Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

“ILEUS OBSTRUKTIF”

Disusun Oleh :
Mela Try Rahayu G4A018087
Layalia Azka Fatharani G4A018088

Pembimbing:
dr. Rochmawati Istutiningrum, Sp. Rad

SMF ILMU RADIOLOGI


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
“ILEUS OBSTRUKTIF”

Disusun oleh:
Mela Try Rahayu G4A018087
Layalia Azka Fatharani G4A018088

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


Radiologi RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada Juli 2019

Purwokerto, Juli 2019


Pembimbing,

dr. Rochmawati Istutiningrum, Sp. Rad


BAB I
PENDAHULUAN

Ileus adalah keadaan dari gerakan dan pasase usus yang normal tidak terjadi. Ileus
timbul saat udara dan cairan sekresi tidak dapat keluar kearah distal karena
berbagai sebab baik karena faktor intrinsik maupun ekstrinsik (mechanical
obstruction) atau paralisis (non mechanical obstruction atau pseudo ileus).
Terjadinya kelainan pada usus karena disebabkan oleh beberapa kasus antara lain;
Hernia Inkarserata, Invaginasi, Adhesi/Perlengketan, Volvulus/Puntiran, Tumor,
Keganasan, Bolus cacing. Sehingga terjadi penyumbatan pada saluran usus. Ileus
Obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai,
merupakan 60–70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis
akut. Hambatan atau gangguan pasase usus yang sering juga disebut ileus dapat
disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan peristaltik usus akibat
pemakaian obat-obatan atau kelainan sistemik seperti gagal ginjal dengan uremia
sehingga terjadi paralisis. Penyebab lain ialah adanya sumbatan/hambatan lumen
usus akibat perlekatan atau massa tumor. Akan terjadi peningkatan peristaltik usus
sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Obstruksi usus juga disebut obstruksi
mekanik misalnya oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen
usus. Ileus dinamik dapat disebakan oleh paralisis pada peritonitis umum (De
Jong, 2008).
Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang
sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen.
Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnosa dini
dan tindakan bedah darurat.Berdasarkan penelitian ditemukan 60% penderita yang
mengalami ileus obstruktif rata – rata berumur sekitar 16 – 98 tahun dengan
perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki – laki
(Markogiannakis et al., 2007).Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan
intervensi bedah. Penentuan waktu kritis tergantung atas jenis dan lama proses
ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan
memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Kartono, 2010).

1
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS
Nama : Tn. HS
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 33 tahun
No. RM :02105442
Alamat : Penaruhan RT 03/09 Kaligondang
Pekerjaan : Swasta
Tgl Masuk : 15 Juli 2019
Tgl Anamnesa : 15 Juli 2019
Bangsal : IGD

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Perut terasa membesar
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS pada tanggal 15 Juli 2019 rujukan dari RS
Siaga Medika datang dengan keluhan utama perut membesar sejak minggu
malam (14/7/19). Keluhan diawali dengan keluhan terasa melilit dan merasa
sulit buang air besar sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
dibawa ke RS dan diberi dulcolac supositoria. Pasien sempat bisa BAB tapi
sedikit-sedikit dank eras. Pasien juga harus duduk dengan posisi tegak 90
derajat untuk mengurangi nyeri perutnya. Pada keesokan harinya (15 Juli
2019) pasien dapat BAB tapi sedikit dan lunak, warna tidak diketahui.
Keluhan lain yang dirasakan yaitu mual, muntah dan sesak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Hipertensi : disangkal
b. Riwayat operasi abdomen : disangkal
c. Riwayat Alergi : disangkal
d. Riwayat penyakit paru : disangkal

2
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
f. Riwayat penyakit lambung : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat memiliki keluhan yang sama: disangkal
b. Riwayat Hipertensi : disangkal
c. Riwayat operasi abdomen : disangkal
d. Riwayat Alergi : disangkal
e. Riwayat penyakit paru : disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : disangkal
g. Riwayat penyakit lambung : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Hubungan antara pasien dengan tetangga serta keluarga baik. Anggota
kelurga yang tinggal dengan pasien tidakmemiliki keluhan serupa dengan
pasien. Pasien mengaku jarang mengonsumsi sayur dan buah, jarang minum
air putih. Pekerjaan pasien sehari-hari adalah penjaga counter pulsa dan
jarang berolahraga.

C. OBJEKTIF
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
3. Vital sign
Tekanan darah : 139/93 mmHg
Nadi : 79 x/menit
Respiration Rate : 20x menit
Suhu : 36,4oC

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Kepala
Bentuk : Mesosefal, simetris, venektasi temporal (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya
(+/+) normal, pupil bulat isokor, tampak eksoftalmus
Hidung : Deformitas (-), epistaksis (-), deviasi septum (-)
Mulut : Bibir sianosis (-)

3
Leher : Deviasi trakea (-),KGB tidak teraba pembesaran

2. Pemeriksaan Dada
Paru
Inspeksi : Dada simetris (+), retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Fremitus kanan = kiri,
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis (+)
Palpasi : Iktus cordis teraba di linea midclavicula sinistra lebih
lateral ICS 5, lebar 1cm, kuat angkat
Perkusi : Batas jantung dbn
Auskultasi : S1>S2, murmur (-), gallop (-)

3. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut cembung, jaundice (-)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, metallic sound (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) seluruh lapang abdomen
Perkusi : hipertimpani
Hepar : tak teraba
Lien : tak teraba

4. Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas Ekstremitas
superior inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Akral hangat + + + +
Reflek fisiologis + + + +
Reflek patologis - - - -
Ulkus - - - -

4
5. Foto Klinis Pasien

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Lab Darah Lengkap RSMS (16 Juli 2019)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 11.8 (L) 11.7-15.5 g/dL
Leukosit 19.340(H) 3.600-11.000 U/L
Hematokrit 37 (L) 35-47 %
Eritrosit 4.4 3.8-5.2 ^6/uL
Trombosit 613.000 (H) 150.000– 440.000 /uL
MCV 83.6 80-100 fL
MCH 26.9 26-34 Pg/cell
MCHC 32.2 32 – 36 %
RDW 13.1 11.5 – 14.5 %
MPV 8.6 (L) 9.4 – 12.3 fL
Basofil 0.1 0–1%
Eosinofil 0.0 (L) 2–4%
Batang 0.5 (L) 3–5%
Segmen 90.8 (H) 50 – 70 %
Limfosit 4.4 (L) 25 – 40 %
Monosit 4.2 2–8%

5
SGOT 20 9.9 – 11.8 U/L
SGPT 10 (L) 26.4-37.5 U/L
Ureum 33.29 14.98-38.52 mg/dL
Kreatinin 0.85 0.70-1.30 mg/dL
GDS 123 <=200 mg/dL
Natrium 135 134-146 mEq/L
Kalium 3.3 (L) 3.4-4.5 mEq/L
Klorida 98 96-108 mEq/L

2. Hasil Pemeriksaan Foto Polos Abdomen 3 Posisi


a) RS Siaga Medika (13-7-19)

6
b) RSMS (15-7-19)

Expertise
Interpretasi :
Pre peritoneal fat line kanan kiri baik
Psoas line kanan kiri dan kontur kedua ginjal superposisi
Jumlah dan distribusi udara usus meningkat
Tampak dilatasi maupun distensi usus
Tak tampak gambaran herring bone maupun coiled spring
Pada proyeksi LLD, tampak multiple air fluid level
Tak tampak free air
Kesan:
Gambaran large bowel obstruction
Tak tampak pneumoperitoneum

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut. Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi
usus yang menyebabkan isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal
atau anus. Hal ini disebabkan oleh adanya sumbatan/hambatan akibat kelainan
dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan
vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrosis pada
segmen usus tersebut (Price dan Wilson, 2012; Indrayani, 2013).
Ileus obstruksi dapat berupa obstruksi mekanik maupun fungsional pada
usus besar maupun usus kecil. Obstruksi terjadi apabila lumen usus mengalami
hambatan baik parsial maupun komplit. Obstruksi sering menyebabkan nyeri
abdomen, mual, muntah, konstipasi hingga distensi abdomen. Ileus obstruktif
pada usus kecil (small bowel obstruction) lebih sering ditemui daripada ileus
obstruktif usus besar (large bowel obstruction). Ileus obstruksi terdiri dari
parsial, komplit dan closed loop. Obstruksi closed loop merupakan tipe
obstruksi pada usus kecil maupun usus besar dimana terjadi obstruksi komplit
pada daerah distal dan proksimal pada suatu segmen usus tertentu (Van
Steensel et al, 2018; Behman dan Nathens, 2018; Behman et al, 2018).
Berdasarkan proses terjadinya ileus obstruksi dibedakan menjadi ileus
obstruksi mekanik dan non mekanik. Ileus obstruksi mekanik terjadi karena
penyumbatan fisik langsung yang bisa disebabkan karena adanya tumor atau
hernia sedangkan ileus obstruksi non mekanik terjadi karena penghentian
gerakan peristaltik (Manaf, 2010).

B. ETIOLOGI
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi
tak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang
menghalangi. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan

8
oleh tiga mekanisme (Thompson, 2005; Ten Broek et al, 2018; Pavlidis et al,
2018):

1. Blokade intralumen (obturasi)


Small bowel obstruction yang disebabkan oleh blockade
intralumen sangat jarang. Proses ini terjadi bila terdapat corpus alienum
yang tertelan yang menyebabkan terjadinya penyumbatan pada lumen
usus atau pada valvula ileocecal sehingga menciptakan penghalang
menuju usus besar. Penyebab large bowel obstruction yang umum adalah
adenocarcinoma yang diikuti diverticulitis dan volvulus.Volvulus dan
intususepsi merupakan 30% kasus komplikasi dari kehamilan dan
kelahiran. Obstruksi kolon sering ditemukan pada kolon sigmoid
(Thompson, 2005; Ten Broek et al, 2017; Pavlidis et al, 2018).
2. Intraluminal atau lesi intrinsik dari dinding usus
Penyebab ileus obstruktif yang berasal dari dinding usus adalah
penebalan dinding usus. Usus perlahan membentuk striktur. Chron’s
disease adalah penyebab umum dari striktur jinak yang ditemukan pada
dewasa (Thompson, 2005; Ten Broek et al, 2017; Pavlidis et al, 2018).
3. Kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal.
Penyebab tersering terjadinya obstruksi usus kecil yang berasal
dari eksternal adalah perlekatan (adhesi) post operasidimana pita fibrosis
dari jaringan ikat menjepit usus dan menyebabkan obstruksi. Sebab
eksternal lain adalah kanker yang menyebabkan kompresi usus kecil
yang dapat berujung pada obstruksi. Kanker harus dipikirkan bila ileus
obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria,
kolon, pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi lebih
sering daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan
volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon,
dengan karsinoma kolorektal.Penyebab lain adalah hernia inguinalis dan
umbilikalis. Hernia yang tidak segera ditangani dapat menyebebkan usus
berbelit akibat terjadinya protrusi usus kecil ke dalam defek yang
terdapat pada dinding abdomen dan dapat terperangkap di dalam kantong
hernia. Hernia irreponiblis dapat menyebabkan terjadinya obstruksi yang

9
dapat mengarah kepada strangulasi dan iskemik sehingga perlu dilakukan
operasi segera (Thompson, 2005; Ten Broek et al, 2017; Pavlidis et al,
2018).

Gambar 3.1 Penyebab ileus obstruktif (Simatupang, 2010)

10
Tabel 3.1. Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang et al.,
2005) (Thompson, 2005)
Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi Intrinsik
Benda Asing Adhesi Kongenital
- Iatrogenik Benda Asing - Atresia, stenosis, dan
- Tertelan Hernia webs
- Batu Empedu - Eksternal - Divertikulum Meckel
- Cacing - Internal
Intususepsi Massa Inflamasi
Pengaruh Cairan - Anomali organ atau - Divertikulitis
- Barium pembuluh darah - Drug-induced
- Feses - Organomegali - Infeksi (missal TB)
- Meconium - Akumulasi Cairan - Coli ulcer
- Neoplasma Neoplasma
- Abses - Tumor Jinak
Post Operatif - Karsinoma
Volvulus - Karsinoid
- Limpoma
- Sarcoma
Trauma
- Intramural Hematom

C. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan letak obstruksi
a. Small Bowel Obstruction
Obstruksi mengenai usus halus (dari gaster sampai ileum terminal)
b. Large Bowel Obstruction
Obstruksi mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai rectum),
lokasi yang sering terjadi obstruksi adalah sekum, fleksura
hepatosplenika dan kolon rectosigmoid. Obstruksi lebih sering terjadi
pada kolon kiri (Jaffe & Thompson 2015)
2. Berdasarkan stadium
a. Obstruksi sebagian (partial obstruction)
Obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan masih bisa sedikit lewat,
dapat flatus dan defekasi sedikit
b. Obstruksi sederhana (simple obstruction)
Obstruksi atau sumbatan yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah

11
c. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction)
Obstruksi disertai dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemik yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangrene

D. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data dari WHO tahun 2008, diperkirakan penyakit saluran
cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian di dunia. Indonesia
menempati urutan ke 107 dalam jumla kematian yang disebabkan oleh
penyakit saluran cerna di dunia tahun 2004 yaitu 39,3 jiwa per 100.000 jiwa
(WHO, 2008). Setiap tahunnya, 1 dari 1000 penduduk dari segala usia
didiagnosis ileus. Obstruksi usus merupakan kegawatdaruratan dalam bedah
yang sering dijumpai. Ileus obstruksi merupakan 60-70% kasus dari seluruh
kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut (Samsulhidajat dan De Jong,
2008).
Obstruksi ileus merupakan kegawtdaruratan dalam bedah abdominal yang
sering dijumpai. Sekitar 20% pasien dating ke rumah sakit datang dengan
keluhan nyeri abdomen karene obstruksi pada saluran cerna, 80% terjadi pada
usus halus. Insiden ileus obstruksi pada tahun 2011 diketahui mencapai 16%
dari populasi dunia. Di Indonesia tercatat 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruksi tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada
tahun 2004 (Depkes RI, 2010).
Penyebab ileus obstruksi berkaitan pada kelompok usia yang terserang dan
letak obstruksi, 50% terjadi pada kelompok usia pertengahan dan tua akibat
perlekatan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus
merupakanpenyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan
orang tua,kanker kolon merupakan penyebab dari 90% ileus obstruksi yang
terjadi(Kasminataet al., 2013).

12
E. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan
ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala
penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah
obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan
nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri
kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus
mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark. (Whang et al., 2005).
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang
akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi
bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan
peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume
intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin
didapatkan leukositosis ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi
lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat
muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering
ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai
dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.
(Thompson, 2005).

13
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting
untuk membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih
terjadi pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah
obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi
partial.Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,
namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah.
Tanda awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa
yang teraba dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun
strangulasi. Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga
kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda
awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat
diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau
terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda
strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya
hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di
rectum harus selalu dilakukan (Paulson dan Thompson, 2015).
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam,
takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga
menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada
obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam,
leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate
dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat
bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi
sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible (Jaffe dan
Thompson, 2015).

F. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal
daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi
normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai
daerah distal dari obstruksi. Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah
obstruksi terjadi dalam beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan

14
dan sekresi lumen yang terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran
darah meningkat ke daerah intestinal segera setelah terjadinya obstruksi,
terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan meningkatkan sekresi
intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa splanknik pada
daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran cairan intravena
juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen
terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi
lumen menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.
Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme
bakteri (Paulson dan Thompson, 2015; Sjamsuhidajat & Jong, 2008).
Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik
dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut:
terjadinya hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir
terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi
mekanik yang berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi
gelombang - lambat dan kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal
masih memberikan respon terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap
bahkan setelah obstruksi mekanik terbebaskan (Paulson dan Thompson, 2015;
Sjamsuhidajat & Jong, 2008).
Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi
intestinal di bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan
muntah. Proses obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses
absorbsi dan sekresi semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini
mengarah pada peningkatan defisit cairan intravaskular yang disebabkan oleh
terjadinya muntah, akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan
transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan nasogastric tube malah
memperparah terjadinya defisit cairan melalui external loss. Hipokalemia,
hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan komplikasi yang sering dari
obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan
terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian (Paulson dan Thompson, 2015;
Sjamsuhidajat & Jong, 2008).

15
Etiologi

Obstruksi usus

Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen sebelah Hilangnya kemampuan


proksimal dari letak obstruksi intestinal dalam proses
material feses

Pelebaran dinding Merangsang hipersekresi kelenjar Sumbatan pada


Konstipasi/BAB
usus (distensi) pencernaan proksimal

Tekanan intralumen ↑ Akumulasi air, Asam Hipokloremia,


protein dan elektrolit lambung ↑ hipokalemia

Penurunan aliran
darah mukosa Dehidrasi dan reflux
hipovolemik

Edema, kongesti,
nekrosis, dan Mual dan
akhirnya rupture atau muntah
perforasi dinding usus

Peradangan
pada usus

Pengeluaran mediator Merangsang ujung


kimia (bradikinin, saraf bebas
serotonin, histamine
dan prostaglandin
Nyeri abdomen

Gambar 3.2 Patogenesis dan Patofisiologi Ileus Obstruktif

16
G. DIAGNOSA
Diagnosis ileus obstruktif ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta ditunjang dengan pemeriksaan radiologi dan
pemeriksaan laboratorium Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena
pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruktif
usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus
obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada
ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif
usus besar onset muntah lama (Sjamsuhudajat & Jong, 2008).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda dehidrasi generalisatai, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa
abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat
ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm
steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat
penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan
juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik.

Gambar 3.3 Gerakan Peristaltik Usus (Sumber: Faradilla, 2009)

17
b. Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi Hipertympani
yang menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya
tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup
“defance muscular” involunter atau rebound dan pembengkakan atau
massa yang abnormal (Sjamsuhudajat & Jong, 2008).
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran
episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara
masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit
dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga
juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya
nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruktif strangulate (Sjamsuhudajat & Jong, 2008).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah
pemeriksaan rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan
didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti
sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat
obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab
obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka
akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan,
konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen
yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal
maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai
ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus
feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada
sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila
penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus
(Sjamsuhidajat & Jong, 2008).
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi
mekanik dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi;
membedakan antara obstruksi parsial atau komplit dan membedakan

18
obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang harus
diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan
adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma
intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita
menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti
untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat
adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah
strangulasi (Sjamsuhidajat & Jong, 2008).
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami
obstruksi intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood
Urea Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang
sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi
pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi
intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal
dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada
50% pasien (Sjamsuhidajat & Jong, 2008).
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Small Bowel Obstruction (Ileus Obstruksi Letak Tinggi)
Gambaran radiologi yang nampak pada ileus obstruktif letak rendah
yaitu (Paulson dan Thompson, 2015; Nobie, 2009):
1) Dilatasi lumen usus oleh karena gas atau cairan (>3cm)
2) Distribusi di sentral
3) Distensi bagian proksimal obstruksi dan kolaps bagian distal
obstruksi
4) Dilatasi gaster
5) Tampak multiple air fluid level pendek-pendek (step ladder sign)
menempel satu sama lain
6) Pseudotumor sign (gelung usus terisi oleh cairan)
7) String of pearls sign (gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet)
8) Penebalan dinding usus halus (herring bone dan coiled spring)

19
a b c
Gambar 3.4. a. Gambaran coiled spring, b. Gambaran step ladder sign, c. Gambaran
strings of pearl sign (Soetikno, 2011; Paulson dan Thompson, 2015, Nobie, 2009)

b. Large Bowel Obstruction (Ileus Obstruksi Letak Rendah)


Gambaran yang nampak pada ileus obstruktif letak rendah adalah
(Jaffe dan Thompson, 2015):
1) Dilatasi lumen usus (>6cm)
2) Penebalan usus besar dan juga distensi tampak pada tepi abdomen
3) Distribusi di perifer
4) air fluid level yang sedikit, panjang-panjang di kolon
5) gambaran herring bone dan coiled spring
6) coffee bean appearance(gambaran gelung usus yang distensi dan
terisi udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari
dinding usus yang oedem)

a b
Gambar 3.5. a.Gambaran Ileus obstruktif letak rendah pada colon sigmoid,
b.Gambaran volvulus (Jeffe dan Thompson, 2015; Nobie, 2009)

20
H. DIAGNOSA BANDING
1. Ileus Paralitik
Ileus paralitik adalah keadaan dimana usus gagal atau tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan
isinya.Penyebab ileus paralitik yaitu tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, inflamasi, peritonitis, Obat-obatan.
(narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin) dan
hipokalemi. Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung
(abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Keluhan perut
kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut
kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai
keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang
paroksismal, nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan
difus.Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen,
perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan
dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya
menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya (Brian & Prout, 2009).
Pemeriksaan laboratorium yang penting untuk dimintakan
adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan
amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan
diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus
halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran
line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus
obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga).
(Brian & Prout, 2009).

21
a b
Gambar 3.6. a.Ileus Paralitik tampak dilatasi usus keseluruhan b. Gambaran khas ileus
paralitik adalah gambaran air fluid level yang panjang-panjang dan sejajar (Nobie, 2009)

I. TATALAKSANA
Ileus obstruksi di usus harus dihilangkan segera setelah keadaan
umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan
meliputi tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit, dan
dekompresi pipa lambung. Pada strangulasi, tidak ada waktu untuk
memperbaiki keadaan umum, sehingga strangulasi harus segera diatasi
(Riwanto et al., 2012).
1. Terapi konservatif
a) Pasien dengan ileus obstruksi bisanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan elektrolit (Natrium, kalium, dan klorida) akibat
berkuranganya intake makanan, muntah, sehingga membutuhkan
penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti
Ringer Laktat. Koreksi melalu cairan ini dapat dimonitor melalui
urin dengan menggunakan kateter, tanda tanda vital, pemeriksaan
laboratorium, tekanan vena sentral (Whang et al., 2006).
b) Pemberian antibiotik broadspectrum dapat diberikan sebagai
profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ileus
obstruksi. Injeksi Ceftriakson 1 gram 1 kali dalam 24 jam dapat
diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat juga diberikan
untuk mengatasi muntah (Whang et al., 2006).
c) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan menggunakan
nasogastric tube (NGT) dan pasien dipuasakan. Hal ini berguna

22
untuk mengeluarkan udara dan cairan dan untuk mengurangi mual,
distensi, dan resiko aspirasi pulmonal karena muntah (Whang et
al., 2006).
d) Pada ileus obstruksi parsial, biasanya dilakukan tindakan
konservatif dan pemantauan selama 3 hari. Penelitian menunjukkan
adanya perbaikan dalam pasien dengan keadaan tersebut dalam
waktu 72 jam. Namun jika keadaan pasien tidak juga membaik
dalam 48 jam setelah diberi terapi cairan dan sebagainya, makan
terapi operatif segera dilakukan (Whang et al., 2006).
2. Operatif
Secara umum, pasien dengan ileus obstruksi total memerlukan
tindakan operatif segera, meskipun operasi dapat ditunda untuk
memperbaiki keadaan umum pasien bila sangat buruk. Operasi dapat
dilakukan bila rehidrasi dan dekompresi nasogastrik telah dilakukan
(Anshari, 2012).
Tindakan operatif dilakukan apabila terjadi :
- Strangulasi
- Obstruksi total
- Hernia inkarserata
- Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif (pemasangat
NGT, infus, dan kateter) (Riwanto et al., 2012).
Tindakan operatif pada ileus obstruksi ini tergantung dari
penyebabnya. Misalnya pada adhesi dilakukan pelepasan adhesi
tersebut, tumor dilakukan reseksi, dan pada hernia dapat dilakukan
herniorapi dan herniotomi. Usus yang terkena obstruksi juga harus
dinilai apakah masih bagus atau tidak, jika sudah tidak viabel maka
dilakukan reseksi. Kriteria dari usus yang masih viabel dapat dilihat
dari warna yang normal, dan adanya peristaltik, dan pulsasi arteri
(Whang et al., 2006).
Kanker kolon yang menyebabkan obstruksi kadang dilakukan
reseksi dan anastomosis, dengan atau tanpa colostomi atau ileostomy
sementara. Jika tidak dapat dilakukan, maka tumor diangkat dan

23
kolostomi atau ileostomi dibuat. Diverkulitis yang menyebabkan
obstruksi, biasanya sering terjadi perforasi. Reseksi bagian yang
terkena devertikel mungkin agak sulit tapi merupakan indikasi jika
terjadi perforasi ataupun peritonitis umum. Biasanya dilakukan reseksi
dan kolostomi, namun anastomosis ditunda sampai rongga abdomen
bebas radang (cara Hartman).Volvulus sekal biasanya dilakukan
tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang terpelintir dengan
melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga berefek
fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Pada volvuus sigmoid,
dapat dilakukan reposisi dengan sigmoidoskopi, dan reseksi dan
anastomosis dapat dilakukan beberapa hari kemudian. Tanpa dilakukan
reseksi, kemungkinan rekuren dapat terjadi (Sjamsuhidajat, 2012).
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang
dikerjakan pada obstruksi ileus, yaitu (Sjamsuhidajat, 2012).:
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan
tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan,
misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang
"melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari
tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat
anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas
lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi
strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap baik oleh penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya. Misalnya pada Ca Sigmoid obstruksi, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian dilakukan reseksi usus dan
anastomosis. Tindakan dekompresi usus dan koreksi air dan elektrolit

24
serta menjaga kesimbangan asam basa darah tetap dilaksanakan pasca
tindakan operasi. Pada obstruksi lanjut, apalagi bila telah terjadi
strangulasi, monitoring pasca bedah sangat penting sampai 6-7 hari
pasca bedah. Bahaya pada pasca bedah ialah toksinemia dan sepsis.
Gambaran klinisnya biasanya tampak pada hari ke 4-5 pasca bedah.
Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan
hasil kultur kuman sangatlah penting (Sjamsuhidajat, 2012).

J. KOMPLIKASI
Komplikasi dari ileus obstruksi dapat berupa nekrosis usus,
perforasi usus yang dapat menyebabkan peritonitis, syok septik, dan
kematian. Usus yang strangulasi mungkin mengalami perforasi yang
mengakibatkan materi dalam usus keluar ke peritoneum dan
mengakibatkan peritonitis. Meskipun tidak mengalami perforasi, bakteri
dapat melintasi usus yang permeabel dan masuk ke sirkulasi darah yang
mengakibatkan syok septik. Komplikasi lain yang dapat timbul antara lain
syok hipovolemia, abses, pneumonia aspirasi dari proses muntah dan dapat
menyebabkan kematian (Simatupang, 2010).

K. PROGNOSIS
Mortalitas ileus obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8%
asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan
pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan
meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Pada ileus
obstruksi kolon, biasanya angka kematian berkisar antara 15-30%. Perforasi
sekum merupakan penyebab utama kematian. Prognosisnya baik bila
diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat (Nobie, 2009).

L. PENCEGAHAN
Upaya pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan sedini
mungkin baik pencegahan primordial, primer, sekunder dan tersier untuk
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.Demikian juga pada penyakit

25
ileus obstruktif, tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya ileus obstruktif dan menghindari akibat fatal yang disebabkan
ileus obstruktif. Beberapa pencegahannya, yaitu (Halim, 2008) :
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada
orang-orang yang belum memiliki faktor risiko terhadap ileus
obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi kesehatan atau memberikan
pendidikan kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif atau dengan
melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat dalam menjaga kesehatannya oleh kemampuan
masyarakat.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya
mempertahankan orang yang agar tetap sehat atau mencegah orang
yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer berarti mencegah
terjadinya ileus obstruktif. Upaya pencegahan ini dimaksudkan untuk
mengadakan pencegahan pada masyarakat. Pencegahan primer yang
dilakukan antara lain :
a) Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya
b) Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan
daya tahan tubuh
c) Diet Serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara
konsumsi serat dan insidens timbulnya berbagai macam penyakit.
Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai
efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.
d) Untuk membantu mencegah kanker kolorektal, makan diet
seimbang rendah lemak dengan banyak sayur dan buah, tidak
merokok, dan segera untuk skrining kanker kolorektal setahun
sekali setelah usia 50 tahun.

26
e) Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan
tekanan di dalam perut dan mungkin memaksa satu bagian dari usus
untuk menonjol melalui daerah rentan dinding perut Anda.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan terhadap ileus
obstruktif adalah dengan cara mendeteksi secara dini, dan mengadakan
penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat fatal ileus obstruktif. 47
a) Cara mendeteksi secara dini ileus obstruktif
Cara mendeteksi secara dini ileus obstruktif adalah dengan melakukan
pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
1) Pemeriksaan Fisik
Gambaran fisik pasien yang menderita ileus obstruktif
bervariasi dan tergantung kapan dilakukan pemeriksaan. Jika
pemeriksaan dilakukan beberapa jam atau sehari setelah mulainya
obstruksi mekanik sederhana, maka akan terbukti beberapa gejala-
gejala ileus. Tetapi jika dibiarkan lewat beberapa hari, maka tanda
tambahan akan bermanifestasi. Alasan ini didasarkan atas respon
patofisiologi terhadap ileus obstruktif. Gambaran pertama dalam
pemeriksaan pasien yang dicurigai menderita ileus obstruktif
merupakan adanya tanda generalisasi dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Karena
lebih banyak cairan disekuestrasi ke dalam lumen usus, maka bisa
timbul demam, takikardia dan penurunan tekanan dalam darah.
Dalam pemeriksaan abdomen diperhatikan kemunculan distensi,
parut abdomen (yang menggambarkan perlekatanpasca bedah),
hernia dan massa abdomen.
2) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X dan foto abdomen yang tegak dan
berbaring sangat bermanfaat dalam mendiagnosa ileus
obstruktif. Jika penderita tidak dapat duduk selama 15 menit,
maka posisi dekubitus lateral kiri dapat dilakukan untuk foto
abdomen. Adanya gelung usus yang terdistensi dengan batas
udara-cairan dalam pola anak tangga pada foto tegak

27
menggambarkan bahwa penderita menderita ileus obstruktif.
Hal ini karena fakta bahwa udara biasanya tidak terlihat pada
usus halus dan hanya terbukti pada usus yang terdistensi.
b) Operasi
1) Usus halus
Operasi dapat dimulai setelah pasien telah diredidrasi
kembali dan organ-organ vital telah dapat berfungsi dengan
normal. Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis,
maka daerah tersebut harus disayat. Perincian operatif
tergantung pada penyebab obstruksi. Perlengketan/ adhesi
dilepaskan atau bagian yang mengalami obstruksi dibuang, usus
yang mengalami strangulasi harus dipotong.
2) Usus besar
Pada usus besar, operasi terdiri dari proses sesostomi
dekompresi atau hanya kolostomi tranversal pada pasien yang
sudah lanjut usia, pasien dengan obstruksi terjadi di daerah
sekum, maka bagian tersebut akan dipotong, biasanya disertai
anastomosis primer. Kanker pada kolon sebelah kiri dan
anastomosis yang mengakibatkan obstruksi pada pasien juga
akan dipotong dan disertai anastomosis juga.

4. Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi
ketidakmampuan, mencegah kecacatan dan menghindari komplikasi
yang dapat memperparah keadaan. Tindakan perawatan post operasi
serta melakukan mobilitas sedini mungkin.

28
BAB IV
KESIMPULAN

1. Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
menyebabkan isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau
anus.
2. Ileus obstruksi termasuk kegawatdaruratan dalam bedah yang sering
dijumpai sekitar 60-70% kasus dari seluruh kasus akut abdomen.
3. Gejala ileus obstruktif terdapat 4 tanda cardinal yaitu nyeri abdomen,
muntah, distensi dan konstipasi.
4. Untuk menegakkan diagnosis diperlukan langkah anamnesis, pemerikksaan
fisik, lab, dan radiologi. Pemeriksaan radiologi yang biasa digunakan yaitu
foto BNO 3 posisi, colon in loop, USG, CT scan, dan MRI. Selain untuk
menegakkan diagnosis, dengan bantuan modalitas radiologi maka dapat
juga ditentukan penatalaksanaan apa yang akan dilakukan selanjutnya
kepada pasien tersebut.
5. Komplikasi ileus obstruktif yaitu peritonitis, syok hipovolemia, abses,
pneumonia aspirasi dari proses muntah dan dapat menyebabkan kematian.
6. Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mencegah terjadinya ileus
obstruktif dan menghindari akibat fatal yang disebabkan ileus obstruktif.

29
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, P. 2012. Intestinal Obstruction. Available at :
http://www.merckmanuals.com/professional/gastrointestinal_disorders/a
cute_abdomen_and_surgical_gastroenterology/intestinal_obstruction.ht
ml#v890928. Accesed September 29, 2012.
Behman, R., Nathens AB., Look HN., Pechlivanoglou P., Karanicolas PJ.
2018. Evolving Management Strategies in Patients with Adhesive Small
Bowel Obstruction: a Population Based Analysis. J. Gastrointest. Surg.
Vol.22(12):2133-2141.
Brian, J., Prout, J.2009. Cooper.Pedoman Praktis Diagnosis Klinik.Tangerang :
Binarupa Aksara.
De Jong, W., Sjamsuhidajat, R. 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Usus
halus, Apendiks, Kolon, Anorektum dan Hambatan Pasase Usus. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 623-629.
Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved July
16th, 2019, Available at: http://www.mr-
tip.com/serv1.php?type=img&img=Pregnancy%20and%20Small%20Bo
wel%20Obstruction
Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI
Halim, S. 2008. Tingkat Keberhasilan Terapi Non Operatif pada Ileus
Obstruktif karena Adhesi Pascaoperasi di Sub-bagian Bedah Digestif
RSHS Bandung Tahun 2003-2008. RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung.
PPDS UNPAD Tesis 2008.
Kartono.Reksopradjo. 2010. Kumpulan Kuliah Umum Bedah. Digestiv.
Gangguan Pasase Usus. Jakarta. Penerbit : Staf Pengajar Ilmu Bedah
FKUI. Hal 70-71.
Jaffe, T., W.M. Thompson. 2015. Large-Bowel Obstruction in the
Adult: Classic Radiographic and CT Findings, Etiology, and Mimics.
Radiology: Volume 275: Number 3—June 2015.
Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved
July16th, 2019, Available at emedicine:
http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
Manaf NM. 2010. Ileus Obstruksi. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran.
Markogiannakis, H., Messaris, E., Dardamanis, D., Pararas, N., Tzertzemelis,
D., Giannopoulos, P. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:
clinical presentation, etiology, management and outcome. World Journal
of gastroenterology. January 2007 21: 13(3):432-437.
Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved July 16, 2019, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
Nobie, A. 2009. Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th, 2011, from
emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview.
Paulson, E.K., Thompson, W.M. 2015. Review of Small-Bowel
Obstruction: The Diagnosis and When to Worry. Radiology: Volume
275: Number 2—May 2015.
Pavlidis E., Kosmidis C., Sapalidis K., Tsakalidis A., Giannakidis D., Rafalidis
V., Koimtzis G., Kesisoglou I. 2018. Small Bowel Obstruction as a
Result of an Obturator Hernia: A Rare Cause and A Challenging
Diagnosis. J Surg Case Rep.Vol.7(161).

30
Price, S.A., Wilson L.M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Prout, Brian. 2009. Pedoman Praktis Diagnosis Klinik. Tangerang: Binarupa
Aksara Publisher.
Riwanto, I., Hidayat, A., Pieter, J., Tjambolan, T., Ahmadsyah, I. 2012. Usus
Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. Dalam : Sjamsuhidajat R,
Karnadiharja W, Rudiman R, Prasetyono Theddeus, editors. Buku Ajar
Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EGC. 731- 772
Simatupang, O. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved June
6th, 2011, Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-
obstruksi.
Sjamsuhidajat, R., Dahlan, M., Jusi, D. 2012. Gawat Abdomen. Dalam :
Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Rudiman R, Prasetyono Theddeus,
editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EGC .237-245
Ten Broek RPG., et al. 2018. Bologna Guidelines for Diagnosis and
Management of Adhesive Small Bowel Obstruction (ASBO): 2017
Update of the Evidence-Based Guidelines from The World Society of
Emergency Surgery ASBO Working Group. World J Emerg Surg.
Vol.13(24).
Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In
R. H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract
Surgery (Vol. 2, p. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
Van Stensel S., Van D.H.LCL., Schreinemacher MHF., Ten Broek RPG., Van
G.H., Bouvy ND. 2018. Adhesion Awareness in 2016: An Update of
The National Survey of Surgeons. PloS ONE. Volume 13(8).
Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach.
Retrieved July 16th, 2019, Available at:
http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A
Spectrum of causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92.
Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al
(Ed.), Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill
Companies.

31

Anda mungkin juga menyukai