Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU BEDAH Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN Januari 2020


UNIVERSITAS PATTIMURA

LIMFOMA MALIGNA

OLEH:
Gabriella Shanaz Maitimu
2018-84-069

PEMBIMBING:
dr. Achmad Tuahuns, Sp.B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
RSUD dr. M. HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.WO
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Latuhalat
Pekerjaan : Supir
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan Terakhir : SMA
Status pernikahan : Sudah Menikah
No. Rekam Medis ` : 15.32.24
Tanggal Masuk Rumah sakit : 22-11-2019 Pukul 21:38 WIT
2. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Lemas sejak ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan lemas sejak ± 1


minggu sebelum masuk rumah sakit, lemas dirasakan karena penurunan nafsu
makan, dan dalam 3 hari terakhir keluarga pasien mengaku pasien sama sekali
tidak mau makan apapun. Keluhan disertai dengan munculnya benjolan pada dekat
pundak bagian kiri dan rahang sebelah kanan. Awalnya benjolan pertama kali
muncul pada dekat pundak bagian kiri sejak ± 3 bulan yang lalu, makin lama makin
membesar. Setelah itu muncul benjolan kedua pada bagian rahang sebelah kanan
sejak ± 3 minggu yang lalu. Batuk berlendir (+) muncul bersamaan dengan
munculnya benjolan disertai dengan riwayat sesak nafas yang muncul tiba-tiba.
Sesak nafas berkurang apabila pasien beristirahat. Riwayat penurunan berat badan
dalam 2 bulan terakhir ± 5 kg. BAB sedikit, konsistensi lunak, berwarna coklat.
BAK baik.
Riwayat Penyakit Dahulu: Penyakit ginjal dan sudah pernah diminta untuk
dilakukan hemodialisa tapi keluarga menolak (±5 tahun yang lalu)

Riwayat Hipertensi disangkal

Riwayat Diabetes Melitus disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal
yang sama

Riwayat Hipertensi dalam keluarga disangkal

Riwayat Diabetes Melitus dalam keluarga disangkal

Riwayat Pengobatan : Pasien mengkonsumsi obat-obatan herbal

Riwayat Kebiasaan/Sosial : pasien merupakan perokok aktif dan alkholik berat


sejak ± 20 tahun yang lalu

3. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-Tanda Vital
1. Tekanan Darah : 120/70 mmHg
2. Nadi : 108 kali/menit
3. Pernapasan : 21 kali/menit
4. SpO2 : 99%
5. Suhu : 36,4°C
Status Generalis
1. Kepala
a. Bentuk Kepala : Normocephali
b. Simetris Wajah : Simetris
c. Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
2. Mata
a. Bola mata : Eksoftalmus/endoftalmus (-/-)
b. Gerakan : Bisa ke segala arah, strabismus (-/-)
c. Kelopak mata : Ptosis (-/-), edema (-/-)
d. Konjungtiva : Anemis (-/-), ikterus (-/-)
e. Kornea : Injeksi siliaris (-/-), sikatrik kornea (-/-)
f. Pupil : Isokor (3 mm/3 mm), reflex cahaya langsung (+/+),
reflex cahaya tidak langsung (+/+)

g. Edema palpebral (-/-) pendarahan subkonjungtiva (-/-)

3. Telinga
a. Aurikula : Tofus (-/-), sekret (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-), nyeri
tekan tragus (-/-)
b. Pendengaran : Kesan normal
c. Proc. mastoideus : Nyeri tekan (-/-)

4. Hidung
a. Cavum Nasi : Sekret (-/-), darah (-/-), krusta (-/-)

5. Mulut
a. Bibir : Mukosa bibir tampak merah, sianosis (-) , stomatitis (-
), perdarahan (-)
b. Tonsil : T1/T1 tenang
c. Gigi : Pertumbuhan gigi baik., terdapat caries gigi pada dua
gigi bagian depan.
d. Faring : hiperemis (-)
e. Gusi : Perdarahan (-)
f. Lidah : Pucat (-), atrofi papil lidah (-), kandidiasis oral(-)
6. Leher
a. Kelenjar getah bening : Pembesaran (+)
b. DVS : JVP = 5-2 cm H2O
c. Pembuluh darah : Pulsasi arteri carotis (-), pelebaran pembuluh
darah tidak ada.
d. Kaku kuduk : Negatif

7. Thorax
a. Inspeksi : Simetris kiri = kanan, pembengkakan abnormal (-)
b. Bentuk : Normochest
c. Pembuluh darah : Venektasi (-), spider naevi (-)
d. Buah dada : Simetris kiri = kanan
e. Sela iga : Pelebaran (-), retraksi (-)
f. Atrofi M. Pectoralis Mayor (-)
g. Paru
i. Inspeksi : Simetris kiri = kanan, pembengkakan abnormal (-),
nyeri tekan (-)
ii. Palpasi : Fremitus raba simetris kiri = kanan, nyeri tekan (-)
iii. Perkusi :
Paru Kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : Di linea midclavicula dextra ICS V dengan
peranjakan paru-hati 2 cm di bawahnya, batas paru belakang kanan
vertebra torakalis IX, batas paru belakang kiri vertebra torakalis X
iv. Auskultasi : Bunyi napas dasar vesikuler, bunyi tambahan
ronki basah kasar (-/-) pada bagian apeks paru, Wheezing (-/-)
h. Jantung
i. Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS V
ii. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea mid clavicula
sinistra
iii. Perkusi : Batas kanan jantung di ICS III-IV linea parasternalis
dextra, pinggang jantung di ICS III sinistra (2-3 cm dari mid sternum),
batas kiri jantung di ICS V linea mid clavicularis sinistra.
iv. Auskultasi : Bunyi jantung I, II regular murni, murmur (-), gallop
(-), HR 84x/menit.
8. Abdomen
a. Inspeksi : Datar, striae (-), caput medusae (-)
b. Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepatosplenomegali (-),
ballotement ginjal (-/-), tidak teraba masa tumor
c. Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-), liver span 6 cm pada
linea mid sternalis kanan
d. Auskultasi : Bising usus (+) normal

9. Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan


10. Rectal Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan
11. Extremitas
Superior Inferior
Ekstremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Edema (-) (-) (-) (-)
Sianosis (-) (-) (-) (-)
Pucat (-) (-) (-) (-)
Ikterik (-) (-) (-) (-)
Capillary refill time < 2 detik < 2 detik < 2 detik < 2 detik
Clubbing finger (-) (-) (-) (-)
STATUS LOKALIS

1. Regio Mandibula dextra


Inspeksi : Massa berukuran 5x5, tidak kemerahan, tidak ada luka
Palpasi : teraba massa berbentuk bulat dengan diameter 5 cm,
Konsistensi keras, Nyeri tekan (-), konsistensi padat, tidak berbenjol-benjol,

Gambar 1.1. Tampak benjolan berdiameter 5 cm pada region mandibular


dextra

2. Regio Supraclavicula Sinistra


Inspeksi : Terlihat ada benjolan dengan diameter 3cm, 2cm, dan 1,5cm,
tanda peradangan (-)
Palpasi : Teraba massa berbentuk bulat dengan diameter 3 cm 2cm dan
1,5 cm, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-), immobile, tidak berbenjol-benjol.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Lengkap
HASIL NILAI RUJUKAN
16/11/2019
(01.08 WIT)
Hemoglobin 10,4 g/dL 12,0-15,0 g/dL (W)
Leukosit 9.2 103/mm3 5.0-10.0 mm3
Hematokrit 32,3% 37-43%
150.000-
Trombosit 407.000/mm3
400.000/mm3

b. Foto Rontgen

Gambar 1.2. Gambar foto rontgen thorax


5. DIAGNOSIS
Susp Limfoma Maligna

6. DIAGNOSIS BANDING
Ca Parotis
Limfadenopati TB

7. PENATALAKSANAAN
7.1.Terapi konservatif
a. Tirah baring
b. Pemasangan NGT

7.2.Khusus
a. IVFD RL : D5% : NaCl 0,9% : Enerton (2:1:1:1) 31 tpm
b. Drip Neurobion 1 amp/24 jam
c. Konsumsi ensure untuk diet cair

7.3.Operatif : Pro Biopsy Eksisional

8. PROGNOSIS

Qua Ad vitam : dubia ad malam

Qua Ad sanationam : dubia ad malam

Qua Ad functionam : dubia ad malam


PEMBAHASAN

1. ANAMNESIS

KASUS TEORI

Munculnya benjolan pada regio Munculnya benjolan pada kelenjar getah


supraclavicular dan regio mandibular. bening dapat di klasifikasikan sebagai
limfoma maligna maupun limfadenopati
tuberculosis. Limfoma maligna
merupakan suatu keganasan sel limfoid
yang ditandai dengan adanya pembesaran
1 atau lebih kelenjar getah bening.1
Sedangkan limfadenitis TB, pasien
datang dengan keluhan timbulnya
benjolan di leher baik tunggal ataupun
multiple, benjolan dirasakan tidak nyeri,
semakin membesar atau persisten.2
Benjolan pada glandula parotis, glandula
submandibular dan mukosa rongga mulut
(palatum, sublingual). Disertai Adanya
pembesaran KGB leher, terutama pada
level I, II, dan III biasanya berhubungan
dengan metastasis keganasan yang
berasal dari glandula salivarius. 3
Pasien datang dengan keluhan lemas Pada limfoma maligna, Pembesaran
dan penurunan nafsu makan. kelenjar getah bening jauh di dalam dada
atau perut bisa menekan berbagai organ
dan menyebabkan berkurangnya nafsu
makan, sembelit berat, dan nyeri perut.
Biasanya yang membesar adalah kelenjar
getah bening di dalam, yang
menyebabkan penekanan usus sehingga
terjadi penurunan nafsu makan atau
muntah.1,4,5
Pada limfadenitis TB pasien mengalami
penurunan nafsu makan (anoreksia) atau
berkurang, serta lemas atau malaise.2
Adanya disfagia, nyeri pada
tenggorokan, dan gangguan pendengaran
berhubungan dengan keganasan lobus
profundus parotis dengan ekstensi ke
orofaring.3

Batuk berlendir (+) muncul bersamaan Pada limfoma maligna Pembesaran


dengan munculnya benjolan disertai kelenjar getah bening jauh di dalam dada
dengan riwayat sesak nafas yang atau perut bisa menekan berbagai organ
muncul tiba-tiba. dan menyebabkan salah satunya yaitu
gangguan pernapasan. Biasanya yang
membesar adalah kelenjar getah bening
di dalam, yang menyebabkan:
pengumpulan cairan di sekitar paru-paru
sehingga timbul sesak napas.
penyumbatan kelenjar getah bening
sehingga terjadi penumpukan cairan4,6
Sedangkan pada limfadenitis TB didapati
riwayat batuk yang lama, berlendir
kuning sampai hijau, sama seperti gejala
klinis pada TB umumnya. 2,3
Riwayat penurunan berat badan dalam Pada limfoma maligna salah satu gejala
2 bulan terakhir ± 5 kg klinis yaitu penurunan berat badan >10%
dalam waktu 3 bulan. 4
Pada limfadenitis TB berat badan turun
tanpa sebab yang jelas atau berat badan
tidak naik dengan adekuat atau tidak naik
dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik3
2. PEMERIKSAAN FISIK

KASUS TEORI

Kelenjar getah bening : Pembesaran Pada limfoma maligna gejala awal


(+) yang dapat dikenali adalah pembesaran
kelenjar getah bening di suatu tempat
Regio Mandibula dextra
(misalnya leher atau selangkangan)
Inspeksi: Massa berukuran 5x5, tidak
atau di seluruh tubuh. Kelenjar
kemerahan, tidak ada luka
membesar secara perlahan dan
Palpasi : teraba massa berbentuk bulat
biasanya tidak menyebabkan nyeri.
dengan diameter 5 cm, Konsistensi
Kadang pembesaran kelenjar getah
keras, Nyeri tekan (-), konsistensi
bening di tonsil (amandel)
padat, tidak berbenjol-benjol
menyebabkan gangguan menelan.
Pembengkakan kelenjar limfe
(limfadenopati) di sebelah atas
diafragma meliputi leher,
supraklavikula atau aksiler, tetapi
jarang sekali retroperitoneal. Adanya
pembesaran kelenjar limpa dan hati
menunjukkan adanya keterlibatan
sumsum tulang dan seringkali pasien
menunjukkan gejala-gejala leukemia
limfoblastik akut, jarang sekali
melibatkan gejala susunan saraf pusat,
kadang-kadang disertai pembesaran
testis. 1,4,6
Pada infeksi oleh mycobacterium,
pembesaran kelenjar limfe berjalan
berminggu-minggu hingga berbulan-
bulan, namun dapat juga terjadi secara
mendadak. Tahap dini pemeriksaan
kelenjar limfe teraba massa keras
dengan batas tegas, tidak sakit dan
dapat digerakkan. Pada tahap
selanjutnya dapat ditemukan
pembesaran kelenjar limfe yang saling
berlengketan satu sama lain. Kelenjar
limfe ini akan membentuk suatu abses
dingin. Lesi biasanya unilateral. Bila
mengenai kulit, kulit akan meradang,
memerah, bengkak dan mungkin
sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis
dan jebol, mengeluarkan bahan seperti
keju. Tukak yang terbentuk akan
berwarna pucat dengan tepi yang
membiru disertai secret yang jernih.
Tukak ini dapat sembuh dan
meninggalkan jaringan parut yang tipis
dan berbintil-bintil. 3,7
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

KASUS TEORI

LABORATORIUM Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi


Hemoglobin : 10,4 g/dL hati dan uji fungsi ginjal merupakan
Leukosit : 9,2 103/mm3 bagian penting dalam pemeriksaan
Hematokrit : 32,3% medis, tetapi tidak memberi
Trombosit 407.000/mm3 keterangan tentang luas penyakit, atau
keterlibatan organ spesifik. Pada
pasien penyakit Hodgkin serta pada
penyakit neoplastik atau kronik
lainnya mungkin ditemukan anemia
normokromik normositik derajat
sedang yang berkaitan dengan
penurunan kadar besi dan kapasitas
ikat besi, tetapi dengan simpanan besi
yang normal atau meningkat di
sumsum tulang sering terjadi reaksi
leukomoid sedang sampai berat,
terutama pada pasien dengan gejala
dan biasanya menghilang dengan
pengobatan. 1,5,6
Eosinofilia absolut perifer
ringan tidak jarang ditemukan,
terutama pada pasien yang menderita
pruritus. Juga dijumpai monositosis
absolut, limfositopenia absolut
(<1000 sel per millimeter kubik)
biasanya terjadi pada pasien dengan
penyakit stadium lanjut. Telah
dilakukan evaluasi terhadap banyak
pemeriksaan sebagai indikator
keparahan penyakit. 4,6
Sampai saat ini, laju endap
darah masih merupakan pemantau
terbaik, tetapi pemeriksaan ini tidak
spesifik dan dapat kembali ke normal
walaupun masih terdapat penyakit
residual. Uji lain yang abnormal
adalah peningkatan kadar tembaga,
kalsium, asam laktat, fosfatase alkali,
lisozim, globulin, protein C-reaktif
dan reaktan fase akut lain dalam
serum. 7

FOTO THORAX 1. Foto toraks untuk menentukan


keterlibatan KGB mediastinal
2. Limfangiografi untuk menentukan
keterlibatan KGB di daerah iliaka
dan pasca aortal
3. USG banyak digunakan melihat
pembesaran KGB di paraaortal dan
sekaligus menuntun biopsi aspirasi
jarum halus untuk konfirmasi
sitologi
4. CT-Scan sering dipergunakan
untuk diagnosa dan evaluasi
pertumbuhan LH6

5. DIAGNOSIS

KASUS TEORI

LIMFOMA MALIGNA Diagnosis ditegakkan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorik, dan Patologi
Anatomik. 1,8
a. Anamnesis Umum
1) Pembesaran kelenjar getah bening
(KGB) atau organ
2) Malaise umum
3) Berat badan menurun >10% dalam
waktu 3 bulan
4) Demam tinggi 38˚C selama 1
minggu tanpa sebab
5) Keringat malam
6) Keluhan anemia (lemas, pusing,
jantung berdebar)
7) Penggunaan obat-obatan tertentu
8) Khusus: a).Penyakit autoimun
(SLE, Sjorgen, Rheuma)
b).Kelainan darah c).Penyakit
infeksi (Toxoplasma,
Mononukleosis, Tuberkulosis,
Lues, dsb) d).Keadaan defisiensi
imun.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pembesaran KGB
2) Kelainan/pembesaran organ
(hati/limpa)
3) Performance status: ECOG atau
WHO/Karnofsky
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Biopsi eksisional atau core biopsy
a) Biopsi KGB dilakukan cukup
pada 1 kelenjar yang paling
representatif, superfisial, dan
perifer. Jika terdapat
kelenjarsuperfisial/perifer yang
paling representatif, maka tidak
perlu biopsi intraabdominal atau
intratorakal. Kelenjar getah
bening yang disarankan adalah
dari leher dan supraclavicular,
pilihan kedua adalah aksila dan
pilihan terakhir adalah
inguinal.Spesimen kelenjar
diperiksa: a. Rutin Histopatologi:
sesuai klasifikasi WHO terbaru b.
Khusus Immunohistokimia
Molekuler (hibridisasi insitu)
EBV
b) Diagnosis awal harus ditegakkan
berdasarkan histopatologi dan
tidak cukup hanya dengan
sitologi. Pada kondisi tertentu
dimana KGB sulit dibiopsi, maka
kombinasi core biopsy FNAB
bersama-sama dengan teknik lain
(IHK, Flowcytometri `dan lain-
lain) mungkin dapat mencukupi
untuk diagnosis.

6. TATALAKSANA
Pengobatan penderita LNH menurut klasifikasi rapport10,11

Patologi Definisi Stadium Pengobatan

Unfavourable Semua limfoma difus I, II Radiasi dari kelenjar yang


histologi kecuali DLWD terserang disertai pemberian
(DLPD, DH, DM, DU, kemoterapi ajuvant C-MOPP,
NH) BACOP, CVP atau ABP

III, IV kemoterapi CVP, C-MOPP,


BACOP, CHOP, BCM, ABP

Favourable Radiasi pada daerah yang


I
histologi terserang atau sedikit meluas
Semua limfoma II,III,IV Kemoterapi menggunakan
noduler kecuali chlorambucil atau kombinasi
noduler histiocytic CVP. Radioterapi diperlukan
untuk tumor besar disatu
tempat

Keterangan:

C-MOPP : Cyclophosphamide, Vincristine, procarbazine, prednisolone


CVP : Cyclophosphamide, Vincristine, prednisolone
BACOP : Bleomycine, adriamycine, Cyclophospamide, vincristine,
prednisolone
CHOP : Adriamycine, Bleomycine, prednisolone

Pengobatan penderita dengan LNH menurut klasifikasi IWF


Gradasi Lokal Lanjut
Rendah Radiasi bagian yang terserang Kemoterapi (Chlorambucil atau
Sedang Kemoterapi (CHOP) di sertai CVP)
radiasi bagian yang terserang Kemoterapi (minimal CHOP atau
Tinggi Kemoterapi intensif radiasi kombinasi kemoterapi generasi
baru)
Kemoterapi intensif radiasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Paulsen F, Waschke J. Sobotta, Atlas Anatomi Manusia Jilid 3 : Pembuluh Limfe

dan Jaringan Limfe. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2014.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Ed.6.

Jakarta: Interna Publishing.

3. Hansmann ML, Hartmann S, Küppers R. Hodgkin lymphoma. In: The Lymphoid

Neoplasms 3ed. 2010.

4. Gobbi PG, Ferreri AJM, Ponzoni M, Levis A. Hodgkin lymphoma. Critical

Reviews in Oncology/Hematology. 2013.

5. Armitage JO, Gascoyne RD, Lunning MA, Cavalli F. Non-Hodgkin lymphoma.

The Lancet. 2017.

6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Penatalaksanaan Limfoma

Non-Hodgkin. Jakarta: Komite Penanggulan Kanker Nasional Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

7. Price, S.A dan Wilson, L.M. “Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease

Processes, Sixth Edition”. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari dan

Mahanani. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.Jakarta:

EGC, 2005.

8. Cheson BD. Staging And Response Assessment In Lymphomas: The new

Lugano classification. Chinese Clinical Oncology. 2015.


9. Setyowati HG, Sadhana U, Kusuma MD, Puspasari D. Ekspresi Latent Membran

Protein-1 (LMP-1) Epstein Barr Virus (EBV) pada Limfoma Maligna.

2017;2(3):185-190.

10. Sabiston. Buku Ajar Bedah. In: Prinsip Onkologi Bedah. 1992.

11. Ferreri AJM, Blay JY, Reni M, Pasini F, Spina M, Ambrosetti A, et al. Prognostic

scoring system for primary CNS lymphomas: The International Extranodal

Lymphoma Study Group experience. J Clin Oncol. 2003.

Anda mungkin juga menyukai