ABSES HEPAR
Disusun oleh:
Chindyria Yolanda Ihalauw
2018-84-086
Pembimbing:
dr. Helfi Nikijuluw, Sp.B - KBD
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan kasus ini guna penyelesaian
tugas kepaniteraan klinik pada bagian BEDAH dengan Laporan Kasus “Abses Hepar”.
Dalam penulisan laporan kasus ini, banyak pihak yang turut terlibat untuk
penyelesaiannya. Untuk itu penulis ingin berterima kasih kepada:
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim
hati.
Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang
berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya
berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang
buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di
daerah perkotaan.
Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati
piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses hati
piogenik.
Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica
sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi Enterobacteriaceae,
Streptococci, Klebsiella, Candida, Salmonella, dan golongan lainnya. Abses hati sering
timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu.
Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif jarang, pertama kali
ditemukan oleh Hipppocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright
pada tahun 1936.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah
terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan
gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang
mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke
daerah endemik di mana laki – laki lebih sering terkena dibanding perempuan dengan
rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada dekade empat.
Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah
berupa nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri
spontan atau disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah
anoreksia, mual muntah, berat badan menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang
dan berak darah. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang.
Penatalaksanaan abses hepar dapat dilakukan secara konvensional dengan
pemberian antibiotika spektrum luas ataupun dengan aspirasi cairan abses, drainase
perkutan dan operasi reseksi hati.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura
segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan
lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme
berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi
oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat
langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum
membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat
yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini
melapisi mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke
dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri
hepatika, dan saluran empedu.
Hati memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara lempengan sel hati terdapat
kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel fagostik dan
sel kupffer. Sel kupffer fungsinya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam
darah. (Sylvia a. Price, 2006).
Gambar 3 pembagian segmen hati
Hati terbagi menjadi 8 segmen berdasarkan percabangan arteri hepatis, vena porta dan
duktus pankreatikus sesuai dengan segi praktisnya terutama untuk keperluan reseksi
bagian pada pembedahan. Pars hepatis dekstra dibagi menjadi divisi medialis dekstra
(segmentum anterior medialis dekstra dan segmentum posterior medialis dekstra) dan
divisi lateralis dekstra (segmentum anterior lateralis dekstra dan segmantum posterior
lateralis dekstra). Pars hepatis sinistra dibagi menjadi pars post hepatis lobus kaudatus,
divisio lateralis sinistra (segmantum posterior lateralis sinistra dan segmantum anterior
lateralis sinistra) dan divisio medialis sinistra (segmentum medialis sinistra).
Hati dipersarafi oleh:
Gambar 1. Pembagian Segmen Hati 1. Nervus simpatikus : dari ganglion
seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada lig. hepatogastrika dan masuk
porta hepatis
2. Nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri
kurvatura minor gaster dalam omentum.
2.2. Fisiologi Hati
Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada hampir
setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas lebih dari 500
aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, dan hanya
dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu mempertahankan kehidupan.
Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan kematian dalam 10 jam. Hati
memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada sebagian besar kasus, pengangkatan
sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau sakit, akan diganti dengan jaringan hati
yang baru.
Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin
Sintesis protein serta α dan β globulin (γ globulin tidak).
Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah
fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX,
dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada
sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.
Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang
Penyimpanan protein kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.
(asam amino) NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja
bakteri usus terhadap asam amino.
Penyimpanan vitamin dan Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam
mineral hati; juga vitamin B12, tembaga dan besi.
Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati, sisanya
adalah sel-sel epitelial sistem empedu dan sel-sel non parenkim yang termasuk di
dalamnya endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang.
Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena hepatika dan duktus
hepatikus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai
banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran
empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan
lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling
bertautan dengan sebelahnya. Sinusoid hati merupakan lapisan endotelial berpori yang
dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal).
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya
amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului
riwayat disentri amebiasis. (Aru W Sudoyo, 2006)
Gambar 7. Skema Patofisiologi Abses Hati Amebik
Penjelasan :
1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan
infeksi
2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan
tidur atas pola tidur.
4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun
sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.
Manifestasi sistemik abses hati pyogenik biasanya lebih berat daripada abses
hati amubik. Sindrom klinis abses hati pyogenik berupa:
a. Nyeri spontan perut kanan atas, ditandai dengan jalan membungkuk ke depan
dengan kedua tangan ditaruh diatasnya,
b. Demam tinggi disertai keadaan syok
Sedangkan pada abses hati amubik berupa:
a. Malaise
b. Demam tidak terlalu tinggi
c. Nyeri tumpul pada abdomen memberat jika terdapat pergerakan.
d. Iritasi diafragma muncul gejala seperti nyeri bahu kanan, batuk, ataupun
atelektasis
e. Gejala sitemik lainnya seperti mual, muntah, anoreksia, berat badan yang turun
untentional, badan lemah, ikterus, BAB seperti kapur, dan urine berwarna
gelap.
2.13. Diagnosis Abses Hati
Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses hepar sulit
ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini memberikan arti
yang sangat penting dalam pengelolaannya karena penyakit ini sebenarnya dapat
disembuhkan. Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitasnya.
Dicurigai adanya abses hati pyogenik apabila ditemukan sindrom klinis klisik
berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan
keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen,
dan disertai dengan keadaan syok. Apabila abses hati pyogenik letaknya dekat
digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu
sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya
nafsu makan, terjadi penurunan berat badan.
Hal lainnya yang perlu dinilai dalam anamnesis abses hati adalah riwayat
hepatitis sebelumnya dan riwayat keluarnya proglottid (lembaran putih di pakaian
dalam) dengan tujuan menyingkirkan diagnosa banding.
3. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect
Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked
Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect
immunofluorescence, dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan
prosedur yang paling sering digunakan.
a. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1 : 128.
Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang, sensitivitasnya
dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif.
Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah
infeksi mereda.
b. GDP meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga
mendeteksi colitis karena amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif,
tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar. Namun demikian, GDP
mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan
setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi
ditemukan lesi "space occupying" di hepar, GDP sangat membantu
untuk memastikan apakah kelainan tersebut disebabkan amuba.
4. Pemeriksaan radiologis
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi
abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi
pilihan untuk mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar
dan multipel. Menurut Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati
adalah sebagai berikut :
Peninggian dome dari diafragma kanan.
Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
Pleural efusion.
Kolaps paru.
Abses paru
a. CT scan:
c. MRI
Terapi Non-Farmakologi
1. Makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Karbohidrat 40-50 kkal/kgBB
Protein 1-1,5 g/kgBB
2. Makanan dalam bentuk lunak
3. Bed rest
4. Menghindari faktor risiko yang dapat memperberat, misalnya konsumsi
alkohol.
Terapi Farmakologi
Terapi pada pasien dengan abses hati, dapat diberikan:
1. Pemberian antibiotik
Metronidazole merupakan obat pilihan dengan dosis 3 kali 750mg tiap harinya
pada orang dewasa, dan 35 – 50mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis pada anak, diberikan
selama 10 hari. Bila tidak dapat diberikan peroral, obat dapat diberikan melalui
parenteral intravena sebanyak 500mg tiap 8 – 12 jam. Sekitar 94% penderita
menunjukkan respon yang baik dalam 72 jam. Klorokuin fosfatase merupakan
antiamuba ekstraintestinal dan diberikan dalam dosis 1 gram tiap hari selama 3 hari,
dilanjutkan dengan 500mg tiap hari selama 2 – 3 minggu.
2. Pemberian antibiotik dengan kombinasi:
a. Aspirasi tertutup, dengan indikasi:
Abses dikhawatirkan akan pecah (bila diameter > 5 cm untuk abses
tunggal, dan > 3 cm untuk abses multipel)
Respon terhadap medikamentosa setelah 7 hari tidak ada
Abses di lobus kiri, warning pecah dan menyebar ke rongga perikardium
maupun peritoneum
Aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan
menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko
ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa
nyeri hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan
metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Aspirasi bisa
dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan ultrasonografi
sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara
berulang-ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter
penyalir. Pada semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik
untuk mencegah infeksi sekunder.
d. Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang
terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau
multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien dengan penyakit
saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari luas daerah
hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan lobus hati.
III.I Identitas
Nama : Tn. JR
Umur : 21 tahun
No. RM : 1477
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Petani
Tanggal MRS : 19 Juni 2019 : 22.30 WIT
III.2 Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri seluruh perut.
Anamnesa terpimpin
Keluhan dirasakan kurang lebih 4 hari SMRS, awalnya nyeri hilang timbul
kemudian nyeri menetap diseluruh lapang perut. Pasien mengaku nyeri yang
dirasakan berawal dari perut kanan atas dan menyebar keseluruh perut. Pasien
mengeluhan perut terasa kembung dan keras,pasien muntah berwarna hijau
sebanyak 1 kali 1 hari SMRS, pasien mengaku belum BAB selama 3 hari
SMRS, BAK lancer, sebelumnya pasien mengaku ada panas selama 1 minggu
sebelumnya. Pasien mengaku mengalami penurunan berat badan selama sakit,
pasien mengaku lemas (+), pusing (+), mual dan muntah (+)
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien baru pernah mengalami keluhan tersebut
Riwayat Kebiasaan
Meminum alkohol dan merokok
Riwayat Keluarga
Pesien mengaku hanya pasien yang mengalami keluhan tersebut.
Riwayat Pengobatan
Pasien merupakan pasien rujukan dari RS ISHAK UMARELLA
b. Darah Kimia :
SGOT 102 u/L <33
SGPT 148 u/L <50
III.5 Diagnosis
Diagnosis kerja : Peritonitis ec perforasi holoviscus
III.6 Terapi
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Inj Ceftriakson 1gr
- Inj Ranitidin 2 x 1amp
- Inj Ketorolac 3 x 1amp
- Inj ondansentron 2 x 1amp
- Pemasangan NGT
III.7 Planning
Laparatomi eksplorasi cito.
III.9 Follow up
Catatan terintegrasi
Tgl/ jam Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)
Pasien dioperasi
Diagnosis pra operasi Peritonitis ec perforasi holoviscus
Tindakan Operatif Laparatomi eksplorasi
Diagnosis post operasi Peritonitis ec rupture abses hepar
Tindakan Debridemen drainase abses dan appendectomy
Pasien tn JR usia 21 tahun datang dengan keluhan nyeri seluruh perut, keluhan
dirasakan kurang lebih 4 hari SMRS, awalnya nyeri hilang timbul kemudian nyeri
menetap diseluruh lapang perut. Pasien mengaku nyeri yang dirasakan berawal dari
perut kanan atas dan menyebar keseluruh perut. Pasien mengeluhan perut terasa
kembung dan keras,pasien muntah berwarna hijau sebanyak 1 kali 1 hari SMRS, pasien
mengaku belum BAB selama 3 hari SMRS, BAK lancer, sebelumnya pasien mengaku
ada panas selama 1 minggu sebelumnya. Pasien mengaku mengalami penurunan berat
badan selama sakit, pasien mengaku lemas (+), pusing (+), mual dan muntah (+). Pasien
mengaku baru pernah mengalami keluhan tersebut dan tidak ada anggota keluarga yang
merasakan keluhan yang sama dengan pasien. Pasien juga mengaku memiliki riwayat
mengkonsumsi alkohol secara berlebihan.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan conjungtiva anemis (+/+), sklera
ikterik(+/+), pada pemeriksaan abdomen ditemukan perut distensi, nyeri tekan pada
seluruh lapang perut, bising usus (+) menurun, dan perkusi pekak hepar menghilang.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb 10,9 g/dL, leukosit 17,2 103 dan pada
pemeriksaan darah kimia ditemukan SGOT 102u/L dan SGPT 148u/L.
Diagnosis abses hepar ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan serta
pemeriksaan penunjang. Abses hati terbagi atas abses hati piogenik dan amuba yang
disebabkan oleh parasite, kuman, dan jamur. Etiologi abses hati bergantung pada abses
hati itu sendiri, gejala klinis pada abses hati sering timbul secara perlahan, disertai
demam, berkeringat dan berat badan menurun. Sebelum timbul abses hati selalu
didahului dengan infeksi usus, dengan gejala awal yaitu nyeri perut kanan atas disertai
panas. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium dan
modalitas radiologi.
Tatalaksana abses hati ialah pemberian antibiotic yang disesuiakan dengan
kepekaan kuman, namun dapat dikombinasi dengan gentamisin dan klindamisin,
namun terapi operatif padat dilakukan dengan penyaliran tertutup dan pemberian
antibiotik, laparatomi dilakukan, abses dibuka, penyaliran dilakukan dan dicuci dengan
larutan fisiologis dan pemasangan drain.
Prognosis abses hati jika disertai septisemia, mortalitas dan morbiditas tinggi.
Prognosis dipengaruhi oleh umur penderita, adanya penyakit saluran empedu, adanya
hubungan dengan keganasan, penyulit padaparu, kecepatan pemberian terapi. Dan
penyakit yang mendasari timbulnya abses.
DAFTAR PUSTAKA
Aru, W. Sudoyo, dkk.(2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi
Empat.Jakarta : Balai Penerbitan FK-UI.
Iida H, Aihara T, Ikuta S, Yamanaka N. Risk of abscess formation after liver tumor
radiofrequency ablation: A review of 8 cases with a history of enterobiliary
anastomosis. Hepatogastroenterology 2014;61:1867–1870.
Keshav, Satish. Structure and function. In : The Gastrointestinal System at A Glance.
United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter 27-28.
Lardière-Deguelte S, Ragot E, Armoun K, Piardi T, Dokmak S, Bruno O, et al. Hepatic
abscess: diagnosis and management. J Visc Surg 2015;152: 231–243. doi:
10.1016/j.jviscsurg.2015.01.013
Lin YT, Liu CJ, Chen TJ, Chen TL, Yeh YC, Wu HS, et al. Pyogenic liver abscess as
the initial manifestation of underlying hepatocellular carcinoma. Am J Med
2011;124:1158–1164. doi: 10.1016/j.amjmed.2011.08.012
Malik AA, Bari SVL, Rouf KA, Wani KA. Pyogenic liver abscess: changing patterns
and approach. World J Gastrointes Surg. 2010;2(12):395e401.
Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal. Penerjemah Brahm U. Penerbit EGC : Jakarta
Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta
2006 ; 462 – 463
Salahi R, Dehghani SM, Salahi H, Bahadur A, Abbasy HR, Salahi F. Liver abscess in
children: a large single centre experience. Saudi J Gastroenterol.
2011;17(3):199e202.
Sherwood, Lauralee. Sistem Pencernaan. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem
edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.
Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane:
www.pubmedcentral.nih.gov 2005
Sylvia a. Price.(2006). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku
Patofiologi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-474.
Wenas, Nelly Tandean. Wa;e;eng, B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati, Siti. Buku
ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. Hal 460-461
Yu Y, Guo L, Hu C, Chen K. Spectral CT imaging in the differential diagnosis of
necrotic hepatocellular carcinoma and hepatic abscess. Clin Radiol 2014;69:
e517–e524. doi: 10.1016/j.crad.2014.08.018
Zhu X, Wang S, Jacob R, Fan Z, Zhang F, and Ji G. A 10-Year Retrospective Analysis
of Clinical Profiles, Laboratory Characteristics and Management of Pyogenic
Liver Abscesses in a Chinese Hospital. Gut Liver 2011;5:221-7.