Pembimbing:
dr. Indah Rahmawati, Sp.P
Disusun oleh:
Oktafiana Nur Fitriyah
G4A018041
PRESENTASI KASUS
“ASMA EKSASERBASI AKUT PADA ASMA PERSISTEN SEDANG”
Disusun oleh:
Oktafiana Nur Fitriyah
G4A018041
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. F
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
No. RM : 02100882
Alamat : Jompo Kulon RT 01/ RW 02 Sokaraja
Pekerjaan : Kasir
Agama : Islam
Tgl Masuk : 7 Juni 2019
Tgl Anamnesa : 12 Juni 2019
Bangsal : Dahlia
B. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien baru dari IGD RSMS dengan keluhan sesak nafas. Sesak
sudah dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengaku sesak muncul
setelah sebelumnya pasien batuk pilek selama kurang lebih 2 minggu.
Sesak bisa muncul dalam 2-3 hari selama seminggu. Serangan bisa
terjadi 3-4 kali dalam sehari terutama saat malam hari ketika pasien
hendak tidur dan saat tidur dengan durasi tidak lebih dari 5 menit. Saat
serangan terjadi, pasien merasa berat di dada, nafas berbunyi “ngik-ngik”
dan biasanya diawali dengan batuk-batuk. Pasien merasa keluhan ini
mengganggu aktivitas dan istirahat pasien. Sesak dirasa memberat saat
pasien tidak terkontrol emosinya seperti saat sedang nangis ataupun kesal
dengan seseorang. Saat serangan datang pasien merasa membaik jika
dalam posisi duduk, dan pasien tidak menggunakan obat untuk
meringankan sesaknya.
Pasien juga mengeluhkan batuk pilek yang tidak kunjung sembuh
sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengaku setiap keluhan batuk pilek
muncul selalu lama untuk sembuh dan pasien hanya membeli obat batuk
pilek di warung tetapi keluhan tidak membaik. Batuk dan pilek dirasakan
sering muncul saat pasien sedang bekerja sebagai kasir. Batuk terkadang
mengeluarkan dahak berwarna kuning atau putih dan lendir yang keluar
saat pilek berwarna kuning. Selain batuk, pasien juga mengaku bersin-
bersin saat sedang menghitung uang. Pasien juga mengeluh pusing cekot-
cekot dan sedikit nyeri di dada kanan. Pasien mengaku sedang menjalani
pengobatan batu empedu di RS Siaga Medika Banyumas.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku pernah batuk berdarah dan menjalani pengobatan
TB paru selama 6 bulan saat sedang duduk di bangku sekolah dasar dan
telah dinyatakan sembuh. Pada tahun 2007, pasien pernah didiagnosis
terkena flek ringan dan telah diobati. Tahun 2001 pasien pernah
menjalani operasi kitsta ovarium dan usus buntu pada tahun 2008. Pasien
juga mengaku mempunyai riwayat asam lambung.
F. DIAGNOSIS
1. Asma Eksaserbasi Akut Pada Asma Persisten Sedang
G. PLANNING
1. O2 4L/menit
2. Nebule ventolin + Flixotide/8 jam
3. IVFD NaCl 0.9 % 20 tpm
4. Drip Aminofilin 200 mg (8 cc) dalam infuse
5. Inj Ceftriaxon 2 gr/24 jam IV
6. Inj Metil Prednisolone 62.5 mg/12 jam IV
7. Inj Ranitidine 1 AMP/12 jam IV
8. Paracetamol 500 mg 3x1 tab K/P
9. Tabas Syr 3x1 C
10. Salbutamol 3x2 mg tab
11. Cetirizine 10 mg 1x1 tab pagi
12. N-Acetyl Cysteine 200 mg 3x1 tab
13. ISDN Extra
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
nafas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi,
batuk, sesak nafas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini
hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan
(Depkes, RI., 2009).
Global initiative for Asthma (2012) dengan spesifik mendefinisikan asma
menurut karakteristiknya secara klinis, fisiologis, dan patologis. Secara klinis,
adanya episodik sesak napas terutama pada malam hari, sering disertai dengan
batuk yang merupakan ciri utamanya. Karakteristik utama fisiologisnya yaitu,
terdapat obstruksi saluran napas dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi.
Berdasarkan patologisnya terdapat inflamasi jalan napas yang berhubungan
dengan perubahan struktur jalan napas (GINA, 2012).
B. Epidemiologi
Sampai saat ini, penyakit asma masih menujukkan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO, di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta
orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma
mencapai 400 juta. Selain itu setiap 250 orang, ada satu orang meninggal
karena asma setiap tahunnya (GINA, 2004). Prevalensi asma di dunia sangat
bervariasi dan penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa kekerapan asma
semakin meningkat terutama di negara maju. Data dari berbagai negara
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma berkisar antara 1-18% (GINA,
2015). Peningkatan prevalensi asma terutama meningkat pada kelompok anak
dan cenderung menurun pada kelompok dewasa (Ratnawati, 2011).
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 mengajukan angka
sebesar 7.6%. Pada hasil SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema
dinyatakan sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau sebesar 5.6%.
Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia mencapai 13/1000
penduduk dibandingkan bronkhitis kronik 11/1000 penduduk dan obstruksi
paru 2/1000 penduduk (PDPI, 2003).
C. Patofisiologi Asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.
Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom.
Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut
atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel
mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan
bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi,
antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan
antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator
yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, eosinofil dan bradikinin. Hal itu
akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi
mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus,
sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas (Rengganis, 2008).
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran
napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel
jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel
bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma
dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi
udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi
melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang
menyebabkan dilepasnya neuropeptida. Neuropeptida itulah yang
menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, hipersekresi lendir,
dan aktivasi sel-sel inflamasi (Rengganis, 2008).
D. Faktor Risiko
Secara umum faktor risiko asma menurut Pedoman Pengendalian Penyakit
Asma (2009) yaitu:
a. Faktor Pejamu
1. Hipereaktivitas
2. Atopi/alergi bronkus
3. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
4. Jenis kelamin
5. Ras/etnik
b. Faktor Lingkungan
1. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, jamur dll).
2. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari).
3. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur).
4. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, bloker dll)
5. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dan lain-lain)
6. Ekspresi emosi berlebih
7. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
8. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
9. Exercised induced asthma
10. Perubahan cuaca
E. Manifestasi Klinik
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa
pengobatan. Gejala awal berupa :
a. Batuk terutama pada malam atau dini hari
b. Sesak napas
c. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
d. Rasa berat di dada
e. Dahak sulit keluar
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa.
Yang termasuk gejala yang berat adalah:
a. Serangan batuk yang hebat
b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
c. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
e. Kesadaran menurun (Depkes, RI., 2007)
F. Diagnosis Asma
1. Anamnesis
Pada asma terdapat gejala saluran napas yang khas meliputi mengi,
sesak napas, rasa tertekan pada dada, batuk (GINA, 2017)
a. Pasien asma mempunyai lebih dari satu gejala ini ( mengi, sesak napas,
batuk, dada seperti tertekan)
c. Gejala biasanya lebih sering terjadi dan lebih berat pada malam hari dan
pada saat bangun tidur
d. Gejala sering dipicu olahraga, pada saat tertawa, alergen, atau udara dingin
e. Gejala sering muncul dan lebih berat bila disertai dengan infeksi virus
d. Nyeri dada
Selain gejala yang tampak hal lain yang dapat dilihat dari faktor
pencetusnya yaitu allergen dari riwayat atopi keluarga dan faktor lingkungan
mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau
menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan
yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi
pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pada pasien asma seringkali normal. Abnormalitas yang
paling sering adalah wheezing ekspiratorik pada auskultasi, tetapi kadang tidak
terdengar atau hanya terdengar pada ekspirasi yang kuat yang dipaksa.
Wheezing juga tidak bisa ditemukan pada asma eksaserbasi berat, karena
penurunan aliran udara yang sangat hebat (silent chest), akan tetapi biasanya
tanda- tanda patologis lain muncul. Wheezing juga bisa ditemukan pada
disfungsi jalan napas atas, missal pada PPOK, infeksi saluran napas,
trakeomalasia, atau korpus alienum. Crakles atau wheezing inspiratorik bukan
karakteristik asma. Perlu juga dilakukkan pemeriksaan hidung untuk
menemukan adanya rhinitis atau polip nasal (Sundaru,2014)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan jumlah leukosit yang tinggi
yaitu Foto toraks menunjukkan adanya peningkatan corakan bronchovaskuler.
Beberpa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam menegakan asma
diantaranya adalah:
a. Spirometri
Fungsi normal paru diukur dengan spirometri. Forced expiratory
volume in 1 second (FEV1) lebih dipercaya daripada peak expiratory flow
(PEF). Jika PEF dilakukan, maka alat yang sama harus digunakan tiap saat
pemeriksaan, karena perbedaan sebesar 20% bisa terjadi bila dilakukan
perubahan ukuran atau alat Penurunan FEV1 dapat juga ditemukan pada
penyakit paru lain, atau penggunaan spirometri yang tidak tepat, akan
tetapi penurunan rasio FEV1/FVC manandakan adanya hambatan aliran
jalan napas. Rasio FEV1/FVC normal adalah 0,75-0,80 dan kadang 0,90
pada anak-anak, dan nilai di bawah batas normal tersebut menandakan
adanya hambatan aliran udara (GINA, 2015)
Variabilitas adalah perbaikan atau perburukan gejala dan fungsi paru.
Variabilitas berlebihan dapat ditemukan dari waktu ke waktu dalam satu
hari (variasi diurnal), dan dari hari ke hari, musiman atau dari sebuah tes
reversibilitas. Reversibilitas adalah perbaikan FEV1 atau penurunan FEV1
> 12% dan > 200 ml dari batas dasar, atau jika spirometri tidak ada,
perubahan PEF minimal sebesar 20% dapat diterima sebagai asma. Akan
tetapi jika FEV1 tetap dalam batas normal saat pasien sedang mengalami
gejala asma, maka kemungkinannya kecil bahwa penyakitnya adalah asma.
Pengukuran FEV1 dan PEF dilakukan sebelum terapi dengan
bronchodilator (GINA, 2015).
b. Tes provokasi bronkhus
Pemeriksaan ini dilakukan untuk uji hiperresponsivitas jalan napas.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan latihan inhalasi metakolin dan
histamine, hiperventilasi eukapnik volunter atau mannitol inhalasi. Tes ini
cukup sensitif untuk diagnosis asma tapi kurang spesifik karena bisa juga
disebabkan oaleh penyakit lain seperti rhinitis alergika, fibrosis kistik,
dysplasia bronkhopulmoner, dan PPOK. Jadi bila hasil negatif pada pasien
yang tidak mengkonsumsi ICS dapat mengekslusi asma akan tetapi hasil
positif tidak selalu menandakan bahwa pasien menderita asma, sehingga
anamnesis perlu diperhatikan(GINA, 2015).
c. Tes alergi
Riwayat atopi meningkatkan probabilitas pasien dengan gejala
pernapasan menderita asma alergika tetapi hal ini tidak spesifik. Riwayat
atopi dapat diperiksa dengan skin prick test dan pemeriksaan IgE serum.
Skin prick tes dengan bahan yang mudah ditemukan di lingkungan sekitara
dalah tes yang cepat, murah, dan sensitif jika dikerjakan dengan benar
(Alflen, 2006; Shon 2008).
d. Ekshalasi Nitrit Oksida
Fractional concentration of exhaled nitric oxide (FENO) dapat
diperiksa di beberapa tempat. FENO dapat meningkat pada asma
eosinofilik dan pada keadaan non asma misalnya rhinitis alergi dan belum
dipastikan bermanfaat untuk diagnosis asma. FENO menurun pada
perokok dan saat terjadi bronkhokonstriksi, dan meningkat jika terjadi
infeksi pernapasan yang disebabkan oleh virus. Kadar FENO > 50 ppb
terkait dengan respons jangka waktu yang singkat terhadap ICS. Saat ini
pemeriksaan FENO belum direkomendasikan (GINA, 2015).
G. Klasifikasi Asma
GINA membagi klasifikasi klinis asma menjadi 4, yaitu Asma intermiten,
Asma persisten ringan, Asma persisten sedang, dan Asma persisten berat.
Dalam klasifikasi GINA dipersyaratkan adanya nilai PEF atau FEV1 untuk
penilaiannya.
H. Penatalaksanaan Asma
Tujuan penatalaksanaan asma adalah untuk mencapai asma terkontrol agar
memiliki kualitas hidup baik yang tidak mengganggu aktivitas dan mencegah
kematian saat serangan.Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah
untuk:
a. Meredakan penyempitan jalan napas secepat mungkin
b. Mengurangi hipoksemia
c. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
d. Rencana tatalaksana untuk mencegah kekambuhan
Tatalaksana asma merupakan suatu siklus yang kontinu yang terdiri dari
penilaian, penyesuaian terapi, dan melihat respons pasien seperti yang tergambar
di bawah ini
DAFTAR PUSTAKA
Global Initiative for Asthma. 2015. Global strategy for asthma and prevention
Updated
Global Initiative for Asthma, 2017. Pocket guide for asthma management and
prevention Updated 2017..
Sohn SW. 2008; Evaluation of cytokine mRNA in induced sputum from patients
with allergic rhinitis : relationship to airway hyperresponsivenes. Allergy
63: 268-73.