairan kembali
ke dalam rongga dada. Secara fungsional, drainase tergantung pada
gaya gravitasi dan mekanisme pernafasan, oleh karena itu botol harus
diletakkan lebih rendah. Ketika jumlah cairan di dalam botol
meningkat, udara dan cairan akan menjadi lebih sulit keluar dari rongga
dada, dengan demikian memerlukan suction untuk mengeluarkannya.
Sistem satu botol digunakan pada kasus pneumothoraks
sederhana sehingga hanya membutuhkan gaya gravitasi saja untuk
mengeluarkan isi pleura. Water seal dan penampung drainage digabung
pada satu botol dengan menggunakan katup udara. Katup udara
digunakan untuk mencegah penambahan tekanan dalam botol yang
dapat menghambat pengeluaran cairan atau udara dari rongga pleura.
Karena hanya menggunakan satu botol yang perlu diingat adalah
penambahan isi cairan botol dapat mengurangi daya hisap botol
sehingga cairan atau udara pada rongga intrapleura tidak dapat
dikeluarkan.
 Two Bottle System
Sistem ini terdiri dari botol water-seal ditambah botol
penampung cairan. Drainase sama dengan system satu botol, kecuali
ketika cairan pleura terkumpul, underwater seal system tidak
terpengaruh oleh volume drainase. Sistem dua botol menggunakan dua
botol yang masing-masing berfungsi sebagai water seal dan
penampung. Botol pertama adalah penampung drainage yang
berhubungan langsung dengan klien dan botol kedua berfungsi sebagai
water seal yang dapat mencegan peningkatan tekanan dalam
penampung sehingga drainage dada dapat dikeluarkan secara optimal.
Dengan sistem ini jumlah drainage dapat diukur secara tepat.
 Three Bottle System
Pada sistem ini ada penambahan botol ketiga yaitu untuk
mengontrol jumlah cairan suction yang digunakan. Sistem tiga botol
menggunakan 3 botol yang masing-masing berfungsi sebagai
penampung, "water seal" dan pengatur; yang mengatur tekanan
penghisap. Jika drainage yang ingin, dikeluarkan cukup banyak
biasanya digunakan mesin penghisap (suction) dengan tekanan sebesar
20 cmH20 untuk mempermudah pengeluaran. Karena dengan mesin
penghisap dapat diatur tekanan yang dibutuhkan untuk mengeluarkan
isi pleura. Botol pertama berfungsi sebagai tempat penampungan
keluaran dari paru-paru dan tidak mempengaruhi botol "water seal".
Udara dapat keluar dari rongga intrapelura akibat tekanan dalam botol
pertama yang merupakan sumber-vacuum. Botol kedua berfungsi
sebagai "water seal" yang mencegah udara memasuki rongga pleura.
Botol ketiga merupakan pengatur hisapan. Botol tersebut merupakan
botol tertutup yang mempunyai katup atmosferik atau tabung
manometer yang berfungsi untuk mengatur dan mongendalikan mesin
penghisap yang digunakan.
c. Indikasi
 Pneumothoraks :
 Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
 Luka tusuk tembus
 Klem dada yang terlalu lama
 Kerusakan selang dada pada sistem drainase
 Hemothoraks :
 Robekan pleura
 Kelebihan antikoagulan
 Pasca bedah thoraks
 Thorakotomy :
 Lobektomy
 Pneumoktomy
 Efusi pleura
 Emfiema
d. Kontraindikasi
 Infeksi pada tempat pemasangan
 Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol
e. Tempat Pemasangan
Tempat pemasangan WSD yaitu :
 Bagian apex paru (apical)
Anterolateral interkosta ke 1-2: Berfungsi untuk mengeluarkan udara
dari rongga pleura
 Bagian basal
Postero lateral interkosta ke 8-9: Berfungsi untuk mengeluarkan cairan
(darah, pus) dari rongga pleura
f. Komplikasi
1) Laserasi atau menusuk organ intra toraks / abdomen yang dapat
dicegah dengan tehnik jari sebelum dilakukan insersi.
2) Infeksi pleura (empiema)
3) Kerusakan syaraf intervostal, arteri dan vena
 Pneumotoraks menjadi hemotoraks
 Neuritis intercostal / neuralgia
4) Posisi pipa toraks yang keliru, extra toraks atau intra toraks
(mis:kinking)
5) Lepasnya pipa toraks dari dinding dada, atau lepasnya dengan wsd.
6) Pneumotoraks persisten
 Kebocoran primer yang besar
 kebocoran di kulit pipa toraks , pengisapan pipa toraks terlalu kuat
 wsd bocor
7) Emfisema subcutis
8) Pneumotoraks rekuren sesudah pencabutan pipa toraks.
9) Gagalnya paru untuk mengembang akibat adanya plak broncus: perlu
broncoscopis.
10) Reaksi anafilaktik atau alergi obat anestesi atau persiapan bedah.

Anda mungkin juga menyukai