Anda di halaman 1dari 48

BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN 17 JULI 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

ABSES HEPAR

Disusun oleh:
Chindyria Yolanda Ihalauw
2018-84-086

Pembimbing:
dr. Helfi Nikijuluw, Sp.B - KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan kasus ini guna penyelesaian
tugas kepaniteraan klinik pada bagian BEDAH dengan Laporan Kasus “Abses Hepar”.

Dalam penulisan laporan kasus ini, banyak pihak yang turut terlibat untuk
penyelesaiannya. Untuk itu penulis ingin berterima kasih kepada:

1. dr. Helfi Nikijuluw,Sp.B-KBD selaku Dokter spesialis selaku pembimbing


dalam laporan kasus ini, yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian
laporan kasus ini.
2. Orang tua dan semua pihak yang telah membantu serta memberi motivasi
penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.
Penulis manyadari bahwa sesungguhnya laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukkan berupa kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk perkembangan penulisan laporan kasus
dalam waktu yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Ambon, Juni 2019


BAB 1
PENDAHULUAN

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim
hati.
Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang
berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya
berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang
buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di
daerah perkotaan.
Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati
piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses hati
piogenik.
Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica
sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi Enterobacteriaceae,
Streptococci, Klebsiella, Candida, Salmonella, dan golongan lainnya. Abses hati sering
timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu.
Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif jarang, pertama kali
ditemukan oleh Hipppocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright
pada tahun 1936.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah
terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan
gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang
mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke
daerah endemik di mana laki – laki lebih sering terkena dibanding perempuan dengan
rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada dekade empat.
Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah
berupa nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri
spontan atau disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah
anoreksia, mual muntah, berat badan menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang
dan berak darah. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang.
Penatalaksanaan abses hepar dapat dilakukan secara konvensional dengan
pemberian antibiotika spektrum luas ataupun dengan aspirasi cairan abses, drainase
perkutan dan operasi reseksi hati.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Hati


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rat-rata sekitar 1.500 gr. 2 %
berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan
tercetak oleh struktur sekitar. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan
terletak di bawah kubah merupakan atap dari ginjal, lambung, pankreas dan usus. Hati
memiliki dua lobus yaitu kiri dan kanan. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-
struktur yang disebut lobulus, yang merupakan unit mikroskopi dan fungsional organ.

Gambar 1. Permukaan Anterior Hati

Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura
segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan
lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme
berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi
oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat
langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum
membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat
yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini
melapisi mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke
dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri
hepatika, dan saluran empedu.

Gambar 2. Permukaan Posterior Hati

Hati memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara lempengan sel hati terdapat
kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel fagostik dan
sel kupffer. Sel kupffer fungsinya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam
darah. (Sylvia a. Price, 2006).
Gambar 3 pembagian segmen hati
Hati terbagi menjadi 8 segmen berdasarkan percabangan arteri hepatis, vena porta dan
duktus pankreatikus sesuai dengan segi praktisnya terutama untuk keperluan reseksi
bagian pada pembedahan. Pars hepatis dekstra dibagi menjadi divisi medialis dekstra
(segmentum anterior medialis dekstra dan segmentum posterior medialis dekstra) dan
divisi lateralis dekstra (segmentum anterior lateralis dekstra dan segmantum posterior
lateralis dekstra). Pars hepatis sinistra dibagi menjadi pars post hepatis lobus kaudatus,
divisio lateralis sinistra (segmantum posterior lateralis sinistra dan segmantum anterior
lateralis sinistra) dan divisio medialis sinistra (segmentum medialis sinistra).
Hati dipersarafi oleh:
Gambar 1. Pembagian Segmen Hati 1. Nervus simpatikus : dari ganglion
seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada lig. hepatogastrika dan masuk
porta hepatis
2. Nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri
kurvatura minor gaster dalam omentum.
2.2. Fisiologi Hati
Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada hampir
setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas lebih dari 500
aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, dan hanya
dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu mempertahankan kehidupan.
Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan kematian dalam 10 jam. Hati
memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada sebagian besar kasus, pengangkatan
sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau sakit, akan diganti dengan jaringan hati
yang baru.

Tabel 1. Fungsi Utama Hati


Fungsi Keterangan
Pembentukan dan ekskresi Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi
empedu lemak dan vitamin yang larut dalam lemak di usus.
 Metabolisme garam
empedu
 Metabolisme pigmen Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir
empedu metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua;
proses konjugasinya.

Metabolisme karbohidrat Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan


 Glikogenesis kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi
 Glikogenolisis untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai
 Glukoneogenesis glikogen.

Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin
 Sintesis protein serta α dan β globulin (γ globulin tidak).
Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah
fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX,
dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada
sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.
 Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang
 Penyimpanan protein kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.
(asam amino) NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja
bakteri usus terhadap asam amino.

Metabolisme lemak Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan


lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan
gliserol.
 Ketogenesis
 Sintesis kolesterol Hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol,
sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai
kolesterol atau asam kolat.
 Penyimpanan lemak

Penyimpanan vitamin dan Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam
mineral hati; juga vitamin B12, tembaga dan besi.

Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron,


glukokortikoid, estrogen, dan testosteron.

Detoksifikasi Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat


berbahaya menjadi zat-zat tidak berbahaya yang
kemudian dieksresi oleh ginjal (misalnya obat-obatan)
Ruang penampung dan fungsi Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir
penyaring kembali dari vena kava (payah jantung kanan); kerja
fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari
darah.

Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati; saluran


empedu hanya mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan
mengeluarkan empedu ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati mensekresi sekitar 1 liter
empedu kuning setiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam
empedu, fosfolipid (terutama lesitin) kolesterol, dan pigmen empedu (terutama
bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak
dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, maka sebagian besar garam
empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi ke hati, serta kembali
dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir
metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun merupakan petunjuk penyakit
hati dan saluran empedu yang penting, karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan
dan cairan yang berkontak dengannya.
Hati memegang peranan penting pada metabolisme tiga bahan makanan yang
dikirimkan oleh vena porta pasca absorbsi di usus. Bahan makanan tersebut adalah
karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah menjadi
glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini, glukosa
dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan panas dan
energi, dan sisanya diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam jaringan subkutan.
Hati mampu mensintesis glukosa dari protein dan lemak (glukoneogenesis). Peranan
hati pada metabolisme sangat penting untuk kelangsungan hidup. Semua protein
plasma, kecuali gamma globulin, disintesis oleh hati. Protein ini termasuk albumin
yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan protrombin,
fibrinogen, dan faktor-faktor pembekuan lain. Selain itu, sebagian besar degradasi
asam amino dimulai dalam hati melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus
amonia (NH3). Amonia yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea dan
disekresi oleh ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri
pada protein juga diubah menjadi urea dalam hati. Fungsi metabolisme hati yang lain
adalah metabolisme lemak, penyimpanan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi dan
ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah besar zat endogen dan
eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim-enzim hati
melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya, dan
mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Zat-zat seperti indol,
skatol, dan fenol yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada asam amino dalam usus besar
dan zat-zat eksogen seperti morfin, fenobarbital, dan obat-obat lain, didetoksifikasi
dengan cara demikian.
Akhirnya, fungsi hati adalah sebagai ruang penampung atau saringan karena
letaknya yang strategis antara usus dan sirkulasi umum. Sel kupffer pada sinusoid
menyaring bakteri darah portal dan bahan-bahan yang membahayakan dengan cara
fagositosis.

2.3. Vaskularisasi Hati


Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui
vena porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah yang
masuk adalah darah arteri dan dua pertiganya adalah darah vena porta. Saat mencapai
hati, vena porta bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-
cabang ini kemudian mempercabangkan vena interlobularis yang berjalan di antara
lobulus-lobulus. Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara
lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis.
Vena sentralis dari beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang
selanjutnya kembali menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang terhalus
dari arteria hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi
campuran darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari vena porta.
Peningkatan tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi gangguan hati
dengan akibat serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh darimana darah portal
berasal. Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki arti klinis yang penting.
Pada obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke sistem vena sistemik.
Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml
dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara pada
vena kava inferior.

2.4. Histologi Hati


Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan lobulus,
yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan
badan heksagonal dengan diameter antara 0,8-2 mm yang terdiri atas lempeng-lempeng
sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, yang merupakan
cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinosoid dibatasi oleh
sel fagositik atau sel Kupffer.

Gambar 4. Struktur Dasar Lobulus Hati


Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah
menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Hanya sumsum tulang yang
mempunyai massa sel monosit-makrofag yang lebih banyak daripada yang terdapat
dalam hati, jadi hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap
invasi bakteri dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika
yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu.
Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil
yang dinamakan kanalikuli, berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang
dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk
saluran empedu yang semakin lama semakin besar (duktus koledokus).

Gambar 5. Pola Lobular Hati Normal

Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati, sisanya
adalah sel-sel epitelial sistem empedu dan sel-sel non parenkim yang termasuk di
dalamnya endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang.
Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena hepatika dan duktus
hepatikus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai
banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran
empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan
lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling
bertautan dengan sebelahnya. Sinusoid hati merupakan lapisan endotelial berpori yang
dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal).

2.5. Regenerasi Hati


Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai
kemampuan beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah
terbatas, maka sekelompok sel pruripotensial oval yang berasal dari duktulus-duktulus
empedu akan berproliferasi sehingga membentuk kembali hepatosit dan sel-sel bilier
yang tetap memiliki kemampuan beregenerasi.
Dari penelitian model binatang ditemukan bahwa hepatosit tunggal dari tikus
dapat mengalami pembelahan hingga ± 34 kali, atau memproduksi jumlah sel yang
mencukupi sel-sel untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian dapat dikatakan
sengatlah memungkinkan untuk melakukan hepatektomi hingga 2/3 dari seluruh hati.

2.6. Definisi Abses Hati


Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hepar yang disebabkan oleh bakteri,
parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim
hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu.

2.7. Etiologi Abses Hati


Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan
hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat mencapai
hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intra-abdomen ini biasanya berasal
dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan pylephlebitis.
Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari
endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse.
Abses piogenik disebabkan oleh Enterobactericeae, Microaerophilic
streptococci, Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes,
Fusobacterium, Staphilococcus aereus, Staphilococcus milleri, Candida albicans,
Aspergillus, Eikenella corrodens, Yersinis enterolitica, Salmonella thypii, Brucella
melitensis dan fungal.
Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu
obstruksi ekstrahepatik, kolangitis, koledolitiasis, tumor jinak atau ganas biliaris.
Anastomosis anterobiliaris (choledochoduodenostomy atau choledochojejunostomy)
juga dilaporkan sebagai penyebab abses hepar di samping komplikasi biliaris dan
transplantasi hati.
Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama
laparaskopi cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.

2.8. Klasifikasi Abses Hati


Abses hepar dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hepar amoeba dan abses
hepar pyogenik.
1. Abses hati amuba
Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen Entamoeba hystolitica yang
tinggi. Sebagai host definitif, individu-individu yang asimptomatis mengeluarkan
tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah meminum
air atau memakan makanan yang terkontaminasi kotoran yang mengandung tropozoit
atau kista tersebut.
Dinding kista akan dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur.
Tropozoit dewasa tinggal di usus besar terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica
tertentu dapat menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang
mana di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan
tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.
Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan
pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari daerah sekum infeksi amuba
invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Abses
pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium,
atau penjalaran melalui intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-
tempat mikroskopis terutama terjadi trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu proses
yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung maka terjadilah
abses amuba.
2. Abses hati pyogenic
Abses hati pyogenik dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta
dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat
mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intraabdomen ini
biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan
pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh
bakteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse.

2.9. Epidemiologi Abses Hati


Hampir 10% penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi E.
Hystolitica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis hati di
rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17% sedangkan di berbagai rumah sakit di
Indonesia berkisar antara 5-15 pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan
perbandingan pria dan wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade
keempat. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3-4-8,5
kali lebih sering dari wanita.
Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda
dan lebih jarang pada anak. Infeksi E. Hystolitica memiliki prevalensi yang tinggi di
daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang padat penduduk, sanitasi serta gizi
yang buruk.

2.10. Faktor Risiko Abses Hati


Berikut dibawah ini merupakan faktor risiko yang menyebabkan perkembangan
dan peningkatan mortalitas abses hati, antara lain:
Tabel 2. Faktor Risiko Abses Hati
Faktor Risiko yang Menyebabkan Faktor Risiko yang Menyebabkan
Perkembangan Abses Hati Peningkatan Mortalitas Abses Hati
1. Diabetes Mellitus*  Keganasan
2. Sirosis hepatis*  Diabetes Mellitus*
3. Status imuno-compromised  Sirosis Hepatis*
4. Penggunaan PPI  Jenis kelamin laki-laki*
5. Usia  Infeksi mikroorganisme
6. Jenis kelamin laki-laki* campuran
 Abses hati yang ruptur
 Abses ukuran > 5 cm
 Distress pernapasan
 Jaundice
 Hipotensi
 Keterlibatan ekstra-hepatik
2.11. Patofisiologi Abses Hati

Gambar 6. Rute Infeksi Abses Hati

a. Abses Hati Amebik


Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica.
Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi
gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu
strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain
E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada
hati. Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada
beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi
parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi
parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan
penurunan imunitas cell-mediated. (Arief Mansjoer, 2001)
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : (Arief Mansjoer, 2001)
1. Strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
2. Secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi
tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan
lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri.

Mekanisme terjadinya amebiasis hati:


1. Penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
2. Pengerusakan sawar intestinal.
3. Lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons
imun cell- mediated yand disebabkan enzim atau toksin parasit, juga
dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
4. Penyebaran amoeba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati
sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil
periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi
membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik.
Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.

Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya
amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului
riwayat disentri amebiasis. (Aru W Sudoyo, 2006)
Gambar 7. Skema Patofisiologi Abses Hati Amebik

b. Abses Hati Pyogenik


Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan
pielflebitis porta atau emboli septik.
2. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis
septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga
batu empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun anomali saluran
empedu kongenital.
3. Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti
abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.
4. Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
5. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ
lanjut usia.(Aru W Sudoyo, 2006).

Gambar 8. Pathway Abses Hati

Penjelasan :
1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan
infeksi
2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan
tidur atas pola tidur.
4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun
sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.

2.12. Manifestasi Klinis Abses Hati


Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan
proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
a. Darah mengalir ke daerah hepar dengan abses meningkat.
b. Suhu daerah hepar dengan abses meningkat karena meningkatnya pasokan
darah.
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d. Kemerahan setempat daerah hepar dengan abses.
e. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
f. Tanda peradangan : panas, bengkak, kemerahan, dan sakit

Manifestasi sistemik abses hati pyogenik biasanya lebih berat daripada abses
hati amubik. Sindrom klinis abses hati pyogenik berupa:
a. Nyeri spontan perut kanan atas, ditandai dengan jalan membungkuk ke depan
dengan kedua tangan ditaruh diatasnya,
b. Demam tinggi disertai keadaan syok
Sedangkan pada abses hati amubik berupa:
a. Malaise
b. Demam tidak terlalu tinggi
c. Nyeri tumpul pada abdomen memberat jika terdapat pergerakan.
d. Iritasi diafragma muncul gejala seperti nyeri bahu kanan, batuk, ataupun
atelektasis
e. Gejala sitemik lainnya seperti mual, muntah, anoreksia, berat badan yang turun
untentional, badan lemah, ikterus, BAB seperti kapur, dan urine berwarna
gelap.
2.13. Diagnosis Abses Hati
Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses hepar sulit
ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini memberikan arti
yang sangat penting dalam pengelolaannya karena penyakit ini sebenarnya dapat
disembuhkan. Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitasnya.

2.13.1. Anamnesis Abses Hati


Keluhan awal abses hati dapat berupa:
1. Demam/menggigil T > 38oC,
2. Nyeri abdomen seperti tertusuk dan ditekan kadang didapatkan penjalaran ke
bahu dan lengan kanan,
3. Anokresia/malaise,
4. Batuk disertai rasa sakit pada diafragma,
5. Mual/muntah,
6. Penurunan berat badan,
7. Keringat malam,
8. Diare maupun riwayat disentri beberapa bulan sebelumnya.

Dicurigai adanya abses hati pyogenik apabila ditemukan sindrom klinis klisik
berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan
keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen,
dan disertai dengan keadaan syok. Apabila abses hati pyogenik letaknya dekat
digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu
sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya
nafsu makan, terjadi penurunan berat badan.
Hal lainnya yang perlu dinilai dalam anamnesis abses hati adalah riwayat
hepatitis sebelumnya dan riwayat keluarnya proglottid (lembaran putih di pakaian
dalam) dengan tujuan menyingkirkan diagnosa banding.

2.13.2. Pemeriksaan Fisik Abses Hati


Tabel 3. Pemeriksan Fisik pada Abses Hati
Inspeksi  Pada beberapa pasien mungkin ditemukan abses yang telah
menembus kulit.
 Anemis dan ikterus (jarang) 25% kasus
Palpasi  Ludwig sign (+)
 Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
 Nyeri tekan regio epigastrium bila abses di lobus kiri, hati-
hati efusi perikardium
 Nyeri tekan menjalar ke lumbal kanan abses di
postoinferior lobus kanan hati
 Nyeri pada bahu sebelah kanan
 Hepatomegali teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di bawah
arcus-costa, permukaan hepar licin dan tidak jarang teraba
fluktuasi
Perkusi  Peningkatan batas paru-hati relatif/absolut tanpa
peranjakan
Auskultasi  Friction rub bila ruptur abses ke perikardium
 Bising usus menghilang kemungkinan perforasi ke
peritoneum
2.13.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti foto toraks dan foto polos abdomen digunakan
untuk mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditimbulkan oleh amebiasis hati.
Diagnosa pasti adalah melalui USG dan CT Scan yang sensitivitasnya sekitar 85-95%.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu kadar
Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi
hati, termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan
glubulin dalam darah. Banyak penderita abses hepar tidak mengalami
perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya. Pada penderita akut anemia
tidak terlalu tampak tetapi menunjukkan leukositosis yang bermakna sementara
penderita abses hepar kronis justru sebaliknya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan
pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin
fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya
kadar albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan
bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan abses hati.

Tabel 4. Kelainan Laboratorium pada Abses Hati


2. Pemeriksaan Fungsi Hati
Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses
hati amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan
hanya pada 10 % penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik terjadi
proses destruksi parenkim hati, maka PPT (plasma protrombin time)
meningkat.

3. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect
Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked
Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect
immunofluorescence, dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan
prosedur yang paling sering digunakan.
a. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1 : 128.
Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang, sensitivitasnya
dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif.
Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah
infeksi mereda.
b. GDP meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga
mendeteksi colitis karena amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif,
tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar. Namun demikian, GDP
mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan
setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi
ditemukan lesi "space occupying" di hepar, GDP sangat membantu
untuk memastikan apakah kelainan tersebut disebabkan amuba.

4. Pemeriksaan radiologis
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi
abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi
pilihan untuk mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar
dan multipel. Menurut Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati
adalah sebagai berikut :
 Peninggian dome dari diafragma kanan.
 Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
 Pleural efusion.
 Kolaps paru.
 Abses paru
a. CT scan:

Gambar 9. Hasil CT Scan pasien dengan Abses Hati


 Hipoekoik
 Massa oval dengan batas tegas
 Non-homogen
b. USG

Gambar 10. Hasil USG pasien dengan Abses Hati

 Bentuk bulat atau oval


 Tidak ada gema dinding yang berarti
 Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal.
 Bersentuhan dengan kapsul hati
 Peninggian sonik distal (distal enhancement)

c. MRI

Gambar 11. Hasil MRI Pasien dengan Abses Hati


 Hiperintens pada bagian abses

Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler :


 Pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa.
 Respons yang baik terhadap obat anti amoeba.
 Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis.
 Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong.
 Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi.
 "Scintiscanning" hati adanya "filling defect".
 "Amoeba Hemaglutination" test positif

2.14. Kriteria Diagnosis Abses Hati


Berikut dibawah ini merupakan kriteria diagnosis abses hati, antara lain:
Tabel 5. Kriteria Diagnosis Abses Hati
Kriteria Sherlock Kriteria Ramachandran Kriteria Lamont & Pooler
1. Hepatomegali 1. Hepatomegali 1. Hepatomegali
dengan nyeri tekan disertai dengan disertai dengan
2. Respon yang baik nyeri nyeri
terhadap obat 2. Riwayat disentri 2. Kelainan
amebisid 3. Leukositosis hematologis
3. Leukositosis 4. Kelainan 3. Kelainan
4. Peninggian radiologis radiologis
diafragma kanan 5. Respon terhadap 4. Pus amebic
5. Pada USG obat amebisid 5. Tes serologis (+)
didapatkan rongga 6. Respon terhadap
di dalam hati obat amebisid (+)
6. Tes hemaglutinasi
(+)

Bila terdapat 3 atau lebih


dari gejala di atas. Bila terdapat 3 atau lebih Bila terdapat 3 atau lebih
dari gejala di atas. dari gejala di atas.
2.15. Differential Diagnosis Abses Hati
Tabel 6. Differential Diagnosis Abses Hati
Differential Diagnosis Manifestasi Klinis
Hepatoma Anamnesis :
Merupakan tumor ganas hati primer 1. Penurunan berat badan,
2. Nyeri perut kanan atas
3. Anoreksia
4. Malaise
5. Benjolan perut kanan atas
Pemeriksaan fisik :
1. Hepatomegali berbenjol-benjol
2. Stigmata penyakit hati kronik
Laboratorium :
1. Peningkatan AFP
2. PIVKA II
3. Alkali fosfatase
USG : lesi lokal/difus di hati
Kolesistitis Akut Anamnesis :
Merupakan reaksi inflamasi kandung 1. Nyeri epigastrium atau perut
empedu akibat infeksi bakterial akut kanan atas yang dapat menjalar ke
yang disertai keluhan nyeri perut kanan daerah skapula kanan
atas, nyeri tekan, dan rasa panas. 2. Demam
Pemeriksaan fisik :
1. Teraba massa kandung empedu
2. Nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritotis lokal
3. Murphy sign (+)
4. Ikterik biasanya menunjukkan
adanya batu di saluran empedu
ekstrahepatik
Laboratorium : leukositosis
USG : penebalan dinding kandung
empedu, sering pula ditemukan sludge
atau batu.

2.16. Penatalaksanaan Abses Hati


Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara
operasi dan antibiotika spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di
dalam cairan abses yang sulit dicapai dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan
abses. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan drainase perkutaneus abses
intraabdominal dengan tuntutan abdomen ultrasound atau tomografi komputer,
komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intra abdominal dan
infeksi, atau malah terjadi kesalahan dalam penempatan kateter drainase. Kadang pada
abses hati piogenik multipel diperlukan reseksi hati.
Gambar 12. Algoritma Penatalaksanaan Abses Hati

Terapi Non-Farmakologi
1. Makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Karbohidrat 40-50 kkal/kgBB
 Protein 1-1,5 g/kgBB
2. Makanan dalam bentuk lunak
3. Bed rest
4. Menghindari faktor risiko yang dapat memperberat, misalnya konsumsi
alkohol.
Terapi Farmakologi
Terapi pada pasien dengan abses hati, dapat diberikan:
1. Pemberian antibiotik
Metronidazole merupakan obat pilihan dengan dosis 3 kali 750mg tiap harinya
pada orang dewasa, dan 35 – 50mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis pada anak, diberikan
selama 10 hari. Bila tidak dapat diberikan peroral, obat dapat diberikan melalui
parenteral intravena sebanyak 500mg tiap 8 – 12 jam. Sekitar 94% penderita
menunjukkan respon yang baik dalam 72 jam. Klorokuin fosfatase merupakan
antiamuba ekstraintestinal dan diberikan dalam dosis 1 gram tiap hari selama 3 hari,
dilanjutkan dengan 500mg tiap hari selama 2 – 3 minggu.
2. Pemberian antibiotik dengan kombinasi:
a. Aspirasi tertutup, dengan indikasi:
 Abses dikhawatirkan akan pecah (bila diameter > 5 cm untuk abses
tunggal, dan > 3 cm untuk abses multipel)
 Respon terhadap medikamentosa setelah 7 hari tidak ada
 Abses di lobus kiri, warning pecah dan menyebar ke rongga perikardium
maupun peritoneum
Aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan
menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko
ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa
nyeri hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan
metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Aspirasi bisa
dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan ultrasonografi
sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara
berulang-ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter
penyalir. Pada semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik
untuk mencegah infeksi sekunder.

b. Drainase kateter perkutan


Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru,
peritoneum, dan perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba
memerlukan kateter dengan diameter yang besar untuk drainase yang
adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah dilakukan drainase
perkutan dapat terjadi.

c. Drainase pembedahan – laparoskopi, dengan indikasi:


 Abses disertai komplikasi infeksi sekunder
 Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang
interkostal
 Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil
 Ruptur abses ke dalam rongga intra-
peritoneal/pleural/perikardial
Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:
 Abses multipel
 Infeksi poli-mikrobakteri
 Immunocompromise disease

d. Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang
terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau
multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien dengan penyakit
saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari luas daerah
hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan lobus hati.

2.17. Komplikasi Abses Hati


Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5-15,6%,
perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus,
intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah
aspirasi atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998). Dapat juga
komplikasi seperti:
1. Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus. Kuman
penyebab terserung staphylococcus dan streptococcus.
2. Ruptur akut dengan penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling
sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum (terutama
amubiasis hati di lobus kiri), selanjutnya pericardium dan amubiasis kutis
maupun organ-organ lain.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur ke dalam v. porta (trombosis vena porta), saluran empedu (trombosis
vena hepatica) atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.
4. Parasitemia, amoebiasis serebral
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain
misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal
intrakranial.
5. Ileus obstruktif
6. Koma hepatikum.

2.18. Prognosis Abses Hati


Prognosis dari abses hepar tergantung:
1. Virulensi parasit
2. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
3. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua
4. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak dan
jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak
digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin,
mortalitas menurun secara tajam.Sebab kematian biasanya karena sepsis atau
sindrom hepatorenal.

Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan,


jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial organisme multipel,
tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura
atau adanya penyakit lain.
BAB III
LAPORAN KASUS

III.I Identitas
Nama : Tn. JR
Umur : 21 tahun
No. RM : 1477
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Petani
Tanggal MRS : 19 Juni 2019 : 22.30 WIT

III.2 Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri seluruh perut.
Anamnesa terpimpin
Keluhan dirasakan kurang lebih 4 hari SMRS, awalnya nyeri hilang timbul
kemudian nyeri menetap diseluruh lapang perut. Pasien mengaku nyeri yang
dirasakan berawal dari perut kanan atas dan menyebar keseluruh perut. Pasien
mengeluhan perut terasa kembung dan keras,pasien muntah berwarna hijau
sebanyak 1 kali 1 hari SMRS, pasien mengaku belum BAB selama 3 hari
SMRS, BAK lancer, sebelumnya pasien mengaku ada panas selama 1 minggu
sebelumnya. Pasien mengaku mengalami penurunan berat badan selama sakit,
pasien mengaku lemas (+), pusing (+), mual dan muntah (+)
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien baru pernah mengalami keluhan tersebut
Riwayat Kebiasaan
Meminum alkohol dan merokok
Riwayat Keluarga
Pesien mengaku hanya pasien yang mengalami keluhan tersebut.
Riwayat Pengobatan
Pasien merupakan pasien rujukan dari RS ISHAK UMARELLA

III.3 Pemeriksaan fisik


A. Tanda vital
Kesadaran : Compos mentis E4V5M6
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 76x/mnt
Suhu : 37 C
RR : 20x/mnt
SpO2 :98%
B. Status generalis
a. Kepala :Normocephal, CA (+/+), SI (+/+), rinore (-), otore (-), mukosa bibir
kering
b. Thorax
Inspeksi : Pengembangan dada simetris
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki(-), wheezing (-), BJ I/II regular
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi : Sonor
c. Abdomen
Inspeksi : Distensi
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+), massa (-)
Perkusi : tympani, pekak hepar menghilang
d. Genetalia
Tidak ditemukan kelainan
e. Ekstremitas
Akral hangat (+)
f. Rectal Touche
Tidak dilakukan.
III.4 Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Hasil Laboratorium Nilai Normal
a. Darah rutin :
Hb 10,9 g/dL 12,0 – 15,0 (L)
Leukosit 17200 5000 – 10.000

b. Darah Kimia :
SGOT 102 u/L <33
SGPT 148 u/L <50
III.5 Diagnosis
Diagnosis kerja : Peritonitis ec perforasi holoviscus

III.6 Terapi
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Inj Ceftriakson 1gr
- Inj Ranitidin 2 x 1amp
- Inj Ketorolac 3 x 1amp
- Inj ondansentron 2 x 1amp
- Pemasangan NGT

III.7 Planning
Laparatomi eksplorasi cito.
III.9 Follow up
Catatan terintegrasi
Tgl/ jam Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)

Pasien dioperasi
Diagnosis pra operasi Peritonitis ec perforasi holoviscus
Tindakan Operatif Laparatomi eksplorasi
Diagnosis post operasi Peritonitis ec rupture abses hepar
Tindakan Debridemen drainase abses dan appendectomy

Pasien diposisikan dengan posisi supine


20 Juni Disinfeksi lapangan operasi dan perkecil lapangan operasi menggunakan duk steril
2019 Insisi peritoneum lapis dem lapis
Hari I Eksplorasi peritonitis, tampak app mengalami udem, dilakukan appendiktomy
Keluar cairan kekuningan seperti empedu dan debris sebanyak 4000cc
Explorasi tampak rupture abses hepar di segmen 7 8
Lakukan debridemen dan drainase
Kontrol perdarahan
Cuci pasang drain
Luka operasi tutup lapis demi lapis
Operasi selesai
- Nyeri perut (+) TD 120/70mmHg - Puasa
N 87x/mnt
- IVFD RL 20tpm
S 37.1 C
RR 24x/mn - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
21 Juni Spo2 99% Ruptur abses
- Drip metronidazole 4 x
2019 Drain kiri 100cc hepar post
Drain kanan 500cc 500mg
H2 Cateter 1000cc drainase H1
- Drip pct 3 x 500mg
kuning pekat
NGT100cc merah - Tramadol 2 x 100 mg
kehitaman
- Inj omeprazole 2 x 1 ampl
22 juni Ruptur abses AFF NGT
2019 hepar post Diet cair
H3 drainase H2
- Nyeri perut (+) Td 100/70 - IVFD RL 20tpm
N 80x/mnt
- Bab darah 2x - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
23 juni S 37.5C
RR 21x - Drip metronidazole 4 x
2019 SPO2 99% Ruptur abses
500mg
H4 Drain kiri 150cc hepar post
kuning pekat - Drip pct 3 x 500mg
Drain kanan 200 cc drainase H 3
- Inj omeprazole 2 x 1 ampl
kehitaman
Cateter 800cc - Asam tranexamat 3 x 1
kuning kemerahan
amp
- Bab encer Td 100/70 - IVFD Futrolit : enerton
N 80x/mnt
bercampur 2;1
S 37.5C
darah RR 21x - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
SPO2 99%
Ruptur abses - Drip metronidazole 4 x
24 Juni Drain kiri 300 cc
kuning hepar post 500mg
2019 Drain kanan 200 cc
drainase H4 + - Inj omeprazole 2 x 1 ampl
H5 merah kehitaman
Cateter 300 cc anemia - Drip pct 3 x 500mg
kuning kemerahan
- Asam tranexamat 3 x 1
amp
- Transfuse WBC 2 kolf
- Nyeri ditempat Td 120/60 mmHg - IVFD Futrolit : enerton
N 94x/mnt
operasi 2;1
S 37C
- Lemas RR 23x - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
SPO2 99%
- BAB warna - Drip metronidazole 4 x
Drain kiri 500 cc
25 juni hitam 2 x kuning Ruptur abses 500mg
Drain kanan 350 cc
2019 hepar post - Drip pct 3 x 500mg
merah kehitaman
H6 Cateter 300 cc drainase H5 - Asam tranexamat 3 x 1
kuning kemerahan
amp
- Vit K 3 x 1 amp
- Inj omeprazole 2 x 1 ampl
- Transfuse WBC 2 kolf
- Nyeri perut Td 110/700 mmHg Ruptur abses - IVFD Futrolit : enerton
N 85x/mnt
26 juni berkurang hepar post 2;1
S 36 C
2019 - Pusing(-), mual RR 21x drainase H6 - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
SPO2 99%
H7 (-), muntah (-) +hipoalbumin - Drip metronidazole 3 x
Drain kiri 100 cc
kuning emia + anemia 500mg
Drain kanan 300 cc - Drip pct 3 x 500mg
kehitaman
- Asam tranexamat 3 x 1
Cateter 700 cc
kemerahan amp
- Inj omeprazole 2 x 1 ampl
- Vit K 3 x 1 amp
- Inj Ketorolac 3 x 1 amp
- BAB hitam (-) Td 120/60mmHg - IVFD Futrolit : enerton
N 94x/mnt
2;1
S 36 C
RR 22x - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
SPO2 99%
Ruptur abses - Drip metronidazole 3 x
Drain kiri 400 cc
27 Juni kuning hepar post 500mg
Drain kanan 400cc
2019 drainase H7 - Drip pct 3 x 500mg
merah kehitaman
H8 Cateter 1000 cc +hipoalbumin - Asam tranexamat 3 x 1
kemerahan
emia + anemia amp
- Inj omeprazole 2 x 1 ampl
- Vit K 3 x 1 amp
- Inj ketorolac 3 x 1 amp
- Td 120/70 mmHg - Diet cair
N 93x/mnt
- IVFD Futrolit : enerton
RR 24x/mnt
Spo2 96% 2;1
S 36,5 C
- Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
Drain ki/ka 500 cc Ruptur abses
merah/ 400 cc - Drip metronidazole 3 x
28 juni kuning hepar post
500mg
2019 Kateter 1000cc drainase H8
kuning pekat - Drip pct 3 x 500mg
H9 +hipoalbumin
- Asam tranexamat 3 x 1
emia + anemia
amp
- Inj omeprazole 2 x 1 ampl
- Vit K 3 x 1 amp
- Inj ketorolac 3 x 1 amp
- Td 120/80 mmHg - IVFD Futrolit : enerton
N 95x/mnt Ruptur abses
29 juni 2;1
RR 23 x/mnt hepar post
2019 Spo2 99% - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
S 36 C drainase
H10 - Drip metronidazole 3 x
Drain kiri 500 cc H9+hipoalbu
kuning 500mg
Drain kanan 300 minemia + - Drip pct 3 x 500mg
kuning
anemia - Asam tranexamat 3 x 1
Cateter 1100 cc
kuning jernih amp
- Inj omeprazole 2 x 1 ampl
- Vit K 3 x 1 amp
- Inj ketorolac 3 x 1 amp
- Td 120/80 mmHg - IVFD Futrolit : enerton
N 90x/mnt
2;1
RR 20 x/mnt Ruptur abses
Spo2 99% - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
S 36 C hepar post
30 Juni - Drip metronidazole 3 x
Drain kiri 300 cc drainase
2019 kuning 500mg
Drain kanan 500 H10+hipoalbu
H11 - Drip pct 3 x 500mg
kuning minemia +
Cateter 900 cc - Inj omeprazole 2 x 1 ampl
kuning jernih anemia
- Vit K 3 x 1 amp
- Inj ketorolac 3 x 1 amp
- TD 120/70 mmHg Ruptur abses - IVFD RL
N 92x/mnt
hepar post - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
1 juli RR 20 x/mnt
SPO2 98% drainase - Inj omeprazole 2 x 1 ampl
2019 S 36C
H11+hipoalbu - Inj ketorolac 3 x 1 amp
H12 Cateter
Drain kiri 10cc minemia +
Drain Kanan 5 cc
anemia
- BAB pagi ini TD 120/80 mmHG - IVFD RL
N 89x/mnt Ruptur abses
berwarna - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
RR 19x/mnt
hepar post
2 Juli kuning S 36,3 C - Inj omeprazole 2 x 1 ampl
SPO2 98% drainase
2019 - Inj ketorolac 3 x 1 amp
Cateter 600 cc
H12+hipoalbu
H13 kuning jernih - AFF DRAIN
Drain kiri 150 cc minemia +
bening
anemia
Drain kanan 150cc
kuning
BAB IV
DISKUSI

Pasien tn JR usia 21 tahun datang dengan keluhan nyeri seluruh perut, keluhan
dirasakan kurang lebih 4 hari SMRS, awalnya nyeri hilang timbul kemudian nyeri
menetap diseluruh lapang perut. Pasien mengaku nyeri yang dirasakan berawal dari
perut kanan atas dan menyebar keseluruh perut. Pasien mengeluhan perut terasa
kembung dan keras,pasien muntah berwarna hijau sebanyak 1 kali 1 hari SMRS, pasien
mengaku belum BAB selama 3 hari SMRS, BAK lancer, sebelumnya pasien mengaku
ada panas selama 1 minggu sebelumnya. Pasien mengaku mengalami penurunan berat
badan selama sakit, pasien mengaku lemas (+), pusing (+), mual dan muntah (+). Pasien
mengaku baru pernah mengalami keluhan tersebut dan tidak ada anggota keluarga yang
merasakan keluhan yang sama dengan pasien. Pasien juga mengaku memiliki riwayat
mengkonsumsi alkohol secara berlebihan.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan conjungtiva anemis (+/+), sklera
ikterik(+/+), pada pemeriksaan abdomen ditemukan perut distensi, nyeri tekan pada
seluruh lapang perut, bising usus (+) menurun, dan perkusi pekak hepar menghilang.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb 10,9 g/dL, leukosit 17,2 103 dan pada
pemeriksaan darah kimia ditemukan SGOT 102u/L dan SGPT 148u/L.
Diagnosis abses hepar ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan serta
pemeriksaan penunjang. Abses hati terbagi atas abses hati piogenik dan amuba yang
disebabkan oleh parasite, kuman, dan jamur. Etiologi abses hati bergantung pada abses
hati itu sendiri, gejala klinis pada abses hati sering timbul secara perlahan, disertai
demam, berkeringat dan berat badan menurun. Sebelum timbul abses hati selalu
didahului dengan infeksi usus, dengan gejala awal yaitu nyeri perut kanan atas disertai
panas. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium dan
modalitas radiologi.
Tatalaksana abses hati ialah pemberian antibiotic yang disesuiakan dengan
kepekaan kuman, namun dapat dikombinasi dengan gentamisin dan klindamisin,
namun terapi operatif padat dilakukan dengan penyaliran tertutup dan pemberian
antibiotik, laparatomi dilakukan, abses dibuka, penyaliran dilakukan dan dicuci dengan
larutan fisiologis dan pemasangan drain.
Prognosis abses hati jika disertai septisemia, mortalitas dan morbiditas tinggi.
Prognosis dipengaruhi oleh umur penderita, adanya penyakit saluran empedu, adanya
hubungan dengan keganasan, penyulit padaparu, kecepatan pemberian terapi. Dan
penyakit yang mendasari timbulnya abses.
DAFTAR PUSTAKA

Aru, W. Sudoyo, dkk.(2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi
Empat.Jakarta : Balai Penerbitan FK-UI.
Iida H, Aihara T, Ikuta S, Yamanaka N. Risk of abscess formation after liver tumor
radiofrequency ablation: A review of 8 cases with a history of enterobiliary
anastomosis. Hepatogastroenterology 2014;61:1867–1870.
Keshav, Satish. Structure and function. In : The Gastrointestinal System at A Glance.
United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter 27-28.
Lardière-Deguelte S, Ragot E, Armoun K, Piardi T, Dokmak S, Bruno O, et al. Hepatic
abscess: diagnosis and management. J Visc Surg 2015;152: 231–243. doi:
10.1016/j.jviscsurg.2015.01.013
Lin YT, Liu CJ, Chen TJ, Chen TL, Yeh YC, Wu HS, et al. Pyogenic liver abscess as
the initial manifestation of underlying hepatocellular carcinoma. Am J Med
2011;124:1158–1164. doi: 10.1016/j.amjmed.2011.08.012
Malik AA, Bari SVL, Rouf KA, Wani KA. Pyogenic liver abscess: changing patterns
and approach. World J Gastrointes Surg. 2010;2(12):395e401.
Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal. Penerjemah Brahm U. Penerbit EGC : Jakarta
Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta
2006 ; 462 – 463
Salahi R, Dehghani SM, Salahi H, Bahadur A, Abbasy HR, Salahi F. Liver abscess in
children: a large single centre experience. Saudi J Gastroenterol.
2011;17(3):199e202.
Sherwood, Lauralee. Sistem Pencernaan. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem
edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.
Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane:
www.pubmedcentral.nih.gov 2005
Sylvia a. Price.(2006). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku
Patofiologi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-474.
Wenas, Nelly Tandean. Wa;e;eng, B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati, Siti. Buku
ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. Hal 460-461
Yu Y, Guo L, Hu C, Chen K. Spectral CT imaging in the differential diagnosis of
necrotic hepatocellular carcinoma and hepatic abscess. Clin Radiol 2014;69:
e517–e524. doi: 10.1016/j.crad.2014.08.018
Zhu X, Wang S, Jacob R, Fan Z, Zhang F, and Ji G. A 10-Year Retrospective Analysis
of Clinical Profiles, Laboratory Characteristics and Management of Pyogenic
Liver Abscesses in a Chinese Hospital. Gut Liver 2011;5:221-7.

Anda mungkin juga menyukai