Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

LAKI-LAKI USIA 6 BULAN DENGAN INVAGINASI ILEOSECAL POST


LAPAROTOMI MILKING PROCEDURE

Oleh:
Furqon Aji Nugroho
G992003059
Periode : 4 – 10 Oktober 2021

Pembimbing:
dr. Suwardi, Sp. B, Sp. BA

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI


PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU BEDAH ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Bedah Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret / RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Presentasi kasus dengan judul:

LAKI-LAKI USIA 6 BULAN DENGAN INVAGINASI ILEOSECAL POST


LAPAROTOMI MILKING PROCEDURE

Hari, tanggal: Jumat, 08 Oktober 2021

Disusun Oleh:
Furqon Aji Nugroho
G992003059

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing

dr. Suwardi, Sp. B, Sp. BA

1
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. ER
Usia : 6 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Magetan
No. RM : 0155xxxx
Masuk RS : 3 Oktober 2021

B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
BAB cair dengan lendir darah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan BAB cair yang disertai dengan lendir
darah sejak 2 hari SMRS. 4 hari SMRS pasien mengalami sulit untuk
BAB. Pasien juga mengalami muntah yang berwarna kuning dan nyeri
perut yang hilang timbul. Pasien sebelumnya memiliki riwayat perubahan
diet dari ASI ke MPASI 2 minggu SMRS. Tidak ada keluhan lain seperti
demam (-), sesak napas (-), penurunan BB (-), tanda-tanda dehidrasi (-).
BAK dalam batas normal
Pasien lahir secara normal dengan berat lahir 3800 gram, panjang
badan 50 cm, usia kehamilan 40 minggu dan langsung menangis spontan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
Riwayat Kecelakaan/ Trauma : disangkal
Riwayat Operasi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal

2
Riwayat Alergi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
Riwayat Tumor : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

5. Riwayat Kehamilan
Selama hamil, ibu tidak mengonsumsi alkohol, merokok, atau konsumsi
obat-obatan di luar anjuran dokter. Ibu pasien rutin memeriksakan
kehamilan di bidan.

6. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir secara normal dengan usia kehamilan 40 minggu. Pasien lahir
dengan berat badan 3800 gram dan panjang badan 50cm.

7. Riwayat Nutrisi
Pasien sejak lahir minum ASI dan saat ini pasien mulai diberikan MPASI

8. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berobat dengan BPJS kelas I

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
Kesan Umum : pasien sadar penuh
Suhu : 37oC
SpO2 : 98% oksigen ruang

3
Nadi : 98x/menit
RR : 24x/menit
BB : 8,3 kg
PB : 75 cm

2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : mesocephal, jejas (-)
Mata : hematoma periorbita (-/-), subconjungtiva bleeding (-/-),
gerakan bola mata N/N, diplopia (-)
Telinga : secret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), Tragus pain (-)
Hidung : darah (-), nafas cuping hidung (-), secret (-)
Mulut : mukosa basah, sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), jejas (-)
Thoraks : bentuk normo chest, gerak pernafasan simetris
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (-), murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : fremitus raba dada kanan sama dengan kiri.
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), Wheezing (-/-)
Egofoni (-/-)
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), bekas luka operasi (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-)

4
Ekstremitas :

D. Foto Klinis

E. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (6 Oktober 2021)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 9.8 g/dl 11.1-14.1
Hematokrit 30 % 31-41
Leukosit 13.5 103/ L 5.0-19.5

Trombosit 404 103/ L 150-450


Eritrosit 4.34 106/ L 3.90-5.50

Indeks Eritrosit
MCV 69.8 fL 80.0-96.0

5
MCH 22.6 Pg 28-33
MCHC 32.3 % 33.0-36.0
RDW 14.7 % 11.6-14.6
Hitung Jenis
Eosinofil 0.06 % 0.00-4.00
Basofil 0.42 % 0.00-1.00
Neutrofil 81.58 % 18.00-74.00
Limfosit 16.20 % 60.00-66.00
Monosit 1.74 % 0.00-6.00
KIMIA KLINIK
Albumin 3.9 g/dl 3.8-5.4
ELEKTROLIT DARAH
Natrium Darah 131 Mmol/L 129-147
Kalium Darah 4.7 Mmol/L 3.6-6.1

F. Assessment
Invaginasi Ileosecal post laparotomi milking procedure
G. Plan
- Diet ASI
- Medikasi luka tiap 2 hari

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam
segmen lainnya, yang pada umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi
ataupun strangulasi. Invaginasi sering disebut juga sebagai intussusepsi.
Umumnya bagian yang proksimal (intussuseptum) masuk ke bagian distal
(intususepien). Pemberian nama invaginasi bergantung hubungan antara
intususeptum dan intususipien, misalnya ileo-ileal menunjukkan invaginasi
hanya melibatkan ileum saja. Ileo-colica berarti ileum sebagai intususeptum
dan colon sebagai intususipien.

B. Epidemiologi
Insidensi invaginasi di dunia memiliki variasi luas. Pada anak di
bawah usia 1 tahun, insidensi mulai dari 35 tiap 100.000 anak di Brazil
sampai 1200 tiap 100.000 anak di Inggris.
Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki- laki,
dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan tiga banding dua.
Insidens pada bulan Maret- Juni meninggi dan pada bulan September-
Oktober juga meninggi. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan musim
kemarau dan musim penghujan dimana pada musim- musim tersebut insidens
infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli yang
menganggap bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor
penyebab

C. Etiologi
1. Idiopatik

7
Pada anak-anak, sekitar 90-95% kasus invaginasi dibawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan
sebagai infantile idiopathic intussusceptions. Sebagian besar peneliti
menggunakan istilah “idiopatik” untuk menggambarkan kasus dimana
tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang diketahui dapat
menyebabkan invaginasi seperti diverticulum meckel atau polip yang
dapat diidentifikasi saat pembedahan.
Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu
teori untuk menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik
adalah bahwa hal itu terjadi karena Peyer Patch yang membesar. Hipotesis
ini berasal dari 3 pengamatan : (1) penyakit ini sering didahului oleh
infeksi saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki
konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3)
pembesaran kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang
memerlukan operasi.
2. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dari dua tahun),
adanya kelainan usus dapat menjadi penyebab invaginasi seperti : inverted
Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomyoma, leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, dan duplikasi usus.
Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip
seperti peutz-jeghers syndrome, dan duplikasi intestinal. Lead point lain
diantaranya lymphangiectasis, perdarahan submucosa dengan henoch
Schonlein purpura, trichobezoars dengan Rapunzel syndrome, caseating
granulomas yang berhubungan dengan tuberculosis abdominal.
Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomy, yang biasanya timbul
setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltic
usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia
lokal

8
D. Patofisiologi
Ditemukannya penebalan dinding ileum terminal berupa hipertrofi
jaringan limfoid (plaque payer) akibat infeksi virus (limfadenitis) yang
mengikuti suatu gastroenteritis/infeksi saluran napas. Keadaan ini
menimbulkan pembengkakan bagian intususeptum (usus bagian proksimal)
edema intestinal dan obstruksi aliran vena obstruksi intestinal sehingga terjadi
perdarahan, proses ini sebagai titik permulaan invaginasi.
Perubahan intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian
intususeptum oleh karena kontraksi dari intususepien (usus bagian distal yang
menerima). Adanya hiperplastik usus bagian proksimal mengakibatkan
terjadinya segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya (ileokolik ileum
bervaginasi ke kolon, ileoileokolik (usus kecil berinvaginasi ke dalam usus
kecil). Dimana akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga
mengaibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir yang menyebabkan
nekrosis dinding usus sebagai akibat strangulasi dan tidak jarang terjadi
gangrene, yang selanjutnya terjadi edema dan pembengkakan. Pembengkakan
dari intususeptum umumnya menutup lumen usus. Akibatnya terjadi
perlekatan yang tidak dapat kembali normal, sehingga tidak terjadi invaginasi
Invaginasi menjadi suatu iskemik oleh karena penekanan dari
penjepitan pembuluh-pembuluh darah segmen intususeptum usus atau
mesentrial. Bagian usus yang paling awal mengalami iskemik adalah mukosa.
Ditandai dengan produksi mukus yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi
strangulasi dan laserasi luka sehingga timbul perdarahan antar mucus dan
darah tersebut akan keluar melalui anus sebagai suatu agar-agar jeli darah
(Red Currant Jelly Stool). Iskemik dan distensi abdomen (system usus)
menimbulkan rasa nyeri. Adanya iskemik dan destruksi usus akan
menyebabkan sekuenstrisasi cairan ke lumen usus yang distensi. Sehingga
pasien mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi mengalami syok hipovolemik.

9
Mukosa usus yang iskemik merupakan Port de Entry intravasasi
mikroorganisme dari lumen usus yang dapat menyebabkan pasien mengaami
infeksi sistemik dan sepsis.
Invaginasi sekunder biasanya terjadi karena adanya lesi patologis atau
iritan pada dinding dinding usus yang dapat menghambat menghambat
gerakan peristaltik normal serta menjadi lokus minoris untuk terjadinya
invaginasi. Invaginasi dideskripsikan sebagai prolaps internal usus proksimal
dalam lekukan mesenterika dalam lumen usus distal. Hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi pada pasase isi usus dan menurunkan
aliran darah ke bagian usus yang mengalami invaginasi tersebut. Akhirnya
dapat mengakibatkan obstruksi usus dan peradangan mulai dari penebalan
dinding usus hingga iskemia dinding usus. Mesenterium usus proksimal
tertarik ke dalam usus distal, terjepit, dan menyebabkan obstruksi aliran vena
dan edema dinding usus yang akan menyebabkan keluarnya feses berwarna
kemerahan akibat darah bercampur mucus (red currant stool / stool /
strawberry jam strawberry jam). Jika reposisi intususepsi tidak dilakukan,
terjadi insufisiensi arteri yang akan menyebabkan iskemik dan nekrosis
dinding usus yang akan menyebabkan pendarahan, perforasi, dan peritonitis.
Perjalanan penyakit yang terus berlanjut dapat semakin memburuk hingga
menyebabkan sepsis.
Pada invaginasi dapat berakibat obstruksi strangulasi. Obstruksi yang
terjadi secara mendadak ini, akan menyebabkan bagian apex invaginasi
menjadi oedem dan kaku, jika hal ini telah terjadi maka tidak mungkin untuk
kembali normal secara spontan. Pada sebagian besar kasus invaginasi keadaan
ini terjadi pada daerah ileo – caecal. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik
dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan
mesenterium masuk kedalam colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum
menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan
dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus.

10
E. Klasifikasi
Invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya yaitu pada bagian usus mana yang
terlibat :
1. Ileo-ileal, adalah bagian ileum masuk ke bagian ileum
2. Ileo-colica, adalah bagian ileocaecal masuk ke bagian kolon
3. Ileo-caecal, adalah bagian ileo-caecal masuk ke bagian apex dari
invaginasi
4. Appendicial-colica, adalah bagian caput dari caecum terinvaginasi
5. Colo-colica, adalah bagian colon masuk ke bagian kolon.

F. Gambaran Klinis
Invaginasi menjadi suatu iskemik oleh karena penekanan dari
penjepitan pembuluh-pembuluh darah segmen intususeptum usus atau

11
mesentrial. Bagian usus yang paling awal mengalami iskemik adalah mukosa.
Ditandai dengan produksi mukus yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi
strangulasi dan laserasi luka sehingga timbul perdarahan antar mucus dan
darah tersebut akan keluar melalui anus sebagai suatu agar-agar jeli darah
(Red Currant Jelly Stool). Iskemik dan distensi abdomen (system usus)
menimbulkan rasa nyeri. Adanya iskemik dan destruksi usus akan
menyebabkan sekuenstrisasi cairan ke lumen usus yang distensi. Sehingga
pasien mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi mengalami syok hipovolemik.
Mukosa usus yang iskemik merupakan Port de Entry intravasasi
mikroorganisme dari lumen usus yang dapat menyebabkan pasien mengaami
infeksi sistemik dan sepsis.
Sementara gejala dan tanda obstruksi belum tampak, pada
pemeriksaan abdomen dapat teraba massa. Bila massa teraba di kanan atau
kiri atas yang sering disebut sausage like, maka perabaan pada abdomen pada
kanan bawah terus kosong. Keadaan ini disebut sebagai Dance’s Sign. Pada
pemeriksaan colok dubur terdapat feses dengan darah segar serta lendir pada
sarung tangan.
Dalam intususepsi ini terdapat trias gejala khas:
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba- tiba, nyeri bersifat serang-
serangan., nyeri menghilang selama 10- 20 menit, kemudian timbul
lagi serangan baru.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas,
kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) dan darah (lapisan
dalam) currant jelly stool. Tanda terakhir tersebut merupakan alasan
utama bagi orang tua untuk datang ke rumah sakit. Perlu diingat tanda
ini merupakan tanda paling akhir muncul dari suatu intususepsi
sehingga tidak ditemukannya darah perektal tidak menyingkirkan
kemungkinan terjadinya intususepsi
G. Diagnosis

12
Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan pemeriksaan fisik, laboratorium laboratorium dan
radiologi. Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah waktu serangan
kolik, biasanya keluar lendir campur darah ( red currant jelly / strawberry
stool ) per anum yang  berasal dari  berasal dari intususeptum yang tertekan,
terbendung, atau mungkin sudah mengalami sudah mengalami strangulasi.
Anak biasanya muntah sewaktu serangan, dan pada pemeriksaan perut dapat
teraba massa yang biasanya memanjang dengan batas jelas seperti sosis.
Pada inspeksi, sukar sekali membedakan antara prolapsus rektum dan
invaginasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari di sekitar
penonjolan untuk menentukan ada tidaknya celah terbuka. Selain itu, kadang
dapat dilihat gambaran usus / peristaltis usus pada dinding perut dan
didapatkan distensi bila sudah terjadi ileus. Pada Auskultasi didapatkan bising
usus yang meningkat sehingga dapat terdengar metallic sound.
Invaginatum yang masuk jauh dapat ditemukan pada pemeriksaan
colok dubur. Ujung invaginatum teraba seperti portio uterus pada pemeriksaan
vaginal sehingga dinamakan pseudoportio. Jarang ditemukan invaginatum
yang sampai keluar dari rektum. Keadaan tersebut harus dibedakan dari
prolapsus mukosa rektum. Pada invaginasi, didapatkan invaginatum bebas
dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara sirkuler dengan
dinding anus.
Invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan
pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema barium. Pemeriksaan foto
polos abdomen, dijumpai tanda obstruksi dan massa di kuadran tertentu dari
abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. Selain itu, pada foto
polos abdomen didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus
terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda -tanda obstruksi usus
dengan gambaran air fluid level. Dapat terlihat free air bila terjadi perforasi.
USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target
sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo pseudo kidney sign pada

13
potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan pemberian barium enema
dilakukan jika pasien ditemukan dalam kondisi kondisi stabil, digunakan
digunakan sebagai diagnostik ataupun terapeutik. Sumbatan oleh invaginatum
biasanya tampak jelas pada foto.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah neutrofil
segmen (>70%). Didapatkan abnormalitas elektrolit yang berhubungan
dengan dehidrasi, anemia, dan atau peningkatan jumlah leukosit
(leukositosis >10.000/mm3 )
2. Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, bila
telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran “air
fluid level”. Dapat terlihat “free air” bila terjadi perforasi.
b. Barium enema
Pemeriksaan barium enema digunakan untuk tujuan diagnostic
dan terapi, dimana akan terlihat gambaran “cupping” dan “coilspring”.
Untuk tujuan terapi, barium enema dikerjakan dengan tekanan
hidrostatik untuk mendorong usus yang masuk kea rah proksimal,
teknik ini dapat dikerjakan bila belum ada tanda-tanda obstruksi usus
yang jelas, seperti muntah-muntah hebat, perut distensi, dan dehidrasi
berat
c. Ultrasonografi
Sonografi transversal pada intussusepsi menunjukan pola
berputar dari hiperekhogenitas dan hipoekhogenitas yang bergantian
(target sign), menunjukan perbedaan dari perbedaan lapisan mukosa,
muskularis dan serosa sedangkan gambaran sonografi pada doubel
intususepsi tampak gambaran triple circle sign. Pada potongan

14
longitudinal lingkaran usus berubah dan gambaran intususeptum dan
intususepien memberikan gambaran sandwich atau pseudokidney.
d. CT scan
CT scan digunakan untuk mencari penyebab terjadinya
intususepsi. Pada CT scan intususepsi memperlihatkan gambaran yang
khas terlihat sebagai massa jaringan lunak eksentrik, yang terdiri dari
intususipien, intususeptum, lemak mesenterika dari intususeptum, dan
pembuluh darah mesenterika yang memberikan gambaran target sign ,
sedangkan pada kasus doubel intususepsi tampak gambaran triple
circle sign yang terdiri atas lingkaran luar adalah segmen distal,
lingkaran kedua tengah adalah segmen distal yang prolaps, dan
lingkaran ketiga dalam adalah intususepsi pertama (segmen proksimal
prolaps).
I. Tatalaksana
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya
pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam
dari serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik.
Penatalaksanaan dari invaginasi pada umumnya meliputi resusitasi,
kofirmasi diagnostik melalui ultrasonografi, reduksi hidrostasis, reduksi
dengan barium enema (kecuali anak mengalami tanda-tanda peritonitis),
dengan intervensi bedah merupakan pilihan terakhir kecuali pada kasus
khusus.
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan
anak sejak dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil
dengan baik yaitu:
1. Reduksi dengan barium enema
Reduksi dengan barium enema merupakan terapi awal pada invaginasi
pada anak, namun kontroversi terhadap terapi ini masih terus
diperdebatkan. Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap
penderita: dipuasakan, resusitasi cairan, dekompresi dengan pemasangan

15
pipa lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan hasil
pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit dan
neutrofil segmen maka antibiotika berspektrum luas dapat diberikan.
Narkotik seperti Demerol dapat diberikan (1mg/kg BB) untuk
menghilangkan rasa sakit.
Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa barium enema berfungsi
dalam diagnostik dan terapi. Reduksi invaginasi dengan nonoperatif telah
menunjukkan lama rawat inap, pemulihan yang lebih cepat, mengurangi
biaya rumah sakit, dan mengurangi kompilkasi yang berhubungan dengan
operasi abdomen. Telah dilaporkan bahwa reduksi hidrostatis kurang
berguna bagi pasien dengan gejala invaginasi lebih dari 48 jam, dan
khususnya pasien dengan keadaan umum yang jelek dan membutuhkan
operasi reduksi sebagai penanganannya.
Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontraindikasi
seperti: adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun
pada foto abdomen, dijumpai tanda-tanda peritonitis, gejala invaginasi
sudah lewat dari 24 jam, dijumpai tanda-tanda dehidrasi berat, usia
penderita dibawah 1 tahun.
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak
menangis atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif
sangat membantu. Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke
rektum dan difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur barium
dialirkan dari kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan
aliran bubur barium dideteksi dengan alat fluoroskopi sampai meniskus
intussusepsi dapat di identifikasi dan dibuat foto. Meniskus sering
dijumpai pada kolon transversum dan bagian proksimal kolon descendens.
Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai proses reduksi sedang
berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium berhenti dapat diulangi 2-3 kali
dengan jarak waktu 3-5 menit. Reduksi dinyatakan gagal bila tekanan
barium dipertahankan selama 10-15 menit tetapi tidak dijumpai kemajuan.

16
Antara percobaan reduksi pertama, kedua dan ketiga, bubur barium
dievakuasi terlebih dahulu
Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila rectal tube ditarik dari
anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa feses dan udara,
pada fluoroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan
sebagian usus halus jadi adanya refluks ke dalam ileum, hilangnya massa
tumor di abdomen, perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak
menjadi tertidur serta norit test positif.
Penderita perlu dirawat inap selama 2-3 hari karena sering dijumpai
kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung
kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama,
penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya. Jika
reduksi dengan enema gagal untuk mengatasi keadaan ini, intervensi
bedah dapat dilakukan.

2. Reduksi dengan tindakan operasi


a. Memperbaiki keadaan umum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, jangan melakukan
tindakan operasi sebelum mengoptimalkan keadaan umum pasien
(pasien baru dapat dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi
jaringan telah baik, hal ini ditandai apabila produksi urine sekitar 0,5-1
cc/kg BB/jam). Nadi kurang dari 120x/menit, pernafasan tidak
melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah
berubah menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai membaik dan
temperatur badan tidak lebih dari 38°C. Biasanya perfusi jaringan akan
baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk, sisanya
dapat diberikan sambil operasi berjalan dan pasca bedah.
Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum
adalah: a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi (resusitasi).
b. Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde

17
lambung. c. Pemberian antibiotik dan sedatif. Suatu kesalahan besar
apabila langsung melakukan operasi karena usus dapat menjadi
nekrosis karena perfusi jaringan masih buruk. Harus diingat bahwa
obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan umum
penderita serta perfusi jaringan yang belum baik akan menyebabkan
bertumpuknya hasil metabolik di jaringan yang seharusnya dibuang
lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum
baik akan mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila
dipaksakan kelainan tersebut akan irreversible.
b. Tindakan reposisi usus
Tindakan selama operasi tergantung kepada temuan keadaan
usus, reposisi manual dengan cara “milking” dilakukan dengan halus
dan sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman
operator. Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal
(melintang), pada anak-anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi
transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi.
Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan
alasan lebih mudah untuk eksplorasi usus, mereduksi intusussepsi dan
tindakan appendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada batasan yang tegas
kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu. Reseksi usus
dilakukan apabila: pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan
cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan
patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi
dilakukan anastomosis ”end to end”, apabila hal ini memungkinkan
tetapi bila tidak mungkin maka dilakukan “exteriorisasi” atau
enterostomi.
J. Komplikasi
Bila tidak ditangani dengan baik maka invaginasi dapat menyebabkan
perforasi usus dan berlanjut menjadi peritonitis. Jika tidak diobati, intususepsi
hampir selalu fatal bagi bayi dan anak kecil.

18
K. Prognosis
Prognosis pasien intususepsi baik jika diagnosis ditegakkan lebih dini
dan terapi cepat dilakukan. Jika komplikasi terjadi atau pada keadaan
intususepsi yang berulang prognosisnya akan menjadi lebih buruk. Angka
kekambuhan mencapai 5% bila dilakukan reduksi hidrostatik dan 2% bila
dilakukan pembedahan

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mubarak L, Alghmadi E, Alharbi S, Almasoud H, Al-Ali N, Mujurdy S, et al. 2018. Air enema
versus barium enema in intussusception: An overview. Int J Community Med Public
Health ;5(5):1679-83
Amr MA, Polites SF, Alzgari M, Onkendi EO, Grotz TE, Zielinski MD. 2015. Intussusception in
adults and the role of evolving computed tomography technology. Am J Surg
209(3):580-3
Baden, Lindsay R. 2016. Enteroenteric Intussusception. The New England Journal of
Medicine.
Berocal T & Del Pozo G.2008. Imaging in pediatric Gastrointestinal Emergencies.DAlam:
Devos AS & Blickman JG, radiological Imaging of the Digestive Tract in Infant and
Children. Berlin: Springer-Verlag; 35-45
Bissantz N, Jenke AC, Trampisch M, Klaaβen-Mielke R, Bissantz K, Trampisch HJ, et al. 2011.
Hospital-based, prospective, multicenter, surveillance to determine the incidence of
intussusception in children aged below 15 in Germany. BMC Gastroenterol ;11:26.
Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [serial online] 2012 Jan 13; Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/930708-overview
Caruso AM, Pane A, Scanu A, Muscas A, Garau R, Caddeo F, et al. 2017. Intussusception in
children: Not only surgical treatment. J Pediatr Neonatal Individualized
Medicine;6(1):1-6
De Jong, W, Sjamsuhidajat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Bab 35:h 627-629,
Guo W, Hu Z, Tan Y, Sheng M, Wang J. 2017. Risk factors for recurrent intussusception in
children: A retrospective cohort study. BMJ Open;7(11):e018604
Irish MS. Pediatric Intussusception surgery. Medscape Reference [serial online] 2011 Apr 14
Available from : https://emedicine.medscape.com/article/937730-overview
Jiang J, Jiang B, Parashar U, Nguyen T, Bines J, Patel MM. 2013. Childhood intussusception: A
literature review ;8(7):e68482
John M, Siji CR. 2016. A clinical study of children with intussusception. Internat J
Contemporary Pediatr ;3(3):1083-8

20
Khorana, Jiraporn; Singhavejsakul, Jesda; Ukarapol, Nuthapong; et al. 2015. Enema
Reduction of Intussusception: The Succes rate of Hydrostatic and Pneumatic
Reduction. Therapeutics and Clinical Risk Management .
Ramsey KW, Halm BM. 2014. Diagnosis of intussusception using bedside ultrasound by a
pediatric resident in the emergency department. Hawai’i J Med Publ Health. 73(2):58-
60
Sadigh G, Zou KH, Razavi SA, Khan R, Applegate KE. 2015. Meta-analysis of air versus liquid
enema for intussusception reduction in children. AJR. ;205:542-9
Santoso MIJ, Yosodiharjo A, dan Erfan F. 2011. Hubungan antara Lama Timbulnya Gejala
Klinis Awal Hingga Tindakan Operasi dengan Lama Rawatan Pada Penderita Invaginasi
yang Dirawat di RSUP H Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara: Medan.

21

Anda mungkin juga menyukai