Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN

KASUS
DISTONIA
CERVICAL
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 43 tahun
Status perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Kali deres
Tanggal masuk RS : 18 Mei 2018
Ruang rawat : Kunjungan poli klinik
PASIEN DATANG KE RS
Sendiri / bisa jalan / tak bisa jalan / dengan alat bantu
Dibawa oleh keluarga: ya / tidak
Autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 18 Mei
2018 jam 11.00 WIB.

KU: Kaku pada leher Sejak 4 tahun


SMRS
RIWAYAT PENYAKIT
SEKARANG
Pasien datang ke poliklinik saraf RSUD
Cengkareng dengan keluhan kaku pada leher.
Kaku leher sehingga pasien posisi menengok
kearah kanan. Keluhan disertai leher pegal.
Tidak ada riwayat jatuh. Pasien masih bisa
berjalan sendiri tanpa alat bantu namun
berjalan tidak dapat cepat dan harus hati-hati.
RIWAYAT PENYAKIT
SEKARANG
Keluhan dimulai sejak tahun 2014, dimana
pasien sedang di depan komputer dan pasien
secara tidak sengaja menghentakkan lehernya
untuk menegok kesebelah kanan. Setelah itu,
pasien merasakan lehernya berbunyi “klik”
keras, dan pasien merasakan sakit pada leher
serta susah untuk mengembalikan leher ke
posisi semula.
RIWAYAT PENYAKIT
SEKARANG
Keluhan semakin memburuk dan tidak
membaik. Aktifitas pasien sehari-hari menjadi
terganggu. Pasien masih dapat berjalan
sendiri namun berjalan harus hati-hati. Tidak
ada riwayat jatuh. Pasien berobat ke RSUD
cengkareng poli saraf, 1 bulan setelah keluhan
pertama kali terjadi. Pasien diberi obat pulang.
Setelah mengkonsumsi obat, pasien masih
merasakan keluhan yang sama dan tidak
membaik selama 4 tahun. Pasien sebelumnya
belum pernah mengalami hal seperti ini.
RIWAYAT
Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-) Alergi (-), Trauma (-),
Operasi (-), anxiety (+)

Riwayat konsumsi obat


Riwayat konsumsi haloperidol

Riwayat penyakit keluarga


Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-), Alergi (-), distonia (-)
STATUS GENERALIS
• Keadaaan umum : tampak sakit sedang
• Kesadaran : Somnolen, E4M6V5 = 15
• Berat badan : 90 kg
• Tinggi badan : 175 cm
• TD : 110/70 mmHg
• Nadi : 80 kali/menit
• Pernafasan : 20 kali/menit
• Suhu : 36,8° C
• Saturasi : 99%
HEAD TO TOE
• Kulit : warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-),
turgor baik
• Kepala : Normocephali, tidak ada lesi, tidak ada
jejas.
• Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor, diameter 3mm. Refleks cahaya langsung dan tidak
langsung +/+, bola mata simetris kanan dan kiri.
• Telinga : normotia, fistel (-), keluar darah dari telinga
(-)
• Hidung : deviasi (-), sekret (-)
• Tenggorokan : uvula di tengah, faring tidak hiperemis, T1-
T1
• Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah
bening
HEAD TO TOE
• Thorax : pergerakan simetris kanan dan kiri
• Paru : suara dasar: vesikuler, wheezing -/- ,
ronkhi -/-
• Jantung : BJ I & II murni regular, murmur (-),
gallop (-)
• Abdomen : supel, BU (+) normal, tidak teraba
pembesaran hepar atau lien
• Ekstremitas : akral hangat, edema -/-.
++ ++
• Refleks fisiologis: ++ ++
STATUS PSIKIKUS
• Cara berpikir : realistik
• Perasaan hati : eutim
• Tingkah laku : wajar
• Ingatan : baik, tidak ada amnesia
• Kecerdasan : baik
STATUS
NEUROLOGIKUS
GCS :E4M6V5 : 15, Compos mentis
Rangsang Selaput Otak
Kaku Kuduk : (-)
Kernig : (-)
Laseque : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : tidak dinilai
NERVUS KRANIALIS
Nervus I

Kanan Kiri

Subjektif tidak dilakukan tidak dilakukan

Dengan bahan tidak dilakukan tidak dilakukan

Nervus II

Kanan Kiri

Tajam penglihatan Normal Normal

Lapangan penglihatan Normal Normal

Melihat warna Normal Normal

Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan


NERVUS KRANIALIS
Nervus III
Kanan Kiri
Ptosis (-) (-)
Pergerakan bulbus Baik Baik
Strabismus (-) (-)
Nystagmus (-) (-)
Exophtalmus (-) (-)
Pupil: Besar 3 mm 3 mm
Bentuk isokor isokor
Refleks terhadap sinar (+) (+)
Refleks konversi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat ganda Tidak ada Tidak ada

Nervus IV

Kanan Kiri
Pergerakan mata Baik Baik
(kebawah – kedalam)
Diplopia Tidak ada Tidak ada
NERVUS KRANIALIS
Nervus V
Kanan Kiri
Membuka mulut Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Refleks kornea Baik Baik
Sensibilitas Normal Normal

Nervus VI

Kanan Kiri
Pergerakan mata Baik Baik
(ke lateral)
Sikap bulbus Normal Normal
Diplopia Tidak ada Tidak ada
NERVUS KRANIALIS
Nervus VII
Kanan Kiri
Mengerutkan dahi Normal Normal
Mengangkat alis Normal Normal
Menutup mata Baik Baik
Memperlihatkan gigi Simetris

Mencucurkan bibir Simetris


Menggembungkan pipi Normal Normal
Nervus VIII

Kanan Kiri
Suara berisik Terdengar Terdengar
Webber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
NERVUS KRANIALIS
Nervus IX
Kanan Kiri
Perasaan bagian lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
belakang
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Faring Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nervus X

Kanan Kiri
Arcus faring Simetris
Bicara Normal
Menelan Tidak dilakukan
NERVUS KRANIALIS
Nervus XI

Kanan Kiri
Mengangkat bahu Normal Normal
Memalingkan muka Normal Normal

Nervus XII
Kanan Kiri
Pergerakan lidah Normal Normal
Julur lidah Simetris
Tremor lidah Tidak ada Tidak ada
Artikulasi Normal
ANGGOTA GERAK
ATAS
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5-5-5-5-5 5-5-5-5-5
Tonus Normotonus Normotonus
Atrofi - -

Sensorik

Kanan Kiri
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi Normal Normal
ANGGOTA GERAK
ATAS
Refleks
Kanan Kiri
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Radius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ulna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tromner- Hoffman - -
ANGGOTA GERAK
BAWAH
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5-5-5-5-5 5-5-5-5-5
Tonus Normotonus Normotonus
Atrofi - -

Sensorik

Kanan Kiri
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi Normal Normal
ANGGOTA GERAK
BAWAH
Reflek
Kanan Kiri
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
Babinski - -
Chaddock - -
Schaffer - -
Oppenheim - -
Klonus kaki - -
Lasegue - -
Kernig - -
Koordinasi, gait, dan
keseimbangan
Cara berjalan: Test tumit lutut:
Dapat berjalan Tidak dilakukan
sesuai garis lurus Dismetria (Past
Test Romberg: (-) Pointing): Tidak
Test Romberg dilakukan
dipertajam: (+) Nystagmus test :
pada saat tutup Normal
mata Disdiadokokinesi
Finger to finger: a: Tidak dilakukan
Normal
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
ALAT VEGETATIF
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
RESUME
Seorang laki-laki berusia 43 tahun datangg ke IGD
RSUD Cengkareng dengan keluhan leher kaku. Kaku
leher sehingga memnyebabkan kelainan postur tubuh
pasien dimana posisi leher pasien terus menengok
kearah kanan. Keluhan disertai leher pegal. Tidak ada
riwayat jatuh. Pasien masih bisa berjalan sendiri tanpa
alat bantu namun berjalan tidak dapat cepat dan harus
hati-hati. Keluhan dimulai sejak tahun 2014, dimana
pasien mengalami kaku leher secara mendadak,
menetap dan tidak membaik selama 4 tahun dengan
obat. Pasien sebelumnya belum pernah mengalami hal
seperti ini. Pasien mempunyai riwayat konsumsi obat
haloperidol.
RESUME
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Koordinasi gerak : Test Romberg dipertajam: (+) pada saat
tutup mata

Reflek fisiologis: ++ ++
++ ++
++ ++
++ ++
Refleks patologi : _ _
_ _
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Distonia
Diagnosis Topik :Ganglia basalis (jalur
nigrostriatal)
Diagnosis Etiologik : Drug-induced dystonia
Diagnosis Patologis : Penurunan dopamin
pada jalur nigrostriatal
TATALAKSANA
NON MEDIKA
MEDIKA-MENTOSA MENTOSA

• Triheksilfenidil • Fisioterapi
2x1
• Clonazepam
1x½
• Toksin
botulinum injeksi
PROGNOSIS
Ad Vitam : ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia
Ad Sanationam : Dubia ad malam
TINJAUAN
PUSTAKA -
DISTONIA
DEFINISI
Distonia adalah gangguan gerakan ditandai
kontraksi otot yang abnormal sering
berulang, kelainan postur, atau keduanya.
ETIOLOGI
Distonia primer: tidak memiliki penyebab spesifik

Distonia dapat disebabkan oleh kerusakan pada basal ganglia:


• Trauma otak.
• Stroke.
• Tumor.
• Kekurangan oksigen.
• Infeksi.
• Reaksi obat.
• Keracunan yang disebabkan oleh timbal atau karbon
monoksida.
EPIDEMIOLOGI
distonia mempengaruhi sekitar 1% dari populasi
perempuan lebih rentan terkena distonia daripada
laki-laki
KLASIFIKASI
Berdasarkan bagian tubuh yang terkena
• Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau
seluruh tubuh.
• Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu
• Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh
yang tidak berhubungan
• Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh
yang berdekatan. Contohnya mata, mulut, dan wajah
bagian bawah.
• Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi
tubuh yang sama
KLASIFIKASI
Berdasarkan Onset:
• Early onset (≤20-30 tahun): Biasanya dimulai
dari kaki atau lengan dan sering menjalar ke
anggota badan lainnya.
• Late onset: biasanya dimulai dari leher
(termasuk laring), otot-otot kranial atau satu
lengan. Cenderung tetap terlokalisasi dengan
perkembangan terbatas untuk otot yang
berdekatan.
PATOFISIOLOGI
Primer
Mutasi gen: GTP cyclohydrolase I (GCH1), tyrosine
hydroxylase (TH), DYT1

Sekunder
Drug induced dystonia: Antipsikotik generasi I
(dopamine receptor blocker)
blockade reseptor D2 penurunan dopamin di
nigrostriatal dopamine pathaway
GEJALA KLINIS
Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis, kram kaki
dan kecenderungan tertariknya satu kaki keatas atau
kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari
pada jarak tertentu.
Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita,
terutama ketika penderita merasa lelah.
Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau
mengeluarkan suara.
Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya
setelah olah raga berat, stres atau karena lelah. Lama-lama
gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar serta tak
tertahankan.
(a) Kram
penulis,
(b) Distonia
servikal,
(c) Dystonia
musculorum
deformans,
(d)
Parkinsonian
AKUT
Reaksi distonia akut
Spasme otot dan kontraksi involunter yang timbul
beberapa menit.
Akatisia
Merupakan bentuk yang paling sering dari sindroma
ekstrapiramidal yang diinduksi oleh obat antipsikotik
Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif
kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan
gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa
tenang. Penderita dengan akatisia berat tidak mampu
untuk duduk tenang, perasaannya menjadi cemas
atau iritabel.
KRONIK
Tardive dyskinesia
• Terjadi setelah menggunakan antipsikotik
minimal selama 3 bulan atau setelah pemakaian
antipsikotik dihentikan selama 4 minggu untuk
oral dan 8 minggu untuk injeksi depot, maupun
setelah pemakaian dalam jangka waktu yang
lama (umumnya setelah 6 bulan atau lebih).
• gerakan involunter dari mulut, lidah, batang
tubuh, dan ekstremitas yang abnormal dan
konsisten
KRONIK
Tardive dystonia
• Terjadi setelah menggunakan antipsikotik
minimal selama 3 bulan atau setelah pemakaian
antipsikotik dihentikan selama 4 minggu untuk
oral dan 8 minggu untuk injeksi depot, maupun
setelah pemakaian dalam jangka waktu yang
lama (umumnya setelah 6 bulan atau lebih).
• gerakan involunter dari mulut, lidah, batang
tubuh, dan ekstremitas yang abnormal dan
konsisten
DIAGNOSIS
Anamnesis
• Onset, keluhan lain (tremor, parkinson)
Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan fisik neurologis
Pemeriksaan Penunjang
• Tergantung klinis
• Pemeriksaan rutin elektrolit, nitrogen urea darah,
kreatinin darah, glukosa darah, dan bikarbonat
bermanfaat dalam menilai status hidrasi, fungsi
ginjal, status asam basa, dan termasuk hipoglikemi
DIAGNOSA BANDING
• Sindroma putus obat
• Parkinson’s Disease
• Distonia primer
• Tetanus
• Gangguan gerak ekstrapiramidal primer
TATALAKSANA
NON MEDIKA
MEDIKA-MENTOSA MENTOSA

• Anticholinergic • Pembedahan
• Toksin • Tatalaksana
botulinum injeksi stress
PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan sindrom ekstra piramidal
yang akut masih baik bila gejala langsung dikenali
dan ditanggulangi.
Pada EPS yang kronik lebih buruk.
Pasien dengan tardive distonia sangat buruk.
Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada
pasien yang mendapat pengobatan neuroleptik
selama lebih dari 10 tahun.
PENYULIT
Gangguan gerak yang dialami penderita
akan sangat mengganggu sehingga
menurunkan kualitas penderita dalam
beraktivitas.
Pada distonia laring dapat menyebabkan
asfiksia dan kematian.
Gangguan gerak saat berjalan dapat
menyebabkan penderita terjatuh dan
mengalami fraktur.
PENUTUP
Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama,
biasanya menyebabkan gerakan atau postur yang
abnormal
Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG (anti psikotik
generasi) I terutama yang mempunyai potensi tinggi)
Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan
oleh kontraksi atau spasme otot.
Otot yang paling sering mengalami spasme adalah otot
leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang (trismus,
gaping, grimacing), lidah (protrusion, memuntir) atau
spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus)
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai